Anda di halaman 1dari 129

Hemolisis adalah kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran sel darah merah

yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Sel darah merah adalah sel yang mengandung hemoglobin yang membawa oksigenke jaringan seluruh tubuh. Sel darah merah juga disebut sebagai eritrosit. Darah adalah cairan penopang kehidupan yang terdiri dari plasma, sel darah merah(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan platelet; darah beredar melalui jantung,arteri, vena, dan kapiler membawa nutrisi, elektrolit, hormon, vitamin, antibodi, panas, dan oksigen ke jaringan dan kembali membawa zat limbah dan karbon dioksida.

PENDAHULUAN Latar Belakang Laju endap darah (LED) adalah sebuah pengukuran seberapa cepat sel-sel darah merah jatuh ke dasar sebuah tabung uji. Ketika pembengkakan dan peradangan hadir, protein darah mengumpul dan menjadi lebih berat dari biasanya. Jadi, ketika diukur, mereka mengendap dan berkumpul lebih cepat di bagian bawah dari tabung uji. Umumnya, semakin cepat sel-sel darah turun, lebih parah peradangan. LED adalah gambaran komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit dan plasma. Darah dengan antikoagulan yang dimakksudkan ke dalam tabung bervolume kecil dan diletakan tegak lurus selama 1 jam akan menunjukkan pengendapan eritrosit dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio permukaan perbandigan volume eritrosit. (Sacher. RA, 2004). Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas kedalam medium sekelilingnya (plasma).Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll.Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosi berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma)( Anonim, 2008 ). Tujuan dan Manfaat Tujuan Adapun tujuan praktikum Anatomi dan Fisiologi Ternak yang berjudul Laju Endap Darah ialah untuk menentukan laju endap darah dengan tabung Watergreen. Sedangkan tujuan praktikum Hemolisis ialah

untuk mengamati hemolisis darah dan keriput pada membran peritrosit (krenasi) akibat perubahan larutan medium darah.

Manfaat Adapun manfaat yang didapatkan dari praktikum hemolisis ini adalah kita dapat mengetahui terjadinya hemolisis atau tidak pada darah, dan juga terjadinya krenasi pada darah jika kita memberikan larutan hipotonis. Kita juga mengetahui bentuk krenasi darah dari mikroskop setelah dilakukan percobaan.

TINJAUAN PUSTAKA LAJU ENDAP DARAH (Barbara, 2006) Darah normal mempunyai LED relatif kecil karena pengendapan eritrosit akibat tarikan gravitasi di imbagi oleh tekanan keatas akibat perpindahan. Bila viskositas plasma tinggi atau kadar kolesterol meningkat tekanan keatas mungkin dapat menetralisasi tarikan kebawa terhadap setiap sel atau gumpalan sel. Sebaliknya setiap keadaan yang meningkatkan penggumpalan atau perletakan satu dengan yang lain akan meningkatkan LED. (Isbister, 2000) Penentuan nilai LED secara umum telah digunakan dalam pengobatan klinik, menegakkan diagnosis, mengetahui penyakit secara dini dan memantau perjalanan penyakit seperti tuberkolosa dan reumati. Peningkatan kecepata pengendapan berhubungan langsung dengan beratnya penyakit. (Riswanto, 2009) Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. Kenyataan inilah yang menyebabkan para klinisi lebih menyukai metode Westergreen daribada metode Wintrobe. Selain itu, International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen. (Tambayong J, 2000) LED adalah kecepatan eritrosit mengendap dalam pipet westergren. Pada peradangan, kecepatan meningkat, karena perubahan pada komponen plasma yang terjadi selama proses inflamasi. Protein plasma yang terlibat dalam peningkatan LED disebut protein fase akut,

terutama dilepaskan oleh hati. LED khususnya digunakan untuk membantu aktivitas berbagai penyakit inflamasi. (Widodo, 2004) Laju endap darah yang ditemukan pertama kali oleh Westergren pada tahun 1921. LED merupakan pemerikksaan yang menggambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit dengan plasma. (Widodo, dkk, 2004) Prinsip dasar pemeriksaan LED adalah; darah dan antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung dengan lubang ukuran tertentu (pada pipet LED) dan diletakan vertikal akan menyebabkan pengendapan eritrosit dengan kecepatan tertentu. LED merupakan kecepatan pengendapan dengan mengukur jarak antara miniscus pemeriksaan LED. Beberapa faktor yang mempengaruhi LED, yang dapat meningkatkan LED adalah usia tua, wanita, saat mensturasi, kehamilan, ukuran eritrosit (macrositosis), faktor teknis (masalah pengenceran, suhu ruangan/panas, kemiringan tabung LED) , peningkatan fibrinogen (pada beberapa kasus infeksi, inflamasi, dan keganasan). Faktor yang dapat menurunkan LED adalah lekositosis berat, polisitemia, speherositosis (acantositosis, micrositpsis ), faktor teknis (masala pengenceran, darah beku, tabung penden, getaran), abnormalitas protein (hipofibrinogenemia, hipogammaglobulinnemia, dispoteinemia). Faktor yang belum pasti mempengaruhi LED adalah obesitas, suhu badan, dan usai mengkomsumsi aspirin.

HEMOLISIS Cormack. (2008) mengatakan bahwa Hemolisis adalah rusaknya jaringan darah akibat lepasnya hemoglobin dari stroma eritrosit (butir darah merah). Hemolisis dapat disebabkan karena penurunan tegangan permukaan membrane sel dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pelarut organik, saponin, garam empedu, sabun, enzim, dan faktor lain yang merusak komplek lemak-protein dari stroma. Faktor hemolisis ini ditemukan pada bisa ular famili Elapidae. (Hendrayani, 2007) Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup, misalnya, pada membrane sel darah merah. Jika meletakan sel darah merahdalam suatu larutan hipertonik (lebih pekat), air yang terdapat dalam sel darahakan ditarik keluar dari sel sehingga sel mengerut dan rusak. Peristiwa ini disebut krenasi. Sebaliknya, jika kamu meletakan sel darah merah dalam suatu larutanyang bersifat hipotonik (lebih encer), air dari larutan tersebut akan ditarik masuk kedalam sel darah sehingga sel mengembang dan pecah. Proses ini disebut hemolisis. Orang yang mengonsumsi terlalu banyak makanan berkadar garam tinggi, jaringan sel dan jaringan antar selnya akan mengandung banyak air. Hal inidapat menyebabkan terjadinya pembengkakan tubuh yang disebut edema. Sarkar & Devi (2006) Hemolisis secara langsung tidak dibutuhkan penambahan lesitin sedangkan hemolisis tidak langsung kehadiran lesitin pada sel darah merah atau penambahan dari luar sangat diperlukan.Secara umum, mekanisme hemolisis berlangsung dua tahap. Tahap pertama lesitin dalam sel darah atau yang ditambahkan dari luar akan diubah menjadi lisolesitin oleh lesithinase A. Lisolesitin merupakan bentuk lesitin yang memiliki aktivitas hemolitik. Selanjutnya, lisolesitin menyebabkan sel

darah merah lisis dengan menyerap material lemak dinding sel sehingga merusak keutuhan struktur sel darah. Srikini (2000) Sel darah merah yang berada di luar cairannya dapat mempertahankan bentuknya apabila dimasukkan dalam cairan yang isotonis dengan sitoplasmanya. Apabila sel darah merah berada di dalam cairan yang hipertonis maka sel darah merah akan mengalami pengerutan (krenasi), apabila sel darah merah berada dalam cairan yang bersifat hipotonis maka sel akan pecah dan hemoglobin akan ke luar (hemolisis). (Watson, 2007) Hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah menuju cairan disekelilingnya, keluarnya hemoglobin ini disebabkan karena pecahnya membran sel darah merah. Membran sel darah termasuk membran yang permeabel selektif. Membran sel darah merah mudah dilalui atau ditembus oleh ion-ion H+, OH-, NH4+, PO4, HCO3-, Cl-, dan substansi seperti glukosa, asam amino, urea, dan asam urat. Sebaliknya sel darah merah tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik, hemoglobin dan protein plasma. (Wulangi, 2009) Ada dua macam hemolisis yaitu hemolisis osmotik yang terjadi karena adanya perbedaan yang besar antara tekanan osmosa cairan didalam sel darah merah dengan cairan yang berada disekeliling sel darah merah. Tekanan osmosa sel darah merah adalah sama dengan osmosa larutan NaCl 0, 9 %, bila sel darah merah dimasukkan kedalam larutan NaCl 0, 65 % belum terlihat adanya hemolisa, tetapi sel darah merah yang dimasukkan kedalam larutan NaCl 0, 45 % hanya sebagian saja dari sel darah merah yang mengalami hemolisis dan sebagian lagi sel darah merahnya masih utuh. Perbedaan ini desebabkan karena umur sel darah merah yang sudah tua, membran sel mudah pecah, sedangkan se darah merah yang muda, membran selnya masih kuat. Bila sel darah merah dimasukkan kedalam laritan NaCl 0,25 %, semua sel darh merah akan mengalami hemolisa sempurna. Yang kedua, hemolisis kimiawi membran sel darah merah dirusak oleh macam-macam substansi kimia. Seperti, kloroform, aseton, alkohol, benzena dan eter, substansi lain adalah bisa ular, kalajengking, dan garam empedu.

METODOLOGI PENGAMATAN Waktu dan Tempat Praktikum Anatomi dan Fisiologi Ternak tahun 2013 tentang Laju Endap Darah (LED) dilaksanakan pada hari Selasa, 16 April 2013 pada pukul 14.00 WIB s/d selesai, dan praktikum tentang Hemolisis

dilaksanakan pada hari Selasa, 23 April 2013 pada pukul 14.00 WIB s/d selesai di Laboratorium Anatomi dan Fisiologi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Materi Adapun alat yang digunakan pada praktikum Laju Endap Darah (LED) adalah Tabung Wastergreen dan raknya. Sedangkan pada praktikum Hemolisis yang digunakan antara lain Tabung reaksi (10 buah), objek glass, cover glass, pipet Pasteur, dan mikroskop. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum Laju Endap Darah (LED) adalah darah sapi, kambing, dan ayam yang sudah diberi antikoagulan. Sedangkan pada praktikum Hemolisis bahan yang digunakan adalah Larutan NaCl dengan konsentrasi 0,9 %, 0,65 %, 0,45 %, 0,25 %, dan 3,0 % .

Metoda Adapun metoda pada praktikum Laju Endap darah adalah Sampel darah dihisap dengan tabung Wastergreen sampai angka 0. Kemudian tegakkan pada rak. Tiap 30 menit catat penurunan dari sel-sel darahnya. Buatlah grafik LED dari 0-90 menit. Sedangkan metoda pada praktikum Hemolisis ialah 10 tabung reaksi dan beri label, isi 10 tabung tersebut masing-masing 5ml larutan tersebut, lalu masing-masing tuangi 3 tetes darah sapi dan biarkan selama 10 menit, periksa/amati warna dan kekeruhan larutan di dalam tabung. Warna merah cerah menunjukan adanya hemolysis. Warna keruh belum tentu terjadi perubahan.Kemungkinan sebagian sel mengalami hemolysis atau perubahan lainnya.Untuk memastikan terjadinya hemolysis atau perubahan dilakukan secara mikroskopis. Cara pemeriksaan secara mikroskopis adalah sebagai berikut ; Pada gelas objek sebelah kiri ditetes larutan dari tabung pertama yang berisi larutan NaCl 0,9% sebagai control (pembanding), bagian kiri kanan teteskan larutan tabung kedua, tutup dengan cover glass. Periksa dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x. lakukan hal yang sama untuk tabung lainnya dengan menggunakan larutan dari tabung pertama sebagai control. Pencatatan hasil pengamatan pada tabel sebagai berikut : Pada pemeriksaan mikroskopis, tuliskan tanda (+) bila terlihat jelas adanya hemolysis (larutan dalam tabung berwarna merah cerah) dan tanda (+) bila belum terlihat adanya hemolysis (larutan dalam tabung berwarna keruh). Pada pemeriksaan mikroskopis, tuliskan pada kolom bentuk sel bulat licin atau bulat bergerigi, atau bentuk lainnya, pada kolom besasr bandingkan dengan control (tabung 1) tulis tanda (=) apabila besarnya sama dengan control, tanda (>) apabila lebih besar, dan tanda (<) apabila kecil. Untuk jumlahnya relative sama banyak dengan control, tanda (>) apabila relative lebih banyak dan tanda (<) apabila relative lebih sedikit.

HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Endap Darah Laju Endap Darah ditentukan dengan mengukur jarak dalam mm yang ditempuh dalam satuan waktu tertentu oleh lapisan teratas yang berada di dalam tabung-tabung standar yang ditempatkan dalam posisi vertical. LED dapat dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain perubahan komposisi plasma darah (kekentalan/viskositas plasma), jumlah sel darah merah dan tegangan permukaan. (Widodo, 2004) Laju endap darah yang ditemukan pertama kali oleh Westergren pada tahun 1921. LED merupakan pemerikksaan yang menggambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit dengan plasma. Pada praktikum in menggunakan metode Wastergreen. (Riswanto, 2009) Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. Kenyataan inilah yang menyebabkan para klinisi lebih menyukai metode Westergreen daribada metode Wintrobe. Selain itu, International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen.

Tabel 1. LED Ayam Jenis Hewan/ Ternak

Waktu

30 menit

60 menit

90 menit Ayam

3 mm

2 mm

2 mm

Grafik LED Pada Ayam

Laju Endap Darah ayam pada 30 menit pertama menunjukkan penurunan 3 mm, pada waktu 60 menit turun menjadi 2 mm, dan pada waktu 90 menit tidak terjadi penurunan (konstan) tetap 2 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi darah masih cukup baik dikarenakan penurunan pada LED relatif kecil. Hal ini di dukung oleh pendapat (Barbara, 2006) Darah normal mempunyai LED relatif kecil karena pengendapan eritrosit akibat tarikan gravitasi di imbagi oleh tekanan keatas akibat perpindahan. Bila viskositas plasma tinggi atau kadar kolesterol meningkat tekanan keatas mungkin dapat menetralisasi tarikan kebawa terhadap setiap sel atau gumpalan sel. Sebaliknya setiap keadaan yang meningkatkan penggumpalan atau perletakan satu dengan yang lain akan meningkatkan LED.

Tabel 2. LED Kambing Jenis Hewan/ Ternak

Waktu

30 menit

60 menit

90 menit Kambing

10 mm

0,5 mm

0,5 mm

Grafik LED Pada Kambing

Laju Endap Darah ayam pada 30 menit pertama menunjukkan penurunan 10 mm, pada waktu 60 menit turun menjadi 0,5 mm, dan pada waktu 90 menit tidak terjadi penurunan (konstan) tetap 0,5. (Isbister, 2000) Penentuan nilai LED secara umum telah digunakan dalam pengobatan klinik, menegakkan diagnosis, mengetahui penyakit secara dini dan memantau perjalanan penyakit seperti tuberkolosa dan reumati. Peningkatan kecepata pengendapan berhubungan langsung dengan beratnya penyakit.

Tabel 3. LED Sapi Jenis Hewan/ Ternak

Waktu

30 menit

60 menit

90 menit Sapi

32 mm

7 mm

4 mm

Grafik LED Pada Sapi

Laju Endap Darah ayam pada 30 menit pertama menunjukkan penurunan 32 mm, pada waktu 60 menit turun menjadi 7 mm, dan pada waktu 90 menit terjadi penurunan menjadi 4 mm. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi darah pada ternak tidak baik. Hal ini bertentangan dengan pendapat (Barbara, 2006) Darah normal mempunyai LED relatif kecil karena pengendapan eritrosit akibat tarikan gravitasi di imbagi oleh tekanan keatas akibat perpindahan. Bila viskositas plasma tinggi atau kadar kolesterol meningkat tekanan keatas mungkin dapat menetralisasi tarikan kebawa terhadap setiap sel atau gumpalan sel. Sebaliknya setiap keadaan yang meningkatkan penggumpalan atau perletakan satu dengan yang lain akan meningkatkan LED. (Widodo, dkk, 2004) Prinsip dasar pemeriksaan LED adalah; darah dan antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung dengan lubang ukuran tertentu (pada pipet LED) dan diletakan vertikal akan menyebabkan pengendapan eritrosit dengan kecepatan tertentu. LED merupakan kecepatan pengendapan dengan mengukur jarak antara miniscus pemeriksaan LED. Beberapa faktor yang mempengaruhi LED, yang dapat meningkatkan LED adalah usia tua, wanita, saat mensturasi, kehamilan, ukuran eritrosit (macrositosis), faktor teknis (masalah pengenceran, suhu ruangan/panas, kemiringan tabung LED) , peningkatan fibrinogen (pada beberapa kasus infeksi, inflamasi, dan keganasan). Faktor yang dapat menurunkan LED adalah lekositosis berat, polisitemia, speherositosis (acantositosis, micrositpsis ), faktor teknis (masala pengenceran, darah beku, tabung penden, getaran), abnormalitas protein (hipofibrinogenemia, hipogammaglobulinnemia, dispoteinemia). Faktor yang belum pasti mempengaruhi LED adalah obesitas, suhu badan, dan usai mengkomsumsi aspirin. (Tambayong J, 2000) LED adalah kecepatan eritrosit mengendap dalam pipet westergren. Pada peradangan, kecepatan meningkat, karena perubahan pada komponen plasma yang terjadi selama proses inflamasi. Protein plasma yang terlibat dalam peningkatan LED disebut protein fase akut, terutama dilepaskan oleh hati. LED khususnya digunakan untuk membantu aktivitas berbagai penyakit inflamasi. (Widodo, 2004) Laju endap darah yang ditemukan pertama kali oleh Westergren pada tahun 1921. LED merupakan pemerikksaan yang menggambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit dengan plasma.

HEMOLISIS Cormack. (2008) mengatakan bahwa Hemolisis adalah rusaknya jaringan darah akibat lepasnya hemoglobin dari stroma eritrosit (butir darah merah). Hemolisis dapat disebabkan karena penurunan tegangan permukaan membrane sel dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pelarut organik, saponin, garam empedu, sabun, enzim, dan faktor lain yang merusak komplek lemak-protein dari stroma. Faktor hemolisis ini ditemukan pada bisa ular famili Elapidae.

Di bawah ini adalah hasil pengamatan Hemolisis secara Makroskopis dengan hasil yang berbeda-beda.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Hemolisis Darah Sapi Nomor Tabung

Konsentrasi NaCl

Makroskopis (hemolisis)

1s

0,25 %

2s

0,45 %

3s

0,65 %

4s

0,9 %

5s

3,0 %

Dari data diatas dapat dilihat, konsentrasi darah sapi konsentrasi ( 0,25 % dan 0,45 % ) mengalami hemolisis (+), sedangkan konsentrasi dari ( 0.65 % 3.0 % ) terjadi kekeruhan pada warnanya (-) atau tidak ada terjadi hemolisis. Untuk menentukan bentuk, nilai dan jumlah relatifnya digunakan 0,45 % sebagai pembanding dari seluruh konsentrasi tersebut . (Wulangi, 2009) Ada dua macam hemolisis yaitu hemolisis osmotik yang terjadi karena adanya perbedaan yang besar antara tekanan osmosa cairan didalam sel darah merah dengan cairan yang berada disekeliling sel darah merah. Tekanan osmosa sel darah merah adalah sama dengan osmosa larutan NaCl 0, 9 %, bila sel darah merah dimasukkan kedalam larutan NaCl 0, 65 % belum terlihat adanya hemolisa, tetapi sel darah merah yang dimasukkan kedalam larutan NaCl 0, 45 % hanya sebagian saja dari sel darah merah yang mengalami hemolisis dan sebagian lagi sel darah merahnya masih utuh. Perbedaan ini desebabkan karena umur sel darah merah yang sudah tua, membran sel mudah pecah, sedangkan se darah merah yang muda, membran selnya masih kuat. Bila sel darah merah dimasukkan kedalam laritan NaCl 0,25 %, semua sel darh merah akan

mengalami hemolisa sempurna. Yang kedua, hemolisis kimiawi membran sel darah merah dirusak oleh macam-macam substansi kimia. Seperti, kloroform, aseton, alkohol, benzena dan eter, substansi lain adalah bisa ular, kalajengking, dan garam empedu. Pada Tabung pertama menunjukan terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,25% , Tabung kedua menunjukan terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,45%, Tabung ketiga menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,65%, Tabung keempat menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,9% dan pada Tabung kelima menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 3,0%.

Tabel 5. Hasil Pengamatan Hemolisis Darah Ayam Nomor Tabung

Konsentrasi NaCl

Makroskopis (hemolisis)

1a

0,25 %

2a

0,45 %

3a

0,65 %

4a

0,9 %

5a

3,0 %

Pada Tabung pertama menunjukan terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,25%, Tabung kedua menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,45%, Tabung ketiga menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,65%. Tabung keempat menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,9%. Tabung kelima menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 3,0%.

Dari darah ayam dapat diketahui bahwa ada konsentrasi atau terjadinya hemolisis dan ada juga yang tidak terjadi hemolisis. Dari data yang tertera pada tabel diatas dapat diketahui bahwa telah terjadi hemolisis.dengan dibuktikan adanya larutan yang berwarna lebih merah dari yang lainnya, hal tersebut terjadi karena hemoglobin yang ada pada eritrosit tersebut keluar ke media disekelilingnya yang diakibatkan pecahnya plasma darah, hal tersebut sesuai dengan pendapat dari( Anonim, 2008 ) yang menyatakan Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma). (Anonim ) menyatakan juga bahwa Jika phi cairan < phi darah, maka cairan bersifat hipotonik terhadap plasma darah. Hal ini menyebabkan net aliran pelarut air dari cairan ke plasma darah. Akibatnya sel darah merah akan mengembang dan dapat pecah ( F. D. Frandson.2000) Adanya hemoglobin dalam darah menimbulkan timbulnya warna merah dalam darah dan hemoglobin tersebut merupakan suatu senyawa organik yang kompleks yang terdiri dari empat pigmen porfirin merah.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Hemolisis Darah Kambing Nomor Tabung

Konsentrasi NaCl

Makroskopis (hemolisis)

1k

0,25 %

2k

0,45 %

3k

0,65 %

4k

0,9 %

5k

3,0 %

Pada Tabung pertama menunjukan terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,25%, Tabung kedua menunjukan terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,45%, Tabung ketiga menunjukan terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,65%, Tabung keempat menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,9% dan pada Tabung kelima menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 3,0%. Srikini (2000) Sel darah merah yang berada di luar cairannya dapat mempertahankan bentuknya apabila dimasukkan dalam cairan yang isotonis dengan sitoplasmanya. Apabila sel darah merah berada di dalam cairan yang hipertonis maka sel darah merah akan mengalami pengerutan (krenasi), apabila sel darah merah berada dalam cairan yang bersifat hipotonis maka sel akan pecah dan hemoglobin akan ke luar (hemolisis). (Watson, 2007) Hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah menuju cairan disekelilingnya, keluarnya hemoglobin ini disebabkan karena pecahnya membran sel darah merah. Membran sel darah termasuk membran yang permeabel selektif. Membran sel darah merah mudah dilalui atau ditembus oleh ion-ion H+, OH-, NH4+, PO4, HCO3-, Cl-, dan substansi seperti glukosa, asam amino, urea, dan asam urat. Sebaliknya sel darah merah tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik, hemoglobin dan protein plasma. PENUTUP Kesimpulan Darah normal mempunyai LED relatif kecil karena pengendapan eritrosit akibat tarikan gravitasi di imbagi oleh tekanan keatas akibat perpindahan. Bila viskositas plasma tinggi atau kadar kolesterol meningkat tekanan keatas mungkin dapat menetralisasi tarikan kebawa terhadap setiap sel atau gumpalan sel. Sebaliknya setiap keadaan yang meningkatkan penggumpalan atau perletakan satu dengan yang lain akan meningkatkan LED. Darah pada dasarnya memiliki ketahanan terhadap berbagai tekanan. Namun tidak semua tekanan dapat ditahan dan tak mempengaruhinya, hal ini dibuktikan dengan praktikum yang kami laksanakan membuktikan bahwa darah tidak tahan terhadap keadaan yang

hhipotonis yaitu keadaan disekitar darah merah berada dalam tekanan yang sangat rendah sehingga terjadinya penyerapan kedalam dan mengakibatkan membran plasma mengembang dan akhirnya pecah.

