Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita dekat dengan mikroorganis yang dapat yang
membawa penyakit dan bisa saja dalam membantu kita sebagai makhluk hidup
untuk pembuatan makanan dan membantu tubuh kita dalam melakukan responnya
yaitu bakteri.
Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang bereproduksi dengan cara
sederhana, yaitu dengan pembelahan biner. Setiap macam bakteri dianggap suatu
spesies, yang dibentuk dari kumpulan strain yang memberikan beberapa gambaran
sangat berbeda dari strain lain. Suatu strain merupakan progeni atau subkultur dari
isolat koloni tunggal dalam kultur murni. Dinding selnya merupakan struktur yang
kaku berfungsi membungkus dan melindungi protoplasma dari kerusakan akibat
faktor fisik dan kimia seperti menjaga keseimbangan antara kondisi intrasel
dengan ekstrasel. Sebagian besar sel bakteri memiliki lapisan pembungkus sel,
berupa membran plasma, dinding sel yang mengandung protein dan polisakarida.
Sejumlah bakteri dapat membentuk kapsul dan lendir (Kusnadi, 2003).
Bakteri mengeluarkan lendir pada permukaan selnya, kemudian melapisi
dinding sel. Apabila lapisan lapisan lendir tersebut cukup tebal dan kompak maka
disebut kapsula (Hastuti, 2008).
kapsul yaitu luar gelatin yang disekresikan oleh sel dan yang mengelilingi
serta menempel pada dinding sel. Kapsul tidak banyak dijumpai pada semuah
organisme. Sel-sel yang memiliki kapsul tebal biasanya bersifat virulen dan dapat
menyebabkan peyakit karena struktur kapsul melindungi bakteri dari aktivitas
fagositosis normal sel-sel inang. Secara kimia, bahan kapsul sebagian besar
tersusun dari polisakarida kompleks, seperti levan, dekstran dan selulosa (Pelczar,
1986).
Virulensi patogen sering berhubungan dengan produksi kapsula. Hilangnya
kemampuan untuk membentuk kapsul melalui mutasi berhubungan dengan
kehilangan virulensi dan kerusakan oleh fagosit namun tidak mempengaruhi
kelangsungan hidup bakteri sehingga tidak semua bakteri memiliki kapsula, ada
juga yang tidak memiliki kapsula (Kusnadi, 2003). Jika bakteri tersebut

1
kehilangan kapsulnya sama sekali maka ia akan dapat kehilangan virulensinya dan
dengan demikian akan kehilangan kemampuannya untuk menyebabkan infeksi.
Bakteri-bakteri berkapsula juga menyebabkan adanya gangguan seperti lendir
dalam beberapa proses industri (Pelczar, 1986).
Oleh karena itu pentingnya dalam melakukan pewarnaan kapsul pada bakteri
dengan metode Burry-Gins dan metode Anthony untuk memahami dasar kimia
pewarnaan kapsul dan memahami prosedur untuk membedakan material kapsular
dan bakteri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sejarah perkembangan bakteri?
2. Apa yang dimaksud dengan bakteri?
3. Apa kalsifikasi dari bakteri?
4. Apa yang dimaksud dengan pewarnaan kapsul?
5. Apa fungsi dari pewarnaan kapsul?
6. Apa hubungan antara kapsul dengan virulensi bakteri?
7. Apa yang dimaksud dengan metode Burri-Gins?
8. Apa yang diamksud dengan metode Anthony?
C. Tujuan
1. Bagaimana mahasiswa dapat mengetahui sejarah perkembangan bakteri
2. Bagaimana mahasiswa dapat mengetahui tentang bakteri
3. Bagaimana mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari bakteri
4. Bagaimana mahasiswa dapat mengetahui tentang pewarnaan kapsul
5. Bagaimana mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari pewarnaan kapsul
6. Bagaimana mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara kapsul dengan
virulensi bakteri
7. Bagaimana mahasiswa dapat mengetahui pewarnnan kapsul matode Burri-
Gins
8. Bagaimana mahasiswa dapat mengetahui pewarnaan kapsul metode
Anthony
D. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pemeriksan kapsul metode Burry-
Gins dan metode Anthony

2
2. Mahasiswa dapat mengetahui reagen yang digunakan dalam pemeriksaan
kapsul metode Burry-Gins dan metode Anthony
3. Mahasiswa dapat mengetahui kesalahan-kesalahan dalam pewarnaan
kapsul

