Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berada
dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan
sebagai pembuluh darah dan berfungsi sebagai sarana transpor, alat homeostasi
dan alat pertahanan. Darah dibagi menjadi dua bagian yaitu sel darah dan cairan
darah. Sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit)
dan keping sel (trombosit). Cairan darah yang terpisah dari sel darah yaitu plasma
atau serum (Sadikin, 2013).
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan
terbentuk di sumsum tulang. Trombosit matang berukuran 2-4 µm, berbentuk sel
kecil, tak berinti dengan sitoplasma berwarna biru keabu-abuan. Fungsi trombosit
berhubungan dengan pertahanan, untuk mempertahankan keutuhan jaringan bila
terjadi luka. Trombosit ikut serta dalam usaha menutup luka, sehingga tubuh tidak
mengalami kehilangan darah dan terlindung dari penyusupan benda atau sel asing
(Sadikin, 2013).
Kelainan trombosit baik dari segi kualitas maupun kuantitas akan
menimbulkan gangguan baik perdarahan maupun trombosis, oleh karena itu
selain jumlah, penilaian fungsi trombosit juga penting. fungsi trombosit yang
sering diperiksa adalah fungsi agregasi. (Wirawan R, 2006).
Agar dapat berfungsi dengan baik, trombosit harus memadai dalam kuantitas
(jumlah) dan kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung
dengan normal jika jumlah trombosit memadai dan kemampuan trombosit untuk
beradhesi dan beragregasi juga bagus. Metode untuk menghitung trombosit telah
banyak dibuat dan jumlahnya jelas tergantung dari kenyataan bahwa sukar untuk
menghitung sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil mudah aglutinasi dan
mudah pecah. Sukar membedakan trombosit dan kotoran.
Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode
secara langsung dengan menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase
kontras dan mikroskop cahaya. (Rees-Ecker) maupun secara otomatis. Sedangkan
hitung trombosit secara tida langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit
pada sediaan apus darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah
dikerjakan, murah dan praktis.
Sediaan apus darah tepi adalah pemeriksaan yang dapat dikerjakan oleh setiap
laboratorium, mudah dan murah. Pada sediaan apus terlihat kelompok-kelompok
trombosit yang berada terutama di pinggir dan ujung sediaan seperti halnya sel
besar. (Ganda Subrata, 2004).
Hal ini menggambarkan keadaan trombosit yang ada. Keadaan dimana
kelompok trombosit besar dan banyak menggambarkan keadaan kecenderungan
agregasi lebih tinggi daripada gambaran kelompok trombosit yang kecil dan
sedikit. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi untuk menilai fungsi agregasi
trombosit (untuk selanjutnya disebut pemeriksaan sediaan apus darah tepi)
menilai persentase trombosit yang berkelompok dibandingkan total pada waktu
sebelum dan sesudah 3 menit pemberian inductor ADP.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu trombosit ?
2. Bagaimana pemeriksaan hitung trombosit ?
3. Apa faktor yang mempengaruhi hasil hitung trombosit ?
4. Apa itu sediaan apus darah tepi ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi trombosit
2. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan trombosit
3. Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil hitung
trombosit
4. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari sediaan apus darah tepi
D. Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi trombosit
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan trombosit
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
hitung trombosit
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari sediaan apus darah tepi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Trombosit
1. Pengertian trombosit
Trombosit adalah kepingan darah terkecil dari sel darah. Sel ini berbentuk
bulat oval atau gepeng tidak berinti dan mempunyai struktur mirip piringan
dengan diameter antara 1 sampai 4 mikron dan volume antara 7- 8 fl.
Trombosit dihasilkan dari pecahan fragmen megakariosit, suatu sel muda di
dalam sumsum tulang dimana setiap megakariosit menghasilkan 3000 – 4000
trombosit. Trombosit beredar di dalam sirkulasi darah antara 7 – 10 hari.
Rentang hidup trombosit dari differensiasi stem sel sampai dihasilkan
trombosit memerlukan waktu sekitar 10 hari (Kiswari, 2014). Nilai rujukan
trombosit berkisar antara 150.000 – 400.000/ ul darah (Kee, 2008).