Saran Selama praktikum berlangsung, sebaiknya praktikan harus berhati-hati dan teliti pada saat melakukan pengamatan, dan juga memperhatikan saat asdos menerangkan agar mudah memahami apa yang disampaikan. Praktikan harus menjaga ketenangan pada saat praktikum berlangsung, agar suasana praktikum jadi nyaman.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1989. Hematologi Jilid 1. PUSDIKNAKES, Jakarta. Bakta, 2003. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran Elic, Jakarta. Barbara A. B, 2006. Hematologi: Principle dan Procedures. LEA dan REB. Gandasoebrata R, 1999. Penuntun Laboratorium klinik. Penerbit Duan Rakyat. Jakarta. Hamurwono GB, 2003. Pedoman Pelayanan Teransfusi Darah. Direktur Pelayanan Meddik Dasar. Jakarta. Hardjoene, 2000. Interpretasi Hasil Laboratorium Diagnostik. Penerbit Buku Unervitas Hasanuddin, Makassar. Isbister J. P,2000. Hematologi Klinik Pendekatan Berorientasi Masalah. Editor Kartini Agnes dkk, Penerbit Hipokrates, Jakarta. Nasir, N, 2006. Usulan Penelitian, Program Studi Analisis Kesehatan. Politeknik Kesehatan Makassar. Sacher RA dan McPherson RA, 2004. Tinjauan Klinik Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11, EGC. Jakarta. Simmons A, 1989. Hematologi A Combined Theoritical and Technical Upproach. W.B. sounders Company.

Sahabuddin, 2005. Usulan Penelitian, Program Studi Analis Kesehatan. Politeknik Kesehatan Makassar. Subama, 1996. Diklat Hematologi. Akademi Analis Kesehatan Depkes Bandung. Widodo, Herdiman. P, 2004 Bunga Rampai Penyakit Infeksi, FKUI Jakarta.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

System sirkulasi pada manusia terdiri atas alat-alat peredaran darah, pembuluh darah, serta darah yang bertugas sebagai pelaksana transportasi.Darah merupakan suatu suspensi berwarna merah yang terdapat didalam pembuluh darah. Warna merah ini dapat berubah-ubah tergantung kadar oksigen dan kadar karbon dioksida yang terkandung didalamnya.

Sel-sel darah pada manusia, terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Dalam sel-sel darah, kandungan sel darah putih dan keping darah sebanyak 1%, sedangkan sel darah merah sebanyak 99%.

Untuk senantiasa berada dalam keadaan yang seimbang sel senantiasa melakukan transport antar membrane. Transport antar membrane di bagi menjadi 2 yaitu pasif dan aktif. Diantara yang termasuk kedalam transport pasif adalah proses difusi dan osmosis.

Sistem organ meliputi system peredaran darah dalam tubuh yang di kontrol oleh organ jantung. Darah merupakan cairan tubuh yang sangat penting dan harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Berkurangnya caiaran tubuh atau terjadinya peristiwa tertentu pada darah akan mengakibatkan terjadinya hemolisis pada darah.

B.

Rumusan Masalah

Bagaimana peristiwa hemolisis dan krenasi berlangsung?

C. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah mendemostrasikan peristiwa hemolisis dan krenasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Golongan darah seseorang mempunyai arti penting dalam kehidupan karena golongan darah itu merupukan keturunan (herediter). Sampai saat ini telah ditemukan cukup banyak sistem golongan darah, tetapi dalam tinjauan pustaka ini hanya akan diterangkan sistem yang paling penting, yaitu sistem ABO dan sistem Rh. Namun hanya sistem golongan darah Rhesus yang akan dijelaskan secara labih terperinci karena kaitannya dengan penyakit eritroblastosis fetalis.

Darah terdiri dari dua komponen, yaitu sel sel dan cairannya (plasma). Plasma tanpa fibrinogen biasa kita sebut dengan serum. Pada abad ke 18, terjadi banyak kematian pada resipien tanpa diketahui sebab sebab nya. Namun Landsteiner menemukan bahwa sel sel darah manusia dari beberapa indivisu akan menggumpal ( beraglutinasi ) dalam kelompok kelompok yang dapat dilihat dengan mata telanjang, apabila dicampur dengan serum dari beberapa orang, tetapi tidak dengan semua orang. Kemudian diketahui bahwa dasar dari menggumpalnya eritrosit tadi ialah adanya reaksi antigen antibodi. Apabila suatu substansi asing disuntikkan ke dalam aliran darah dari seekor hewan akan mengakibatkan terbentuknya antibodi tertentu yang akan beraksi dengan antigen.(Suryo, 2005)

Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dan dibentuk dalam sumsum tulang. Pada mamalia sel darah merah kehilangan intinya sebelum masuk sirkulasi. Pada manusia, sel darah merah hidup dalam sirkulasi 120 hari (Ganong, 297).

Darah merupakan cairan viskus yang mengalami perubahan pada fisiknya yang dapat ditemukan pada beberapa penyakit. Komposisi darah yang unik suatu suspensi sel yang dapat berubah didalam larutan yang kaya protein menghasilkan sifat fisik yang kompleks. Sebagian besar pembuluh darah, shear rates (misalnya perbedaan velositas antara lapisan cairan) sangat tinggi yang bersebelahan dengan dinding arteri besar sebaliknya shear rates yang rendah terdapat pada vena kecil (Underwood,1999).

Unsur seluler suluruh darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit, RBC atau red blood corpuscules), beberapa jenis sel darah putih (leukosit, WBC atau white blood corpuscules), dan pecahan sel yang disebut trombosit. Fungsi sel darah merah adalah untuk transfor dan pertukaran oksigen serta karbondioksida. Sedangkan sel darah putih bertanggung jawab untuk mengatasi infeksi dan trombosit untuk hemostatis (Price, 1984).

Komponen darah yang lain yaitu platelet (trombosit), yaitu partikel yang menyerupai sel, dengan ukuran lebih kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai bagian dari mekanisme perlindungan

darah untuk menghentikan perdarahan, trombosit berkumpul pada daerah yang mengalami perdarahan dan mengalami pengaktifan. Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh darah dan menghentikan perdarahan. Pada saat yang sama, trombosit melepaskan bahan yang membantu mempermudah pembekuan (Junquiera dkk, 1999).

Suatu antigen itu sangat spesifik untuk antigen tertentu. Terbentuknya antibodi demikian itu tergantung dari masuknya antigen asing. Selain dengan cara demikian, antibodi itu tidak akan dibentuk. Sistem demikian itu merupakan dasar dari imunisasi maupun untuk reaksi alergi. Sebaliknya ada pula antibodi yang dibentuk secara alamiah didalam darah, meskipun antigen yang bersangkutan tidak ada. Antibodi alamiah inilah yang mengambil peranan dalam golongan darah manusia, terutama dalam golongan darah A, B, AB, dan O yang amat penting.(Ganong, 2005).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 19 Maret 2011 pukul 13.30 WITA sampai selesai dan bertempat di Laboratorium Fisiologi Fakultas MIPA Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi tenggara.

B.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Table 1.

Tabel 1. Alat yang digunakan pada praktikum Hemolisis NO 1 2 3 4 Alat Fungsi

Tabung reaksi Untuk menyimpan media pengamatan Kaca objek Untuk menyimpan media yang akan diamati

Kaca penutup Untuk menutup media yang akan diamati agar tidak bergeser dari tempatnya Mikroskop Untuk mengamati media yang akan diamati

Tabel 2. Bahan yang digunakan pada praktikum Hemolisis NO 1 2 3 4 Bahan Fungsi NaCl 0,9% NaCl 3% Sebagai larutan pembanding Sebagai larutan pembanding

Darah Bahan yang akan diamati Aquades Sebagai larutan pembanding

C. Prosedur Kerja Menambahkan 3-5 tetes darah dalam tabung uji yang berisi 2 ml NaCl 0,9% Melakukan langkah 1 pada tabung uji kedua yang berisi 2 ml aquades Melakukan langkah 1 pada tabung uji ketiga yang berisi 2ml NaCl 0,3% Membandingkan kecerahan dari ketiga larutan dalam tabung tersebut dengan mengamatinya dengan belakang kertas putih

Mengambil sampel larutan sampel larutan dari masing-masing tabung uji dengan pipet, meneteskan masing-masing pada tabung kaca objek yang bersih, tutup dengan kaca penutup dan mengamatinya dengan perbesaran tinggi Menggambar penampakan sel darah pada ketiga preparat yang telah diamati

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan kali ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil pengamatan NO Bahan

Warna

Gambar 1 2 3 NaCl 0,9% NaCl 0,3% Aquades Merah keruh Merah Merah transparan

B.

Pembahasan

hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena meningkatnya kecepatan destruksi eritrosit. Umur eritrosit rata-rata 120 hari. Pada anemia hemolitik eritrosit hanya bertahan untuk beberapa hari.Penyebab anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik & faktor ekstrinsik. Faktor intrinsic yaitu kelainan yang terjadi pada sel eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu karena kekurangan bahan baku pembuat eritrosit, karena kelainan eritrosit yang bersifat kongenital contohnya thalasemia & sferosis congenital, dan abnormalitas dari enzim dalam eritrosit. Faktor ekstrinsik yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit. Dapat terjadi akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat, akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri. Tanda terjadinya hemolisis yaitu terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan akan menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:

1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses.

2. Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.

3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.

4. Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan.

Pada praktikum kali ini yang diamati adalah proses hemolisis dan krenasi yang terdapat di dalam sel darah merah atau eritrosit. Pada tabung pertama yang telah di isi dengan larutan NaCl 0,9% sebanyak 2 ml dan beberapa tetes darah memperlihatkan warna merah/coklat keruh dengan penampakan eritrositnya yang memperlihatkan bentuk bikonkaf, bentuk umum dari sebuah eritrosit. Hal ini menunjukkan eritrosit pada perlakuan ini tidak berubah sama sekali setelah diberi perlakuan disebabkan larutan didalam dan diluar sel sama yaitu 0,9% .

Pada tabung ke dua yang telah di isi dengan larutan NaCl 3% dan beberapa tetes darah memperlihatkan warna merah kecoklatan dengan penampakan eritrositnya yang mengkerut. Hal ini menunjukkan bahwa eritrosit dalam perlakuan kali ini mengalami proses krenasi yang disebabkan oleh larutan di luar eritrosit bersifat hypertonik, yang memaksa sitoplasma di dalam sel tertarik keluar karena perbedaan tekanan osmosis di dalam dan di luar eritrosit. Hal yang sama juga akan terjadi kika darah didedahakan pada larutan gula 10%, eritrosit akan mengkerut karena kekurangan air sehinnga menyebabkan warna darah menjadi merah pekat/kecoklatan.

Pada tabung ke tiga yang telah di isi aquades dan beberapa tetes darah memperlihatkan warna merah transparan dengan penampakn eritrositnya yang bengkak. Hal ini menunjukkan bahwa eritrosit dalam perlakuan kali ini mengalami proses hemolisis yang disebabkan oleh larutan di luar eritrosit bersifat hipotonis sehingga larutan di luar sel menembus membran plasma eritosit yang berada dalam kondisi yang hipertonis menyebabkan eritrosit membengkak kemuadian pecah(lisis). Kejadian ini berlangsung di sebabkan eritrosit dalam suatu mahluk hidup selalu berusaha berada dalam kondisi yang homeostasis(seimbang), sehingga mendorong sel untuk melakukan transport antar membran.

Hemolisis juga dapat berlangsung oleh hal-hal lain, misalnya oleh deterjen, bisa ular atau plasma yang berbeda spesies. Selain itu setiap eritrosit memiliki kepekaan yang berbeda-bed untuk menjadi hemolisis. Dengan kata lain eritrosit memiliki sifat fragilitas tertentu. Fragilitas ini dapat berubah karena penyakit tertentu.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan:

1. peristiwa hemolisis dan krenasi.

2. Krenasi terjadi pada larutan NaCl 0,9 % dan hemolisis terjadi pada

larutan 3%.

3. Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga

hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya plasma.

4. Krenasi terjadi bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis,

maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit

(plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi).

B.

Saran

Saran yang dapat saya ajukan adalah agar lebih mengefisiensikan waktu lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W.F, 1983, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.

Ganong, WF. 2005 Review of Medical Physiology. 22th Edition, Appleton & Lange A Simon & Schuster Co, Los Altos, California.

Junqueira, L. C., J. Carneiro, R. O. Keley, 1999, Basic Histology, Appleton and Lange, London.

Price, 1984, Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit, Edisi 2,EGC,Jakarta.

Suryo. 2005. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Underwood, 1999, patologi umum dan sistematik, EGC, Jakarta.

LAPORAN BIOKIMIA LAPORAN PRATIKUM BIOKIMIA DARAH

OLEH :

NAMA NIM KELAS JURUSAN

: xxxxxxxxxxxx : xxxxxxxxxxx : xxxxxxxxxxxxxx : xxxxxxxxxxxxxx

KELOMPOK : xxxxxxxxxx

SEKOLAH TINGGI KESEHATAH NANI HASANUDDIN

MAKASSAR 2006

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah swt yang mana dia telah memberikan rahmat, nikmat dan hidayahnyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan LAPORAN ini dengan persyaratan agar biasa mendapatkan pengertian yang baik dari Ibu dosen, adapun penulis laporan ini menyadari bahwa laporan yang disusun ini belum mencapai suatu target kesempurnaan sehingga penulis sangat dan sangat mengharapkan kritikan dan masukan dari teman, dan dosen bersangkutan sehingga pada lain tugas penulis lebih baik dalam membuat laporan Dalam kesempatan ini penulis diberi suatu tugas yang tujuannya agar supaya bisa lebih mengetahui pratikum yang dilakukan , adapun laporan ini berjudul tentang masaalah DARAH.

Makassar..mei 2006

DAFTAR ISI

Sampul :.................................................................................................................1 Kata pengantar :.....................................................................................................2 Daftar isi :...............................................................................................................3 BAB I. Pendahuluan :.............................................................................................4 A. Tinjauan pustaka :..................................................................................4 B. Tujuan :..................................................................................................7 BAB II. Hasil pengamatan :....................................................................................8

Lembaran kerja mahasiswa :...............................................................21 BAB III. Pembahasan :.........................................................................................25 .................................................25

BAB IV. Penutup :................................................................................................29

Daftar pustaka :...................................................................................................30

BAB I

PENDAHULUAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

Darah tersusun dari plasma dan berbagai sel.sebagian protein plasma yang terdapat dalam bagian plasma darah mempunyai keaneka ragaman dan sifat-sifat,fungsi-fungsi yang menarik.protein yang paling banyak dalam plasma darah adalah albumin serum,ia bertugas sebagai protein trasfor bagi asam bebas fungsinya yang sangat penting adalah untuk mempertahankan tekanan emosa darah terhadap emosa jaringan. Sel darah putih akan dibahas dalam tiga kelompok; granulosit,monosit, dan limfosit. Granulosit yang juga dikenal sebagai leukosit polimorfonuklear karena yang nukleusnya yang multilobuler mengandung sejumlah lisosom serta granul (vesikel sekresi) dan dibagi menjadi tiga kelompok. tiga kelompok ini neutrofil,basofil,dan eosifil).dibedakan berdasarkan morfologinya dan sifat sifat granulnya ketika diwarnai. y-globulin merupakan protein serum kedua dalam kelimpahan protein ini bekerja sebagai anti bodi yang membentuk suatu sistem pembelahan terhadap protein asing dan antigen-antigen lain y-globulin spesifik.ini merupakan dasar untuk kekebalan terhadap tetanus polio dipteri dan banyak penyakit lain.keberhasilan pengebalan berganda membuktikan bahwa banyak anti bodi berbeda beda dalam bagian y-globulin dari darah normal.Anti bodi bereaksi dengan antigen untuk membentuk presifitin komplekstak larut. Pengumpulan darah memerlukan hobronogen protein utama dari plasma darah.pibrinogen merupakan protein yang dapat larut yang diubah menjadi polimer berstral yang tidak dapat larut dan disebut fibrin sebagai akibat troma agar mencegah kehilangan karena pengumpulan darah yang tidak dikendalikan sangat lirikan,maka ada paling sedikit tuju protein lain yang ensensial untuk proses pengumpulan normal.ini bekerja sebagai faktor mengendali terutama dalam aktif protombil darah memerlukan lima hingga delapan menit untuk membentuk gumpa-gumpalan pada suhu tertentu. Sel darah merah memiliki fungsi utama yang relatif sederhana dan terdiriatas fungsi untuk menyampaikan oksigen kepada jaringan dan membantu mengeluarkan karbon dioksida serta proton yang terbentuk oleh metabolisme jaringan.darah beredar dalam suatu sistem pembuluh yang pada hakekatnya tertutup,darah terdiri dari atas unsur-unsur padat,yaitu eritrosit,leukosit sertsatrombosit,yang tersuspensi didalam media,cair yang disebut plasma.sebagian mana ditunjukkan dibawah darah khususnya plasma mempunyai banyak fungsi yang mutlak penting untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Begitu darah membeku (mengalami koagulasi) fase cair yang tertinggi dinamakan serum. Serum sudah tidak lagi mengandung faktor pembekuan (termasuk fibrinogen) yang normalnya terdapat didalam tetapi sudah dipkai dalam proses koagulasi,dalam keadaan normal tidak ditemukan didalam plasma.

Fungsi darah terdiri atas :

1. Sebagai alat pengangkut yaitu: Mengambil O2/zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh mengangkat CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru. mengandung zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan diedarkan keseluruh jaringan atau alat tubuh. mengatur/ mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dan ginjal. dibagikan jaringan tubuh.

dikeluarkan melalui kulit

2. sebagai pertukaran tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leokosit,antibodi atau zat-zat anti racun. 3. menyebarkan panas keseluruh tubuh 4. Suatu jarinagn tubuh dapat didalam pembuluh darah yang warnanya merah,warna merahnya itu keadannya tidak tetap tergantung pada banyaknya O2 dan CO2 didalamnya.Darah yang banyak mengandung CO2 warnanya merah tua. Adanya O2 dalam darah diambil dengan jalan bernapas dan saat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran atau metabolisme dalam tubuh. Dalam selamanya beredar didalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung dan selama darah berada dalam pembuluh maka akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya maka ia menjadi beku.pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan kedalam darah tersebut sedikit obat anti pembekuan atau sitrat natrikus. Dan keadaan ini sangat berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk transfusi darah . Sekitar 8% dari berat tubuh kita adalah darah.darah terdiri dari bagian cair(plasma) dan komponenkomponen seluler,eritrosit (sel darah merah) leukosit (sel darah putih ) dan trombosit. Fungsi primernya adalah untuk mengangkut oksigen dan metabolit ke sel dan mengangkut CO2 dan hasil-hasil limbah keluar . Pengetahuan tentang diferesiansi sel darah, memberikan faktor-faktor yang mungkin bermanfaat dalam pengobatan dan juga memiliki implikasi bagi pemahaman dan pertumbuhan abnormal sel darah (misalnya leukimia ). Seperti halnya eritropoetik,sebagian besar faktor pertumbuhan yang berhasil diisolasi adalah glikoprotein,bekerja sangat aktif secara infifo serta infitro, mengadakan interaksi dengan sel sasarannya lewat reseptor permukaan sel yang spesifik, dan akhirnya (lewat sinyal intra seluler) mempengaruhi ekspresi gen yang dengan cara demikian akan meningkatkan diferesiasi.

B.TUJUAN

Tujuan pelaksanaan dari praktikum ini adalah : sifat proksidase

mengikat oksigen dioksidase akan menjadi methomoglobindan tidak dapat mengikat oksigen lagi an pengaruh larutan hiper/hipotenik terhadap membran sel darah merah h ang melewatinya.

BAB II HASIL PENGAMATAN

A. Pemeriksaan darah kualitatif

1. Uji sifat peroksidase dari hemoglobin (percobaan guaiak). Tujuan : Memperlihatkan bahwa hemoglobin, karena adanya gugus hem mampu mengkatalis reduksi H2O2. Berbeda dengan enzim peroksidase, sifat ini tidak hilang oleh pemanasan. Reaksi ini sangat peka sehingga digunakan untuk melacak adanya sedikit (sejumlah kecil) hemoglobin / darah samar dari contoh uji. Dasar : Hidrogen peroksida (H2O2) oleh Hb direduksi dan selanjutnya mengoksidasi guaiak membentuk H2O dan guaiak yang teroksidasi yang berwarna biru. Bahan dan pereaksi : 200 x

Pelaksanaan :

1. Sediakan 3 buah tabung reaksi. Masukkan pada masing-masing tabung 5 mL darah dengan pengenceran 800x, 1600x dan 3200x. 2. Sediakan 1 buah tabung reaksi dan masukkan 5 mL darah dengan pengenceran 800 x. Panaskan tabung sampai mendidih. Kemudian dinginkan dengan merendam dalam air. 3. Teteskan 10 tetes larutan guaiak ke dalam tiap tabung sehingga timbul keruhan. 4. Tambahkan 2 3 tetes H2O2 3% ke dalam tiap tabung. 5. Perhatikan dan catat perubahan warna biru yang terjadi. 2. Uji Oksihemoglobin dan Deoksihemoglobin Tujuan Membuktikan bahwa hemoglobin dapat mengikat oksigen menjadi HbO2 dan senyawa ini dapat terurai kembali menjadi deoksi Hb dan O2. Dasar Dalam keadaan tereduksi Fe dalam Hb dapat mengikat dan melepaskan O2 Dalam lingkungan udara biasa, Hb segera mengikat O2 menjadi HbO2. di dalam tabung reaksi HbO2 akan melepaskan O2 pada penambahan pereaksi Stokes (pereduksi).

Bahan dan pereaksi 1) Suspensi darah 2) Pereaksi stokes 3) Larutan amonium hidroksida (NH4OH)

Pelaksanaan a. Oksihemoglobin 1) Ke dalam tabung reaksi masukkan 2 mL darah 6 mL air suling. Campur dengan baik, perhatikan dan catat terbentuknya HbO2 yang berwarna merah karena bereaksi dengan oksigen. 2) Bagilah menjadi 2 tabung masing-masing berisi 4 mL. Tabung yang satu digunakan sebagai kontrol. b. Pembentukan deoksihemoglobin

1) Pipetkan ke dalam suatu tabung reaksi 2 mL pereaksi Stokes dan tambahkan NH4OH secukupnya untuk melarutkan endapan yang segera terbentuk. 2) Pada salah satu tabung yang berisi HbO2 dari percobaan A teteskan beberapa tetes pereaksi Stokes dari percobaan B1. perhatikan dan catat warna deoksi Hb yang terbentuk dan bandingkan dengan warna HbO2 dalam tabung yang satu lagi pada percobaan (A2) (tabung kontrol). c. Pembentukan kembali HbO2 dari deoksi Hb Kocok kuat-kuat tabung yang berisi deoksi Hb tersebut (hasil percobaan B2). Perhatikan dan catat warna HbO2 yang kembali terbentuk. O2 yang diikat oleh Hb ini berasal dari udara. Deoksigenasi dan reoksigenasi dapat dilakukan berulang-ulang.

3. Uji karbonmonoksida hemoglobin (HbCO). Tujuan Memperlihatkan bahwa CO, suatu gas hasil pembakaran tidak sempurna dan sangat berbahaya akan mengikat Hb menjadi HbCO. Warna HbCO lebih terang daripada HbO2, sedangkan ikatannya 200 kali lebih kuat dan sukar dilepaskan.

Dasar HbO2 direaksikan dengan gas CO menghasilkan HbCO yang berwarna merah terang dan CO tidak dapat dilepaskan dari Hb dengan pereaksi stokes.

Bahan dan pereaksi 1) Suspensi darah 2) Sumber gas CO 3) Pereaksi Stokes 4) Larutan NH4OH

Pelaksanaan 1) Campurkan 2 mL darah dengan 8 mL air suling. Bagi campuran ini ke dalam 2 tabung reaksi.