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Bakteri
Abad ke-19 ilmu tentang mikroorganisme, terutama bakteri (bakteriologi),
mulai berkembang. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, berbagai hal
tentang bakteri telah berhasil ditelusuri. Akan tetapi, perkembangan tersebut tidak
telepas dari peranan berbagai tokoh penting seperti Robert hooke, antony van
leeuwenhoek, Ferdinand cohn, dan Robert Koch. Istialh bacterium diperkenalkan
dikemudian hari oleh Ehrenberg pada tahun 1828, diambil dari kata yunani
bakterion yang emmiliki arti “batang-batang kecil”. Pengetahuan tentang bakteri
berkembang setelah seragkaian percobaan yan dilakukan oleh Louis Pasteur, yang
melahirkan cabang mikrobiologi. Bakteriologi adalah cabang yang mempelajari
biologi bakteri. Robert hooke (1635-1703), seorang ahli matematika dan
sejarahwan berkebangsaan inggris, menulis sebuah buku yang berjudul
micrographia pada tahun 1665 yang berisi hasil pengamatan yang dilakukan
dengan menggunakan mikroskop sederhana. Akan tetapi, Robert hooke masih
belum dapat menemukan struktur bakteri. Dalam bukunya tersebut, tegambar hasl
penemuanya mengenai tubuh buah kapang. Walau buku inilah yang menjadi
sumber deskripsi awal dari mikroorganisme (Madigan, M.T, 2003).
B. Definisi Bakteri
Bakteri berasal dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok
terbanyak dari organisme hidup. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari kita sering
kali berinteraksi dengan bakteri. Bakteri pertama kali ditemukan oleh Anthony
van Leeuwenhoek pada 1674 dengan menggunakan mikroskop buatannya sendiri,
Bakteri merupakan organisme mikroskopis yang mempunyai ciri-ciri : tubuh
uniseluler, tidak berklorofil, bereproduksi dengan membelah diri, habitatnya
dimana-mana (tanah, air, udara, dan makhluk hidup), dan aktif bergerak pada
kondisi lembab. Beberapa bentuk bakteri yaitu basil, kokus, dan spirilum (Gupte,
1990).
Bakteri yang merupakan mikroba prokariotik uniselular, termasuk class
Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel.Cara
hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitic, saprofitik, pathogen pada

4
manusia, hewan dan tumbuhnan. Habitatnya tersebar luas di alam, dalam tanah,
atmosfer ( sampai 10 km di atas bumi ), di dalam lumpur dan di laut (waluyo,
2010).
Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana
sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk melihat dan
mengamati bentuk sel bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, sehingga untuk
diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan sel bekteri,
sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati (waluyo, 2010).
Melihat dan mengamati bakteri dalam kedaan hidup sangat sulit, karena
selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri ini
merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian
mikrobiologi (Dwidjoseputro.1998).
C. Klasifikasi Bakteri
a. Berdasarkan Bentuk
Adapun bakteri yang diklasifikasikan menurut bentuk tubuhnya ialah
sebagai berikut (Firmansyah, dkk, 2009) :
1. Coccus (Bulat)
Bakteri coccus terdiri atas berbagai bentuk. Ada yang tersusun
tunggal (monococcus), tersusun berpasangan (diplobacillus), tersusun
untaian membentuk rantai (streptococcus), dan tersusun seperti buah
anggur (staphylococcus).
2. Basillus (Batang)
Bakteri bacillus memiliki bentuk yang beragam. Ada yang tersusun
tunggal atau satu (monobacillus), ada yang tersusun berpasangan atau
dua (diplobacillus), dan ada juga yang menyerupai untaian rantai
(streptobacillus).
3. Spirilum (Spiral)
Bakteri spirillum ada yang berbentuk koma, spiral, dan spiroseta
(spirochete). Bentuk spiroseta mirip dengan bentuk spiral, hanya lebih
berkelok dengan ujung yang lebih runcing. Contoh bakteri berbentuk

5
spirillum, Vibrio comma (bentuk koma), Spirillum sp. (bentuk spiral),
dan Spirochaeta palida (bentuk spiroseta).