2. Struktur trombosit
Ultra struktur trombosit dibagi menjadi tiga komponen yaitu membran
trombosit, sitoskeleton dan organel. Membran trombosit terbentuk dari lapisan
fosfolipid dua lapis dengan distribusi yang asimetris. Membran trombosit
mengandung glikoprotein yang berfungsi sebagai reseptor. Melalui reseptor
tersebut trombosit berinteraksi dengan zat – zat yang menyebabkan agregasi,
zat inhibitor, faktor koagulasi seperti fibrinogen, faktor Von Willebrand dan
thrombin serta dengan dinding pembuluh darah dan dengan trombosit lainnya
(Kosasih, 2008). Selain itu membran trombosit mengalami invaginasi ke
dalam membentuk sistem kanalikuler terbuka menghasilkan permukaan
reaktif yang luas menyebabkan protein koagulasi plasma dapat diserap secara
selektif (Hoffbrand dan Moss, 2016).
Dalam sitoplasma trombosit terdapat beberapa organel berupa
mitokondria, cadangan glikogen serta granula penyimpanan berupa granula
padat, granula alfa dan lisosom. Granula padat berupa kandungan kalsium
tinggi, serotonin, ADP dan ATP. Isi dari granula alfa terbagi menjadi dua
kelompok yaitu berupa protein spesifik untuk trombosit dan protein yang
berasal dari plasma seperti fibrinogen, fibronektin dan faktor V. Sedangkan
lisosom mengandung hydrolase asam beta glukoronidase, katepsin, beta
galaktosidase, elastase dan kolagenase. Saat sekresi trombosit, lisosom lebih
lambat melepaskan isinya dibanding granula alfa dan granula padat (Kosasih,
2008).
3. Produksi trombosit
Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melalui fragmentasi
sitoplasma pada megakariosit. Megakariosit mengalami pematangan melalui
replikasi endomitotik yang menyebabkan volume sitoplasma setiap kali
jumlah lobus nukleus bertambah menjadi dua kali lipat. Tahap awal terjadi
invaginasi membran plasma yang berkembang sepanjang pembentukan
megakariosit menjadi anyaman yang bercabang-cabang. Tahap perkembangan
tertentu yang bervariasi terutama pada tahap nukleus berjumlah delapan,
sitoplasma menjadi granular. Megakariosit berukuran sangat besar dengan
satu nukleus berlobus yang terletak di tepi. Trombosit terbentuk dari ujung-
ujung perluasan sitoplasma megakarit. Tiap megakariosit menghasilkan
sekitar 4000 trombosit. Interval waktu dari differensiasi sel sampai menjadi
trombosit adalah sekitar 10 hari (Hoffbrand dan Moss, 2016).
4. Fungsi trombosit
Trombosit mempunyai peranan penting dalam pembentukan bekuan
darah. Trombosit dalam keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui
aliran darah. Terjadi kerusakan di suatu pembuluh, trombosit akan menuju ke
daerah tersebut sebagai respon terhadap kolagen yang terpajan di lapisan sub
endotel pembuluh. Trombosit melekat pada permukaan yang rusak dan
mengeluarkan zat yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh.
Fungsi lain dari trombosit adalah mengubah bentuk dan kualitas setelah
berikatan dengan pembuluh darah yang cedera. Trombosit akan menjadi
lengket dan menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit yang secara
efektif menambal daerah yang luka (Handayani, 2008). Pembentukan dan
stabilitas sumbat trombosit terjadi melalui beberapa tahapan yaitu adhesi
trombosit, agregasi trombosit dan reaksi pelepasan (Setiabudy, 2009).
a. Adhesi
Apabila pembuluh darah luka, maka sel endotel akan rusak sehingga
jaringan ikat dibawah endotel akan terbuka menimbulkan adhesi trombosit
yaitu suatu proses dimana trombosit melekat pada permukaan asing
terutama serat kolagen. Proses perlekatan trombosit sangat bergantung
pada protein plasma yang disebut faktor Willebrand’s yang disintesis oleh
sel endotel dari magakariosit. Faktor ini berfungsi sebagai jembatan antara
trombosit dengan jaringan sub endotel. Adhesi trombosit berhubungan
dengan peningkatan daya lekat sehingga trombosit berlekatan satu sama
lain serta dengan endotel atau jaringan yang cedera sehingga terbentuk
sumbat hemostasis primer.
b. Agregasi
Disamping melekat pada permukaan asing, trombosit juga akan
melekat pada trombosit lain. Proses ini disebut sebagai agregasi trombosit.