2) Ke dalam tabung pertama dialirkan gas CO selama beberapa menit. Perhatikan, bandingkan dan catat warna larutan dalam tabung satu dan dua. 3) Ke dalam masing-masing tabung, tambahkan 1 mL pereaksi Stokes (yang sudah diberi NH4OH. Perhatikan, bandingkan dan catat perubahan yang terjadi.

4. Uji pembentukan methemoglobin Tujuan Memperlihatkan bahwa bila besi di dalam hemoglobin yang terbentuk ferro (Fe2+) dioksidasi menjadi bentuk ferri (Fe3+). Warna hemoglobin berubah menjadi gelap dan tidak mampu lagi mengikat oksigen.

Dasar Oksidasi Fe2+ dalam hemoglobin oleh suatu oksidator, kalium ferisianida K3Fe (CN)6 sehingga terbentuk Hb (Fe3+)atau disebut juga metHb.

Bahan dan pereaksi 1. Suspensi darah 2. Larutan K3Fe(CN)6 10% di buat baru 3. Pereaksi Stokes 4. NH4OH 5. Pelaksanaan 1) Campurkan 1 mL darah dengan 9 mL air suling dalam tabung reaksi. Bagi isi tabung menjadi 2 bagian, masing-masing 5 mL. 2) Ke dalam tabung yang pertama, tambahkan beberapa tetes K3Fe (CN)6. Perhatikan dan catat perubahan warna yang terjadi. 3) Kocok tabung tersebut kuat-kuat. Perhatikan dan catat perubahan warna. 4) Tambahkan beberapa tetes pereaksi Stokes yang telah diberi NH4OH (percobaan 2-B1). Perhatikan apakah ada perubahan warna. Kocok kuat-kuat, apakah terjadi perubahan warna.

5) Tabung kedua direndam dalam air hangat ( 400 C). Tambahkan ke dalam tabung beberapa tetes K3Fe(CN)6. Perhatikan perubahan warna dan gelembung yang terbentuk.

5. Hemolisis sel darah merah Tujuan Memperlihatkan bahwa membran sel darah merah dapat mengalami lisis dalam pelarut organik.

Dasar Membran sel darah merah (SDM) antara lain mengandung lipid. Bila SDM dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung pelarut organik, maka lipid membran akan larut, sehingga terjadi hemolisis.

Bahan dan pereaksi 1. Suspensi darah 2. NaCl 0,9% 3. Kloroform 4. Eter 5. Aseton 6. Toluen 7. Alkohol

Pelaksanaan 1. Ke dalam 6 tabung reaksi dimasukkan masing-masing 10 mL NaCl 0,9%. 2. Tabung pertama digunakan sebagai kontrol, dan pada tabung ke 5 tabung lainnya tambahkan masing-masing 2 tetes kloroform, eter, aseton, toluen dan alkohol berurutan. 3. Tambahkanlah ke dalam tiap tabung 2 tetes suspensi darah, campur dengan membaliknya perlahanlahan, biarkan selama setengah jam (jangan dikocok). Perhatikan warna yang terbentuk pada larutan bagian atas dan bandingkan dengan kontrol.

6. Pengaruh pelarut kimia terhadap membran sel darah merah Tujuan Memperlihatkan pengaruh larutan hiper/hipotonik terhadap membran sel darah merah.

Dasar SDM akan mengkerut bila berada dalam larutan hipertonik terhadap tekanan osmotik plasma. Dalam larutan yang hipotonik, cairan dari luar sel masuk ke dalam sel sehingga SDM akan membengkak, dan akhirnya terjadi hemolisis. Hemoglobin dalam SDM akan larut dalam larutan, sehingga memberi warna merah jernih pada larutan.

B. Pemeriksaan darah kuantitatif 1. Filtrat bebas protein a. Pembuatan filtrat darah bebas protein dengan metoda Folin-Wu Dasar Protein darah akan mengendap pada penambahan larutan asam trikloroasetat (TCA).

Bahan dan pereaksi a. Darah b. Asam trikloroasetat (TCA) 5% c. Labu Erlenmeyer 125 mL Pelaksanaan 1. Pipetkan 10 mL larutan TCA 5% ke dalam labu Erlenmeyer 125 mL 2. Tambahkan 0,5 mL serum atau darah. Campur baik-baik dengan cara menggoyang-goyangkan gelas kimia jangan dikocok 3. Saring melalui kertas saring yang kering dan filtrat yang keluar ditampung dalam tabung reaksi. 4. Uji filtrat dengan uji biuret.

2. Filtrat mengandung protein a. Glukosa darah (Metode O-toluidine) Dasar Dalam suasana asam o-toluidine bereaksi dengan glukosa membentuk suatu senyawa glycosylamine, selanjutnya membentuk warna biru hijau. Intensitas warna sebanding dengan kadar glukosa, diukur secara fotometrik.

Reagens 1. Reagensia warna (0,8) M O-tuluidine dalam asam asetat. 2. Larutan standar (100 mg/dl).

Alat-alat Spektrofotometer, waterbath, pipet, tabung reaksi. Cara kerja Jangan sampai regensia menyentuh kulit dan jangan melakukan pemipetan dengan mulut. Beri tanda tabung yang dipakai. Sampel Standar Blanko Serum atau plasma 20 ul - Larutan standar - 20 ul Reagensia warna 20 ml 20 ml 20 ml

Campurkan baik-baik dan panaskan selama 8 menit dalam waterbath mendidik, lalu dinginkan segera dalam air dingin. Sesudah 5 menit pindahkan isi tabung ke dalam kuvet dan ukur serta catat absorbans sampel dan standar terhadap blanko secepat mungkin pada panjang gelombang 625 nm. Perhitungan

Nilai normal Darah, serum atau plasma (puasa) = 60 110 mg/dl

3. Total Protein (Metode biuret) Dasar Protein dengan ion tembaga dalam larutan alkalis menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna ungu. Intensitas warna sebanding dengan kadar protein, diukur secara fotometrik. Reagens 1. Reagens biuret (K. Na Tartat 20 mmol/l. Kl mmol/l, CuSO, 12 mmol/l, NaOH 200 mmol/l. 2. Larutan standar (6 gram/dl) Alat-alat Spektrofotometer, pipet, tabung reaksi.

Cara kerja Beri tanda tabung reaksi yang dipakai Sampel Standar Blanko Serum 50 ml - Larutan standar - 50 ul Reagens Biuret 2,5 ml 2,5 ml 2,5 ml

Campurkan baik-baik dan biarkan selama 30 menit pada temperatur kamar. Sesudah 30 menit ukurlah absorbans sampel dan standar terhadap blanko pada panjang gelombang 545 nm. Perhitungan :

Nilai normal = 6,6 8,7 gr/dl. 4. Urea (Metode Berthel) Dasar Urea diubah secara kuantitatif oleh urease menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia membentuk warna dengan salisilat dan natrium hidroksida dengan penambahan natrium Nitroprussid sebagai katalisator suatu derivat indofenol. Intensitas warna sebanding dengan kadar urea dan diukur secara fotometrik.

Reagensia 1. Suspensi urease 12 U/I 2. Reagen salisilat (Natrium salisilat 187 mmol/l, Natrium Nitroprussid 4 mmol/l) 3. Reagen Hipoklorid (Natrium hipoklorid 550 mmol/l, Natrium Hidroksida 6,25 mol/l).

Alat-alat Spektrofotometer, waterbath, pipet, tabung reaksi Prosedur Pipet ke dalam tabung Sampel Standar Blanko Suspensi (1) Reagen salisilat (2)

Sampel, serum/urine yang diencerkan 50 kali Standar 200 ul 2,0 ml 20 ul - 200 ul 2,0 ml 20 ul 200 ul 2,0 ml Campurkan segera, tutup kemudian inkubasi selama 15 menit pada suhu 370 C (Waterbath) Reagen Hypoklorid 2,0 ml 2,0 ml 2,0 ml Campurkan segera, biarkan pada suhu selama 15 menit kemudian baca pada fotometer dengan panjang gelombang 620 nm

Perhitungan Serum/plasma = kadar urea = Urine = kadar urea = Nilai normal Serum/plasma : 10 50 mg/dl Urine : 20 35 G/24 jam

5. Kreatinin Kreatinin (anhidrida kreatin) banyak terdapat dalam jaringan otot, Kreatinin fosfat merupakan cadangan ikatan fosfat berenergi tinggi dalam otot, otak dan darah. Kreatinin terutama dibentuk di dalam otot dan diekskresi melalui ginjal. Ekskresi kreatin pada seseorang dalam 24 jam dari hari ke hari tetap dan berhubungan erat dengan berat badan orang itu.

Penetapan Kreatinin (Metode Jaffe tanpa deproteinisasi) Dasar Kreatinin dengan asam pikrat dalam suasana alkali bereaksi membentuk suatu senyawa kompleks berwarna kuning orange. Intensitas warna sebanding dengan kadar kreatinin diukur secara fotometrik. Reagensia 1. Asam pikrat 0,035 mol/l 2. Natrium Hidroksida 0,32 mol/l 3. Standar kreatin 2,0 mg/dl Alat-alat Spektrofotometer, stopwatch, pipet, tabung reaksi. Prosedur Sebelumnya buatlah larutan pikrat alkali sesuai dengan kebutuhan dengan mencampur reagensia (1) dan (2) dengan perbandingan 1 : 1 (tahan selama 6 jam pada temperatur kamar dalam botol berwarna gelap).

Pipet dalam tabung Sampel Standar Larutan pikrat alkali 2,0 ml 2,0 ml Sampel serum 200 ul Standar - 200 ul

Segera campurkan baik-baik dan start stopwatch, pindahkan larutan ke dalam kuvet dan tepat 30 detik baca absorbans (A1) dari standar dan sampel. Tepat 2 menit kemudian, baca absorbans (A2) dari standar dan sampel pada panjang gelombang 492 nm (blanko akuades).

Perhitungan Kadar kreatinin = Nilai normal : Laki-laki < 1,3 mg/dl Perempuan < 1,1 mg/dl

6. Asam Urat Dasar Dengan adanya peroksidase H2O2 akan mengoksidasi DCHBS 3,5 dikloro 2 hidroksi benzena sulfanic acid dan 4 amino Fenason membentuk warna merah derivat Quinoneimine. Intensitas warna yang terjadi sesuai dengan konsentrasi asam urat dan diukur secara fotometrik. Reagensia 1. Reagens warna (fosfat buffer pH -7,0 50 mmol/l DCHBS 4 mmol/dl 4 amino ophenazone 0,3 mmol/l, peroksidase 1000 U/I, urikase 200 U/I. 2. Standar urid acid 8 mg/dl Alat-alat Spektrofotometer, pipet, tabung reaksi. Prosedur Pipet ke dalam tabung reaksi Sampel Standar Blanko Reagens warna (1) 2,0 ml 2,0 ml 2,0 ml Reagens standar (2) - 40 ul Sampel, serum 40 ul - -

Campurkan dan inkubasikan selama 10 menit pada suhu 370 C. Ukur absorbans standar dan sampel terhadap blanko dalam waktu 15 menit dengan panjang gelombang 520 nm.

Perhitungan Serum = kadar uric acid = Nilai normal Serum = Laki-laki = 3,4 7,0 mg/dl Perempuan = 2,4 5,7 mg/dl

LEMBARAN KERJA MAHASISWA

1. Hemoglobin ( metode hemoglobincyanid ). Pada sampel darah yang digunakan didapatkan kasar hemoglobinnya adalah absorbans. sampel darah yang digunakan baik pria maupun wanita adalah normal. hasil:Hb:0,34X36,8gr/dl :12,512 kesimpulan : setelah dilakukan percobaan hasil abserban = 0,34 karena Hb absorbans X 36,8 gr/dl maka :0,34 X 36,8 :12,512 gr/dl 2. Glukosa darah ( metode o toluidine ) hasil percobaan dan kesimpulan : sampel (warna) : 0,51 standar glukosa : 0,39(hijau muda) blanko (kuning muda) : 0 hasil :0,51 X 0,39 100 =130,769

3. Total protein ( metode Biuret )

Hasil percobaan dan kesimpulan : tabung 1 : sampel (serum)-warna ungu = 0,29 - tabung 2 : standar warna = 0,30 - tabung 3 :blanko biru = 0 jadi hasil yang diperoleh adalah : sampel X 6 gr standar =0,29/0,30 X6 gr/dl = 5,8 gr/dl 4. Urea ( metode Berthelot ) Hasil percobaan dan kesimpulan : Kadar urea serum atau plasma = absorbans sampel x 30 mg/dl

Absorbans standar = 0,319 x 30 0,241 = 39,709 = 39,71

5. kreatin Hasil percobaan dan kesimpulan : Untuk memperoleh penetapan kreatinin, digunakan Metode Jaffe tanpa deproteinisasi. Pada percobaan ini, pada panjang gelombang 492 didapatkan kadar kreatinin dalam serum berkisar 0, 857mg/dl. arman.arasoe@gmail.comarman_stikesnani@yahoo.comarman_arasoe@hotmail.com 6. Asam Urat Hasil percobaan dan kesimpulan :

Penetapan asam urat dilakukan dengan adanya peroksidase H2O2 akan mengoksidasi DCHBS 3,5 dikloro 2 hidroksibenzena sulfanic acid dan 4 amino Fenason membentuk warna merah derivat Quinoncimine. Intensitas warna yang terjadi sesuai dengan konsentrasi asam urat dan diukur secara fotometrik. Pada percobaan yang dilakukan, diperolah absorban sampel 0,07 dan absorban standar 0,1 sehingga diperoleh kadar asam urat dalam serum 7,12 mg/dl.

7. kolesterol ( metode enzimatik CHOD PAP ) Hasil percobaan dan kesimpulan : Pada sampl darah yang di gunakan adalah kolestrol. Kadar kolesterol : abserbans standar x 200 mg/dl = = 0,11 x 2 0,15 = 88 jadi pada percobaan ini nilainya adalah 88, sehingga di katakana normal.

8. ALT ( alanin transaminase ) Hasil percobaan dan kesimpulan : Dik : A1 = 0,22 A2 = 0,23 A3 = 0,23 Maka A = ( A3 A2 ) + ( A2 A1 )

2 = ( 0,23 0,23 ) + ( 0,23 0,22 ) 2 = 0,01 x 3529 2 = 17, 64

9. AST ( asparat transaminase ) Hasil percobaan dan kesimpulan : Dik : A1 = 0,22 A2 = 0,24 A3 = 0,25 Maka A = ( A3 A2 ) + ( A2 A1 ) 2 = ( 0,25 0,24 ) + ( 0,24 0,22) 2 = 0,01 + 0,02 2

= 0,03 x 3529 2 A = 0,015 = 0,015 x 3529 3 menit

= 17,64

BAB III PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Darah kualitatif

1. Uji sifat peroksidase dari hemoglobin (percobaan guaiak) ditambah 10 tetes guaiak kedalam tabung sehingga timbul kekeruhan lalu ditambahkan lagi 2-3 tetes H202 3% setelah dimasukkan maka timbul warna kemerah-merahan dan terbentuk cincin mbahkan 10 tetes guaiak hingga timbul kekeruhan lalu ditambahkan 2-3 tetes H202 3% warna berubah menjadi warna merah pudar kali kemudian ditambahkan 10 tetes guaiak hingga timbul kekeruhan lalu ditambahkan 2-3 tetes H202 3% timbul warna merah muda

dinginkan dengan merendam dalam air,setelah direndam diteteskan 10 tetes guaiak kedalam tabung sehingga timbul kekeruhan kalau ditambahkan 2-3 tetes H202 3% dan masukkan larutan tersebut tetap warna muda. Dengan adanya pengeceran sangat mempengaruhi kadar oksigen didalam darah. Maka tinggi pengecerannya makin pudar warnanya merah,sehingga tabung pengeceran rendah 800 kali. Warnanya menjadi terang.makin rendah pengecernya makin cepat pula reduksi H202. 2. Uji oksihemoglobin dan deoksihemoglobin Peristiwa psikologi yang kita lihat pada percobaan Ini adalah peristiwa pisiologi yang terjadi pada paru-paru karena pada tempat ini Hb dengan 02 menjadi Hb02 yang akan ditransportasikan keseluruh tubuh. Di sel jaringan oksigen dilepaskan kembali dan di gunakan untuk respirasi sel,Hb kemudian mengikatkarbioloksida dan diangkut ke paru-paru dan dikeluarkan dari tubuh. Hb didalam sel darah merah mengikat oksigen melalui ikatan kimia reaksinya membentuk ikatan antara hemoglobin dengan oksigen dan reaksinya sebagai berikut Hb + 02--- Hb02 senyawa ini disebut oksihemoglobin.sedangkan Hb yang belum terikat dengan oksigen disebut deoksihemoglobin.

3. Uji karbonoksida hemoglobin (HBCO) Co tidak berwarna dan tidak berbau,bersifat racun merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dan bahan buangan mobil dan mesin letup. Jika seseorang keracunan gas co dapat menimbulkan rasa sakit pada mata,saluran pernapasan dan pulmo bila masuk kedalam darah bereaksi dengan Hb Hbco Co+H HbCo

Co terikat sangat kuat dengan Hb sehingga menghalang fungsi utama Hb membawa 02 bagi tubuh. Co dapat mengikat Hb menjadi HbCo jika Hbo2 direaksikan dengan co sehingga menghasilkan warna merah terang misalnya : kapan ada penambahan stokes,co sulit dilepaskan dari Hb karena daya ikatan lebih kuat.

4. Uji pembentukan methemoglobin Warna Hb berubah menjadi gelap,ini menunjukkan ini menunjukkan tidak t terbentuknya HbO2 karena larutan K3Fe (CN)6 10% mengoksidasi Fe2+ dalam Hb diosidasi oleh oksidator K3Fe (CN)6 10% sehingga terbentuk Hb Fe 3+ warna Hb berubah menjadi gelap karena Hb tidak mampu lagi mengikat oksigen.

5. Hemolisis sel darah merah Membran sel darah merah (eritrosit) mengalami lisis dalam pelarut organik seperti klorofon,eter,aseton, toluene,alkohol akibatnya Hb keluar dari SDM dan terjadi hemolisis pada tabung yang menandakan bahwa terjadi hemolisis pada tabung yang ditentukan pelarut organik.

6. Pengaruh Pelarut Kimia Terhadap Membran Sel Darah Merah Makin bersifat hipertensi suatu larutan maka makin besar pula peluang terjadinya homolisis karena pada larutan. Hipotonis terjadi peristiwa amosis sehingga cairan akan masuk kedalam SDM akibatnya SDM akan membengkan dan pada akhirnya membran SDM akan pecah dan menghasilkan warna merah jernih pada larutan.Maka bersifat hipertensi suatu larutan,maka kecil peluang terjadinya hemolisis karena pada larutan yang hipertonis cairan bergerak keluar sel meningkat sehingga sel menjadi mengeruk.

B. pemeriksaan darah kuantitatif fitrat bebas protein Pembuatan Filtrat Darah Bebas Protein Dengan Metode Folin-wu.Percobaan ini tidak dilakukan karena bahan dalam percobaan Pembuatan filtrat darah protein dengan metode folinwu tidak tersedia dalam laboratorium.

Pembuatan filtrat darah protein dengan metode somogyl.Percobaan ini tidak dilakukan karna bahan dalam percobaan pembuatan filtrat darah bebas protein dengan metode somogyi tidak tersedia dalam laboratorium. Pembuatan filtrat darah bebas protein dengan asam trikloroasetat.Masukkan 10 ml larutan TCA 5% kelabu erlemenyer 125 ml dalam tabung reaksi tambahkan 0,5 ml darah kemudian campurkan dengan baik dengan cara mengoyang-goyangkan gelas kimia dan jangan dikocok.lalu saring menggunakan kertas saring, kemudian filtrat yang keluar ditampungdalam tabung reaksi dan uji fitrat dengan uji biuret dengan cara tambahkan 2ml Na OH 10%, campur dengan baik dan tambahkan 2 ml NaOH 10% , campur dengan baik dan tmbahkan 10 tetes Cu So4 0,5 % campur dengan baik maka terbentuk lembayung dan keruh, hal ini menunjukkan bahwa protein tidak bebas dan terjadi pengendapan protein. Warnanya ungu . Penetapan kadar gula Darah dengan metode folin-wu.Percobaan ini tidak dilakukan karna tidak ada bahan.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan darah adalah:

(H2O2) oleh Hb direduksi dan selanjutnya mengksidasi guaiak membentuk H2O dan guaiak yang berwarna werah.

mengikat oksigen menjadi oksigen HbO2 dan senyawa ini dapat terurai kembali menjadi deoksi Hb dan O2 dalam keadaan tereduksi fe dalam Hb dapat mengikat dan melepaskan O2. in yang terbentuk ferro (Fe 2+) dioksidasi menjadi bentuk ferri Hb (Fe 3+),warna hemoglobin berubah menjadi gelap dan tidak mampu lagi mengikat oksigen.

larutan yang hipotonik, cairan dari luar sel masuk kedalam sel sehingga SDM akan membengkak dan akhirnya terjadi hemolisis. Hemoglobin dalam SDM akan larut dalam larutan, sehingga memberi warna merah jerni pada larutan. B . Saran 1. Sebaiknya waktu diberikan lebih lama untuk melakukan praktikum mengingat percobaan untuk darah begitu banyak. 2. Sebaiknya pemeriksaan darah disiapkan darah dari penderita yang patologis sehingga dapat secara langsung diketahui kelainannya.

DAFTAR PUSTAKA

S.David, R.Page, Soendoro,1997, Prinsip-Prinsip Biokimia, Edisi

kedua,Erlangga,Jakarta.

Syaifuddin ,Drs,H. 1997, Anatomi Fisiologi Perawat , Edisi 2, EGC jakarta.

K.Robert, murray,K. Daryd, Granner,A.Peter W. Victor Mayes,Rodwell, 1999, Biokimia Harper, EGC, Jakarta.

Tim Unhas, et al. Buku Penuntun Pratikum Biokimia. Unhas Makassar.

risaluvita The greatest WordPress.com site in all the land!