Gambar II.I Bentuk Tubuh Bakteri

b. Berdasarkan Jumlah dan Kedudukan Flagel


Beberapa bakteri dilengkapi dengan flagela (tunggal: flagelum).
Dengan flagela memungkinkan bakteri menyebar di habitat baru,
melakukan migrasi menuju sumber nutrisi, atau meninggalkan lingkungan
yang tidak memungkinkan. Namun, terdapat beberapa bakteri yang
bergerak tanpa flagela. Bakteri tanpa flagela bergerak dengan cara
berguling dan mengalir terbawa arus. Jumlah dan letak flagela pada
bakteri berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut, bakteri dibedakan sebagai
berikut (Ariebowo dan Fictor, 2009).
1. Monotrik, terdapat satu flagela pada salah satu ujung bakteri.
2. Amfitrik, terdapat flagela satu ataupun banyak pada kedua ujung
bakteri.
3. Lofotrik, terdapat banyak flagela pada salah satu ujung bakteri.
4. Peritrik, terdapat banyak flagela di seluruh tubuh bakteri.

6
Gambar II.II Macam-macam Flagela
c. Berdasarkan Cara Mempeloreh Makanan
Adapun bakteri yang diklasifikasikan menurut cara memperoleh
makanannya ialah sebagai berikut (Subardi, dkk, 2009).
1. Bakteri Autotrof
Bakteri jenis ini dapat menyusun makanan untuk kebutuhannya
sendiri dengan cara mensintesis zat-zat anorganik menjadi zat organik.
Jika energi untuk penyusunan tersebut bersumber dari cahaya matahari
maka bakteri tersebut dikenal dengan sebutan fotoautotrof dan apabila
energi untuk penyusunan zat organik berasal dari hasil reaksi kimia
disebut kemoautotrof
2. Bakteri Heterotrof
Bakteri tipe ini tidak dapat mengubah zat anorganik menjadi zat
organik, sehingga untuk keperluan makannya bergantung pada zat
organik yang ada di sekitarnya. Bakteri heterotrof dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu:
a) Parasit, bakteri yang kebutuhan zat makanan tergantung pada
organisme lain.
b) Saprofit, bakteri yang memperoleh makanan dari sisa-sisa zat
organik. Bakteri jenis ini memiliki kemampuan untuk merombak
zat organik menjadi zat anorganik.
d. Berdasarkan Kebutuhan Akan Oksigen

7
Adapun bakteri yang diklasifikasikan kebutuhannya akan oksigen
ialah sebagai berikut (Sulistyorini, 2009).
1. Bakteri Aerob,
Bakteri aerob adalah bakteri yang hidupnya memerlukan oksigen
bebas. Bakteri yang hidup secara aerob dapat memecah gula menjadi
air, CO2, dan energi. Bakteri aerob secara obligat adalah bakteri yang
mutlak memerlukan oksigen bebas dalam hidupnya, misalnya bakteri
Nitrosomonas.
2. Bakteri Anaerob
Bakteri anaerob adalah bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen
bebas, misalnya, bakteri asam susu, bakteri Lactobacillus bulgaricus,
dan Clostridium tetani. Akan tetapi, jika bakteri tersebut dapat hidup
tanpa kebutuhan oksigen secara mutlak atau dapat hidup tanpa adanya
oksigen, bakteri itu disebut bakteri anaerob fakultatif.
D. Pewarnaan Kapsul
Kapsula merupakan lapisan polimer yang terletak di luar dinding sel. Jika
lapisan polimer ini terletak berlekatan dengan dinding sel maka lapisan ini disebut
kapsula. Tetapi jika polimer atau polisakarida ini tidak berlekatan dengan dinding
sel maka lapisan ini disebut lendir (Darkuni: 2001). Baik kapsula maupun lendir
terdiri dari polisakarida dan polipeptin (komplek polisakarida dengan protein).
Kapsula bukan organ yang penting untuk kehidupan sel bakteri. Hal ini terbukti
bahwa sel bakteri yang tidak dapat membentuk kapsula mampu tumbuh dengan
normal dalam medium. Kapsula berfungsi dalam penyesuaian diri dengan
lingkungannya. Misalnya berperan dalam mencegah terhadap kekeringan,
mencegah atau menghambat terjadinya pencantelan bakteriofag, bersifat
antifagosit sehingga kapsul memberikan sifat virulen bagi bakteri. Kapsula juga
berfungsi untuk alat mencantelkan diri pada permukaan seperti yang dilakukan
olehStreptococcus muans (Darkuni, 2008).
Hal yang serupa juga dijelaskan dalam Dwidjoseputro (2005) bahwa lapisan
lendir terdiri atas karbohidrat dan pada beberapa spesies tertentu, lendir itu juga
mengandung unsur N atau P. Lendir bukan suatu bagian integral dari sel,
melainkan suatu hasil pertukaran zat. Lendir memberikan perlindungan terhadap