Agregasi awal terjadi akibat kontak permukaan dan pembebasan ADP dari
trombosit yang melekat di permukaan endotel. Proses ini disebut sebagai
agregasi primer. Selanjutnya trombosit pada agregasi primer akan
mengeluarkan ADP sehingga terjadi agregasi trombosit sekunder yang
bersifat irreversibel. Selain ADP, untuk agregasi trombosit diperlukan ion
kalsium dan fibrinogen. Agregasi trombosit terjadi karena adanya
pembentukan ikatan di antara fibrinogen yang melekat pada dinding
trombosit dengan perantara ion kalsium. Mula-mula ADP akan terikat
dengan reseptornya di permukaan trombosit. Interaksi ini menyebabkan
reseptor untuk fibrinogen terbuka sehingga memungkinkan ikatan antara
fibrinogen dengan reseptor tersebut. Kemudian ion kalsium akan
menghubungkan fibrinogen tersebut sehingga terjadi agregasi trombosit.
c. Reaksi pelepasan
Selama proses agregasi, terjadi perubahan bentuk trombosit dari
cakram menjadi bulat. Akibat dari perubahan bentuk ini maka granula
trombosit akan terkumpul di tengah dan akhirnya akan melepaskan isinya.
Proses ini disebut sebagai reaksi pelepasan yang memerlukan adanya
energi. Zat agregator lain seperti thrombin, kolagen, epinefrin dan
tromboxan A2 dapat menyebabkan reaksi pelepasan. Tergantung zat yang
merangsang, akan dilepaskan bermacam-macam substansi biologik yang
terdapat di dalam granula padat dan granula alfa. Trombin dan kolagen
menyebabkan pelepasan isi granula padat, alfa dan lisosom. Dari granula
padat dilepaskan ADP, ATP, ion kalsium, serotonin, epinefrin dan nor
epinefrin. Dari granula alfa dilepaskan fibrinogen, faktor Willebrand’s,
faktor V, faktor 4, beta tromboglobulin. Sedangkan dari lisosom
dilepaskan bermacammacam enzim hydrolase asam (Setiabudy, 2009)
B. Kelainan jumlah Trombosit
Trombositosis Trombositosis adalah meningkatnya jumlah trombosit di atas
normal pada peredaran darah yaitu lebih dari 400.000/µl darah. Trombositosis
dapat bersifat primer atau sekunder. 2.2.1 Trombositopenia Dalam keadaan
normal jumlah trombosit berkisar antara 150.000 – 400.000/ ul darah. Apabila
jumlah trombosit kurang dari normal maka keadaan ini disebut trombositopenia.
Menurut Bakta (2007) penyebab trombositopenia pada dasarnya dapat dibagi
menjadi 4 golongan besar yaitu gangguan produksi trombosit oleh megakariosit di
dalam sum-sum tulang, penghancuran trombosit di dalam darah tepi akibat
autoimun, ganguan distribusi dan pengenceran yang terjadi akibat tranfusi.
Trombositopenia dibagi menjadi 4 derajat yaitu derajat 1 bila jumlah trombosit
75.000 – 150.000/µl darah, derajat 2 bila jumlah trombosit 50.000 - < 75.000/µl
darah, derajat 3 bila jumlah trombosit 25.000 - > 50.000/µl darah dan derajat 4
bila jumlah trombosit kurang dari 25.000/µl darah (Alvina, 2010).
Diagnosa trombositopenia biasanya dibuat dengan menggunakan alat hitung
trombosit otomatis. Namun hasil penghitungan ini perlu diverifikasi dengan
pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Ketepatan dan ketelitian hasil hitung jumlah
trombosit sangat penting dilakukan. Pencocokan dengan sediaan apus darah tepi
juga dapat mengungkapkan kemungkinan penyebab lain dari hitung trombosit
yang tampak rendah (Sacher, 2004).
C. Pemeriksaan hitung jumlah trombosit
Hitung jumlah trombosit dapat dilakukan dengan metode otomatis dan
manual. Cara manual dapat dilakukan dengan metode langsung menggunakan
bilik hitung dan tidak langsung pada sediaan apus darah tepi (Umarani, 2016).