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK ERITROSIT


September 29, 2012

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK ERITROSIT Disusun Oleh : Kelompok 3 Dwi Utami Masnelli masry Risa Luvita Octaviani Siti Ramdhaniati Susi Susanti Kelas : 6C /G2 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA 2012 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah PATOFISIOLOGI DAN KLINIK ini dengan judul eritrosit. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Saw yang menjadi suri tauladan hingga akhir zaman. Dalam penulisan makalah ini, banyak bantuan, dorongan, dan pengarahan dari berbagai pihak, karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dan membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penyusun menyadari bahwa tiada gading yang tak retak, begitu pula dalam penuyusunan makalah ini banyak kekurangan dan kesalahannya. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua ke jalan yang lurus dan diridoi-Nya. Jakarta ,3 April 2012 Penyusun,

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sel darah merah atau lebih dikenal sebagai eritrosit memiliki fungsi utama untuk mengangkut hemoglobin, dan seterusnya membawa oksigen dari paru-paru menuju jaringan. Dalam praktikum ini akan dilakukan metode penghitungan sel darah merah ( eritrosit ) secara manual dengan menggunakan kamar hitung. Namun, hitung eraitrosit lebih sukar daripada hitung lekosit. Orang yang telah berpengalaman saja memiliki kesalahan yang cukup besar dalam menghitung eritrosit (rata-rata sekitar 20%), apalagi orang yang belum berpengalaman atau kerjanya kurang teliti. Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan yang isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. 2. Tujuan Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar praktikan mengetahui cara menghitung sel darah merah (eritrosit) dengan metode manual/ kamar hitung dan jumlah normal eritrosit pada manusia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sel darah merah ( eritrosit ) Sel darah merah atau lebih dikenal sebagai eritrosit memiliki fungsi utama untuk mengangkut hemoglobin, dan seterusnya membawa oksigen dari paru-paru menuju jaringan. Jika hemoglobin ini bebas dalam plasma, kurang lebih 3 persennya bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang jaringan atau melalui membran glomerolus pada ginjal terus masuk dalam saringan glomerolus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada dalam aliran darah, maka ia harus tetap berada dalam sel darah merah. Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah primitif yang berinti diproduksi dalam yolk sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi, hepar dianggap sebagai organ utama untuk memproduksi eritrosit, walaupun terdapat juga eritrosit dalam jumlah cukup banyak dalam limpa dan limfonodus. Lalu selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya diproduksi sumsum tulang. Pada sumsum tulang terdapat sel-sel yang disebut sel stem hemopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi. Sel pertama yang dapat dikenali dari rangkaian sel darah merah adalah proeritroblas. Kemudian setelah membelah beberapa kali, sel ini menjadi basofilik eritroblas pada saat ini sel mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada tahap selanjutnya hemoglobin menekan nukleus sehingga menjadi kecil, tetapi masih memiliki sedikit bahan basofilik, disebut retikulosit. Kemudian setelah bahan basofilik ini benarbenar hilang, maka terbentuklah eritrosit matur (Guyton&Hall Fisiologi Kedokteran Edisi9:529). Hemoglobin terdiri dari 4 rantai polpeptida globin yang berikatan secara non-kovalen, yang masing-masing mengandung sebuah grup heme (molekul yang mengandung Fe) dan sebuah oxygen binding site. Dua pasang rantai globin yg berbeda membtk struktur tetramerik dengan sebuah heme moiety di pusat (center). Molekul heme penting bagi RBC untuk menangkap O2 diparu-paru dan membawanya keseluruh tubuh. Protein Hb lengkap dapat membawa 4 molekul

O2 sekaligus. O2 yang berikatan dengan Hb memberi warna darah merah cerah. Konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah pada pria normal 4,6-6,2 juta/mm3, pada perempuan 4,2-5,4 juta/mm3, pada anak-anak 4,5-5,1 juta/mm3. Dan konsentrasi hemoglobin pada pria normal 13-18 g/dL, pada perempuan 12-16 g/dL, pada anak-anak 11,2-16,5 g/dL (Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29). Dalam keadaan normal, sel darah merah atau eritrosit mempunyai waktu hidup 120 hari didalam sirkulasi darah, Jika menjadi tua, sel darah merah akan mudah sekali hancur atau robek sewaktu sel ini melalui kapiler terutama sewaktu melalui limpa. penghancuran sel darah merah bisa dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti :genetik, kelainan membran, glikolisis, enzim, dan hemoglobinopati, sedangkan faktot ekstrinsik : gangguan sistem imun, keracunan obat, infeksi seperti akibat plasmodium. Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah I melebihpembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik. (Guyton&Hall Fisiologi Kedokteran Edisi 9 :61). Fungsi utama eritrosit adalah untuk pertukaran gas yang membawa oksigen dari paru menuju ke jaringan tubuh dan membawa karbondioksida (CO) dari jaringan tubuh ke paru. Eritrosit tidak mempunyai inti sel tetapi mengandung beberapa organel dalam sitoplasma. Sitoplasma dalam eritrosit berisi hemoglobin yang mengandung zat besi (Fe) sehingga dapat mengikat oksigen. Eritrosit berbentuk bikonkaf dan berdiameter 7-8 mikron. Bentuk bikonkaf tersebut menyebabkan eritrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewatipembuluh darah yang sangat kecil dengan baik. Bentuk eritrosit pada mikroskop biasanya tampak bulat berwarna merah dan dibagian tengahnya tampak lebih pucat, atau disebut (central pallor) diameter 1/3 dari keseluruhan diameter eritrosit. B. Kelainan Eritrosit Kelainan eritrosit dapat digolongkan menjadi : 1) Kelainan berdasarkan ukuran eritrosit Ukuran normal eritrosit antara 6,2 8,2 Nm (normosit) Kelainan berdasarkan ukuran: a) Makrosit Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 Nm terjadi karena pematangan inti eritrosit terganggu, dijumpai pada defisiensi vitamin B atau asam folat. Penyebab lainnya adalahkarena rangsangan eritropoietin yang berakibat meningkatkatnya sintesa hemoglobin dan meningkatkan pelepasan retikulosit kedalam sirkulasi darah. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin macrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia paska pendarahan. b) Mikrosit Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 Nm. Terjadinya karena menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria yang mempengaruhi unsure hem dalam molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik, dan pada anemia defisiensi besi. c) Anisositosis Pada kelainan ini tidak ditemukan suatu kelainan hematologic yang spesifik, keadaan ini ditandai

dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apusan darah tepi (bermacam-macam ukuran). Sel ini didapatkan pada anemia mikrositik yang ada bersamaan anemia makrositik seperti pada anemia gizi. 2) Kelainan berdasarkan berdasarkan bentuk eritrosit a) Ovalosit Eritrosit yang berbentuk lonjong . Evalosit memiliki sel dengan sumbu panjang kurang dari dua kali sumbu pendek. Evalosit ditemukan dengan kemungkinan bahwa pasien menderita kelainan yang diturunkan yang mempengaruhi sitoskelekton eritrosit misalnya ovalositosis herediter. b) Sferosit Sel yang berbentuk bulat atau mendekati bulat. Sferosit merupakan sel yang telah kehilangan sitosol yang setara. Karena kelainan dari sitoskelekton dan membrane eritrosit. c) Schistocyte Merupakan fragmen eritrosit berukuran kecil dan bentuknya tak teratur, berwarna lebih tua. Terjadi pada anemia hemolitik karena combusco reaksi penolakan pada transplantasi ginjal. d) Teardrop cells (dacroytes) Berbentuk seperti buah pir. Terjadi ketika ada fibrosis sumsum tulang atau diseritropoesis berat dan juga dibeberapa anemia hemolitik, anemia megaloblastik, thalasemia mayor, myelofibrosi idiopati karena metastatis karsinoma atau infiltrasi myelofibrosis sumsum tulang lainnya. e) Blister cells Eritrosit yang terdapat lepuhan satu atau lebih berupa vakuola yang mudah pecah, bila pecah sel tersebut bisa menjadi keratosit dan fragmentosit. Terjadi pada anemia hemolitik mikroangiopati. f) Acantocyte / Burr cells Eritrosit mempunyai tonjolan satu atau lebih pada membrane dinding sel kaku. Terdapat duriduri di permukaan membrane yang ukurannya bervariasi dan menyebabkan sensitif terhadap pengaruh dari dalam maupun luar sel. Terjadi pada sirosis hati yang disertai anemia hemolitik, hemangioma hati, hepatitis pada neonatal. g) Sickle cells (Drepanocytes) Eritrosit yang berbentuk sabit. Terjadi pada reaksi transfusi, sferositosis congenital, anemia sel sickle, anemia hemolitik. h) Stomatocyte Eritrosit bentuk central pallor seperti mulut. Tarjadi pada alkoholisme akut, sirosis alkoholik, defisiensi glutsthione, sferosis herediter, nukleosis infeksiosa, keganasan, thallasemia. i) Target cells Eritrosit yang bentuknya seperti tembak atau topi orang meksiko. Terjadi pada hemogfobinopati, anemia hemolitika, penyakit hati. 3) Kelainan berdasarkan warna eritrosit a) Hipokromia Penurunan warna eritrosit yaitu peningkatan diameter central pallor melebihi normal sehingga tampak lebih pucat. Terjadi pada anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik, thallasemia dan pada infeksi menahun. b) Hiperkromia Warna tampak lebih tua biasanya jarang digunakan untuk menggambarkan ADT. c) Anisokromasia

Adanya peningkatan variabillitas warna dari hipokrom dan normokrom. Anisokromasia umumnya menunjukkan adanya perubahan kondisi seperti kekurangan zat besi dan anemia penyakit kronis. d) Polikromasia Eritrosit berwarna merah muda sampai biru. Terjadi pada anemia hemolitik, dan hemopoeisis ekstrameduler. 4) Kelainan berdasarkan benda inklusi eritrosit a) Basophilic stipping Suatu granula berbentuk ramping / bulat, berwarna biru tua. Sel ini sulit ditemukan karena distribusinya jarang. b) Krista Bentuk batang lurus atau bengkok, mengandung pollimer rantai beta Hb A, dengan pewarnaan brilliant cresyl blue yang Nampak berwarna biru. c) Heinz bodies Benda inklusi berukuran 0,2 -22,0 Nm. Dapat dilihat dengan pewarnaan crystal violet / brillian cresyl blue. d) Howell-jouy bodies Bentuk bulat, berwarna biru tua atau ungu, jumlahnya satu atau dua mengandung DNA. Karena percepatan atau abnormalitas eritropoeisis. Terjadi pada anemia hemolitik, post operasi, atrofi lien. e) Pappenheimer bodies Berupa bintik, warna ungu dengan pewarnaan wright. Dijumpai pada hiposplenisme, anemia hemolitika. C. Menghitung eritrosiT Seperti hitung lekosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik). Metode manual hampir sama dengan hitung lekosit, yaitu menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih sukar daripada hitung lekosit. Orang yang telah berpengalaman saja memiliki kesalahan yang cukup besar dalam menghitung eritrosit (rata-rata sekitar 20%), apalagi orang yang belum berpengalaman atau kerjanya kurang teliti. Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan yang isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang biasa digunakan adalah : a) Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g, aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi. b) Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml. Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux. c) Natrium klorid 0.85 % Prosedur Darah diencerkan 100 x atau 200 x menggunakan pipet eritrosit atau tabung, kocok selama 3 menit supaya homogen. Larutan sampel kemudian dimasukkan/diteteskan ke dalam bilik hitung. Sel-sel eritrosit dihitung di bawah mikroskop dengan perbesaran sedang (40x). Cara menghitung sel eritrosit adalah : Letakkan bilik hitung di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (10x). Cari kotak penghitungan yang berada di tengah. Kotak tersebut terbagi dalam 25 kotak kecil dan

setiap kotak kecil terbagi menjadi menjadi 16 kotak kecil-kecil. Sel eritrosit dihitung dalam 5 kotak kecil, yaitu 4 kotak di sudut dan 1 kotak lagi di tengah. Jumlah eritrosit dihitung dengan rumus : Jumlah eritrosit = Dimana n : jumlah eritrosit yang dihitung; Fp : factor pengenceran ; Vb : volume bidang yang dihitung D. Nilai Rujukan a) Dewasa pria : 4.50 6.50 (x10^6/mmk) b) Dewasa wanita : 3.80 4.80 (x10^6/mmk) c) Bayi baru lahir : 4.30 6.30 (x10^6/mmk) d) Anak usia 1-3 tahun : 3.60 5.20 (x10^6/mmkl) e) Anak usia 4-5 tahun : 3.70 5.70 (x10^6/mmk) f) Anak usia 6-10 tahun : 3.80 5.80 (x10^6/mmk) E. Masalah Klinis a) Penurunan nilai : kehilangan darah (perdarahan), anemia, leukemia, infeksi kronis, mieloma multipel, cairan per intra vena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan b) Peningkatan nilai : polisitemia vera, hemokonsentrasi/dehidrasi, dataran tinggi, penyakit kardiovaskuler F. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan hasil laboratorium : a) Pengambilan sampel darah di daerah lengan yang terpasang jalur intra-vena menyebabkan hitung eritrosit rendah akibat hemodilusi b) Pengenceran tidak tepat c) Larutan pengencer tercemar darah atau lainnya d) Alat yang dipergunakan seperti pipet, bilik hitung dan kaca penutupnya kotor dan basah e) Penghitungan mikroskopik menggunakan perbesaran lemah (10x) BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan reagen : a) Objek glass b) Darah manusia c) Kapas alcohol 70 % d) Pipet thoma eritrosit e) Larutan heyem f) Kamar hitung improved neubauer g) Mikroskop B. Prosedur a) Darah dihisap dengan pipet leukosit sampai tanda 0.5. Kelebihan darah pada ujung pipet dibersihkan. b) Hisap reagen heyem sampai tanda 11 pada pipet ( pengenceran 20 x), lalu buat homogeny dengan mengocok pipet selama 3 menit. c) Kamar hitung yang sudah disiapkan diisi dengan darah +Turk d) Biarkan selama 3 menit lalu lihat di bawah mikroskop pembesaran 40X

e) Cari kotak penghitungan yang berada di tengah. Kotak tersebut terbagi dalam 25 kotak kecil dan setiap kotak kecil terbagi menjadi menjadi 16 kotak kecil-kecil. Sel eritrosit dihitung dalam 5 kotak kecil, yaitu 4 kotak di sudut dan 1 kotak lagi di tengah. Jumlah eritrosit dihitung dengan rumus : Jumlah eritrosit = f) Dimana n : jumlah eritrosit yang dihitung; Fp : factor pengenceran ; Vb : volume bidang yang dihitung. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Praktikum Dari praktikum menghitung jumlah eritrosit dengan metode manual didapatkan hasil sbb : NO Nama Mahasiswa Kadar eritrosit 1 Anis Syahidah 1.910.000 / ul darah 2 Fitri Silviani 5.020.000 / ul darah 3 Susi Susanti 3.780.000 / ul darah 4 Beni Irawan 1.080.000 / ul darah 5 Shinta Puspita 1.910.000 / ul darah B. PembahasaN Pada praktikum menghitung jumlah eritrosit ini digunakan metode Red Blood Cell Count dengan menggunakan kamar hitung, pipet eritrosit, dan mikroskop. Pada cara ini tekniknya agak rumit, waktu yang diperlukan lebih lama, dan kesalahan yang dicapai 10 %. Pada metode manual ini sel yang dihitung yaitu semua sel dalam 5 bidang yang terdiri dari 16 bidang kecil dan terletak pada bidang besar di tengah-tengah, sel yang menyinggung garis batas kiri dan atas, lalu lihat dengan perbesaran 40 x. Dari table data hasil praktikum dapat dilihat bahwa yang memiliki nilai eritrosit normal hanya Fitri Silviani, yaitu dengan jumlah eritrosi berada pada rentang jumlah eritrosit normalnya yaitu 4 juta- 5 juta/ ul darah. Sedangkan jumlah pada ketiga sample darah selanjutnya kurang dari jumlah normalnya. Hal tersebut dapat disebabkan karena ketiga orang tersebut mengalami anemia atau hidrasi berlebihan. Namun hal-hal tersebut terdapat juga factor- factor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium seperti pada pengambilan sampel darah di daerah tangan yang terpasang jalur intravena menyebabkan hitung eritrosit rendah, pengenceran yang tidak tepat, larutan pengencer tercemar darah / lainnya, alat yang digunakan seperti pipet, cover glass yang digunakan kotor/ basah, serta penghitungan mikroskopik yang kurang tepat. Sel darah merah atau lebih dikenal sebagai eritrosit memiliki fungsi utama untuk mengangkut hemoglobin, dan seterusnya membawa oksigen dari paru-paru menuju jaringan. Jika hemoglobin ini bebas dalam plasma, kurang lebih 3 persennya bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang jaringan atau melalui membran glomerolus pada ginjal terus masuk dalam saringan glomerolus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada dalam aliran darah, maka ia harus tetap berada dalam sel darah merah. Eritrosit secara umum terdiri dari hemoglobin sebuah metalloprotein kompleks yang mengandung gugus heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom besi akan tersambung secara temporer dengan molekul oksigen (O2) di tubuh. Oksigen dapat secara mudah berdifusi

lewat membran sel darah merah. Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan seperti CO2 dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Gambar eritrosit normal manusia Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan yang isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang biasa digunakan adalah : a) Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g, aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi. b) Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml. Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux. c) Natrium klorid 0.85 % Fungsi utama eritrosit adalah untuk pertukaran gas yang membawa oksigen dari paru menuju ke jaringan tubuh dan membawa karbondioksida (CO) dari jaringan tubuh ke paru. Eritrosit tidak mempunyai inti sel tetapi mengandung beberapa organel dalam sitoplasma. Sitoplasma dalam eritrosit berisi hemoglobin yang mengandung zat besi (Fe) sehingga dapat mengikat oksigen. BAB V KESIMPULAN 1) Dari praktikum menghitung sel darah merah ( eritrosit ) dapat disimpulkan bahwa dari kelima sampel eritrosit hanya 1 sample saja yang mempunyai jumlah eritrosit normal. Hal tersebut dapat dipengaruhi karena adanya kesalah pada saat praktikum, cara pengambilan darah, cara perhitungan hingga factor dari kondisi subjek yang diambil samplenya tersebut. 2) Jumlah eritrosit normal pada wanita adalah 4.0-5.0 juta / ul darah 3) Jumlah eritrosit normal pada laki- laki adalah 4.5-5.5 juta /ul darah. DAFTAR PUSTAKA 1. Dr. H. Sadikin,Mohamad. Biokimia Darah. 2001.Widya Medika. 2. Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson, Patofisiologi edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Darah merupakan suatu jaringan berbentuk cair yang beredar melalui jantung, arteri, dan vena yang berfungsi untuk memasukkan oksigen dan bahan makanan keseluruhan tubuh serta

mengambil karbondioksida dan metabolik dari jaringan. Dalam tubuh yang sehat, 60% dari berat badan manusia adalah air.

Cairan tubuh merupakan faktor penting dalam berbagai proses fisiologis didalam tubuh. Untuk menjaga agar cairan tubuh relative konstan dan komposisinya stabil merupakan hal penting. Dalam system pengaturan yang mempertahankan kekonstanan cairan tubuh diperlukan adanya pengaturan volume cairan tubuh, cairan ekstraseluler, pengaturan keseimbangan sam basa dan control pertukaran antara kompartemen cairan ekstraseluler dan intraseluler. Di dalam darah biasa terjadi hemolisa dan krenasi yang mana hemolisa terjadi disebabkan karena cairan yang bersifat hipotonik sedangkan krenasi terjadi karena cairan yang bersifat hipertonik.

Darah merupakan cairan ekstrasel yang mensuplay sel-sel dengan nutrisi dan zat-zat lain yang diperlukan untuk fungsi selular, tetapi sebelum digunakan zat-zat ini harus ditransfort melalui membran sel dengan dua proses utama yaitu difusi dan osmosis serta transfort aktif. Dinding sel eritrosit sangat permeabel terhadap sifat apapun Oleh karena itu untuk dapat mengetahui lebih lanjut mengenai darah dan cairan yang kompartemen dalam darah. Hal inilah yang melatarbelakangi praktikum mengenai Darah II dan Darah V ini dilakukan.

Tujuan dan Kegunaan

A. Hemolisa dan Krenasi

Tujuan dari praktikum Hemolisa dan Krenasi adalah untuk melihat pengaruh larutan hipotonis, hipertonis, dan isotonis terhadap terjadinya hemolisa dan krenasi.

Kegunaan dari praktikum Hemolisa dan Krenasi adalah agar kita dapat mengetahui larutan hipotonis, hipertonis, dan isotonis terhadap terjadinya hemolisa dan krenasi

B. Tekanan Osmotik Eritrosit

Tujuan dari praktikum Tekanan Osmotik Eritrosit adalah untuk melihat dan mengamati pengaruh kadar NaCl terhadap tekanan osmotik sel darah dan perubahan yang terjadi.

Kegunaan dari praktikum Tekanan Osmotik Eritrosit adalah agar kita dapat mengetahui perubahan yang terjadi dalam sel darah dengan pemberian kadar NaCl yang berbeda.

C. Berat Jenis Darah

Tujuan dari praktikum Berat Jenis Darah adalah untuk mengetahui cara menentukan berat jenis darah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Kegunaan dari praktikum Berat Jenis Darah adalah agar kita dapat mengetahui perubahan yang terjadi dalam sel darah dengan pemberian kadar NaCl yang berbeda.

D. Golongan Darah

Tujuan dari praktikum Golongan Darah adalah untuk mengetahui jenis golongan darah seseorang berdasarkan ada tidaknya aglutinasi.

Kegunaan dari praktikum Golongan Darah adalah agar mengetahui proses penentuan golongan darah pada manusia berdasarkan sisten ABO.

E. Tekanan Darah

Tujuan dari praktikum Tekanan Darah adalah untuk mengetahui tekanan dari darah tehadap dinding pembuluh darah.

Kegunaan dari praktikum Tekanan Darah adalah agar mengetahui tekanan darah tehadap dinding pembuluh darah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemolisa Darah dan Krenasi

Hemolisa adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin besar di dalam medium dapat bebas dan berada di sekelilingnya. Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke dalam aliran darah. Penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan akan menyebabkan rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dan lain-lain. Apabila medium disekitar wajah atau permukaan eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl), maka medium tersebut akan masuk kedalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermeabel dan dapat berakibat sel eritrosit mengembang. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel itu akan pecah dan akibatnya hemoglobin akan bebas melalui sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit akan menuju keluar eritrosit, akibatnya eritrosit akan keriput atau krenasi. Keriput ini dapat dikembalikkan dengan cara menambahkan cairan isotonis (Anonima, 2009). Bila sel dimasukkan kedalam suatu larutan tanpa menyebabkan sel membengkak atau mengkerut disebut larutan isotonis, oleh karena tidak terjadi perubahan osmosis, yang terjadi hanyalah meningkatnya volume cairan ekstrasel. Larutan NaCl 0,9% atau dextrose 5% merupakan contoh larutan isotonis. Larutan isotonis mempunyai arti klinik yang penting karena dapat diinfuskan kedalam darah tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan osmosis antara cairan ekstrasel dan intrasel ( Siregar, 1995).