8
kekeringan, seakan-akan merupakan suatu ”benteng” untuk bertahan. Kapsula
merupakan gudang cadangan makanan (Pelczar: 2007).
Kapsula bakteri-bakteri penyebab penyakit (patogen) berfungsi untuk
menambah kemampuan bakteri untuk menginfeksi. Selain itu, bakteri berkapsula
juga menyebabkan adanya gangguan lendir dalam proses industri. Ukuran kapsula
sangat dipengaruhi oleh medium tempat ditumbuhkannya bakteri tersebut. Pada
beberapa kejadian tebalnya kapsula hanya satu per sekian diameter selnya, namun
dalam kasus-kasus lainya ukuran kapsula jauh lebih besar daripada diameter
selnya. (Pelczar:2007).
Kapsul cukup tebal sehingga sulit diwarnai, oleh karena itu diperlukan suatu
pewarnaan khusus. Salah satu cara pewarnaan kapsula menurut Raebiger yaitu
dengan menggunakan pewarna larutan formol-gentian violet Raebiger atau kristal
violet. Satu lagi cara untuk perwarnaan kapsula bakteri adalah dengan pewarnaan
negatif (pewarnaan tidak langsung ). Pada pewarnaan negatif latarbelakangnya
diwarnai zat warna negatif sedangkan bakterinya diwarnai dengan zat warna basa.
Kapsula tidak menyerap warna sehingga terlihat lapisan terang yang tembus
dengan latar belakang yang berwarna (Waluyo, Lud: 2007).

(Gambar II.III Struktur Dasar Sel Bakteri)


Kapsul tidak memiliki aktifitas yang besar terhadap bahan-bahan cat basa.
Beberapa kapsul cepat rusak oleh gangguan mekanis atau larut bila dicuci dengan
air. Karena kapsul dari berbagai spesies berbeda dalam susunan zat-zatnya, maka
tidak semua kapsul dapat diperlihatkan dalam proses pewarnaan yang sama.
Beberapa cara pewarnaan telah dikemukakan dalam usaha memperlihatkan
adanya kapsul, cara tersebut antara lain adalah cara pewarnaan negatif dan cara
pewarnaan kapsul (Irianto, 2006). Hasil pewarnaan dengan menggunakan cara

9
pewarnaan negatif menunjukkan bakteri berwarna merah, sedangkan kapsul
tampak sebagai daerah yang kosong di sekitar tubuh bakteri, dan latar belakang
berwarna gelap. Cara pewarnaan negatif ini dikemukakan oleh Burri-Gins
(Irianto, 2006). Menurut Tarigan (1988), pengecatan negatif bertujuan untuk
mewarnai latar belakang atau bidang pandang di bawah mikroskop dan bukan
untuk mewarnai sel-sel mikroba yang diperiksa. Pengecatan negatif dapat
digunakan untuk melihat kapsul yang menyelubungi tubuh bakteri dengan hanya
menggunakan satu macam cat saja. Sedangkan pewarnaan kapsul (pewarnaan
positif) pertama dikemukakan oleh Tyler. Dalam pewarnaan positif ini digunakan
senyawa kristal violet 0,18 gram. Hasil dari pewarnaan kapsula ini adalah kapsul
tampak berwarna biru-ungu yang terletak disekitar tubuh bakteri. Sedangkan
bakterinya sendiri berwarna biru kelam (Irianto, 2006).
E. Fungsi Pewarnaan Kapsul
Berperan sebagai antifagosit sehingga memberi sifat virulen pada bakteri.
Mempertahankan diri dari antitoksin yang dihasilkan sel inang, Meningkatkan
kemampuan bakteri untuk menimbulkan penyakit, Melindungi sel dari kekeringan
dan kehilangan nutrisi. Karena kapsula mengandung banyak air, Sebagai
penyeimbang antara sel dan lingkungan eksternal, Menghambat terjadinya
pencantelan bakteriofag, Sebagai alat untuk mencantelkan pada permukaan seperti
yang dilakukan oleh Streptococcus mutans (Irianto, 2006).
F. Hubungan Antara Kapsula Dengan Virulensi Bakteri
Kapsula berperan sebagai antifagosit sehingga kapsula memberikan sifat
virulen bagi bakteri. Kapsula melindungi bakteri dari fagosit oleh sel-sel yang
berperan dalam imunitas dari inang. Jika bakteri ini tidak dapat difagosit oleh sel-
sel imunitas (seperti leukosit, limfosit, dan makrofag), maka bakteri tersebut akan
bersifat virulen. Kapsula merupakan lapisan polimer (terdiri atas polisakarida,
polipeptida atau kompleks polisakarida dengan protein) yang berlekatan dengan
dinding sel. Koloni bakteri yang tidak berkapsula umumnya tergolong tidak
virulen (tidak ganas).Dengan tidak adanya kapsula maka bukan termasuk bakteri
yang virulen. Hal ini terkait dengan fungsi bakteri yang mempunyai kemampuan
untuk menimbulkan penyakit. Apabila bakteri kehilangan kapsulanya sama sekali,