1. Metode Otomatis
Seiring dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya permintaan
pemeriksaan hematologi, saat ini sebagian besar laboratorium klinik
menggunakan alat hematologi analyser. Alat ini digunakan untuk mengukur
serta menghitung sel-sel darah dengan cara otomatis berdasarkan impedansi
aliran listrik atau berkas cahaya terhadap sel-sel yang dilalui. Hematologi
analyser biasa digunakan untuk pemeriksaan hematologi rutin yang meliputi
hitung sel eritrosit, lekosit, trombosit dan pemeriksaan hemoglobin. Prinsip
reaksi pada alat hemotologi otomatis bervariasi diantaranya adalah impedansi
dan flowcytometri.
a. Metode Impedansi
Prinsip pengukuran impedansi didasarkan pada perubahan hambatan
listrik pada celah yang telah diketahui ukurannya (aperture) ketika sebuah
partikel dalam cairan konduktif melewati celah ini. Sel-sel darah
disuspensikan ke dalam sejumlah cairan konduktif secara elektrik.
Kemudian dengan adanya sistem focusing hydrodinamik, sel-sel darah
tadi diatur sedemikian rupa sehingga dapat melewati celah aperture satu
demi satu. Ketika sel melewati celah, akan terbentuk sinyal yang
jumlahnya sebanding dengan jumlah sel yang melewati celah. Besar sinyal
yang terbentuk sebanding dengan dengan besar volume sel. Sel yang
berukuran 2-20 fl akan dihitung sebagai trombosit. Lebih dari 20 fl
dihitung sebagai eritrosit dan lebih dari 36 fl dihitung sebagai lekosit.
Aspirasi darah dibagi menjadi dua volume terpisah. Satu volume dicampur
dengan larutan pengencer dan dialirkan ke dalam celbath untuk dihitung
jumlah eritrosit dan trombosit. Volume darah lainnya dicampur dengan
larutan pengencer dan reagen Lytic yang berfungsi untuk melisiskan sel
darah merah. Hitung lekosit dilakukan sebagai sisa sel yang melewati
celah. Impedansi listrik digunakan terutama di laboratorium hematologi
untuk menghitung sel-sel darah seperti lekosit, eritrosit dan trombosit.
Kelemahan metode impedansi adalah kemungkinan dua sel melewati
celah secara bersamaan. Selain itu sel yang telah diukur akan kembali ke
area pengukuran yang mengakibatkan sel akan dihitung dua kali oleh
detektor (McPherson & Pincus, 2017).
b. Metode Flowcytometri
Adalah metode pengukuran jumlah dan sifat komponen sel dalam
medium cairan bergerak. Setiap sel melewati celah satu persatu yang
kemudian melalui sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat
oleh instrumen sebagai karakteristik sel yang bersangkutan. Prinsip kerja
flowcytometri adalah sejumlah sel disuspensikan ke dalam suatu cairan
konduktif. Sel-sel tersebut diberi tekanan hydrodinamik sehingga dapat
melewati suatu lorong satu demi satu. Ketika sel sampai di suatu titik
lorong, sel akan ditembak dengan sinar laser. Kemudian hasil tembakan
sinar laser akan dibaca oleh detektor (McPherson & Pincus, 2017).
Salah satu kelebihan alat hematologi otomatis adalah efisiensi waktu.
Pemeriksaan menggunakan alat otomatis dapat dilakukan dengan cepat.
Beberapa parameter dapat dilakukan secara bersamaan. Selain itu volume
sampel yang dibutuhkan lebih sedikit. Kelebihan lainnya adalah ketepatan
hasil yang dikeluarkan yang sudah melalui pemantapan mutu internal
laboratorium.
Selain memiliki kelebihan, alat hematologi otomatis juga mempunyai
kelemahan yaitu tidak dapat menghitung sel yang abnormal dan biaya
perawatan yang tidak murah.
2. Metode manual
a. Metode manual langsung
Pemeriksaan hitung jumlah trombosit metode manual langsung dapat
dilakukan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer baik metode
Rees Ecker maupun Brecher Cronkite.
1) Metode Rees Ecker
Metode Rees Ecker darah diencerkan dengan larutan BCB
(Brilliant Cresyl Blue) sehingga trombosit akan tampak. terang
kebiruan. Secara mikroskopik trombosit tampak mengkilat berwarna
biru muda berbentuk bulat, agak lonjong, atau koma yang tersebar
dengan ukuran lebih kecil dari eritrosit
Metode ini mempunyai kemungkinan kesalahan sekitar 16-25%
yang didapat dari kemampuan visual pemeriksa saat menghitung
jumlah trombosit, cahaya yang kurang terang, kesalahan saat
melakukan pengenceran, dll.