Larutan yang bila sel dimasukkan kedalamnya akan menyebabkan sel menjadi bengkak disebut larutan hipotonis, oleh karena osmolaritas cairan ekstrasel akan berkurang, dan cairan ekstrasel akan masuk kedalam sel. Larutan NaCl yang konsentrasinya kurang dari 0,9% disebut larutan hipotonis (Yusuf, 1995). Larutan hipertonis merupakan larutan yang bila sel dimasukkan kedalamnya akan menyebabkan sel menjadi mengkerut oleh karena osmolalitas cairan ekstrasel akan meningkat dan menyebabkan osmosis air keluar dari sel menuju ke cairan ekstrasel. Larutan NaCl yang konsentrasinya lebih dari 0,9% merupakan larutan hipertonis (Gani, 1995). Berbagai jenis cairan didalam klinik sering diberikan secara intravena untuk memenuhi kebutuhan nutrisi penderita yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi penderita yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara oral. Yang sering digunakan dalah larutan glukose dan asam amino. Bila larutan ini diberikan, konsentrasi dari bahan-bahan yang aktif secara osmotic akan diusahakan untuk mendekati isotonis, tau diberikan secara perlahan-lahan sehingga tidak terganggu keseimbangan osmotic cairan tubuh. Namun, setelah glukose atau asam amino dimetabolisme akan terjadi kelebihan air. Dalam hal ini, ginjal akan mengekskresi kelebihan air tersebut dalam bentuk urine yang encer (Anonima, 2009). Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik karena kehilangan air melalui osmosis. Secara etimologi krenasi berasal dari bahasa yunani yakni Crenatus. Krenasi terjadi karena lingkungan hipertonik (sel memiliki larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan larutan disekitar luar sel. Osmosis menyebabkan pergerakan air keluar dari sel yang dapat menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya, sebagai akibat sel mengecil atau mengkerut (Anonima, 2009). Pada manusia yang sehat derajat hemolisa darahnya dapat disebabkan oleh kinain pada konsentrasi 10-9m dengan level darah 5 x 10-5. Hal ini mungkin juga berlaku bagi darah penderita malaria. Pada konsentrasi 10-6 metabolik kinin menimbulkan derajat hemolisis yang lebih tinggi daripada kinin dengan konsentrasi 10-2 (Anonima, 2009). Krenasi adalah proses pengkerutan sel darah akibat adanya larutan hipotonis dan hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang menyebabkan adanya

pergerakan air dalam sel sehingga ukuran sel menjadi berkurang atau mengecil. Proses yang sama juga terjadi pada tumbuhan yaitu plasmolisis dimana sel tumbuhan juga mengecil karena dimasukkan dalam larutan hipertonik. Krenasi ini dapat dikembalikkan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (Watson, 2002). Hemolisis adalah pemecahan sel-sel darah sedemikian rupa sehingga terlepas dalam plasma. Hal ini disebabkan oleh toksis bakteri, bias ular, dan parasit darah serta zat-zat lainnya. Hemoglobin yang berada didalam plasma memberikan warna merah dan keadaan tersebut dinamakan hemoglobinemia. Apabila hemoglobin dieksresikan di dalam urine, keadaan ini disebut hemoglobinuria (Frandson, 1999). Penghancuran sel-sel darah merah terjadi setelah mengalami tiga sampai empat bulan. Sel-sel darah merah mengalami disintegrasi, melepaskan Hb ke dalam darah dan debris sel yang rusak itu disisihkan dari sirkulasi oleh system makrofag yang terdiri dari sel-sel khusus di dalam hati, limpa, sum-sum tulang dan nod limfa. Sel-sel makrofag ini melakukan fagositosis debris. Fragmennya dicerna dan dilepaskan ke dalam darah. Unsur protein globin dari hemoglobin mengalami degradasi menjadi asam amino (Watson, 2002). B. Pengertian Osmosis, Difusi dan Transpor Aktif

Osmosis terjadi bila pada suatu substansi dengan molekul-molekul besar seperti gula dibuat menjadi suatu larutan dan dipisahkan dari suatu larutan gula yang lebih lemah oleh membrane semipermeabel, hanya air yang akan bias melalui membran, dari larutan lemah ke larutan kuat, sebab melokul-molekul itu terlalu besar untuk melaluinya, maka pergerakan tersebut dinamakan dengan osmosis (Watson, 2002). Osmosis adalah perpindahan air melalui membrane permeabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Membran semipermeabel harus dapat ditembus oleh pelarut, tetapi tidak untuk zat terlarut, yang sering mengakibatkan gradien tekanan sepanjang membrane. Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tetapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dari konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya

pelarut melalui membrane permeabel selektif dan masuk ke larutan yang dengan konsentrasi yang lebih pekat dibandingkan dengan tekanan turgor (Anonimf, 2008). Bila suatu membran yang terletak diantara dua ruangan yang berisi cairan bersifat permeabel terhadap air tetapi tidak terhadap bahan-bahan tertentu, maka membrane itu disebut bersifat semipermeabel atau selectively permeable. Bila koansentasi bahan tersebut lebih besar pada salah satu sisi membran dibandingkan sisi lainnya, maka air akan melewati membran menuju ke sisi yang mempunyai knsentrasi yang lebih besar. Keadaan ini disebut osmosis. Unit yang paling sering dipakai untuk menilai aktifinitas osmotic adalah mOsm/L yang mengukur konsentrasi partikel yang dihasilkan oleh disosiasi 1 mmol substansi, misalnya, NaCl berdisosiasi menjadi Na+ dan Cl- ; jadi 1 mmol NaCl akan menimbulkan tekanan osmotik 2 mOsm/L (Yususf, 1995). Osmosis terjadi oleh karena pergerakan kinetic dari tiap partikel dari Ion atau molekul pada larutan pada kedua sisi dari membrane. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila suhu pada kedua sisi dari membran adalah sama, partikel pada kedua sisi membran akan mempunyai energi untuk pergerakan kinetik yang sama. Namun, oleh karena partikel bahan-bahan yang tidak permeabel pada kedua larutan menggantikan molekul air. akibatnya, potensi kimia air akan berkurang sesuai dengan konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabel tersebut (Siregar, 1995). Pada daerah dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak larut itu rendah, maka potensi kimia air akan lebih besar dibandingkan pada daerah dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabel lebih tinggi. Akibatnya air akan berdifusi dari tempat dimana konsentrasi bahanbahan yang tidak permeabel lebih rendah ke sisi dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabelnya lebih tinggi. Na+ merupakan ion utama yang mempengaruhi osmolaritas cairan ekstrasel dan berfungsi mengikat air agar tetap berada diluar sel. Sebaliknya, K+ merupakan ion utama yang mempengaruhi osmolalitas dan berfungsi menahan air agar tetap didalam sel (Anonimc, 2009). Osmosis adalah gerakan molekul pelarut (air) melalui membran (yang hanya permeabel untuk air, tatapi tidak untuk zat terlarut) kearah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat. Molekul-molekul pelarut yang lebih encer cenderung bergerak kearah daerah yang

mempunyai kadar zat terlarut lebih tinggi. Tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perpindahan pelarut disebut tekanan osmosis dari sebuah pelarut (Sonjaya 2005). Tekanan osmotic adalah adanya daya dorongan air yangdihasilkan partikel-partikel zat terlarut di dalam. Molekul-molekul pelarut bergerak melalui membran ke arah pelarut yang lebih pekat atau lebih kental dan tidak merembes melalui membrane. Kecenderungan kentalnya pelarut yang bergerak ke daerah yang mempunyai kadar pelarut yang lebih tinggi (Syaifuddin, 2002). Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini tergantung pada konsentrasi zat terlarut dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri. Osmosis terbalik adalah sebuah istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis merupakan sebuah fenomena alam dalam sel hidup dimana molekul solvent akan mengalir dari daerah solute rendah ke daerah solute tinggi melalui membran sel atau membran apapun yag memiliki struktur yang mirip atau bagian dari membrane sel. Gerakan dari solvent berlanjut sampai pada sebuah konsentrasi yang seimbang tercapai pada kedua sisi membran (Anonimc, 2008). Reverse osmosis adalah sebuah proses pemaksaan sebuah solvent dari sebuah solvent dari sebuah daerah konsentrasi solute tinggi melalui sebuah membran ke daerah solute rendah dengan menggunakan sebuah tekanan osmotic. Reverse osmosis merupakan solute dari satu sisi yang menangkap sebuah solute melalui filter dan membiarkan pendapat solvent murni dari sisi sifatnya (Anonimf, 2009). Bila ditambahkan suatu tekanan pada larutan NaCl (yang arahnya menuju ke larutan air), maka osmosis air kedalam larutan NaCl ini akan menjadi lambat, berhenti atau malahan berbalik ke sisi yang lain. Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan proses osmosis itu disebut tekanan osmosis. Suatu membrane yang bersifat permeabel selektif memisahkan dua kolom cairan, dimana kolom yang satu mengandung air dan yang lain mengandung larutan air dan bahan (solut) yang tidak dapat menembus membran (Anonimf, 2009). Volume setiap kompartemen bukan hanya ditentukan oleh jumlah air yang ada pada membrane dan melewati membran. Tetapi terutama ditentuksn oleh komposisi kimiawinya yang saling terkait. Setiap kompartemen cairan memiliki suatu zat terlarut utama sebagian besar terikat dalam kompartemen itu. Dengan tekanan osmotic, kompartemen itu mengatur volume kalium

untuk interseluler, natrium untuk ruang ekstraseluler. Tekanan osmotic tidak tergantung pada kegiatan kimiawi khusus, melainkan tergantung pada jumlah partikel-partikel yang ada di dalam suatu larutan atau kompartemen tertentu (Mikrajuddin, 2002). Distribusi volume cairan antara plasma dan cairan interstitial, terdapat perbedaan tekanan sebesar 20 mmHg antara plasma dan cairan interstial yang menyebabkan tekanan hidrostatik kapiler lebih tinggi dibandingkan di dalam ruang interstitial. Hal ini menyebabkan kapiler cenderum mendorong cairan melalui porus yang terdapat pada dinding kapiler keluar ke ruang interstitial. Sebaliknya, tekanan osmotik yang disebabkan oleh protein plasma yang disebut tekanan koloid osmotic plasma atau tekanan onkotik cenderum mendorong cairan bergerak secara osmosis dari ruang interstitial ke plasma; sehingga mencegah hilangnya cairan plasma ke ruang interstitial. Selain tekanan kapiler yang mendorong cairan keluar melalui membran kapiler bila tekanannya positif, tetapi akan mendorong keluar bila tekanan negative. Bila tekanan koloid osmotik plasma cenderum menyebabkan osmosis cairan keluar melalui membran. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekuatan yang cenderum mendorong cairan keluar dari kapiler menuju ruang interstitial adalah; tekanan kapiler, kapiler cairan interstitial yang negative dan tekanan koloid cairan interstitial. Sedangkan yang cenderum mendorong cairan masuk ke dalam plasma adalah tekanan koloid osmotic plasma dan tekanan cairan interstitial yang positif (Anonimc, 2008). Keseimbangan osmotik merupakan kekuatan besar untuk memindahkan air agar dapat melintasi membrane sel. Jika cairan interseluler dan ekstraseluler tidak berada dalam keseimbangan osmotik sebagai kekuatan besar ini, maka peruabhan yang relative besar pada konsentrasi zat terlarut impermeabel dalam cairan ekstraseluler dapat menyebabkan perubahan luar biasa dalam volume sel (Watson, 2002). Keseimbangan osmotic cairan ekstrasel dan intrasel. Bila tekanan osmotic pada salah satu sisi membrane sel meningkat, misalnya dengan memasukkan sel kedalam air, maka pada ke dua sisi membran tidak terjadi keseimbangan osmotik. Bila sel dimasukkan kedalam larutan yang mempunyai osmolalitas yang jauh lebih rendah dibandingkan osmolaritas cairan intrasel, maka segera akan terjadi osmosis air kedalam sel, sehingga sel akan membengkak dan cairan intrasel akan mengalami pengenceran sampai osmolalitasnya sama dengan cairan diluar sel dan proses osmosis akan berhenti. Sebaliknya bila sel dimasukkan kedalam larutan yang mempunyai

osmolalitas yang jauh lebih tinggi cairan intrasel. Maka air keluar dari sel melalui proses osmosis, memekatkan cairan intrasel dan mengencerkan sel akan mengkerut, sampai konsentrasi intrasel dan ekstrasel menjadi seimbang (Yusuf, 1995). Perpindahan air melalui membran dengan proses osmosis dapat terjadi dengan begitu cepat sehingga setiap gangguan keseimbangan osmosis antara kedua kompartemen cairan tubuh di setiap jaringan akan segera dikoreksi dalam beberapa detik atau menit. Namun pada seluruh tubuh kecepatan osmosis tidak berlangsung sedemikian rupa cepatnya oleh karena cairan yang masuk kedalam tubuh harus melalui saluran pencernaan, selanjutnya di transfor oleh osmosis berlangsung. Pada orang normal dibutuhkan waktu sampai 30 menit untuk tercapainya keseimbangan osmotis diseluruh tubuh setelah minum air (Anonimc, 2008). Tekanan osmosis efektif sebuah larutan dibebankan kepada plasma dinyatakan sebagai tonisitas, Jika sel darah merah ditempatkan dalam cairan yang mempunyai tekanan osmotik sama maka membengkak tidak akan terjadi kelebian air yang masuk dan keluar dan sel tidak membengkak atau larutan demikian disebut isotonic terhadap cairan intraseluler sel, jika larutan selulernya mempunyai tekanan lebih besar disebutg hipertonik terhadap sel sebaliknnya jika larutan selulernya mempunyai tekanan lebih kecil disebut hipotonik (Sonjaya, 2005). Selain keseimbangan kuantitas air didalam tubuh, cairan tubuh harus memiliki komposisi yang benar, misalnya cairan tubuh harus mengandung keseimbangan elektrolit yang benar. Elektrolit ini adalah partikel kecil yang dipecah dari molekul berbagai garam yang larut dalam air. Elektrolit disebut ion. Elekteolit membawa muatan elektrik dan terdiri dari dua tipe:partikel bermuatan negatif (anion) dan partikel bermuatan positif (kation). Jumlah ion total ion bermuatan negative harus seimbang dengan jumlah total ion bermuatan positif. Keseimbangan asam basa cairan tubuh mempengaruhi pH-nya. Dalam kondisi normal, cairan tubuh sedikit alkali dan bervariasi sengat sedikit selama hidup karena reaksi ini harus tepat untuk kerja berbagai enzim yang mengontrol aktivityas sel (Watson, 2002) Istilah difusi juga digunakan untuk mendeskrepsikan pergerakan molekul-molekul kecil asam basa dan garam melalui membran semipermeabel. Suatu membran dikatakan bersifat permeabel bila air dan molekul kecil dalam larutan dapat melewatinya, tetapi molekul-molekul

besar tidak. Apabila larutan garam dipisahkan dari larutan lemah oleh membran semipermeabel, molekul garam akan menembus membran. Dari larutan yang kuat ke larutan yang lemah hingga kekuatan kedua larutan tersebut sama (Mikrajuddin, 2006). Gerakan-gerakan darah (molekul ion) cenderum mengisi seluruh ruangan yang tersedia. Darah yang terlarut dalam larutan selalu berada dalam gangguan yang acak-acakan ditempat dimana darah padat itu banyak mengalami tubrukan, menyebar dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah sama pada seluruh larutan (Watson, 2002). Difusi adalah pergerakan molekul secara random (acak) dari suatu bahan, molekul demi molekul baik melalui ruang intermolekuler pada membrane maupun dalam kombinasi dengan protein carrier. Energi yang menyebabkan difusi adalah energi dari gerakan kinetic dari suatu bahan. Seluruh molekul ion-ion yang terdapat dalam cairan tubuh termasuk molekul air dan bahan-bahan yang terlarut berada dalam keadaan bergerak secara konstan dan setiap partikel bergerak dalam arahnya sendiri terpisah dari yang lain. Gerakan ini menimbulkan panas dan semakin besar gerakan, semakin tinggi temperature dan gerakan ini tidak pernah berhenti dalam keadaan apapun, kecuali pada temperatur nol absolut (Anonim, 2009). Difusi adalah proses dimana gas atau molekul dalam suatu larutan bergerak secara tidak teratur dan secara terus menerus dan mengisi ruang volume dari suatu ruang yang ada. Dalam tubuh difusi tidak hanya terjadi dalam ruangan cair, tetapi terjadi dalam satu ruangan diantara kamar-kamar atau ruangan lainnya terdapat permeabel untuk zat yang berdifusi. Kecepatan difusi melalui tawar lebih lambat daripada kecepatan difusi dalam air. Semua molekul dan ion dalam cairan tubuh, termasuk molekul air dan zat pelarut berada dalam gerakan partkel bergerak sesuai dengan cairannya sendiri. Gerakan ini disebut panas, semakin besar pergerakan maka semakin tinggi suhunya. Air walaupun merupakan molekul yang tidak larut dalam lemak mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk berdifusi melalui membran sel. Misalnya jumlah air melalui membrane sel. Misalnya jumlah air total berdifusi melalui membran sel darah merah dalam setiap detik adalah kira-kira 100 kali lebih besar daripada volume sel darah merah itu sendiri. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh molekul air yang kecil dan energi kinetiknya yang cukup besar sehingga dengan mudah dapat melalui membran sel, sebelum sifat hidrofobik dari membran dapat menghentikan proses difusi tersebut (Syaifuddin, 2002).

Difusi didefinisikan sebagai gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah lain dengan rendah yang disebabkan oleh energi kinetik molekul-molekul tersebut. Laju difusi ada;lah fungsi dari perbedaan konsentrasi, ukuran molekul dan suhu, contohnya sedikit gula ditaruh dalam segelas air maka gula itu akan larut dalam molekul tersebut berdifusi serta tersebar merata dalam cairan. Difusi ion juga dipengaruhi oleh muatan listriknya. Bila terdapat perbedaan potensial antara dua daerah positif akan bergerak menuju gradient listrik menuju daerah yang bermuatan lebih negativ maka ion-ion yang bermuatan negatif bergerak dengan arah yang berlawanan (Sonjaya, 2005). Difusi melalui membran sel dapat terjadi melalui difusi sederhana dan difusi dipermudah. Difusi sederhana merupakan gerakan kinetic molekuler dari molekul atau ion terjadi melalui celah membran atau ruang intermolekuler tanpa perlu berikatan dengan protein pembawa dalam membran. Kecepatan berdifudi ditentukan oleh jumlah zat yang tersedia dalam kecepatan gerakan kinetic dan jumlah membran sel yang dapat dilalui oleh molekul dimana ion dapat lolos. Hal ini dapat terjadi melalui celah pada lapisan lipid dan saluran licin pada beberapa protein transfor. Difusi yang dipermudah merupakan difusi yang membutuhkan interaksi antara molekul maupun ion dengan protein pembawa. Protein pembawa membantu melewatnya molekul dan ion melalui membrane dan melalui ikatan kimia sehingga molekul atau ion dapat masuk melalui membran (Watson, 2002). Pada difusi sederhana, molekul akan bergerak melalui lipid bilayer dari membran tanpa membutuhkan energi atau bantuan dari suatu carrier. Langkah pertama dari proses difusi adalah pergerakan dari molekul dari luar sel memasuki daerah hidrofobik dari lipid bilayer. Kecepatan pada suatu difusi mengikuti hokum Ficks yaitu bahwa kecepatan difusi berbanding langsung dengan perrbedaan konsentrasi, luas permukaan serta permeabilitas, dan berbanding terbalik dengan ketebalan membran. Namun hokum Fick in dapat diterapkan pada molekul yang mempunyai mutan, karena difusi darimolekul yang mempunyai muatan listrik tidak saja ditentukan oleh perbedaan konsentrasi, tetapi juga oleh potensial listrik yang timbul sepanjang membran sel (Yusuf 1995). Difusi dari bahan-bahan yang larut dalam lemak ditentukan oleh kelarutan bahan tersebut didalam lema (lipid solubility). Misalnya, oksigen, nitrogen, karbondioksida dan

alkoholmempunyai kelarutan yang tinggi dalam lemak, sehingga dapat dengan mudah berdifusi melalui membran sel. Bahan-bahan yang tidak larut dalam lemak lainnya, hanya dapat berdifusi melalui membran sel bila struktur molekulnya cukup kecil untuk melalui membran sel akan menurun dengan cepat. Miasalnya diameter dari molekul urea hanya 20% lebih besar dari pada molekul air. Tetapi penetrasinya melalui membran sel adalah kira-kira 1000 kali lebih kecil dari pada air. Molekul glukosa yang mempunyai diameter 3 kali lebih besar dari pada molekul air, kecepatan penetrasinya melalui membrane sel adalah 100.000 kali lebih kecil dari pada air (Anonimc, 2009). Beberapa ion walaupun ukurannya cukup kecil, sangat sulit melalui membran sel. Hal ini disebabkan oleh karena : 1. Adanya muatan listrik dari ion-ion tersebut akan menarik ion hydrogen, sehingga membentuk apa yang disebut hydrate ion. Keadaan ini akan menyebabkan ukuran ion menjadi lebih besar dan sulit melalui membrane sel. 2. Permukaan membran mempunyai muaatan negatif, hal ini dapat menyebabkan membran akan menolak ion-ion yang bermuatan sama pada saat akan masuk melalui membrane sel (Siregar, 2005). Difusi fasilitas disebut juga sebagai carrier-mediated diffusion, berbeda dengan difusi sederhana dalam dua hal : 1. Difusi fasilitas terjadi melalui carrier yang spesifik untuk suatu bahan tertentu. 2. Difusi fasilitas mempunyai kecepatan transfort maksimal (Vmax) (Anonimg,2009). Kecepatan difusi melalui suatu channel yang terbuka meningkat sesuai dengan konsentrasi bahan yang berdifusi. Pada facilitated diffusion, kecepatan difusi akan mencapai suatu batas maksimal (disebut Vmax) jika konsentrasi bahan tersebut terus ditingkatkan.

Sedangkan pada simple diffusion peningkatan konsentrasi bahan akan diikuti dengan meningkatnya kecepatan difusi tanpa adanya suatu limitasi. Perbedaan antara simple diffusion dan facilitated diffusion (Yusuf 1995). Difusi melalui saluran protein merupakan suatu jalan pintas menembus sela-sela molekul protein. Zat yang dapat berdifusi dengan cara sederhana langsung melalui membran saluran ini dari satu sisi membran ke sisi membrane lainnya. Saluran ini dibedakan oleh dua sifat khas yaitu permeabilitas selektif adalah melakukan transfort satu atau lebih ion yang spesifik, diameter, bentuk dan jenis muatan listriknya di sepanjang muatan dalam mempunyai muatan negatif. Sebaliknya, terdapat serangkaian saluran protein lain yang bersifat selektif untuk mentransfort kalsium yang tidak mengandung muatan negative yang mempunyai daya tarik yang kuat untuk menarik ion-ion agar masuk dalam saluran. Gerbang saluran protein berguna untuk mengatur permeabilitas. Saluran gerbang ini mempunyai perluasan mirip gerbang pada molekul transfor yang dapat menutupi dan membuka saluran dengan cara mengubah bentuk molekul protein itu sendiri. Pada saluran natrium pembukaan dan penutupan terjadi di luar sel (Syaifuddin, 2002). Berbagai molekul maupun ion dapat melakukan difusi melalui lipid bilayer dari membran atau melalui ion channel. Walaupun demikian harus dimengerti bahwa bahan-bahan yang berdifusi menuju ke suatu arah tertentu dapat pula berdifusi menuju ke suatu arah tertentu dapat pula berdifusi kearah yang berlawanan. Yang penting bukanlah jumlah total bahan yang berdifusi dalam kedua arah tersebut, tetapi perbedaan antara keduanya, yaitu the net rate of diffusion dalam suatu arah. Inilah yang dimaksud dengan kecepatan difusi (Anonimc, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi dari suatu bahan, yaitu : 1. Permeabilitas dari membran sel 2. Perbedaan konsentrasi dari molekul atau ion yang akan berdifusi 3. Perbedaan tekanan pada kedua sisi membrane 4. Perbedaan potensial listrik pada kedua sisi membran 5. Luas permukaan membrane (Anonimc, 2009).

Permeabilitas membran untuk suatu bahan tertentu dinyatakan sebagai kecepatan difusi dari bahan tersebut melalui setiap unit area dari membrane untuk setiap unit perbedaan konsentrasi(jika tidak ada perbedaan muatan listrik atau perbedaan tekanan pada kedua sisi membran). Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan difusi adalah luas atau area dari membran. Oleh sebab itu, untuk melakukan permeabilitas yotal dari suatu membran sel maka kita harus mengalihkan permeabilitas membran (per unit area) dengan luas membrane total (total area). Permeabilitas ini disebut sebagai koefisien difusi (Anonimc, 2009). Perbedaan koefisien dimana suatu membran sel dengan suatu bahan konsentrasi tinggi pada bagian luar dan konsentrasi rendah pada bagian dalam sel. Kecepatan bahan tersebut berdifusi ke dalam sel adalah sesuai dengan kadar molekul pada bagian luar sel. Oleh sebab kadar ini menentukan berapa banyak molekul yang menabrak bagian luar dari channel setiap detik. Sedangkan kecepatan bahan tersebut berdifusi keluar adalah tergantung pada kadarnya di bagian dalam membran sel. Perbedaan tekanan antara dua sisi dari membrane sel. Miasalnya pada membran kapiler terdapat perbedaan tekanan yaitu tekanan pada bagian dalam membran kira-kira 20 mmHg lebih besar dari pada tekanan luar. Perbedaan tekanan ini menyebabkan gerakan molekul dari sisi dengan tekanan yang lebih tinggi menuju ke sisi dengan tekanan yang lebih rendah (Anonimc, 2009). Walaupun tidak terdapat perbedaan konsentrasi suatu bahan antara bagian dalam dan bagian luar dari suatu membran, ion-ion dapat bergerak melalui membran oleh karena pengaruh muatan listriknya. Misalnya saja pada net diffusion dari molekul dan ion-ion membrane sel, dimana konsentrasi ion negatif adalah sama pada kedua sisi membran. Jika diberikan muatan positif pada sisi kanan dan muatan negatif pada sisi kiri, maka terjadilah gradient listrik melalui membran. Muatan positif akan menarik ion-ion negatip, sedang muatan negatip akan menolaknya. Akibatnya terjadilah net difusi dari sisi kiri ke sisi kanan. Setelah beberapa waktu maka sejumlah besar ion negatip telah berpindah ke sisi kanan (Anonimc, 2009). Transpor aktif merupakan pergerakan atau perpindahan molekul-molekul zat melewati membran dengan menggunakan energi. Kita telah mengetahui bahwa sumber energi untuk difusi

adalah energi kinetic dari molekul-molekul dan ion-ion. sementara itu, sumber energi untuk transport aktif adalah energi metabolik yangdihasilkan oleh sel (akan disimpan sebagai ATP). Dengan energi tersebut, transpor aktif mampu menggerakan molekul-molekul untuk melawan perbedaan konsentrasi dari molekul yang rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi. Energi metabolik itu diperoleh dari makanan dengan cara respirasi saluran seluler sehingga sel-sel yang terlibat dalam proses transfor aktif memiliki banyak mitokondria (Pujiyanto, 2004). Transpor aktif merupakan kebalikan dari transfor pas pasif dan bersifat spontan. Arah perpindahan dari transport ini melawan gradient konsentrasi. Transfor aktif membutuhkan bantuan dari beberapa protein. Contoh protein yang terlibat dari transfor aktif ialah channel protein dan carrier protein serta ionophores. ATP driven pump merupakan siklus transpor Na+/K+ ATPase. Light driven umumnya ditemukan pada sel bakteri. Mekanisme ini membutuhkan energi cahaya dan contohnya terjadi pada bakteriordopsin. Pompa Na dan K ini melakukan fungsinya dengan memompa keluar 3 ion Na dan memompa 2 ion K kedalam sel. Energi yang digenakan secara langsung berasal dari pemecahan ATP dengan proses hidrolisis. Protein tersebut berfungsi dalam melakukan transfor aktif (Anonime, 2009). Transfor aktif meruapakan transfor zat yang sangat memerlukan energi untuk itu. Energi ysng diperlukan berupa ATP. Transpor ini terjadi melalui protein integral dan melibatkan tiga protein pembawa unipor, transport substansi pada satu arah, simpor, transport dua substansi berbeda pula dengan satu arah, antipor, transport dua substansi berbeda dengan arah yang berlawanan (Anonime, 2009). Difusi, filtrasi dan osmosis adalah semua proses pasif dalam pengertian proses tersebut tidak membutuhkan suplai energi. Molekul-molekul yang terlibat bergerak menurut perbedaan konsentrasi atau perbedaan elektrik. Sebagai contoh difusi, molekul bergerak dari kosentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah, karena tidak dibutuhkan energi. Sebaliknya apabila molekul bergerak dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi akan membutuhkan energi, proses ini disebut transfor aktif. Transfor aktif dilakukan oleh pompa protein dalam membran sel dan energi biasanya disuplai oleh metabolisme sel melalui ATP. Diantara berbagai zat yang melakukan transfor aktif adalah ion-ion Natrium, kalium, kalsium, clorida,jod, beberapa gula dan sebagian besar asam-asam amino (Sonjaya, 2005).