10
maka bakteri tersebut kehilangan virulensinya, dan dengan demikian kehilangan
kemampuannya sebagai penyebab infeksi (Irianto, 2006).
G. Metode Burri-Gins
Cara pewarnaan negatif ini dikemukakan oleh Burri-Gins (Irianto, 2006).
Menurut Tarigan (1988), pengecatan negatif bertujuan untuk mewarnai latar
belakang atau bidang pandang di bawah mikroskop dan bukan untuk mewarnai
sel-sel mikroba yang diperiksa. Pengecatan negatif dapat digunakan untuk melihat
kapsul yang menyelubungi tubuh bakteri dengan hanya menggunakan satu macam
cat saja. Sedangkan pewarnaan kapsul (pewarnaan positif) pertama dikemukakan
oleh Tyler. Dalam pewarnaan positif ini digunakan senyawa kristal violet 0,18
gram. Hasil dari pewarnaan kapsula ini adalah kapsul tampak berwarna biru-ungu
yang terletak disekitar tubuh bakteri. Sedangkan bakterinya sendiri berwarna biru
kelam (Irianto, 2006).
Prinsipnya yaitu Kapsul pada kuman tidak dapat mengikat zat warna, sehingga
pada pemberian cat tinta cina dan calbol fuchsin terlihat bulatan terang atau
transparan dengan latar belakang gelap dan badan kuman berwarna merah dari
fuchsin (Irianto, 2006).
H. Metode Anthony
Pada umumnya sel bakteri mengandung air 80-85%, lemak, protein,
karbohidrat, dan disamping itu juga mengandung enzim. Bahan terakhir ini
sangat penting. Sel bakteri terdiri dari sel, endoplasma, sitoplasma, dan protoplas
ma. Protoplasma ini dikelilingi membran sitoplasma dimana di dalamnya terdapat
granul-granul dan itni sel. Granul-granul ini merupakan persediaan makanan.
Disamping itu bakteri tersebut mempunyai kapsul yaitu seluruh sel dibungkus
oleh suatu subsatansi semacam slym/gelatin. Kapsul ini berfungsi untuk
melindungi bakteri terhadap serangan dari luar (Hastuti, 2011).
Pada dinding sel, banyak bakteri terdapat zat dengan kadar air tinggi,
beberapa lapisan-lapisan dengan berbagai ketebalan merupakan selubung lendir
dan kapsul. Bagi bakteri, selubung lendir dan kapsul ini tidak begitu penting untuk
hidup, akan tetapi dengan memiliki selubung, banyak bakteri patogen menjadi
resisten terhadap fagositosis, sehingga meningkatkan virulensinya untuk hewan
percobaan, sel dapat berfungsi sebagai cadangan makanan, erlindungan terhadap

11
kekeringan karena dehirasi. Kapsul tidak memiliki afinitas yang besar terhadap
bahan-bahan zat warna yang bersifat basa. Kapsul tampaknya tidak larut dalam
air.Beberapa kapsul tidak dirusak oleh gangguan mekanik atau larut bila dicuci
dengan air. Karena kapsul dari berbagai species bebeda dalam susunan zat-zatnya,
maka tidak semua kapsul dapat diperhatikan dalam proses pewarnaan yang sama.
Komposisi kimiawi kapsul berbeda-beada menurut organismenya, ada yang
berupa polimer glukosa contohnya: dekstran pada Leucunostoc mesentroides,
polmer gula-amino misalnya pada Staphilococcus sp. , Polipeptida misalnya:
Bacillus disentri, polimer asam D-glutamat, yaitu: Bacillus anthracis (Hastuti,
2002).
Seringkali, pada beberapa spesies ditemukan mutan yang berkapsul,
disamping itu disamping yang tidak berkapsul. Hal ini, mempengaruhi bentuk
koloni pada medium pembiakkan. Sehingga bakteri dapat dibedakan menjadi: (1)
Koloni bakteri berkapsul disebut koloni smooth (S), (2) Koloni bakteri tidak
berkapsul disebut koloni rough (R). Pembentukkan kapsul berdasarkan zat-zat
makanan, yaitu apakah makanan yang dimakan bakteri mengandung kapsul atau
tidak. Ada saatnya bakteri pembentuk kapsul tidak membentuk kapsul (Hastuti,
2011).

