Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK

“MEMBUAT SEDIAAN SEL DARAH DENGAN METODE OLES


(SMEAR)”

Disusun oleh :

Nama Kelompok : Dina Safitri


NPM : F1D018003
Kelompok : II A
Dosen Pengampu : Dra. Novia Duya, M.Si
Dedi Satriawan, S.Si., M.Si
Hari/Tanggal : Jumat, 21 Februari 2020
Asisten : Okta Ediyo Surayadi (F1D015042)
Maria Veronika (F1D015040)
Muhammad Amin (F1D015032)

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR


PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Darah adalah cairan tubuh yang mengalir dalam pembuluh dan beredar ke
seluruh tubuh. Darah pada umumnya terdiri atas unsur-unsur seluler dan matrik
cairan yang disebut plasma. Darah terdiri atas plasma dan komponen-komponen
seluler yaitu sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit dan
trombosit. Plasma merupakan cairan yang mengandung ion-ion dan molekul
organik meliputi protein, elektrolit, nitrien, materi sampah, zat terlarut dan materi
terlarut (Maskoeri, 2010).
Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma), yang
sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama
dalam plasma darah adalah albumin. Protein lainnya adalah antibody
(imunoglobin) dan protein pembekuan. Fungsi sel darah merah yang paling utama
adalah mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Kemampuan ini dikarenakan
adanya hemoglobin dalam sel darah merah. Hemoglobin mempunyai dua rantai α
dan β serta 4 gugus heme., yang masing-masing berikatan dengan rantai
polipeptida (Subowo, 2010).
Pemeriksaan apus darah tepi memberikan informasi penting tenta dan
merupakan alat penting dalam diagnosis banding dan indikasi pemeriksaan yang
diperlukan lebih lanjut, diagnosis cepat karena infeksi spesifik tertentu, dan
merupakan peran utama untuk diagnosis banding (Ardianti, 2017).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu dilakukan praktikum untuk
membuat sediaan darah menggunakan metode oles sebagai dasar pembuatan
preparat dan pengamatan sitologi darah pada amfibi, aves, dan mamalia.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum tentang membuat sediaan darah dengan
metode oles (smear) adalah:
1. Mahasiswa mempelajari dan memahami pembuatan sediaan darah dengan
metode oles (smear)
2. Mahasiswa dapat membedakan perbedaan sitologi darah pada amfibi, aves
dan mamalia.
3. Mahasiswa memahami kegunaan pembuatan sediaan darah dengan metode
oles (smear).
4. Mengetahui perbedaan dan fungsi dari eritrosit dan bermacam-macam
leukosit.
5. Mengetahui persentase normal bermacam-macam leukosit dan
membandingkannya dengan hasil pengamatan.
1.3 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah :
1. Dapat mempelajari pembuatan sediaan darah dengan metode oles (smear).
2. Dapat membedakan sitologi darah pada amfibi, aves, dan mamalia.
3. Dapat memahami kegunaan pembuatan sediaan darah dengan metode oles
(smear).
4. Dapat mengetahui perbedaan dan fungsi eritrosit dan macam-macam
leukosit.
5. Dapat mengetahui persentase normal macam-macam leukosit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah
dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan
trombosit. Eritrosit berbentuk bikonkaf, cekungan (konkaf) pada eritrosit