Beberapa ion penting harus terus menerus dipertahankan konsentrasinya dalam jumlah tertentu diluar atau didalam sel. Misalnya, konsentrasiion Na+ dicairan ekstrasel harus dipertahankan tetap dalam jumlah yang kecil. Sebaliknya, ion K+, harus dipertahankan dalam jumlah yang besar pada cairan intrasel, dan harus dipertahankan dalam jumlah kecil pada cairan ekstrasel. Dengan demikian, maka kedua tidak dapat ditransfor secara pasif, karena transfor pasif akan menyebabkan terjadinya keseimbangan konsentrasi kedua ion tersebut dalam dan diluar sel. Oleh sebab itu, kedua ion tersebut harus ditransfor melawan perbedaan konsentrasi yang ada diantara kedua sisi membran sel. Oleh sebab itu, kedua ion tersebut harus ditransfor melawan perbedaan konsentrasi yang ada diantara kedua sisi membran sel. Transfor dengan cara ini disebut transfor aktif. Untuk melakukan transfor melawan perbedaan konsentrasi yang ada, maka diperlukan energi (Anonimc, 2009). Transfor aktif dibagi menjadi dua tipe yaitu berdasarkan sumber energi yang digunakan untuk transfor aktif yaitu: transfor aktif primer dan transfor aktif sekunder. Yang pertama, energi berasal langsung dari pemecahan Adenosin Tri Fosfat (ATP) atau senyawa lain kaya energi posfat. Transfor aktif sekunder, energinya berasal berasal tidak langsung dari perbedaan konsentrasi ion-ion yang terjadi setelah transfor aktif primer. Pada keduanya, transfor bergantung kepada protein pembawa (carrier) ysng penetraasi sepanjang membrane sel yang mampu memberikan energi untuk membawa zat-zat untuk bergerakmelawan perbedaan elektrokimiawi (Sonjaya, 2005). Diantara berbagai bahan-bahan yang ditransfor secara aktif adalah Na+, K+, Ca2+, Cl-, asam amino dan beberapa ion-ion lainnya. Sesuai dengan energi yang digunakan transfor aktif terdiri dari transfor aktif primer dan transfor aktif sekunder (Anonimc, 2009). Mekanisme transfor aktif telah banyak dipelajari secara mendetil adalah pompa kaliumnatrium, merupakan sebuah proses yang memompa ion natrium keluar melalui membrane sel dan pada waktu yang sama memompa ion kalium dari luar sel ke dalam sel. Pemompaan ini terdapat pada semua sel tubuh, dan dapat bertanggung jawab umtuk pemeliharaan perbedaan konsentrasi ion natrium dan kalium di luar dan di dalam membrane sel dan untuk menciptakan potensial listrasi muatan negative di dalam sel. Proses pemompaan ini merupakan dasar fungsi sel syaraf menyalurkan impuls saraf sepanjang system saraf. Meskipun demikian fungsi protein kecil

belum diketahui, tetapi protein bermolekul besar sangat penting untuk fungsi dari pompa yaitu protein mempunyai tiga tempat reseptor untuk mengikat ion-ion natrium pada sebagian protein yang menuju ke dalam interior sel (Sonjaya, 2005). Pada transfor aktif primer, energi yang digunakan secara langsung berasal dari pemecahan ATP dengan proses hidrolisis. Protein yang berfungsi dalam melakukan transfor aktif primer yaitu :Na+- K+ ATPase) dan Ca2+ pump. Na+ - K+ ATP ase) dan Ca2+Pump. Na+ - K+ pump berperan penting dalam proses metaolisme sel oleh karena berfungsi mempertahankan agar perbedaan konsentrasi ion Na dan ion K didalam dan diluar sel selalu dalam keadaan constant, dan untuk mempertahankan keadaan negatif didalam sel. Pompa Na dan K ini melakukan fungsinya dengan memompa keluar 3 ion Na dan memompa 2 ion K kedalam sel. Pada permukaan dalam pompa Na dan K ini terdapat 3 tempat ion Na terikat (Na binding sites), dan pada permukaan luar, 2 tempat ion K terikat (K binding sites). Obat-obat digitalis seperti guabain, menghambat aktifinitas pompa Na dan K pada sel otot jantung, sehingga konsentrasi ion Na dalam sel tetap tinggi dan kontraksi jantung akan meningkat (Anonimc, 2009). Selain pompa Na dan K, terdapat juga pompa yang berfungsi mempertahankan konsentrasi ion Ca mdi dalam sel tetap rendah. Pompa tersebut disebut pompa Ca (Ca2+ pimp atau Ca2+ ATPase). Pompa Ca mempertahankan konsentrasi Ca dalam sel sangat rendah. Sekitar 10.000 kali lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi Ca diluar sel. Pompa calcium terdapat pada membrane sel, yang berfungsi memompa Ca keluar dari sel, dan selain itu, pompa Ca juga terdapat pada organel sel, misalnya pada rectikulum sitoplasma. Pompa Ca yang terdapat pada rectikulum sarkoplasma berfungsi memompa Ca dari rectikulum sarkoplasma ke sitoplasma (Anonimc, 2009). Pada transfor aktif sekunder, bila ion Na ditransfor keluar dari sel oleh mekanisme transfor aktif primer, biasanya terjadi perbedaan konsentrasi Na yang sangat besar-diluar sel konsentrasinya sangat rendah. Perbedaan konsentrasi ini akan merupakan sumber energi yang cukup besar. Energi ini dapat dipakai secara tidak langsung untuk proses transfor aktif. Transfor aktif yang menggunakan energi secara tidak langsung ini disebut transfor aktif sekunder (Anonimc, 2009).

Transfor aktif sekunder dibagi menjadi dua yaitu Co transfort dan counter transfort. Pada proses co-transfort, dimana glukosa atau asam amino ditransfor bersama ion Na, ion Na terikat dengan carrier yang terdapat diluar sel, dimana konsentrasi Na tinggi. Sesuadah terikat dengan Na, afinitas carrier tersebut terhadap glukose atau asam amino meningkat, sehingga glukose atau asam amino akan mudanh terikat pada carrier. Carrier protein tersebut mempunyai 2 binding sites, 1 untuk Na dan 1 lagi untuk glukose atau asam amino. Sifat khas dari carrier ini ialah, bahwa ia tidak akan dapat menstransfort Na masuk kedalam sel, tanpa terikat dengan glukose atau asam amino. Carrier ini akan membawa Na serta glukos atau asam amino masuk kedalam sel. Oleh karena itu didalamnya sel konsentrasi Na lebih rendah, maka Na akan terlepas dari carrier. Lepasnya Na akan menyebabkan glukose atau asam amino juga akan terlepas, walaupun konsentrasi glukose di dalam sel cukup tinggi. Mekanisme transfor ini terutama digunakan untuk transfor glukosa dan asam amino pada sel ephitel tubulus dan usus halus (Anonimc, 2009). Pada Na-Ca exchabge, 3 ion Na akan ditransfor kedalam sel untuk setiap 1 ion Ca yang ditransfor keluar sel. Na-Ca exchange ini terdapat pada hampir semua membran sel dan berperan aktif dalam mengatur konsentrasi ion Ca intrasel terutama di sel otot jantung dengan demikian mengatur kontraktilitas otot jantung. Na-H exchange terutama berperan dalam mengatur konsentrasi ion Na dan hydrogen pada tubulus prosimal ginjal. Dengan demikian, Na-H exchange berperan dalam mengatur pH didalam sel. Mekanisme kerjanya sama dengan mekanisme kerja sama dengan Na-Ca exchange (Anonimc, 2009). C. Golongan Darah A. Golongan Darah Menurut Sistem ABO Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membrane sel darah merah. Dua jenis

penggolongandarah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (factor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang btidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfuse imunologis yang berakibat anemia, hemolisis, gagal ginjal, syok dan kematian (Anonimh, 2009).

Pada permulaan abad ini (tahun 1990 dan 1901), K. Landsteiner menemukan bahwa penggumpalan darah (aglutinasi) kadang-kadang terjadi apabila eritrosit seseorangdicampur dengan serum darah orang lain. Akan tetapi pada orang lain campuran tadi tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan reaksi tadi, maka Landsteiner membagi orang menjadi tiga golongan darah yaitu A, B, dan O. Golongan yang keempat jarang sekali dijumpai yaitu golongan darah AB, telah ditemukan oleh dua mahasiswa Landsteiner dalam tahun 1902, yaitu A.V.Von Decastello dan A. Sterli. Dikatakan bahwa antigen atau aglutinogen yang dibawah oleh eritrosit orang tertentu dapat mengadakan reaksi dengan zat anti atau antibody atau agglutinin yang dibawah oleh serum darah. Dikenal dua macam antigen yaitu antigen A dan antigen B. Sedangkan zat antinya dibedakan atas anti A dan anti B. Orang yang memiliki antigen A tidak memiliki anti A, dimasukkan kedalam golongan darah A. Orang yang tidak memiliki antigen A maupun antigen B, tetapi memiliki anti A dan anti B di dalam plasma dimasukkan dalam darah O. Untuk menghindari jangan sampai terjadi penggumpalan darah sebelum dilakukan transfuse darah, baik si pemberi dan penerima diperiksa (Suryo, 1995). Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antibody dan antigen yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut: Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membrane selnya dan menghasilkan antibody terhadap antigen B dalam seru darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A negative hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O negatif. Individu dengan golongan B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam seru darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B negatif atau O negatif. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB positif tidak dapat mendonorkan darahnya kecuali pada sesama AB-positif. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibody terhadap antigen A dan B sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun disebut donor universal. Namun, orang

dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O negatif (Anonimh, 2009). Pada membran sel darah menjadi merah terdapat berbagai antigenyang disebut agglutinogen. Sampai sekarang telah diketahui lebih dari 300 jenis antigen yang terdapat pada permukaan membran sel darah merah. Yang paling penting untuk diketahui adalah aglutinogen A dan aglutinogen B, serta factor Rhesus atau Rh. Aglutinogen A dan B juga terdapat pada kelenjar saliva, pancreas, ginjal, hati, sperma dan cairan amnion. Aglutinogen ini ditemukan secara genetic dan hal ini akan menentukan jenis golongan darah seseorang (lihat tabel 5). Tabel 5. Golongan darah dan Genotipnya Golongan Darah O A B AB Genotip OO AA atau OA BB atau OB AB Aglutinogen A B A dan B Aglutinin Anti-A dan anti B Anti-B Anti-A -

Dari tabel 5, diatas dapat dilihat bahwa seseorang dengan golongan darah O tidak membentuk aglutinogen, sedangkan golongan darah B mempunyai 2 jenis aglutinogen. Jadi dasar penggolongan darah menurut system ABO tergantung dari ada tidaknya aglutinogen A atau B. Didalam plasma darah terdapat antibodi yang merupakan gama globulin, disebut agglutinin ini akan menyerang aglutinogen baik secara alamiah maupun terjadi akibat transfuse darah dari golongan darah yang tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, akan terjadi proses egglutinasi atau penggumpalan darah. Aglutinasi akan menyebabkan sel darah akan menyumbat kapiler diseluruh tubuh, dan sesudah beberapa waktu sel akan membengkak dan mengalami rupture, dan melepaskan Hb ke dalam sirkulasi. Reaksi ini disebut reaksi hemolisis (Yusuf, 1995). Golongan darah pada manusia dan hewan didefinisikan sebagai jumlah dari semua antigen serological, factor golongan darah, yang melekat pada membrane sel darah merah. Antigen adalah senyawa kimia, biasanya protein yang bila disuntikkan ke suatu individu yang kekurangan antigen tersebut, akan menyebabkan pembentukan senyawa khusus yang

menetralisasi antigen, disebut antibodi. Bila antigen diletkatkan terhadap sel darah merah, reaksi antigen/antibodi menyebabkan kerusakan membrane sel dan melepaskan hameoglobin, Hal ini diketahui sebagai awal pembentukan antibody golongan darah, dapat ditentukan dengan mencampur sel darah merah dalam larutan garam isotonic dalam serum tang diketahui mengandung antibodi. Jika terjadi aglutinasi atau hemolisis golongan darah yang sesuai dapat ditentukan (Sonjaya, 2005). Faktor golongan darah dari system golongan darah adalah diturunkan secara bebnas satu sama lain. Beberapa system hanya mempunyai satu gen atau satu factor, sedangkan yang lainnya mempunyai lebih. Seoranf individu hanya dapat mempunyai dua gen dengan satu golongan khusus, satu dari setiap pasang kromosom diturunkan dari orang tuanya. Pada manusia pengetahuan golongan darah memudahkan penggunaan darah dalam transfuse darah. Oleh karena jumlah yang banyak dari golongn darah maka jumlah kombinasinya sangat besar (Sonjaya, 2005). Darah individu tidak selalu bias dicampur secara aman dengan darah individu yang lain. Kenyataan ini diketahui dari transfer atau transfuse darah yang pada mulanya dapat menyembuhka, tetapi juga kadang-kadang membunuh pasien. Hal ini disebabkan darah sebenarnya terdiri dari empat golongan. Apabila darah dari golongan berbeda dicampur, korpuskulus akan pecah dan menjadi lengket dan berkelompok. Hal ini disebut aglutinasi dan bersifat fatal karena kelompok sel darah merah dapat menyumbat pembuluh darah dan menghentikan sirkulasi dan bersifat fatal karena kelompok sel darah merah dapat menyumbat pembuluh darah dan menghentikan sirkulasi dan ginjal akan mengalami kerusakan berat karena harus mensekresi sejumlah besar pigmen dari sel darah merah yang hancur (Watson, 2002). Transfusi darah meruipakan pemindahan darah dari seseorang kepada orang lain yang membutuhkannya. Pemberi careah disebut donor dan pnerimanya disebut resipien Transfusi sebaiknya dilakukan dengan golongan darah yang sama, karena golongan donor berbeda dengan golongan darah resipien dapat terjadi hemolisis. Bila seseorang sangat membutuhkan penambahan darah melalui transfuse padahal tak ada donor yang mempunyai golongan darah tertentu dengan sangat hati-hati dan terlebih dahulu melakukan test kompabilitas darah donor dan resipien (Anonimb, 2009).

B. Golongan Darah Rhesus (Rh) Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan factor Rhesus atau factor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus yang diketahui memiliki factor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner. Seseorang yang tidak memiliki factor Rh dipermukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rhesus atau Rh-, mereka yang memiliki factor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki factor Rh+. Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan penggolongan darah ABO. Golongan darah O+ adalah yang paling umum dijumpai meskipun pada daerah tertentu golongan darah A lebih dominant, dan ada pula beberapa daerah dengan 80% populasi dengan golongan darah B (Anonimh, 2009). Di samping antigen dan system ABO, antigen dari system Rh mempunyai anti klinis yang sangat penting. Faktor Rh yang dinamai sesuai dengan nama monyet rhesus karena antigen ini pertama kali diteliti dengan menggunakan darah binatang ini adalah suatu sistem yang terutamanya mengandung atau tersusun dari C, D, E. Meskipun sebenarnya mengandung banyak lagi. Tidak seperti antigen ABO, sistem ini belum pernah dideteksi di jaringan selain sel darah meraj. Lokus golongan darah Rh tersusun atas dua molekul yang terkait antibodi Rh jarang timbul secara alamiah. Sebagian besar bersifat imun, antibodi tgersebut sebagian dahasilkan dari transfusi atau kehamilan sebelumnya. Anti D bertanggung jawab untuk sebagian besar masalah subyek secara sederhana menjadi Rh-D positif dan Rh negatif (Ganong, 2002). Individu yang memiliki golongan darah Rh disebut Rh+. Namun sekitar dari 15% populasi rhesus negatif (Rh-). Apabila seseorang dengan Rh- menerima darah dari seseorang donor dengan Rh+, maka aglutinogen akan merangsang aglutinin anti Rh+ yang disebut dengan anti-D. Apabila transfusi diberikan dengan darah Rh+ diberikan keduanya, maka sel darah merah donor akan diaglutinasi dan dihancurkan (hemolisis. Hal ini akan berakibat fatal pada resipien dan faktor ini juga bisa mrenimbulkan masalah selama masa hamil. Apabila ibu dengan Rh- mengandung janin dengan Rh+, maka ibu mulai membentuk aglutionin anti Rh yang dapat menghancurkan sel darah merah bayi. Bayi mungkin dapat mengatasi masalah ini secara spontan atau bisa juga diperlukan transfortasi tukar (Watson, 2002). C. Sisten Golongan Darah Lain

Sistem golongan darah lain memiliki lebih sedikit kepentingan klinis. Walaupun antibodi alamiah sistem P.lewis dan MN lazim dijumpai, antibodi tersebut biasanya hanya bereaksi pada suhu rendah sehingga tidak dapat menimbulkan masalah klinis. Antibodi imun terhadap antigen sistem-sistem tersebut jarang terdeteksi. Banyak diantara antigen tersebut mempunyai antigenitas yang rendah dan lainnya, walaupun secara immunogenik sebanding lebih jarang ditemukan sehingga kecil kemungkinan untuk terjadi isomunisasi kecuali pada pasien yang mendapat transfusi multipel (Haffbrand, 2005). Ada sistem semacam Rh, Lutheren, Kell, Kidd dan banyak lain. Ada lebih dari 500 kemungkinan fenotip golongan darah yang dikenal dan karena tentu saja ada antigen yang belum ditemukan. Pernah ada yang menghitung jumlah fenotip sebenarnya dalam trilliunan dan ternyata jumlah golongan darah pada binatang sama besarnya dengan yang ada pada manusia. Penyakit tertentu lebih sering ditemukan pada orang yang mempunyai suatu golongan darah atau golongan darah lain (Ganong, 2002). D. Berat Jenis Darah Gravitasi suatu jenis zat adalah indeksi atau ratio berat zat tersebut dibandingkan dengan berat jenis air yang volumenya sama dengan zat yang disebut tadi, suatu zat yang beratnya kuran g dari berat jenis air volumenya dan akan mempunyai gravitasi jenis kureang dari 1,00 apabila beratnya lebih, maka gravitasinya juga lebih dari 1,00. Pengukuran gravitasi jenis ini biasanya dilakukan dengan mewujudkan hidrometer. Hidrometer yang digunakan untuk mengukur gravitasi jenis cairan seperti dalam pengujian untuk pengetesan aki atau baterai, muatan zat anti radiator mobil (Frandson, 1999). Darah memiliki gravitasi jenis sedikit tinggi kandungan airnya terutama disebabkan oleh adanya sel-sel darah merah dan sel darah putih. Kedua jenis darah ini mamiliki berat jenis yang bervariasi antara spesies yang satu dengan yang lainnya. Pada hewan domba 1,042, sapi 1,043, anjing dan manusia 1,059 sedangkan pada babi dan kuda memiliki berat jenis darah sebesar 1,060 (Frandson, 1999).

Berat jenis darah bervariasi dari 1,03e0-1,060 sedangkan berat jenis plasma bervariasi dari 1,024-1,028, darah terdiri dari dua bagian, yaitu sel-sel darah merah (butiran-butiran)dan cairan darah (plasma darah) (Anonimd, 2009). Cara menentukan berat jenis darah dilakukan dengan cara kimia dengan menggunakan CuSO4 dengan bera jenis yang bermacam-macam kemudian meneteskan darah yang hendak diperiksa ke dalam masing-masing larutan CuSO4, dan didapat hasil bila berat jenis darah sama dengan berat jenis CuSO4 yang lebih besar ia akan mengapung tepat dibawah permukaan. Perbedaan sebesar 0,0005 sudah diangkap signifikan dan akurat. Bila berat jenis CuSO4 sama dengan berat jenis darah maka ia akan tetap berada dibawah permukaan bila berat jenis CuSO4 yang lebih besar ia akan menggembang di permukaan. Berat jenis normal yaitu 1,059 (1,059-1,060) merupakan berat jenis hematokrit dan 1,005 merupakan berat jenis homodilusi (Anonimd, 2009). Darah merupakan cairan tubuh y6ang terdapat dalam jantung dan pembuluh darah. Beberapa cairan tubuh yang lain adalah cairan jaringan. Berat jenis darah bervariasi dari 1,054-1,060. Sedangkan berat jenis darah plasma dari 1,024-1,028 (Anonimd, 2009). Untuk menentukan berat jenis darah , dapat juga dilakukan dengan tiga jenis cara yaitu dengan menggunakan pinometer, cara philips, dan dengan cara kammerachlac. Cara niknometer yaitu piknometer diisi dengan darah lalu ditimbang dari hasil-hasil timbangan tersebut dapat ditentuksn berat jenisnya dengan menggunakan larutan CuSO4 standar (yang lebih diketahui nilai Bjnya) cara kammerachlag yaitu dengn menggunakan campuran benzol yang telah diketahui dengan menggunakan kloroform (Sonjaya, 2005). Berat jenis adarah adalah 1,04-2,05. Tekanan osmosis tergantung pada konsentrasi protein plasma dan viskositas atau kekentalan darah sebagai cairan suspensi. Derajat kesamaan (ph) berkisar antara 7-8, mempunyai sistem buffer melalui ion CO2, NH3, dan H+. Darah mengandung sekitar 80% air dan 20% bahan organik, sementara bahan organiknya sekitar 1%. Warnah darah bervariasi sesuai dengan kandungan oksigen. Darah arteri kaya oksigen dan mempunyai massa jenis antara 7,35-7,45 sedikit berada di daerah yang memiliki basa netral (Sonjaya, 2005). Darah pemeriksaan laboratorium beberapa halyang harus diperhatikan yaitu :

- Berat jenis dengan batas normal 11,001-1,035. - Alat yang digunakan dalam jumlah banyak darah yang akan digunakan - Darah normal yang diletakkan atau diteteskan pada larutan CuSO4 0,5% yang berat jenisnya 1,051 (Anonimd, 2009). Gravitasi atau berat jenis darah merupakan suatu indeks terhadap suatu tatapan pada suatu zat tertentu dan memiliki variasi yang berbeda tergantung pada jenis individu atau makhluk hidup. Gravitas jenis suatu zat merupakan rasio berat suatu zat dibanding dengan berat jenis air. Suatu zat yang beratnya kurang dari berat jenis air dan memiliki volume sama, akan tetapi mamiliki gravitasi yang sama juga. Pengukuran gravitas jenis ini biasanya menggunakan hidrometer. Darah memiliki gravitasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan air (Syaifuddin, 2002)

Dalam proses pengukuran berat jenis dapat diketahui terdapat dua macam cara yakni cara kimia dan philips. Cara menentukan berat jenis darah dapat dilakukan dengan cara kimia dengan menggunakan CuSo4 dengan berat jenis yang bermacam-macam kemudian meneteskan darah yang hendak diperiksa ke dalam masing-masing larutan CuSo4, maka ia akan mengapung tepat dibawah permukaan. Perbedaan sebesar 0,0005 yang sudah dianggap signifikasi dan akurat. Bila berat jenis CuSO4 yang sudah didapat sama dengan berat jenis darah maka ia akan tepat berada dibawah permukaan. Berat jenis CuSO4 yang lebih besar ia akan mengembang ke permukaan. Untuk menentukan berat jenis darah juga dapat digunakan piknometer yaitu dengan cara piknometer diisi dengan menggunakan darah lalu ditimbang, dari hasil-hasil timbang tersebut dapat ditentukan berat jenisnya dengan menggunakan larutan CuSO4 standar (Sonjaya, 2005).

Gravitas suatu jenis darah adalah indeks atau ratio berat zat tersebut dibandingkan dengan berat jenis air yang volumenya sama dengan zat yang disebut tadi. Suatu zat yang beratnya kurang dari

berat jenis air yang volumenya dan akan mempunyai gravitasi jenis yang kurang dari 1,00 dan apabila beratnya lebih, amak gravitas juga akan lebih dari 1,00 (Frandson, 1999).

METODOLOGI PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Darah II (Hemolisa dan Krenasi Darah, Tekanan Ostmotik, dan Berat Jenis Darah) dan Praktikum V (Golongan Darah, Tekanan Darah, dan Diferensiasi Leukosit) dilaksanakan pada hari jum`at tanggal 28 Februari 2009 pukul 14.00 WITA- Selesai bertempat di Laboratorium Fisiologi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Praktikum Alat yang digunakan pada Praktikum Darah II & V ini adalah Mikroskop, Vaccinostyle, Gelas objek, Gelas arloji, tabung reaksi dan raknya, serta spoit atau pipet, sphygmomanometer. Stetoskop, haemocytometer

Bahan yang digunakan pada Praktikum Darah II & V ini adalah Larutan NaCl 0,3%, 0,45%, 0,9% dan I,5%, Citras Natricus 3,8%, Larutan Ureum 1,8 % dalam aquadest, Alkohol dan Kapas, sample darah (Ayam potong, Ayam petelur, Ayam kampong, Kambing, Sapi, dan Manusia), anti koagulan (Na-Citrat 3,8% dengan perbandingan 4:1), larutan Ureum 1,8% dalam NaCl 0,9%, dan sabun.

Metode Praktikum

A. Hemolisa dan Krenasi

Mengambil gelas arloji bertanda A, B, C, kemudian menuangkan masing-masing 1 tetes darah pada setiap bagian dalam gelas arloji, tetapi sebelumnya memberikan 1 tetes aquadest pada bagian A, 1 tetes NaCl 3% pada tabung B, dan membiarkan tabung C sepereti semula, Kemudian mencampur larutan tersebut dengan samprl darah dan mengamatinya di atas kertas putih. Mengamati apakah terdapat endapan dan terjadi kekeruhan. Lalu mengamati terus dan mengambil masing-masing setetes dari gelas arloji tadi kemudian mengamatinya di bawah miskroskop dan menggambarnya apa yang kemudian terlihat atau nampak.

B. Tekanan Osmotik Eritrosit

Memberi nomor seri pada tabung reaksi yang bersih 1-6, kemudian memasukkan larutan NaCl 3% dalam tabung. Kemudian memasukkan aquadest pada setiap tabung dari seluruh larutan menjadi 5 cc, mencampur larutan tersebut dengan baik dan menghitung kadar NaCl dari setiap tabung. Lalu membersihkan tangan sengan alcohol 70% dan menusuk jari telunjuk dengan menggunakan vaccinostyle dan meneteskan darah yang keluar dari ujung jari ke dalam setiap tabung sebanyak 1 tetes, lalu mencampurnya dengan sangat hati-hati. Setelah 3 menit, kemudian mengamati setiap tabung apakah terlihat lapisan merah pada bagian atas atau tidak. Lalu mengamati perubahan yang terjadi pada tabung 1-6.

C. Berat Jenis Darah

Darah dimasukkan ke dalam tabung laktodensimeter, kemudian menempatkannya di temat yang rata dan datar. Memasukkan laktodensimeter ke dalam tabungdan membaca skalanya. Kemudian mencatat dan membandingkan pada berbagai sampel darah yang ada.

D. Golongan Darah

Kita menggunakan onyek glass yag tertulis serum anti A, anti B, dan serum anti D. Kemudian meneteskan masing-masing 1 tetes darah ketiga anti serum tersebut. Untuk anti serum A ditambah serum anti A, untuk serum B ditambah serum B dan untuk serum D ditambah dengan anti D dan mengamati apakah obyek glass tersebut terjadi penggumpalan atau koagulasi atau tidak.

Analisa Data

Darah yang diperoleh pada praktikum Tekanan Osmotik Eritrosit diolah dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

N1 = Konsentrasi awal NaCl

N2 = Konsentrasi akhir NaCl

V1 = Volume awal larutan

V2 = Volume akhir larutan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hemolisa dan Krenasi

Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 5. Hasil Pengamatan Darah dalam Gelas Arloji

LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009 Secara Makroskopis

ABC Secara Mikroskopis

Hemolisa Krenasi

Preparat : Darah Manusia Perbesaran : 40X Keterangan : A. Darah + Aguadest B. Darah + NaCl 3% C. Darah Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, 2009

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa gelas arloji yang dilihat dengan cara makroskopis terlihat bahwa darah dengan perlakuan kontrol tidak mengalami perubahan dan dibawah miskroskop terlihat bentuk sel darah merah yang tidak jelas. Perlakuan yang berbeda terlihat bentuk sel darah merah yang tidak jelas. Perlakuan yang berbeda terlihat pada gelas arloji dan diberi NaCl, setelah diletakkan di bawah miskroskop larutan terdapat bentuk sel yang kabur. NaCl merupakan larutan yang hipertonis yang mempunyai konsentrasi tinggi sehingga menyebabkan sel darah mengalami krenasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999), yang menyatakan bahwa larutan yang berkonsentrasi tinggi akan menyebabkan sel darah akan mengalami krenasi sedengkan air yang masuk ke dalam sel darah akan menyebabkan pembengkakan dan kemudian sel darah merah akan mengalami hemolisa.

Adapun faktor-faktor yang mengalami hemolisa yaitu plasma dan hipotonis, pengocokan dan lain-lain, sedangkan krenasi disebabkan oleh zat yang bersifat hepertonis. Hal ini sesuai dengan

pendapat Watson (2002), yang menyatakan bahwa krenasi disebabkan oleh plasma yang hipertonis, pengocokan bergantian dibekukan oleh pemanasan kurang dari 640C, dinding sel yang rusak oleh zat kimia atau tegangan permukaan plasma yang diperendah.

Pada larutan B, larutan tidak keruh atau menembus pandangan. Hal ini disebabkan oleh membran yang terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005), yang menyatakan bahwa hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari sel darah yang disebabkan oleh medium atau plasma hipotonis.

Osmolaritas adalah pelarut zat melalui membran dari daerah yang kadar zat pelarutnya lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa osmolaritas adalah gerakan molekul pelarut (air) melalui membran yang hanya permeabel untuk air, tetapi tidak untuk zat terlarut ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat.

Hipertonis merupakan larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih besar daripada tekanan osmosis SDA. Larutan hipertonis merupakan larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih kecil daripada tekanan osmosis SDM dan isotonis merupakan larutan yang memiliki tekanan osmosis yang sama dengan tekanan osmosis SDM. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaifuddin (2002), yang menyatakan bahwa larutan hipertonis merupakan larutan NaCl yang konsentrasinya kurang dari 0,9%, larutan hipotonis merupakan larutan yang konsentrasinya NaClnya kurang dari 0,9% dan larutan isotonis merupakan larutan yang konsentrasi NaClnya sama atau sebanyak 0,9%.

B. Tekanan Osmotik Eritrosit

Berdasarkan Praktikum Fisologi Ternak Dasar, yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 6. Hasil Pengamatan Tekanan Osmotik Eritrosit LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009

Keterangan : I : 0,3 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah Bata (Hemolisa) II : 0,45 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah Terang (Hemolisa) III : 0,9 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah (Hemolisa) IV : 1,5 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah Muda (Hipertonik) V : 3 cc NaCl 5% + 5 tetes darah = Merah Bening (Krenasi)

Sumber : Data Hasil Praktikum Fisioloigi Ternak Dasar, 2009

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa tabung I terdapat endapan dn berwarna merah bata dan merngalami hemolisa, pada tabung II dan III berwarna merah terang dan merah yang mengalami hemolisa, sedangkan pada tabung IV tidak mengalami hemolisa dan merupakan isotonis terhadap larutan dimana konsentrasi NaClnya diatas dari dari 0,9% sehingga dikatakan sebagai larutan hipertonis, sehingga masih tetap berwarna merah, hal ini dikarenakan hemoglobin masih utuh dan tetap dapat mempertahankan warna merah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005), yang menyatakan bahwa larutan isotonis merupakan larutan yang sifatnya netral atau seimbang antara zat dan cairan dalam darah sehingga darah masih bisa tetap berwarna merah.

Pada tabung V terjadi krenasi sempurna, hal ini ditandai dengan perubahan warna dan bentuk sel yang mengkerut jika diperhatikan lebih jelas dibawah miskroskop dengan perbesaran 40X. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan adanya larutan yang hipertonik. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999), yang menyatakan bahwa adanya pergerakan air keluar dari sel dan terjadinya pengkerutan pada sel dapat disebabkan karena adanya cairan atau larutan yang bersifat hipertonik yang ada dalam darah tersebut.

Krenasi adalah proses pengkerutan sel darah akibat adanya larutan hipotonis dan hipertonis. Hal ini sesuai dengan pendapat Watson (2002) yang menyatakan bahwa krenasi merupakan peristiwa dimana sel terjadi pengkerutan akibat adanya cairan atau larutan yang memiliki sifat yang hipotonik dan hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang menyebabkan pergerakan air di dalam sel sehingga ukuran sel menjadi berkurang atau mengecil. Proses yang sama juga terjadi pada tumbuhan yaitu plasmolisis dimana tumbuhan juga akan

mengecil karena dimasukkan dalam larutan yang hipertonik. Krenasi ini dapat dilakukan penggembalian sehingga dapat kembali seperti semula dengan cara menambahkan cairan atau larutan ke dalam intermediater luar eritrosit.

Hemolisis adalah suatu proses dimana sel-sel darah merah terlepas dalam plasma atau dengan kata lain keluar dari plasma. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999) yang menyatakan bahwa hemolisis merupakan suatu peristiwa dimana pada sel-sel darah merah terjadi karena adanya toksis bakteri, bisa ular dan parasit darah serta zat-zat lainnya. Hemoglobin yang berada di dalam darah serta zat-zat lainnya. Hemoglobin yang berada di dalam plasma menyebabkan warna merah dan keadan tersebut dapat dikatakan sebagai hemoglobinemia.

Tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perpindahan pelarut melalui membran ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat. Osmosis adalah gerakan molekul pelarut air melalui membran ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat sedangkan difusi adalah gerakan molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa Tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perpindahan pelarut melalui membran ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat. Osmosis adalah gerakan molekul pelarut air melalui membran ke arah daerah yang mengandung kadar zat terlarut yang lebih pekat sedangkan difusi adalah gerakan molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Sifat membran sel yaitu semipermeabel. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa membran sel tidak hanya semipermeabel, membiarkan zat-zat tertentu

merembes melintasinya dan menahan zat-zat tertentu, akan tetapi daya perembesan dapat pula berubah-ubah.

D. Berat Jenis Darah

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan mengenai berat jenis darah, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 6: Berat Jenis Darah Pada Ternak Kelompok I II III IV V Jenis Ternak Ayam Potong Sapi Ayam Petelur Kambing Ayam Kampung Berat jenis darah 1,044 1,048 1,044 1,044 1,050

Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak, 2009.

Berdasarkan tabel 6, di atas maka dapat diketahui bahwa pada kelompok I dengan menggunakan sampel darah ayam potong berat jenis darahnya yaitu 1,044, pada kelompok II dengan sampel darah sapi berat jenis darahnya yaitu 1,048, pada kelompok III dengan sampel darah ayam petelur dengan berat jenis 1,044, dan pada kelompok IV dengan sampel darah kambing dengan berat jenis 1,044 sedangkan pada kelompok V dengan sampel darah ayam kampung dengan berat jenis 1,050. Hasil pada masing-masing kelompok untuk setiap sampel darah memiliki berat jenis yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999),

yang menyatakan bahwa gravitasi jenis suatu jenis darah sangat bervariasi dan tergantung pada jenis darah itu sendiri pada setiap ternak.

Berat jenis darah pada setiap hewan berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Schoteillus (1987) yang menyatakan bahwa berat jenis untuk ayam berkisar antara 1,042-1,050, pada domba dan kambing berkisar 1,044 dan pada sapi berkisar 1,48 serta pada kuda dan babi berkisar 1,060.

Berat jenis darah adalah indeks berat darah dibanding dengan berat air pada volume yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang menyatakan bahwa berat jenis darah adalah indeks berat zat pada dibandingkan dengan air yang volumenya sama dengan zat tersebut tadi.

Faktor yang mempengaruhi berat jenis darah yaitu perbedaan berat jenis darah yaitu perbedaan berat jenis darah dan adanya zat lain yang terkandung dalam darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang menyatakan bahwa darah memiliki berat jenis darah yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis air terutama disebabkan oleh sel darah merah lebih berat dibandingkan dengan sel darah putih dan kedua jenis sel tersebut lebih berat dibandingkan dengan berat jenis plasma.

Gravitasi atau berat jenis darah merupakan suatu indeks terhadap suatu tatapan pada suatu zat tertentu dan memiliki variasi yang berbeda tergantung pada jenis individu atau makhluk hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaifuddin (2002), yang menyatakan bahwa gravitas jenis suatu zat merupakan rasio berat suatu zat dibanding dengan berat jenis air. Suatu zat yang beratnya kurang dari berat jenis air dan memiliki volume sama, akan tetapi mamiliki gravitasi yang sama juga.

Dalam proses pengukuran berat jenis dapat diketahui terdapat dua macam cara yakni cara kimia dan philips. Hal ini sesuai dengan pendapat sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa cara menentukan berat jenis darah dapat dilakukan dengan cara kimia dengan menggunakan CuSo 4 dengan berat jenis yang bermacam-macam kemudian meneteskan darah yang hendak diperiksa ke dalam masing-masing larutan CuSo4, maka ia akan mengapung tepat dibawah permukaan. Perbedaan sebesar 0,0005 yang sudah dianggap signifikasi dan akurat. Bila berat jenis CuSO4 yang sudah didapat sama dengan berat jenis darah maka ia akan tepat berada dibawah permukaan. Berat jenis CuSO4 yang lebih besar ia akan mengembang ke permukaan. Untuk menentukan berat jenis darah juga dapat digunakan piknometer yaitu dengan cara piknometer diisi dengan menggunakan darah lalu ditimbang, dari hasil-hasil timbang tersebut.

Gravitas suatu jenis darah adalah indeks atau ratio berat zat tersebut dibandingkan dengan berat jenis air yang volumenya sama dengan zat yang disebut tadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999) yang menyatakan bahwa suatu zat yang beratnya kurang dari berat jenis air yang volumenya dan akan mempunyai gravitasi jenis yang kurang dari 1,00 dan apabila beratnya lebih, amak gravitas juga akan lebih dari 1,00. Pengukuran gravitasi jenis ini biasanya dilakukan dengan mewujudkann hidrometer jenis ini biasanya digunakan untuk menguavitas jenis cairan seperti dalam pengukuran atau pengujian untuk pengetesan aki atau baterai maupun zat anti radiator untuk mobil.

C. Penggolongan Darah

Berdasarkan Praktikum Fisiologi Ternak Dasar mengenai golongan darah yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 6. Hasil Pengamatan Darah dalam Gelas Arloji LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009 Pria Wanita

AntiA Anti-B Anti- A Anti- B

DD Keterangan : Pria Wanita Nama : Supardi Rahman Nama : Fadliah NS Umur : 19 tahun Umur : 19 tahun

Gol.Darah : B Gol.Darah : A

Sumber : Data Hasil Praktikum Fisiologi Ternak Dasar, 2009

Berdasarkan gambar di atas diperoleh hasil bahwa pada pria yang bernama Supardi Rahman diperoleh golongan darah B sedangkan pada wanita yang bernama Fadliah NS tergolong darah A. Hal ini dapat terjadi karena pada gelas arloji pria bagian yang diberi anti serum anti A tidak terjadi perubahan sedangkan pada serum anti B terjadi aglutinin. Sedangkan pada darah wanita, gelas arloji yang diberi anti serum anti A terjadi aglutinin sedangkan pada serum B tidak terjadi perubahan karena dalam darah tersebut tidak ada reaksi sama sekali. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1999), yang menyatakan bahwa bila aglutinogen tipe A terdapat dalam sel darah merah seseorang dalam plasmanya tersbentuk antibodi yang dikenal sebagai antiglutinin anti A. Dan bila tidak terdapat aglutinogen tipe B dalam sel darah merah atau plasmanya terbentuk antibodi aglutinin B. Sedangkan bila aglutinogen tipe B terdapat dalam sel darah merah seseorang dalam plasmanya tersbentuk antibodi yang dikenal sebagai antiglutinin anti B. Dan bila tidak terdapat aglutinogen tipe A dalam sel darah merah atau plasmanya terbentuk antibodi aglutinin A. Golongan darah B mengandung aglutinogen B dan aglutinin A sedangkan Golongan darah A mengandung aglutinogen A dan aglutinin B.

Data yang diperoleh dari gambar 6, dimana golongan darah bagi pria yaitu golongan darah B karena pada saat pemberian anti serum B tidak terjadi penggumpalan atau aglutinasi dan wanita bergolongan darah A karena pada saat pemberian anti serum A tidak menggumpal atau tidak terjadi aglutinasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Karman (1984) yang menyatakan bahwa

golongan darah didasarkan pada ada tidaknya antigen yang terkandung dalam eritrosit. Golongan darah B jika dalam eritrosit mengandung aglutinogen B sedangkan golongan darah A jika dalam eritrositnya mengandung aglutinogen A. Golongan darah pada manusia dan hewan diartikan sebagai jumlah semua antigen serologika lain.

Pada permukaan dinding sel eritrosit terdapat dua sifat antigenitas yaitu aglutinin dan aglutinogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaifuddin (2002) yang menyatakan bahwa aglutinogen merupkan dua antigen yang berbeda namun memiliki pertautan atau hubungan. Tipe A dan tipe B, dan terdapat pada permukaan eritrosit berbagai orang. Sedangkan aglutinin berasal dari plasma dari dalam plasma.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa pria yang memiliki golongan darah B yang setelah diberikan antiserum A, dan AB tidak terjadi penggumpalan (aglutinasi). Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (20050 yang menyatakan bahwa dari golongan A dapat diberikan pada orang yang tidak memiliki antibodi A yaitu golongan darah A dan AB. Hal ini sesuai dengan golongan B hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak memiliki antibodi B, yaitu orang yang ebrgolongan darah B dan AB. Golongan darah AB hanya dapat diberikan kepada resipien darah AB karena golongan darah AB tidak memiliki antibodi sedangkan golongan darah yang lainnya memiliki antibodi. Orang bergolongan darah AB disebut donor universal karena darah O dapat menjadi donor karena tidak memiliki aglutinogen.

Golongan darah ialah sejumlah antigen serologik partikel darah yang melekat pada membran sel darah merah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2008) yang menyatakan bahwa golongan darah mengandung pengertian sejumlah antigen serologik partikel darah yang melekat pada membran sel darah merah.

Antigen adalah senyawa kimia biasanya protein yang diberikan kepada suatu individu yang kekurangan antigen sedangkan aglutinin adalah suatu senyawa yang menetralisir antigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa antigen adalah senyawa kimia biasanya protein yang diberikan kepada suatu individu yang kekurangan antigen sedangkan aglutinin adalah suatu senyawa yang menetralisir antigen.

Golongan darah pada manusia dan hewan diartikan sebagai jumlah semua antigen serologika lain. Faktor golongan darah yang melekat pada membran sel darah. Reaksi transfusi akibat golongan darah tidak cocok. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaifuddin (2008) yang menyatakan bahwa reaksi transfusi darah yang ditrnsfusikan akibat golonagn darah tidak cocok terjadi karena darah yang ditransfusikan menyebabkan aglutinasi sel-sel resipien. Bagian plasma darah donor dengan segala cara diencerkan oleh semua sel aglutinin merupakan gamma globulin halnya dengan antibodi lainya yang dihasilkan oleh sel-sel yang sama dengan yang dihasilkan antigen untuk setiap antigennya. Antigen A dan B dalam jumlah sedikit masuk ke dalam tubuh melalui makanan. Zat ini mengawali pembentukan aglutinin anti A dan aglutinin anti B.

Golongan darah pada setiap individu berbeda-beda dan setiap orang tidak bisa mendonorkan darahnya dan menerima darah dari orang lain yang memiiliki golongan darah yang berbedabeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Watson (2002) yang menyatakan bahwa darah individu tidak selalu bisa dicampur secara aman dengan darah individu lain. Kenyataan ini diketahui dari transfusi darah yang pada mulanya dapat menyembuhkan tetapi kadang-kadang malah dapat membunuh pasien. Hal ini dapat disebabkan karena darah yang salah. Apabila darah yang berbeda dicampur dengan golongan darah yang berbeda pula maka korkuskulus merah akan menjadi lengket dan menggumpal sehingga dapat membentuk kelompok. Hal ini disebut dengan

aglutinasi8 dan bersifat fatal karena kelompok sel darah merah dapat menyumbat pembuluh darah dan menghentikn sirkulasi dan ginjal akan dapat mengalami kerusakan berat karena harus mengsekresi sejumlah besar pigmen sel darah merah yang hancur.

Faktor golongan darah dari sistem golongan darah adalah diturunkan secara bebas satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa faktor golongan darah diturunkan secara bebas. Beberapa sistem hanya mempunyai satu gen atau satu faktor sedangkan yang lainnya mempunyai lebih.

Penggolongan darah dilakukan untuk memudahkan transfusi darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2005) yang menyatakan bahwa pada manusia, pengetahuan akan golongan darah memudahkan penggunaan darah dalam transfusi darah. Dilihat dari aspek keturunan golongan darah, golongan darah dapat ditentukan untuk menentukan keturunan baik untuk kepentingan manusia maupun dalam pemuliabiakan ternak.

Adapun tabel 7. penggolongan darah yaitu sebagai berikut :

Dari tabel 7 diatas, darah dari golongan darah A hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak mempunyai antibodi a yaitu golongan darah A dan AB. Golongan darah B hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak mempunyai antibodi b yaitu golongan darah B dan AB. Hal ini sesuai dengan pendapat Sonjaya (2008) yang menyatakan bahwa golongan darah A hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak mempunyai antibodi a yaitu golongan darah A dan AB.