12
BAB III
METODE KERJA
A. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan kapsul metode Burry-Gins
dan metode Anthony yaitu
1. Objek glass
2. Pipet pasteur
3. Bunsen
4. Bak pewarnaan
5. Mikroskop
6. Ose
B. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam pemeriksaan kapsul metode Burry-Gins
dan metode Anthony yaitu
1. Alkohol 70%
2. Tinta cina
3. Karbol fuksin
4. CGV
5. Tembaga sulfat
6. Sampel Bacillus subtilis
C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang digunakan dalam pemeriksaan kapsul metode
Burry-Gins dan metode Anthony yaitu
1. Metode Burry-Gins
a. Sediakan dua buah object glass yang sudah dibersihkan dengan
alkohol sehingga bebas lemak.
b. Kedua object glass dibersihkan dengan alkohol 70% sampai bersih
agar terbebas dari lemak.
c. Kedua object glass dipanaskan diatas pembakar spirtitus
d. Kawat ose dipijarkan diatas pembakar spirtitus lalu didinginkan
e. Pada kaca objek pertama diletakkan satu suspensi bakteri dan satu
ose tinta cina dengan perbandingan (1:1)

13
f. Suspensi bakteri dan satu ose tinta cina dengan perbandingan (1:1)
dicampurkan dengan sudut object glass sampai keduanya
homogen.
g. Preparat apusan dibuat untuk membentuk sudut 45% hingga
campuran tersebut menjadi lapisan film tipis.
h. Preparat dikeringkan dan difiksasi selama 3 kali.
i. Tetesi preparat dengan zat warna air fuchsin selama 5 menit.
j. Zat warna berlebihan dibuang, tetapi jangan dicuci, kemudian
dikeringkan.
k. Preparat ditetesi dengan minyak imersi, lalu diamati dibawah
mikroskop
2. Metode Anthony
a. Siapkan satu kaca objek yang bersih
b. Berikan beberapa tetes pewarna Krista violet diatas kaca objek
bersih. dengan mengunakan teknik steril, tambahkan 3 ose penuh
ke pewarna dan homogenkan secara perlahan dengan ose inakulasi.
c. Dengan sebuah kaca objek bersih, sebarkan campuran diatas
seluruh permukaan kaca objek untuk membentuk apusan yang
tipis. Biarkan selama 5 menit.
d. Biarkan apusan mengering di udara. Jangan difiksasi dengan
pemanasan.
e. Bilas apusan dengan larutan tembaga sulfat 20%
f. Secara perlahan, keringkan diantara kertas bibulous. Dan amati
dibawah mikroskop

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil yang didapat dalam pemeriksaan kapsul metode Burry-Gins dan
metode Anthony yaitu
NO. GAMBAR KETERANGAN

Bakteri pewarnaan kapsul


Metode Burry-Gins yaitu
Negatif (-)

Bakteri pewarnaan kapsul


metode anthony yaitu:
Negative (-)

Tabel IV.I Hasil Pengamatan


B. Pembahasan
Pada praktikum kapsul yaitu luar gelatin yang disekresikan oleh sel dan yang
mengelilingi serta menempel pada dinding sel. Kapsul tidak banyak dijumpai