digunakan untuk memberikan ruang pada hemoglobin yang akan mengikat
oksigen (Kurniasih, 2018).
2.2 Komponen Darah
1. Eritrosit berbentuk diskus bikonkaf, yaitu bulat dengan lekukan pada
sentralnya dan berdiameter 7,65 mikrometer. Eritrosit merupakan sel yang paling
banyak dibandingkan dengan sel lainnya. Eritrosit mengandung hemoglobin, yang
berfungsi untuk mengikat sel darah merah dan membawa oksigen dari paru-paru
dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh (Subowo, 2010).
2. Leukosit atau sel darah putih merupakan bagian dari sistem pertahanan
tubuh yang dapat bergerak. Setelah pembentukannya, sel darah putih masuk ke
dalam peredaran darah dan menuju ke bagian tubuh yang membutuhkan.
Berdasarkan morfologinya, ada yang bergranula dan ada yang tidak. Diferensiasi
leukosit meliputi limfosit, monosit, heterofil, eosinofil, dan basofil. Leukosit yang
bergranula terdiri atas heteroifil, eosinofil dan basofil. Leukosit yang tidak
bergranula adalah monosit dan limfosit (Ulupi, 2014).
3. Limfosit adalah bagian dari leukosit yang terdiri dari limfosit T (sel T)
dan limfosit B (sel B), yang berperan dalam pembentukan kekebalan spesifik.
Kekebalan sepesifik ini bisa bersifat humoral dan seluler. Pada kekebalan spesifik
humoral (Humoral Mediated Immunity/ HMI), yang berperan adalah sel B.
Produk dari HMI adalah antibodi (imunoglobulin). Pada kekebalan spesifik
seluler (CellularMediatedImmunity/CMI), yang berperan adalah sel T cytoytoxic
(Tc). Sel Tc adalah sel T yang menghasilkan sitotoksik untuk menghancurkan sel
yang terinfeksi agen penyakit (Ulupi, 2014).
4. Monosit adalah prekursor makrofag dalam darah sirkulasi. Begitu ada
infeksi agen patogen, maka monosit akan segera bermigrasi ke jaringan yang
mengalami peradangan, dan berubah menjadi sel makrofag. Makrofag ini
merupakan sel fagosit yang potensial, karena ukurannya lebih besar, umurnya
lebih panjang dan kemampuannya menelan bakteri lebih banyak dari pada
heterofil (Ulupi, 2014).
5. Basofil adalah sel darah putih yang mempunyai peranan dalam reaksi
alergi. Keberadaan sel basofil di dalam darah sirkulasi menurut Guyton dan Hall
(2008) sekitar 0.4%. Meskipun konsentrasi tersebut sangat kecil tetapi
keberadaannya sangat penting karena sel basofil mengandung heparin yang dapat
menghambat proses pembekuan darah (Ulupi, 2014).
6. Neutrofil berfungsi membantu melindungi tubuh melawan infeksi
balteri, jamur ataupun mikroorganisme berbahaya yang masuk ke dalam tubuh.
Selain itu juga berperan dalam mencerna atau memfagositosis benda asing sisa-
sisa peradangan. Ada dua jenis neutrofil yaitu neutrofil berbentuk pita dan
bersegmen. Neutrofil meiliki 3-5 lobus yang terhubungkan dnegan benang-benang
kromatin tipis (Subowo, 2010).
7. Eusinofil meiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel ini
memiliki inti yang berlobus dua dan berdiamater 12-15 mikrometer. Berfungsi
sebagai fagositosik lemak. Jumlahnya akan meningkat ssaat terjadi alergi atau
penyakit parasit, tetapi akan berkurang selama stress berkepanjangan (Subowo,
2010).
8. Trombosit merupakan salah satu komponen darah yang terdapat pada
tubuh manusia, yang berperan penting dalam hemostasis. Trombosit berasal dari
fragmentasi sitoplasma megakariosit. Trombosit adalah sel darah yang tidak
mempunyai inti dengan ukuran diameter 14 mikrometer dan volumenya 7-8 µl.
Jumlah darah pada keadaan normal pada tubuh manusia adalah 150.000-350.000 /
mm3 (Anwar, 2018).
2.3 Sediaan Darah
Pemeriksaan darah rutin seperti hitung jenis sel darah dapat dimanfaatkan
untuk menentukan karakteristik morfologi darah. Hitung jenis ini dilakukan
dengan prosedur tertentu yaitu mengoleskan setetes darah vena atau kapiler
setelah itu dengan hati-hati ditipiskan diatas objek glass (kaca obyek) kemudian
dilakukan pengecetan dengan giemsa/wright. Pemeriksaan ini disebut sediaan
apus darah tepi (Anwar, 2018).
Sediaan apus darah tepi yang baik secara makroskopis dan mikroskopis
sangat penting dalam menilai keberhasilan dalam pembuatan sediaan apusan
darah tepi. Secara makroskopis, bentuk dan tampilan preparat merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan, sediaan kering yang tipis dan telah dipulas
memungkinkan untuk mempelajari keadaan sel darah. Salah satu faktor penentu
dalam hal ini yaitu teknik pembuatan sediaan apus darah tepi serta faktor-faktor
lainnya (Anwar, 2018).
Pemeriksaan sediaan apusan darah tepi bertujuan untuk evaluasi morfologi
sel darah yaitu eritrosit meliputi bentuk, warna, dan ukuran, evaluasi leukosit
meliputi bentuk dan jumlah, sedangkan evaluasi trombosit meliputi jumlah dan
warna. Penentuan kesan jumlah trombosit ditentukan dalam jumlah sel
perlapangan pandang. Sementara jumlah sel perlapangan pandang yang
dinyatakan cukup masih bervariasi (Anwar, 2018).
Dalam pengecatan giemsa, sebelumnya sediaan apus darah difiksasi
menggunakan methanol absolute. Fiksasi menggunakan methanol absolute selama
5 menit berfungsi untuk membuka dinding sel eritrosit. Methanol jika didiamkan
terlalu lama dalam udara akan menguap dan mengandung air sehingga akan
mempengaruhi morfologi eritrosit. Fiksasi methanol absolute berfungsi agar
apusan darah dapat menyerap cat dengan sempurna, juga dapat melekatkan apusan
darah pada obyek glass sehingga apusan darah tidak mengelupas serta
menghentikan proses metabolisme tanpa mengubah keadaan (struktur)
sebenarnya. Larutan fiksasi yang tidak baik dapat menyebabkan perubahan
morfologi sel dan perlekatan yang tidak baik. Ini dapat terjadi apabila larutan
fiksasi yang digunakan methanol yang tidak absolute karena telah menguap dan
dapat mengubah konsentrasi dari methanol tersebut yang dapat menyebabkan
fiksasi yang tidak sempurna (Warsita, 2019).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum mikroteknik hewan tentang Membuat Sediaan Darah dengan
Metode Oles (Smear) dilaksanakan pada hari Rabu, 10 Mei 2020, pukul 13.30 –
15.40 WIB, di Laboratorium Biologi Dasar, Gedung Basic Science, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah jarum frankel/lancet pena,
spuit 1cc, testube (eppendorf) 2.5 mL, gelas beker, gelas benda, kaca penutup,
pipet tetes, rak preparat, killing bottle, mikroskop cahaya, bak bedah.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, EDTA bubuk, Giemsa 3%,
klorofom, aquadest, katak, ayam, burung merpati, Homo sapiens, kapas, tisu, dan
tusuk gigi,
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Koleksi Darah Katak
Katak di narkose di dalam killing bottle yang sebelumnya telah
dimasukkan kapas dan kloroform. Ditelentangkan katak di atas bak bedah yang
telah dialasi dengan tisu kering. Permukaan kulit katak ditetesi dengan air dan
darah dihisap dari jantung menggunakan jarum injeksi 1 cc. Jarum injeksi
diposisikan di daerah thoraks-abdominal yang mengarah ke jantung. Darah
dihisap 0,5 sampai 1 cc dan dimasukkan ke dalam tube eppendorf yang
sebelumnya telah diberi EDTA bubuk. Tube digoyang dengan perlahan dan
kemudian dilanjutkan dengan cara kerja apusan darah.
1.3.2 Koleksi Darah Burung
Ditelentangkan burung di atas bak bedah yang telah dialas dengan tisu
kering. Salah satu sayap burung direntangkan pada bagian vena sayap sekunder.
Diperhatikan adanya pembuluh darah dan kemudian diusap alkohol 70% dengan
kapas. Darah diambil menggunakan jarum injeksi 1 cc dan darah di hisap
sebanyak 0,5 sampai 1 cc. Kemudian darah dimasukkan ke dalam tube eppendorf
yang sebelumnya sudah diberi EDTA bubuk. Tube digoyang dengan perlahan dan
sayap diusap kembali dengan kapas yang telah diberi alkohol 70%. Dilanjutkan
dengan cara kerja apusan darah.
1.3.3 Koleksi Darah Manusia
Diambil darah dari jari ke-3 atau ke-4 dari tangan yang tidak dominan.
Kemudian jari diusap dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70%. Dengan
menggunakan pena lancet, jari ditusuk dan tetesan darah pertama dibuang dengan
mengusapnya menggunakan tisu steril. Tetesan darah kedua dan selanjutnya
diambil dan diletakkan tetesan darah pada sisi kanan gelas benda. Diusap lagi jari
dengan kapas yang telah diberi alkohol 70% dan ditekan dengan ibu jari agar
darah tidak keluar. Dilanjutkan dengan cara kerja apusan darah.
1.3.4 Pembuatan Sediaan Apusan Darah
Disediakan dua gelas benda. Ditetesi darah dibagian kanan gelas benda I
yang bersih dan bebas lemak. Untuk darah katak dan burung, diambil darah dari
tube eppendorf menggunakan dua batang tusuk gigi. Gelas benda II diambil dan
disentuhkan pada salah satu ujung kaca benda I di sebelah kiri tetesan darah
sehingga kedua gelas membentuk sudut 45⁰ ke kanan. Gelas benda II digerakkan
ke kanan sehingga tetesan darah berada di sudut antara gelas benda I dan II
membentuk garis tipis. Kemudian gelas benda II digerakkan ke kiri dengan cepat
dan darah akan membentuk lapisan (film) tipis.
1.3.5 Pewarnaan Sediaan Darah
Fiksasi sediaan menggunakan alkohol 70% selama 5 menit. Kemudian
sediaan diatur di atas rak. Pewarna giemsa diteteskan di atas sediaan hingga
apusan tertutup seluruhnya oleh pewarna dan dibiarkan selama 30 menit. Sediaan
di cuci dengan aquadest dan dibiarkan mengering pada suhu ruangan. Gelas benda
sebaiknya diposisikan vertikal agar air tidak mengering di atas apusan darah yang
akan mengganggu pengamatan. Sediaan diamati di bawah mikroskop cahaya dari
perbesaran terkecil hingga perbesaran besar. Hasil pengamatan di foto pada setiap
perbesaran 4x, 10x, 100x, dan dibuat homogram leukosit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum tentang membuat sediaan darah dengan metode
oles (smear) yang telah dilaksanakan, diperolah hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil pengamatan preparat sel darah dengan metode smear
No Gambar pembanding Hasil pengamatan Keterangan
1. Inti
1
2. Sitoplasma
1

1
2 2

(10x10)
(Darah katak)
http://wismabioku.
1. Inti
2. Sitoplasma
1
1

2
2 2
(10x10)
(Darah merpati)
http://wismabioku
1. Inti
1 2. Sitoplasma
1

3 2 2

(Darah ayam) (10x10)


http://wismabioku
1 1. Eritrosit
1
2. Neutrofil
2 2 3. Monosit
3 3 4. Limfosit
4
4
4
(Darah manusia) (10x10)
https://www.google.co.id
Tabel 2. Hasil pengamatan sel darah manusia dalam bentuk tabel hemogram
Jenis Bidang Pandang ∑
leukosit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Neutrofil 0 0 1 9 3 2 4 0 6 4 29
Eosinofil 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2
Basofil 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 3
Limfosit 2 1 1 2 5 4 5 1 3 2 26
Monosit 2 2 0 1 0 0 0 1 0 0 6
Jumlah
5 3 3 13 8 7 9 2 9 7 66
sebenarnya
Jumlah
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100
diharapkan
29
% Neutrofil = x 100 %=43,93 %
66
2
% Eosinofil = x 100 %=3,03 %
66
3
% Basofil = x 100 %=4,54 %
66
26
% Limfosit = x 100 %=39,39%
66
6
% Monosit = x 100 %= 9,09%
66
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membuat preparat apusan darah menggunakan metode
oles (smear). Darah yang digunakan yaitu darah katak, burung, ayam, dan
manusia. Pewarna yang digunakan yaitu Giemsa. Sebelum dilakukan pewarnaan
dilakukan terlebih dahulu proses fiksasi dengan menggunakan alkohol 70%, yang
bertujuan untuk mempertahankan bentuk sel agar tidak rusak dan sediaan melekat
erat pada kaca benda.  Tujuan pewarnaan pada pembuatan preparat adalah untuk
mempertajam atau memperjelas berbagai komponen pada jaringan, terutama sel-
selnya sehingga dapat dibedakan dan diamati dengan mikroskop. Serta digunakan
juga bubuk EDTA yang berfungsi sebagai antikoagulan, yaitu untuk mencegah
terjadinya penggumpalan darah.
Eritrosit pada kelas Aves memiliki inti, sehingga memungkinkan sel darah
merah memiliki kemampuan untuk bergerak sendiri . Menurut (Rousdy, 2018) yang
menyatakan bahwa jumlah eritrosit burung merpati hasil penelitian ini (2.686.000 sel/mL)
mendekati jumlah eritrosit ayam Gallus gallus yakni 3.000.000 sel/mL dibandingkan
burung elang yakni 1.880.000 sel/mL. Perbedaan jumlah eritrosit antar spesies burung ini
selain karena faktor genetik juga disebabkan oleh perilaku dan aktivitas hewan. Burung
elang adalah hewan predator yang lebih banyak menghabiskan waktunya terbang
udarasehingga oksigen yang diambil saat hinggap lebih banyak digunakan untukaktivitas
terbang.
Eritrosit pada manusia tidak memiliki inti dan berbentuk cakram bikonkaf. Pada
darah manusia yang diamati terlihat adanya neutrofil, eosinofil, monosit, limfosit
dan basofil. Tidak adanya inti pada eritrosit manusia disebabkan aktivitas
manusiayang lebih aktif serta terpapar lingkungan yang mengandung lebih banyak
oksigen. Hal ini sesuai dengan pendapat (Warsita, 2019) yang menyatakan bahwa
perbedaan ukuran eritrosit selain disebabkan faktor genetik, juga disebabkanoleh faktor
anatomi pembuluh darah kapiler. Mammalia (mencit) memiliki ukuran eritrosit terkecil
dan berbentuk cakram bikonkaf. Bentuk dan ukuran eritrosit ini berhubungan dengan
efisiensi pengangkutan oksigen dalam eritrosit menuju jaringan terkecil. Ukuran eritrosit
mamalia yang kecil dapat melewati kapiler darah mamalia yang berukuran kurang 7,5
µm.
Eritrosit pada katak memiliki inti serta ukurannya paling besar berdasarkan hasil
pengamtan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Rousdy, 2018) yang menyatakan bahwa
katak memiliki ukuran eritrosit paling besar, setara dengan diameter kapiler katak yang
berkisar 12,5-13,4 µmHewan akuatik dan semi-akuatik cenderung memiliki kadar Hb
lebih rendah dibandingkan hewan teresterial disebabkan kandungan oksigen dalam air
lebih rendah dibandingkan medium udara sehingga oksigen yang terikat oleh protein
Hb akan lebih sedikit.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Metode yang digunakan untuk pembuatan sediaan mikroskopis adalah
metode oles (smear method). Metode oles adalah suatu cara
membuat sediaan mikroskopis dengan jalan mengoles atau membuat
selaput tipis dari bahan yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas
obyek.
2. Eritrosit pada mamalia tidak berinti, sedangkan pada burung, ayam, dan
amfibi memilki inti.
3. Pembuatan sediaan darah dengan metode oles berguna untuk mengamati
morfologi, struktur, dan mendeteksi kelainan sel darah pada mamalia,
aves, dan amfibi.
5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya yaitu dapat menggunakan
jenis-jenis darah semua hewan vertebrata seperti pisces, amfibi, reptil, aves, dan
mamalia agar pengetahuan mahasiswa tentang sitologi darah terhadap hewan
vertebrata bertambah.

Anda mungkin juga menyukai