Golongan darah B hanya dapat diberikan kepada orang yang tidak mempunyai antibodi b yaitu golongan darah B dan AB. Golongan darah AB hanya dapat diberikan kepada resipien darah AB, karena golongan darah lainnya mempunyai antibodi sehingga golongan darah AB biasa disebut resipien universal sedangkan golongan darah O disebut donor universal.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum mengenai Darah II dan V yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebgaai berikut:

1. Hemolisa terjadi pada gelas arloji A (Aquadest + Darah), krenasi terjadi pada gelas arloji B (NaCl 3% + darah) dan gelas arloji C dalam keadaan kontrol tidak terjadi perubahan, karena darah tidak ditambahkan dengan larutan yang bersifat hipertonik maupun hipotonik. 2. Pada percobaan tekanan osmotik eritrosit, pada tabung I terjadi hemolisis sempurna, pada tabung II terjadi hemolisa sederhana, dan pada tabung III terjadi hemolisa sederhana dan pada tabung IV larutan bersifat hipertonis dan pada tabung V terjadi krenasi sempurna. 3. Berat jenis darah yang diperoleh pada kelompok I dengan sampel darah ayam potong yaitu 1,044, pada kelompok II sampel darah sapi sebesar 1,048, pada kelompok III sampel darah ayam petelur sebesar 1,044, pada kelompok IV sampel darah kambing sebesar 1,044 sedangkan pada kelompok V sampel darah ayam kampung sebesar 1,050.

4. Pada pengamatan golongan darah yaitu golongan darah pada pria yang bernama Supardi Rahman bergolongan darah B dan pada wanita yang bernama Fadliah NS bergolongan darah A.

Saran

Untuk Laboratorium agar alat-alat yang sudah rusak sebaiknya diganti dengan yang lebih baik dan alat-alat yang tidak canggih sebaiknya diganti dengan alat-alat yang lebih canggih Untuk asisten sebaiknya bimbingan pada saat praktikum berlangsung lebih Ditingkatkan agar praktek dilaboratorium dapat berjalan dengan lancar agar lebih baik dari tahun sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonima, 2009. Hemolisa dan Krenasi. Http;//wikipedia.org/wiki/item hemolisa dan krenasi/0302-2009/html _______b, 2009. Golongan Darah. Http;//tedbio. Multiply.com/journal/item/Golongan darah/0302-2009/html _______c, 2009, Bahan Ajar Fisiologi Keperawatan,. Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar _______d, 2009. Berat Jenis Darah. Http;//www.geocityes.com/mitra_sejati.html _______e, 2009. Transfor Aktif Cairan Tubuh. Http;//tedbio. Multiply. Com /journal/ item /Transfor aktif/03-02-2009/html. _______f, 2009. Osmosis dan Tekanan osmosis. Http;//www.geocities.com/imam_smanel /Osmosis/html _______g, 2009. Difusi Cairan Tubuh. Http;//www.freewebs.com/difusi postmortem/html Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi keperawatan_edisi kedua. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.

________. 1999. Anatomi dan Fisiologi Keperawatan_edisi ketiga. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta. Gani. 1995. Neuro Fisiologi_edisi ketiga. Bagian ilmu faal. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar. Ganong. 2004. Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran:Jakarta. Haffbrand. 2005. Biologi. Erlangga. Jakarta. Mikrajuddin. 2004. Biologi 3SMU. Cempaka Mas. Yogyakarta. Schoteillus. 1987. Hematology-Integrated Curriculum. Clinical Pathology Department Medical Faculty-Universitas Hasanuddin:Makassar Siregar. 1995. Neuro Fisiologi_edisi kelima. Bagian ilmu faal. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar. Sonjaya, Herry. 2005. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar. Fakuiltas Peternakan-Universitas Hasanuddin:Makassar Suryo. 1995. Biologi Edisi Ke Lima. Penerbit Erlangga. Jakarta. Syaifuddin. 2002. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Widya Medika. Jakarta. Watson, R. 2002. Anatomi dan fisiologi untuk perawat_edisi ke dua. ECG. Jakarta. Yusuf. 1995. Fisiologi Sel Dan Cairan Tubuh. Bagian Ilmu Faal. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Jumat, 15 Juni 2012


laporan afister hemolisis

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas kedalam medium sekelilingnya (plasma).Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll.Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosi berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).

1.2

Tujuan dan Manfaat Praktikum Anatomi dan Fisiologi Ternak yang berjudul Hemolisis ini bertujuan untuk mengamati

hemolisis darah dan keriput pada membran peritrosit (krenasi) akibat perubahan larutan medium darah. Menentukan batas konsentrasi NaCl dari medium dimana eritrosit mulai lisis (minimum resistance) dan hemolisis total (maximum resistance). Manfaat yang didapatkan dari praktikum hemolysis ini adalah kita dapat mengetahui terjadinya krenasi pada darah jika kita meberikan larutan hipotonis. Kita juga mengetahui bentuk krenasi darah dari mikroskop setelah dilakukan percobaan.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Cormack. (2008) mengatakan bahwa Hemolisis adalah rusaknya jaringan darah akibat lepasnya hemoglobin dari stroma eritrosit (butir darah merah). Hemolisis dapat disebabkan karena penurunan tegangan permukaan membrane sel dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pelarut organik,

saponin, garam empedu, sabun, enzim, dan faktor lain yang merusak komplek lemak-protein dari stroma. Faktor hemolisis ini ditemukan pada bisa ular famili Elapidae. Sarkar & Devi (2006) Hemolisis secara langsung tidak dibutuhkan penambahan lesitin sedangkan hemolisis tidak langsung kehadiran lesitin pada sel darah merah atau penambahan dari luar sangat diperlukan.Secara umum, mekanisme hemolisis berlangsung dua tahap. Tahap pertama lesitin dalam sel darah atau yang ditambahkan dari luar akan diubah menjadi lisolesitin oleh lesithinase A. Lisolesitin merupakan bentuk lesitin yang memiliki aktivitas hemolitik. Selanjutnya, lisolesitin menyebabkan sel darah merah lisis dengan menyerap material lemak dinding sel sehingga merusak keutuhan struktur sel darah. Hemolisis adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah menuju cairan disekelilingnya, keluarnya hemoglobin ini disebabkan karena pecahnya membran sel darah merah.Membran sel darah termasuk membran yang permeabel selektif. Membran sel darah merah mudah dilalui atau ditembus oleh ion-ion H+, OH-, NH4+, PO4, HCO3-, Cl-, dan substansi seperti glukosa, asam amino, urea, dan asam urat. Sebaliknya sel darah merah tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik, hemoglobin dan protein plasma. (Watson, 2007). Ada dua macam hemolisis yaitu hemolisis osmotik yang terjadi karena adanya perbedaan yang besar antara tekanan osmosa cairan didalam sel darah merah dengan cairan yang berada disekeliling sel darah merah. Tekanan osmosa sel darah merah adalah sama dengan osmosa larutan NaCl 0, 9 %, bila sel darah merah dimasukkan kedalam larutan NaCl 0, 8 % belum terlihat adanya hemolisa, tetapi sel darah merah yang dimasukkan kedalam larutan NaCl 0, 4 % hanya sebagian saja dari sel darah merah yang mengalami hemolisis dan sebagian lagi sel darah merahnya masih utuh. Perbedaan ini desebabkan karena umur sel darah merah yang sudah tua, membran sel mudah pecah, sedangkan se darah merah yang muda, membran selnya masih kuat. Bila sel darah merah dimasukkan kedalam laritan NaCl 0, 3 %, semua sel darh merah akan mengalami hemolisa sempurna. Yang kedua, hemolisis kimiawi membran sel darah merah dirusak oleh macam-macam substansi kimia. Seperti, kloroform, aseton, alkohol, benzena dan eter, substansi lain adalah bisa ular, kalajengking, dan garam empedu. (Wulangi, 2009) Srikini (2000) Sel darah merah yang berada di luar cairannya dapat mempertahankan bentuknya apabila dimasukkan dalam cairan yang isotonis dengan sitoplasmanya. Apabila sel darah merah berada di dalam cairan yang hipertonis maka sel darah merah akan mengalami pengerutan (krenasi), apabila sel

darah merah berada dalam cairan yang bersifat hipotonis maka sel akan pecah dan hemoglobin akan ke luar (hemolisis). Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup, misalnya, pada membrane sel darah merah. Jika meletakan sel darah merahdalam suatu larutan hipertonik (lebih pekat), air yang terdapat dalam sel darah akan ditarik keluar dari sel sehingga sel mengerut dan rusak. Peristiwa ini disebutkrenasi. Sebaliknya, jika kamu meletak an sel darah merah dalam suatu larutanyang bersifat hipotonik (lebih encer), air dari larutan tersebut akan ditarik masuk k e d a l a m s e l d a r a h s e h i n g g a s e l m e n g e m b a n g d a n p e c a h . P r o s e s i n i d i s e b u t hemolisis. Orang yang mengonsumsi terlalu banyak makanan berkad ar

garamtinggi, jaringan sel dan jaringan antar selnya akan mengandung banyak air. Hal inidapat menyebabkan terjadinya pembengkakan tubuh yang disebut edema. (Hendrayani, 2007).

III.

MATERI DAN METODE

3.1

Waktu dan Tempat. Praktikum Anatomi dan Fisiologi ternak tentang fisiologi darah (Hemolisis) dilaksanakan di Laboratorium anatomi dan fisiologi ternak fakultas peternakan Universitas Jambi pada tanggal 11 Mei 2012 pukul 14.00 sampai dengan selesai.

3.2

Materi Adapun materi yang digunakan pada praktikum Anatomi dan Fisiologi Ternak yang berjudul Fisiologi Darah (Hemolisis) yaitu darah sapi dan antikoagulansNaCl fisiologis, Larutan NaCl konsentrasi 0,65%, 0,8%, 0,9 %, 1%, 3%, larutan Urea 1% dalam aquades, larutan 1% urea dalam NaCl 0,9%, larutan 1% saponin dalam aquades, larutan 1% saponin dalam Nacl 0,9, pipet pasteur, darah sapi yang sudah diberi koagulan,kaca benda (obyec glass) dan penutup (cover glass, Mikroskop , Natrium sitrat 3.8%, Tabung reaksi 5 buah dan raknya.

3.3

Metode Praktikum Adapun cara atau metoda yang digunakan pada praktikum Hemolisis ini adalah mengambil 10 tabung reaksi dan beri label, isi 10 tabung tersebut masing-masing 5ml larutan tersebut, lalu masingmasing tuangi 3 tetes darah sapi dan biarkan selama 10 menit, periksa/amati warna dan kekeruhan larutan di dalam tabung. Warna merah cerah menunjukan adanya hemolysis. Warna keruh belum tentu terjadi perubahan.Kemungkinan sebagian sel mengalami hemolysis atau perubahan lainnya.Untuk memastikan terjadinya hemolysis atau perubahan dilakukan secara mikroskopis. Cara pemeriksaan secara mikroskopis adalah sebagai berikut ; Pada gelas objek sebelah kiri ditetes larutan dari tabung pertama yang berisi larutan NaCl 0,9% sebagai control (pembanding), bagian kiri kanan teteskan larutan tabung kedua, tutup dengan cover glass. Periksa dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x. lakukan hal yang sama untuk tabung lainnya dengan menggunakan larutan dari tabung pertama sebagai control. Pencatatan hasil pengamatan pada tabel sebagai berikut : Pada pemeriksaan mikroskopis, tuliskan tanda (+) bila terlihat jelas adanya hemolysis (larutan dalam tabung berwarna merah cerah) dan tanda (+) bila belum terlihat adanya hemolysis (larutan dalam tabung berwarna keruh). Pada pemeriksaan mikroskopis, tuliskan pada kolom bentuk sel bulat licin atau bulat bergerigi, atau bentuk lainnya, pada kolom besasr bandingkan dengan control (tabung 1) tulis tanda (=) apabila besarnya sama dengan control, tanda (>) apabila lebih besar, dan tanda (<) apabila kecil. Untuk jumlahnya relative sama banyak dengan control, tanda (>) apabila relative lebih banyak dan tanda (<) apabila relative lebih sedikit.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas kedalam medium sekelilingnya (plasma).Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosi berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).

Bentuk Krenasi Darah Pada hasil percobaan praktikum kami, jika darah diberi NaCl eritrosit menggembung sedangkan jika diberi Aquades eritrosit pecah. Hal tersebut terjadi karena NaCl adalah larutan hipotonis dan aquades adalah larutan hipertonis. Dan dari percobaan diatas diketahui bahwa eritrosit yang pecah tidak dapat kembali lagi seperti semula. Pada darah yang diberi ureum terjadi sebaliknya yaitu jika ditambah aquades eritrosit menggembung sedangkan jika diberi NaCl eritrosit pecah. Hal tersebut terjadi karena aquades menjadi larutan hipotonis dan NaCl menjadi larutan hipertonis. Di bawah ini adalah hasil pengamatan Hemolisis secara Makroskopis dengan warna yang berbedabeda.

1. Tabung 1menunjukan terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,65%. 2. Tabung 2menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,8%. 3. Tabung 3menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 0,9%. 4. Tabung 4 menunjukan terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 1%. 5. Tabung 5menunjukan tidak terjadinya hemolisis dengan konsentrasi NaCl 3%. Tabel Hasil Pengamatan Hemolisis Darah Sapi Mikroskopis Nomor Tabung Mikroskopis Jumlah (hemolisis) Bentuk Besar Relatif 1s 2s 3s 4s 5s 6s + + Bulat licin Bulat licin Bulat bergerigi Bulat licin Bulat licin Bulat licin Sangat kecil = < > > = Sangat banyak < < < = <

Dari 10 menit pertama sampai 10 menit ketiga hanya dua tabung yang mengalami hemolisis yaitu tabung 2 (konsentrasi 0,1%) dan tabung 3 (konsentrasi 0,35%). Tabel Hasil Pengamatan Hemolisis Darah Ayam Nomor Mikroskopis Mikroskopis

Tabung

(hemolisis) Bentuk Besar

Jumlah Relatif

1a 2a 3a 4a 5a 6a

+ + -

Bulat bergerigi Bulat licin Bulat licin Bulat licin Bulat licin Bulat licin

Sangat kecil = = > = =

Sedikit > > > < >

Dari 10 menit pertama sampai 10 menit ketiga hanya dua tabung yang mengalami hemolisis yaitu tabung 2 (konsentrasi 0,1%) dan tabung 3 (konsentrasi 0,35%). Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pada : 1. Tabung 1 Pada tabung 1darah dilihat secara makroskopis berwarna merah cerah.Dilihat secara mikroskopis mempunyai bentuk bulat licin dan jumlahnya relative lebih banyak.Pada tabung 1 darah yang ditambahkan NaCl 0,65% akan mengalami krenasi, karena NaCl 0,65% merupakan cairan hipertonis. Jika darah dicampurkan dengan cairan tersebut maka akan terjadi proses pengerutan (krenasi) yaitu proses dimana cairan dari sel darah merah akan keluar dari membran plasma yang selalu menyelimutinya karena pelarut di dalam sel darah merah akan keluar dari sel tersebut. 2. Tabung 2 Pada tabung 2darah dilihat secara makroskopis terlihat berwarna merah. Dilihat secara mikroskopis mempunyai bentukbulat licin, jumlahnya relative sama banyak dengan control.Larutan NaCl yang memiliki konsentrasi 0,8% memiliki konsentrasi yang sama dengan sel darah atau isotonis, karena itu darah yang diberi larutan NaCl 0,8% tidak mengalami perubahan. Akan tetapi jika darah tersebut terlalu lama di diamkan maka darah tersebut akan membeku dan terbentuklah benang-benang fibrin yang akan membuat darah tersebut menjadi kental dan tidak dapat tembus cahaya, oleh karena itu tulisan tidak akan terbaca, terlihat sangat buram sekali. 3. Tabung 3

Pada tabung 3darah dilihat secara makroskopis terlihat memudar warna merahnya.Dilihat secara mikroskopis mempunyai bentukbulat licin, jumlahnya relative sama banyak dengan control.Larutan NaCl yang memiliki konsentrasi 0,9% memiliki konsentrasi yang sama dengan sel darah atau isotonis, karena itu darah yang diberi larutan NaCl 0,9% tidak mengalami perubahan. Akan tetapi jika darah tersebut terlalu lama di diamkan maka darah tersebut akan membeku dan terbentuklah benang-benang fibrin yang akan membuat darah tersebut menjadi kental dan tidak dapat tembus cahaya, oleh karena itu tulisan tidak akan terbaca, terlihat sangat buram sekali. 4. Tabung 4 Pada tabung 4darah dilihat secara makroskopis berwarna merah cerah.Dilihat secara mikroskopis mempunyai bentuk bulat dan jumlahnya relative lebih banyak.Pada tabung 4darah yang ditambahkan NaCl 1% akan mengalami krenasi, karena NaCl 1% merupakan cairan hipertonis. Jika darah dicampurkan dengan cairan tersebut maka akan terjadi proses pengerutan (krenasi) yaitu proses dimana cairan dari sel darah merah akan keluar dari membran plasma yang selalu menyelimutinya karena pelarut di dalam sel darah merah akan keluar dari sel tersebut. 5. Tabung 5 Pada tabung 5 dilihat secara makroskopis berwarna merah keruh. Darah yang ditambahkan NaCl 3% akan mengalami krenasi, karena NaCl 3% merupakan cairan hipertonis. Jika darah dicampurkan dengan cairan tersebut maka akan terjadi proses pengerutan (krenasi) yaitu proses dimana cairan dari sel darah merah akan keluar dari membran plasma yang selalu menyelimutinya karena pelarut di dalam sel darah merah akan keluar dari sel tersebut. Setelah pengamatan secara makroskopik telah kita lakukan terhadap darah yang kita kenai perlakuan seperti ini dan hasilnya tulisan yang dikenakan darah tersebut akan buram, tidak terlihat terlalu jelas, karena darah tidak pecah, hanya mengkerut sehingga darah tersebut masih mengandung Hb yang menghalangi cahaya yang tembus.

Pada tabung yang berisi aquades sebagai pembanding, darah yang ditambahkan aquades mengalami hemolisis, karena aquades merupakan cairan hipotonis yang menyebabkan perbedaan konsentrasi dimana konsentrai darah lebih tinggi daripada konsentrasi aquades, sehingga beberapa cairan dari aquades masuk kedalam sel-sel darah merah tersebut sampai konsentrasinya seimbang akan tetapi membran atau lapisan yang dimiliki darah tidak kuat untuk menampung semua itu sehingga terjadilah Hemolisis (pecahnya sel darah merah). Darah yang diberi aquades terlihat memudar warna merahnya, karena hemoglobin keluar dari eritrositnya. Oleh karena itu, apabila darah tersebut diletakan diatas sebuah tulisan maka huruf tersebut akan terlihat jelas.

Gambar.1 Hemolisis darah terlihat dimikroskop Kita ketahui bahwa sel darah merah atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang belakang.

Sel darah

Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus.Pernyataan tersebut berbeda dengan darah pada sapi. Pada darah ikan nila, setelah dilakukan pengamatan dengan perlakukan penambahan NaCl 0,90% terlihat jelas bahwa sel darah merah pada sapi memiliki inti di tengahnya.

Ketika pengamatan kedua darah ikan nila yang di masukan ke 5 tabung reaksi yang berbeda. Setiap tabung reaksi tersebut berisi larutan NaCl yang berbeda konsentrasinya mulai dari NaCl 0,3%,0,65%, 0,8%, 0,9%, 3%. Sebelum homogen darah masih menggumpal di bawah sehingga ditunggu 5 menit sampai darah homgen. Pengamatan sel pada mikroskop ternyata sel darah merah ada yang mengalami pengerutan (krenasi) dan ada yang mengalami pengembungan (hemolisa) yang dapat menyebabkan pencahnya sel darah merah.Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan atau pendinginan, serta rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Adapun karekteristik dari larutan hipotonik adalah sebagai berikut : - Memiliki tekanan osmotic lebih rendah dari sel darah merah - Menyebabkan air mengalirke dalam sel darah merah - Menyebabkan hemolisis: sel darah mengembang dan dapat pecah Peristiwa hemolisa atau hemolisis terjadi pada larutan NaCl berkosentrasi diatas 0,9% yaitu pada NaCl 3 %. Hal ini menyebabkan warna atau keadaan campuran larutan NaCl dan tetesan darah ikan nila homogen, disebabkan bercampurnya larutan NaCl dan hemoglobin. Sedangkan krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik, karena kehilangan air melalui osmosis. (sel memiliki larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan larutan di sekitar luar sel), osmosis (difusi air) menyebabkan pergerakan air keluar dari sel, menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya. Sebagai akibatnya, sel mengecil. Hal ini terjadi pada tabung reaksi dengan penambahan larutan NaCl berkosentrasi tinggi dibawah 0,9% yaitu NaCl 0,3%, 0,65%, dan 0,8% yang keadaan campuran larutan dan darah adalah semakin tinggi konsentrasi NaCl, semakin mendekati homogen (jernih). Krenasi sel darah merah terjadi karena lingkungan hipertonik, Adapun karekteristik dari larutaan hipertonik adalah sebagai berikut :

- Memiliki tekanan osmotic lebih besar dari sel darah merah. - Menyebabkan air mengalir keluar sel darah merah - Menyebabkan krenasi:penyusutan sel darah merah

Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma). Karekteristik larutan isotonic adalah sebagai berikut :

- Memiliki tekanan osmotic sama dengan tekanan osmotik sel darah merah. - NaCl 0.9% biasa digunakan untuk keperluan medis karena memberikan tekanan osmotik sama dengan yang dimiliki sel darah merah

Gambar (a).Krenasi

Gambar (b). Hemolisis

Adapun kesimpulan dari pengamatan ini adalah sebaga berikut : Sel darah sapi memiliki inti.NaCl pada konsentrsi 0,9% merupakan larutan isotonic bagi sel dara merah karena dapat mengembalikan sel darah merah yang mengalami krenasi atau pengerutan kembali seperti semula. NaCl pada kosentrasi 0,3%, 0,65% dan 0,8% atau di bawah 0,9% akan menyebabkan sel darah merah mengerut. Hal ini dikarenakan air mengalir keluar sel darah merah, sehingga krenasi atau:penyusutan sel darah merah. Larutan yang menyebakan krenasi adalah larutan hipertonik.NaCl 3%

pada konsetrasi di atas 0,9% atau larutan hipotonik dapat menyebabkan sel darah merah mengembang dan pecah. Karena air masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel mengembang.

V.

PENUTUP

5.1 Kesimpulan Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Pada darah yang dicampur aquades, akan mengalami hemolisis sehingga hemoglobin keluar bebas dari eritrosit, tetapi tetap berada di sekitar membrane. Sedangkan Darah yang diberi larutan hipertonis, akan mengalami krenasi (mengkerutnya sel eritrosit).Pada darah yang mengalami hemolisis akan tembus cahaya (tulisan terlihat jelas), sedangkan yang lainnya tidak.Pada darah yang telah mengalami hemolisis atau pecah tidak dapat kembali seperti semula karena membran maupun inti selnya telah pecah, sehingga apabila diberikan larutan hipertonis tidak berubah.Pada darah yang mengalami krenasi akan kembali ke bentuk normal atau isotonis ketika diberi larutan hipotonis karena membran dan inti selnya tidak pecah, hanya mengkerut saja. 5.2 Saran Saran yang untuk laboratorium yaitu agar alat-alat dan kebersihan tempat atau lab. Senantiasa selalu bersih dan alat-alat yang rusak mohon diganti agar praktikan dapat melakukan praktikum dengan lancar. Jadi semua alat-alat yang dibutuhkan oleh praktikan dalam praktikum dapat terpenuhi. Untuk asisten agar membimbing praktikannya dengan baik agar praktikum di laboratorium lebih disiplin.

DAFTAR PUSTAKA

Bajpai. 2009. Kapita Selekta Hematologi, Edisi Empat. EGC : Jakarta. Cormack. 2008. Histologi veterinner. UI Press : Jakarta. Hendrayani. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press : Jakarta. Sarkar & Devi. 2006. Konsentrasi Sel Darah. EGC : Jakarta.

Srikini. 2000. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Watson. 2007. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. EGC : Jakarta.

Wulangi. 2009. Prinsip-Prinsip Fisiologo Hewan, Jurusan Biologi. ITB : Bandung.

Anda mungkin juga menyukai