15
pada semuah organisme. Sel-sel yang memiliki kapsul tebal biasanya bersifat
virulen dan dapat menyebabkan peyakit karena struktur kapsul melindungi bakteri
dari aktivitas fagositosis normal sel-sel inang. Secara kimia, bahan kapsul
sebagian besar tersusun dari polisakarida kompleks, seperti levan, dekstran dan
selulosa.
Tujuan dari pewarnaan kapsul yaitu memahami dasar kimia pewarnaan
kapsul dan memahami prosedur untuk membedakan material kapsular dan bakteri.
Dalam pewarnaan kapsul menggunakan dua metode pemeriksaan yaitu
meode Burry-Gins dan metode Anthony. Untuk metode Burry-Gins yaitu cara
pewarnaan negatif ini dikemukakan oleh Burri-Gins (Irianto, 2006). Menurut
Tarigan (1988), pengecatan negatif bertujuan untuk mewarnai latar belakang atau
bidang pandang di bawah mikroskop dan bukan untuk mewarnai sel-sel mikroba
yang diperiksa. Pengecatan negatif dapat digunakan untuk melihat kapsul yang
menyelubungi tubuh bakteri dengan hanya menggunakan satu macam cat saja.
Sedangkan pewarnaan kapsul (pewarnaan positif) pertama dikemukakan oleh
Tyler. Dalam pewarnaan positif ini digunakan senyawa kristal violet 0,18 gram.
Hasil dari pewarnaan kapsula ini adalah kapsul tampak berwarna biru-ungu yang
terletak disekitar tubuh bakteri. Sedangkan bakterinya sendiri berwarna biru
kelam.
Prinsipnya yaitu Kapsul pada kuman tidak dapat mengikat zat warna,
sehingga pada pemberian cat tinta cina dan calbol fuchsin terlihat bulatan terang
atau transparan dengan latar belakang gelap dan badan kuman berwarna merah
dari fuchsin.
Untuk pewarnaan kapsul metode Burry-Gins adapun prosedur kerja yang
dilakukan yaitu yang pertama sediakan dua buah object glass yang sudah
dibersihkan dengan alkohol sehingga bebas lemak, kedua object glass
dibersihkan dengan alkohol 70% sampai bersih agar terbebas dari lemak, kedua
object glass dipanaskan diatas pembakar spirtitus, kawat ose dipijarkan diatas
pembakar spirtitus lalu didinginkan, pada kaca objek pertama diletakkan satu
suspensi bakteri dan satu ose tinta cina dengan perbandingan (1:1), suspensi
bakteri dan satu ose tinta cina dengan perbandingan (1:1) dicampurkan dengan
sudut object glass sampai keduanya homogen, preparat apusan dibuat untuk

16
membentuk sudut 45% hingga campuran tersebut menjadi lapisan film tipis,
preparat dikeringkan dan difiksasi selama 3 kali, tetesi preparat dengan zat warna
air fuchsin selama 5 menit, zat warna berlebihan dibuang, tetapi jangan dicuci,
kemudian dikeringkan, preparat ditetesi dengan minyak imersi, lalu diamati
dibawah mikroskop.
Bentuk kapsul yang kental yang cenderung melekat kepada sel, sedangkan
lendir dan polimer ekstraseluler lebih mudah tercuci. Kapsula ini lebih mudah
dilihat dari pewarnaan negatif. Di bawah mikroskop, dalam campuran tinta cina
kapsul terlihat lebih terang mengelilingi sel. Kapsul juga dapat diwarnai secara
khusus. Sel bakteri yang tidak membentuk kapsula dan secara serologi dapat
bereaksi dengan serum antikapsul, dikatakan menghasilkan mikrokapsul.
Adapun reagen yang digunakan dalam metode Burry-Gins yaitu Tinta cina
merupakan larutan yang mempunyai kromophore atau butir pembawa warna yang
bermuatan negatif (memiliki anion), sedangkan muatan yang ada di sekeliling
bakteri juga bermuatan negatif (memiliki anion), sehingga terjadi adanya tolak
menolak antara kedua ion tersebut. Hal inilah yang menyebabkan bakteri
berwarna transparan dan nampak hanya warna latar belakangnnya yaitu hitam.
Terbentuknya warna transparan ini dikarenakan sel bakteri tidak mampu
menyerap warna.
Hasil yang didapat dari pewarnaan kapsul dengan metode Burry-Gins dengan
sampel Bacillus subtilis yaitu negatif dikarena mungkin kesalahan dalam
pembuatan preparat pada kaca objek dan faktor lainnya.
Sedangkan untuk metode Anthony yaitu pada umumnya sel bakteri
mengandung air 80-85%, lemak, protein, karbohidrat, dan disamping itu juga
mengandung enzim. Bahan terakhir ini sangat penting, se; bakteri terdiri dari sel,
endoplasma, sitoplasma, dan protoplasma. Protoplasma ini dikelilingi membran
sitoplasma dimana di dalamnya terdapat granul-granul dan itni sel. Granul-granul
ini merupakan persediaan makanan. Disamping itu bakteri tersebut mempunyai
kapsul yaitu seluruh sel dibungkus oleh suatu subsatansi semacam slym/gelatin.
Kapsul ini berfungsi untuk melindungi bakteri terhadap serangan dari luar.
Dalam pewarnaan kapsul metode Anthony adapun prosedur kerja yang
digunakan yang pertama siapkan suatu kaca objek yang bersih, berikan beberapa