2) Metode Brecher Cronkite
Sedangkan pada metode Brecher Cronkite, darah diencerkan
dengan larutan ammonium oksalat 1% yang bertujuan untuk
melisiskan sel darah merah sehingga yang tersisa adalah trombosit.
Kemungkinan kesalahan pada metode Rees`Ecker berkisar 16-25%
sedangkan pada metode Brecher Cronkite adalah 8- 10%. Penyebab
kesalahan dapat terjadi karena teknik pengambilan sampel,
pengenceran darah yang tidak akurat dan penyebaran trombosit yang
tidak merata (Kiswari, 2014).
b. Metode Manual Tidak Langsung
Hitung trombosit tidak langsung dapat dilakukan dengan metode
Barbara Brown yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan
apus darah tepi. Trombosit dihitung dalam 1000 eritrosit. Pembuatan
sediaan apus darah tepi sangat penting dalam bidang hematologi. Apus
darah tepi dapat memberikan petunjuk tentang keadaan hematologik
seperti kelainan pada morfologi sel-sel darah (Kiswari, 2014).
Pembuatan sediaan apus yang berkualitas tinggi merupakan prasyarat
mutlak untuk diagnosis morfologis yang bermakna. Ketrampilan teknis
yang diperlukan dapat diperoleh melalui latihan yang cukup lama. Saat
membuat sediaan apus darah, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa
hanya 2/3 atau 3/4 bagian kaca objek yang digunakan untuk apusan darah.
Ketebalan lapisan sediaan apus harus dibuat sedemikian rupa sehingga
sebagian eritrosit yang berdampingan dapat terpisah. Sediaan apus dengan
lapisan yang terlalu tebal tidak memungkinkan analisis sel karena sel-sel
tidak cukup tersebar (Freund, 2011)
3. Estimasi Jumlah Trombosit
Menurut metode barbara brown untuk menghitung estimasi jumlah
trombosit, ditentukan dari jumlah trombosit dari 5-10 lapang pandang apusan
darah tepi (ADT) pada daerah tipis atau ekor dimana eritrosit terlihat
menyebar atau sedikit overlapping. Rata-rata jumlah trombosit kemudian di
kalikan dengan 20.000/mm3 , hasil tersebut merupakan jumlah trombosit
secara estimasi. Ketepatan hasil estimasi bergantung pada kemampuan
pemeriksa dalam mengidentifikasi trombosit pada apusan darah tepi (ADT).
Kelebihan metode ini adalah trombosit yang dihitung tidak akan berpindah-
pindah karena darah sudah mengering. Kekurangannya adalah waktu yang
dibutuhkan lama karena waktu pengecatan sediaan selama 20 menit,
dibutuhkan ketelitian yang tinggi untuk membedakan trombosit dengan
kotoran, hasil tidak akurat karena jumlah satu sel dikalikan 20.000/mm3
(Rohmawati, 2003).
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil hitung trombosit
1. Faktor metode
a. Perhitungan Trombosit
Cara Langsung Metode Rees Ecker maupun Brecer-Cronkite
mempunyai kekurangan pada pengenceran darah dengan reagen, proses
pencampuran, kebersihan bilik hitung, mikroskop, dan kemampuan visual
saat pemeriksa.
b. Perhitungan Trombosit
Cara Tidak Langsung Metode Fonio maupun kekurangan estimasi
mempunyai kekurangan pada pembuatan dan pewarnaa apusan darah tepi
(ADT), mikroskop dan kemampuan visual saat pemeriksa (Sugiati, 2013).
2. Waktu Pemeriksaan
Pemeriksaan hitung jumlah trombosit yang ditunda lebih dari 1 jam
menyebabkan menurunnya jumlah trombosit. Disebabkan oleh trombosit yag
mudah sekali pecah, proses agregrasi trombosit dan proses adhesi
menyebabkan trombosit saling bergabung sehingga terlihat seperti sel lain
atau kotoran jika di baca pada alat hematolizer (Gandasoebrata, 2004).
3. Suhu
Suhu yang tepat untuk menyimpan darah guna pemeriksaan trombosit
adalah temperatur 40oC, di suhu ini trombosit lebih stabil dan tidak mudah
pecah, proses agregrasi trombosit akan melambat dan tidak terjadi adhesi
(Gandasoebrata, 2004).
4. Antikoagulan
Perbandingan antikoaulan dan darah harus sesuai dengan prosedur, jika
tidak dapat menyeabkan kesalahan pada hasil yang didapat. a. Volume
antikoagulan terlalu sedikit, dapat menyebabkan trombosit membesar dan
mengalami disintegrasi, sel eritrosit mengalami krensi, sehingga membuat
jumlah trombosit menurun. b. Volume antikoagulan terlalu banyak, dapat
menyebabkan terbentuknya bekuan yang membuat jumlah trmbosit menurun
(Sugiati, 2013).
5. Kesalahan pada pra analitik, analitik dan pasca analitik
a. Pra Analitik
Faktor yang mempengaruhi hasil hitung jumlah trombosit pada tahap
pra analitik dapat terjadi seperti pada pemilihan sampel darah.
Penggunaan darah kapiler akan diperoleh hasil sedikit lebih rendah bila
dibandingkan dengan darah vena. Khasanah (2016) dalam penelitiannya
mendapatkan hasil perbedaan bermakna antara sampel darah vena dan
kapiler pada hasil hitung jumlah trombosit. Faktor lain adalah
pengambilan darah yang terlalu lama dan tidak segera mencampur darah
dengan antikoagulan, homogenisasi darah antikoagulan yang kurang
smpurna juga dapat menyebabkan trombosit saling melekat bahkan
terjadi bekuan. Selain itu perbandingan volume darah dengan
antikoagulan harus sesuai ketentuan. Perbandingan yang tidak tepat dapat
menyebabkan kesalahan pada hasil. Volume darah terlalu sedikit dan
antikoagulan berlebih kemungkinan trombosit akan membesar dan
mengalami disintegrasi. Sebaliknya jika volume darah terlalu banyak dan
antikoagulan sedikit dapat mengakibatkan terjadinya jendalan. Darah
yang tidak segera diperiksa atau penundaan pemeriksaan yang terlalu
lama juga dapat menyebabkan perubahan jumlah trombosit (Sujud dkk,
2015).
c. Analitik
Tahap analitik adalah proses pengerjaan sampel sampai diperolehnya
hasil pemeriksaan. Kesalahan analitik dalam bidang hematologi dapat
terjadi berupa kesalahan sistematik atau acak. Kesalahan sistematik dapat
diakibatkan oleh kesalahan dalam sistem pengujian dan metode,
umumnya disebabkan oleh prosedur kalibrasi yang tidak tepat, kurang
optimalnya komponen alat, kerusakan reagensia. Kesalahan acak
biasanya diakibatkan tidak stabilnya instrument, perubahan suhu dan
variasi operator (Sukorini, 2010).
d. Pasca Analitik
Kesalahan pada tahap pasca analitik dapat terjadi bila keliru dalam
memasukkan data sampel, salah mencatat dan melaporkan hasil
pemeriksaan.
E. Sediaan Apus Darah
1. Pengertian Apus Darah
Pemeriksaan sediaan apus darah merupakan suatu pemeriksaan untuk
menilai berbagai macam unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan
trombosit, selain itu juga mancari adanya parasit seperti malaria, plasmodium.
Dasar dari pemeriksaan Romanowsky adalah penggunaan dua zat warna
yang berbeda yaitu Azur B (Trimetiltionin) yang bersifat basa dan eosin y
(tetrabromoflurescein) yang bersifat asam. Azur B akan mewarnai komponen
sel yang bersifat asam seperti kromatin, DNA dan RNA sedangkan eosin yang
akan mewarnai komponen sel yang bersifat basa seperti granula eosinofil dan
hemoglobin. Ikatan eosin pada Azur B yang beragregasi dapat menimbulkan
warna ungu, dan keadaan ini dikenal sebagai efek Romanowsky giemsa. Efek
ini terjadi sangat nyata pada DNA tetapi tidak pada RNA sehingga
menimbulkan kontras antara inti yang berwarna ungu dengan sitoplasma yang
berwarna biru (Kiswari R, 2014).
Apusan darah tepi sangat penting dalam bidang hematologi, karena dari
apusan darah tepi inilah kita akan mendapatkan banyak informasi, bukan saja
berkaitan dengan morfologi sel darah, tetapi juga dapat memberi petunjuk
keadaan hemalogik yang semula tidak diduga. Prerapat AD yang layak untuk
diperiksa, harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan
(Kiswari R, 2014).
Menurut Kiswari R, (2014). Apusan darah yang baik secara visual, ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk membuat apusan darah tepi
yang baik secara visual, diantaranya yaitu:
a. Ketebalanya gradual, paling tebal di daerah kepala, makin menipis kearah
ekor (pada saat proses pengeringan dimulai dari bagian ekor menuju ke
kepala).
b. Apusan tidak melampaui atau menyentuh pinggir kaca obyek.
c. Tidak bergelombang atau tidak terputus-putus.
d. Tidak berlubang-lubang
e. Bagian ekornya tidak membentuk “bendera robek”
f. Panjang apusan kira-kira 2/3 panjang kaca obyek.
Menurut Kiswari R, (2014). Untuk mendapatkan apusan darah yang baik
atau memenuhi syarat diperlukan latihan terus-menerus. Pertanyaan mengenai
berapa besar tetesan, bagaimana membuat sudut apusan, berapa geseran,
kecepatan geseran, dan sebagainya, akan terjawab dengan sendirinya bila kita
telah benar-benar terampil membuat apuasan darah. Beberapa sebab dan
akibat yang timbul sehingga apusan darah menjadi tidak layak untuk
diperiksa.
2. Pewarnaan Sediaan Darah
Macam-macam pewarnaan menurut Romanowsky ada 4 yaitu Pewarnaan
Wright, Pewarnaan Liesman, Pewarnaan May Grunwald, dan Pewarnaan
Giemsa. Prinsip pengecatan preparat darah yaitu sediaan apus darah difiksasi
dengan methanol selama 5 menit dan digenangi dengan zat warna giemsa
yang sudah diencerkan dibiarkan 20 menit setelah itu dibilas dengan air keran
dan dibiarkan sampai mengering (Gandasoebrata R,2007).
Menurut J. Samidja Onggowaluyo (2001). Kriteria pembuatan dan
pewarnaan sediaan darah yang baik, yaitu :
a. Inti leukosit berwarna ungu (tanda umum)
b. berwarna ungu muda dan merah muda
c. Sisa-sisa eritrosit muda berwarna biru atau biru muda
d. Sitoplasma limfosit kelihatan biru pucat
e. Sitoplasma monosit berwarna biru
f. Granula eosinofil berwarna orange
g. Latar belakang sediaan bersih dan kelihatan biru pucat.
Faktor yang menentukan mutu pewarnaan giemsa antara lain :
a. Kualitas giemsa baik tidak tercemar air, pengenceran giemsa dengan
perbandingan tepat
b. Waktu pewarnaan dan fiksasi
c. Ketebalan pewarnaan, kebersihan sediaan
3. Pengecatan Giemsa
Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen biru. Eosin
memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen biru memberi warna
biru pada inti. Zat warna ini dilarutkan dengan metil alkohol dan gliserin
kemudian dikemas dalam botol coklat (100 – 500 – 1000 cc) dan dikenal
sebagai giemsa stock. Giemsa stok harus diencerkan lebih dulu sebelum
dipakai untuk mewarnai sel darah. Elemen-elemen zat warna giemsa meralut
selama 40 – 90 menit dengan aquadest atau buffer. Setelah itu semua elemen
zat warna akan mengendap dan sebagian lagi balik kepermukaan membentuk
lapisan tipis seperti minyak, oleh karena itu stok giemsa tidak boleh tercemar
air (Kiswari R, 2014).
Pedoman Pemakaian Giemsa
a. Giemsa stok baru boleh diencerkan dengan aquades, buffer, atau air
sesaat akan digunakan agar diperoleh efek pewarnaan yang optimal.
b. Mengencerkan giemsa sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila berlebihan
terpaksa harus dibuang.
c. Mengambil stok giemsa dari botol, gunakan pipet khusus agar stok
giemsa tidak tercemar.
d. Metanol dapat menarik air dari udara, sebab itu stok giemsa harus ditutup
rapat dan tidak boleh sering dibuka. Pisahkan giemsa dibotol tetes atau
botol dari stok.
e. Tolak ukur sebagai dasar perhitungan :
- 1cc = 20 tetes
- Seluruh permukaan kaca sediaan dapat ditutupi cairan sebanyak 1cc.
- Berdasarkan tolak ukur ini dapat dihitung banyaknya giemsa
enceryang harus dibuat sesuai dengan kebutuhan terutama bila
melakukan pewarnaan.
f. Takaran pewarnaan
Pewarnaan individu dilakukan pada stock giemsa 1tetes tambah
pengenceran sepuluh tetes dengan lama pewarnaan15 – 20 menit(giemsa
10%) atau stok giemsa 1 tetes ditambah pengencer 1 cc denganlama
pewarnaan 45 – 60 menit.
g. Gunakan air/ buffer pengencer dengan pH 7
4. Teknik Pembacaan Preparat Apusan Darah
Faktor penilaian sediaan apus yang benar diperlukan preparat sediaan
apus yang memenuhi kriteria yang baik antara lain lebar, panjang tidak
memenuhi seluruh kaca obyek, ketebalannya gradual, tidak berlubang, tidak
terputus-putus dan memiliki pengecatan yang baik. Preparat darah apus yang
baik memiliki tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Bagian badan terdiri
dari enam zona sampai ekor. Pembacaan preparat apusan darah dapat
dilakukan pada bagian atas dan bawah pada zona IV sampai VI yang dekat
dengan bagian ekor. Teknik pembacaan merupakan salah satu faktor penentu
dalam menilai keberhasilan penilaian sediaan apus darah ( Santosa B, 2010).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan isi diatas dapat diambil kesipulan bahwa trombosit adalah
fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari sitoplasma megakariosit yang
berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Nilai
trombosit normal 150.000 – 400.000/ ul darah.
Hitung jumlah trombosit dapat dilakukan dengan metode otomatis dan
manual. Cara manual dapat dilakukan dengan metode langsung menggunakan
bilik hitung dan tidak langsung pada sediaan apus darah tepi.
Faktor yang mempegaruhi hasil hitung trombosit yaitu faktro trombosit baik
langsung dan tidak langsung, waktu pemeriksaan, suhu, antikoagulan dan
kesalahan pada pra analitik, analitik dan pasca analitik.
Sediaan apus darah tepi adalah pemeriksaan yang dapat dikerjakan oleh setiap
laboratorium, mudah dan murah. Pada sediaan apus terlihat kelompok-kelompok
trombosit yang berada terutama di pinggir dan ujung sediaan seperti halnya sel
besar. Hal ini menggambarkan keadaan trombosit yang ada. Keadaan dimana
kelompok trombosit besar dan banyak menggambarkan keadaan kecenderungan
agregasi lebih tinggi daripada gambaran kelompok trombosit yang kecil dan
sedikit. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi untuk menilai fungsi agregasi
trombosit (untuk selanjutnya disebut pemeriksaan sediaan apus darah tepi)
menilai persentase trombosit yang berkelompok dibandingkan total pada waktu
sebelum dan sesudah 3 menit pemberian inductor ADP.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Sadikin, 2013. Biokimia Darah. Widya medika.

Wirawan Riandi dkk. 2006. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana.


Jakarta: FKUI. 15.

Ganda Subrata, 2004).

Kee, JI., 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Cetakan I Edisi 6, Jakarta.

Kosasih, E. N, dan Kosasih, A. S. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorim


Klinik. Edisi ke-2. 58, 86.

A.V. Hoffbrand J.E. Petit, P.A.H. Moss, 2016. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
(Handayani, W dan Harlbowo, A.S 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba medika: Jakarta.

Setiabudy 2009

Bakta 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Alvina, 2010).

Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. alih Bahasa U Pendit, Dewi


Wulandari, 2004. Tinjauan Klinik Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi ke-2, 21,
42.

Umarani, 2016).
McPherson & Pincus, 2017).
Kiswari, R. 2014. Hematologi dan Transfusi: Erlngga
Freund, 2011)
Rohmawati, 2003).
Sugiati, 2013).
Khasanah (2016)
(Sujud dkk, 2015).
(Sukorini, 2010).
Gandasoebrata R,2007).
Onggowaluyo (2001

Anda mungkin juga menyukai