17
tetes pewarna Krista violet diatas kaca objek bersih. dengan mengunakan teknik
steril, tambahkan 3 ose penuh ke pewarna dan homogenkan secara perlahan
dengan ose inakulasi, dengan sebuah kaca objek bersih, sebarkan campuran diatas
seluruh permukaan kaca objek untuk membentuk apusan yang tipis. Biarkan
selama 5 menit, biarkan apusan mengering di udara. Jangan difiksasi dengan
pemanasan, bilas apusan dengan larutan tembaga sulfat 20%, secara perlahan,
keringkan diantara kertas bibulous. Dan amati dibawah mikroskop.
Untuk pewarnaan kapsul adapun larutan yang dipakai yaitu kristal violet
(CGV) pewarna primer pewarna violet diberikan terhadap apusan yang belum
mengalami fiksasi panas. Pada tahap ini, sel dan bahan kapsul akan berwarna
gelap.
Tembaga sulfat 20% senyawa pwmucat karena kapsul bersifat non-ionik,
tidak seperti sel bakteri, pewarna primer melekat pada kapsul, tetapi tidak terikat
pada kapsul tersebut. Pada metode pewarnaan kapsul, tembaga sulfat digunakan
sebagai senyawa pemucat, dan bukan air. Tembaga sulfat akan membilas pewarna
primer ungu dari bahan kapsul tanpa menghilangkan warna terikat pada dinding
sel. Pada waktu bersamaan, kapsul yang tidak berwarna akan menyerap tembaga
sulfat dan kapsul menjadi berwarna ungu biru, berlawanan warna ungu tua dari
sel.
Hasil yang didapat dalam pewarnaan kapsul dengan metode Anthony dengan
sampel Bacillus subtilis yaitu negatif dikarena mungkin kesalahan dalam
pembuatan preparat pada kaca objek dan faktor lainnya.

18
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
kapsul yaitu luar gelatin yang disekresikan oleh sel dan yang mengelilingi
serta menempel pada dinding sel. Kapsul tidak banyak dijumpai pada semuah
organisme. Sel-sel yang memiliki kapsul tebal biasanya bersifat virulen dan dapat
menyebabkan peyakit karena struktur kapsul melindungi bakteri dari aktivitas
fagositosis normal sel-sel inang. Secara kimia, bahan kapsul sebagian besar
tersusun dari polisakarida kompleks, seperti levan, dekstran dan selulosa. Dalam
pemeriksaan kapsul terdapat dua metode Burry-Gins dan metode Anthony.
B. Saran
Agar praktikan dapat memperhatikan penjelasan prosedur kerja pemeriksaan
kapsul metode Burry-Gins dan metode Anthony dari pembimbing agar praktikan
dengan mudah melakukan pemeriksaan tersebut dan agar praktikum dapat
berjalan dengan baik.

19
DAFTAR PUSTAKA
Cappuccino, J., G., & Natalie., S, 1983, Microbiology Alaboratory
Manual, Addison Wesley Publishing Company : New York. Diakses pada
18 mei 2017
Dwidjoseputro, D.2005. Dasar- dasar Mikrobiologi. Jakarta: PT Penerbit
Djambatan. Diakses pada 18 mei 2017
Entjang, I 2003. Mikrobiologi Dan Parasitologi untuk review Akademi
Keperawatan. Citra Aditya Bakti. Bandung. Diakses pada 18 mei 2017
Ginting, Tjurmin. 2000. Penuntun Praktikum Kimia Dasar I. Fakultas Pertanian.
Diakses pada 18 mei 2017
Hadioetomo, R.S.1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. Jakarta: PT Gramedia. Diakses pada 18 mei 2017
Kusnadi. 2003. Mikrobiologi. Bandung: JICA IMSTEP Diakses pada 18 mei 2017
Madigan, M.T, 2003, Brock Biology of Microorganism, Pearson Education
: inc.United. State of America. Diakses pada 18 mei 2017
Pelczar, M J.dan E.C.S Chan.1986.Dasar- dasar Mikrobiologi Jilid 1 Jakarta: UI
Press. Diakses pada 18 mei 2017
Razali, U. 1987. Mikrobiologi Dasar.Jatinangor:FMIPA UNPAD. Diakses pada
18 mei 2017
Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: DIRJEN DIKTI Proyek
Pengembangan LPTK Diakses pada 18 mei 2017

20
LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai