Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK

Pembuatan Sediaan Utuh (Whole Mount) Daun Citrus sinensis, Leucaena


Leucocephala, Alga Dan Lumut Daun (Bryophytha)

Disusun oleh :
Nama : Dea Riski Efiyani
NPM : F1D018002
Kelompok : II (Dua)
Dosen Pengampu : Dra. R. R. Sri Astuti, MS
Dian Fita Lestari, S.Pd., M.Sc
Hari/Tanggal : Rabu, 19 Februari 2020
Asisten : Fitri Syofura (F1D016020)
Kurnia Ayu Ningrum (F1D016022)
Citra Ayu Widya Ningrum (F1D016065)

PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Mikroteknik secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
metode pembuatan preparat mikroskopis, baik preparat hewan maupun tumbuhan.
Sedangkan mikroteknik tumbuhan merupakan teknik dalam pembuatan
preparat mikroskopis tumbuhan. Beberapa metode yang dikenal dalam pembuatan
preparat tumbuhan, yaitu metode parafin, metode squash, metode asetolisis, metode
maserasi dan metode Whole mount (Setjo, 2004).
Pembuatan preparat merupakan upaya untuk mempermudah pengamatan
suatu bahan. Metode Whole Mount merupakan metode dimana objek yang akan
dibuat sebagai preparat berada dalam keadaan utuh, yaitu tanpa sectioning. Sehingga
dengan kondisi tersebut dapat diamati struktur utuh dari suatu organisme dan tentu
saja objek akan terlihat dengan jelas ketika diamati menggunakan mikroskop.
Struktur yang dapat diamati menggunakan metode Whole Mount ini adalah struktur
reproduksi maupun struktur vegetatif pada suatu organisme (Biochem, 2008).
Metode whole mounth mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Kelebihan metode ini adalah dapat mengamati seluruh bagian tanaman dengan jelas
tiap bagian-bagiannya. Sedangkan kelemahannya adalah metode ini hanya bisa
dilakukan pada tanaman dengan ukuran yang kecil saja tidak bisa tanaman yang
besar sehingga metode ini perlu terus dikembangkan dengan melakukan bebagai
percobaan (Hamid, 2010).
Daun merupakan organ pada tumbuhan yang tersusun oleh beberapa jarinngan
oleh karena itu perlu dilakukan praktikum pembuatan preparat Whole mount ini
dilakukan untuk melihat bagian-bagian sel secara jelas dan utuh pada tumbuhan.
1.2 Tujuan
1. Untuk dapat mengaplikasikan metode Whoule Mount pada daun, alga dan lumut.
2. Untuk mengetahui bagian anatomi dari daun, alga dan lumut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Whole Mount
Whole mount merupakan metode pembuatan preparat yang nantinya akan
diamati dengan mikroskop tanpa didahului adanya proses pemotongan. Jadi pada
metode ini, preparat yang diamati adalah preparat yang utuh baik itu berupa sel,
jaringan, organ maupun individu. Gambar yang dihasilkan oleh preparat Whole
mount ini terlihat dalam wujud utuhnya seperti ketika organisme tersebut masih hidup
sehingga pengamatan yang dapat dilakukan hanya terbatas terhadap morfologi secara
umum saja. Salah satu bagian dari tanaman yang dapat dibuat preparat menggunakan
preparat whole mount yakni daun (Haryanti, 2010).
Metode Whole Mount merupakan metode dimana objek yang akan dibuat
sebagai preparat berada dalam keadaan utuh, yaitu tanpa sectioning. Sehingga dengan
kondisi tersebut dapat diamati struktur utuh dari suatu organisme dan tentu saja objek
akan terlihat dengan jelas ketika diamati menggunakan mikroskop. Metode
pembuatan preparat yang digunakan untuk pengamatan secara menyeluruh, artinya
mempelajari struktur vegetatif dan reproduktifnya tanpa melakukan penyayatan
terhadap tanaman tersebut karena metode ini menggunakan semua bagian tanaman
sebagai preparatnya. Tentu saja tanaman yang diamati haruslah berukuran kecil
sehingga dapat termuat pada objek glass. Sedangkan pada tanaman yang agak besar
bisa dilakukan pemangkasan agar menjadi lebih rapi dan kecil. Metode whole mounth
mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan metode ini adalah
dapat mengamati seluruh bagian tanaman dengan jelas tiap bagian-bagiannya.
Sedangkan kelemahannya adalah metode ini hanya bisa dilakukan pada tanaman
dengan ukuran yang kecil saja tidak bisa tanaman yang besar sehingga metode ini
perlu terus dikembangkan dengan melakukan bebagai percobaan (Perwati, 2009).
Tujuan dari pembutan preparat Whole Mount adalah untuk dapat menyediakan
preparat mikroskopis yang dapat memperlihatkan struktur secara keseluruhan dari
bahan atau objek yang bersangkutan. Misalnya preapat Whole Mount epidermis
bawah daun Impatiens sp. Untuk memperlihatkan struktur sel epidermis daun,
stomata, dan berbagai macam trikoma yang merupakan derivat epidermis yang
bersangkutan. Banyak cara atau metode untuk mengamati bentuk sel pada tumbuhan,
dapat menggunakan preparat awetan maupun preparat yang bukan awetan. Metode
untuk melihat sel stomata daun dapat menggunkan praparat whole mount, sehingga
pada praktikum ini digunakan preparat whole mount stomata, gunanya untuk melihat
bentuk stomata pada daun secara keseluruhan dan dibuat lebih bervariasi dengan
menggunakan cara dan seni tertentu agar hasil pengamatan lebih bagus dan indah
(Rudyatmi, 2015).
2.2 Jaringan Epidermis
Epidermis adalah sistem sel-sel yang bervariasi struktur dan fungsinya, yang
menutupi tubuh tumbuhan. Struktur yang demikian tersebut dapat dihubungkan
dengan peranan jaringan tersebut sebagai lapisan yang berhubungan dengan
lingkungan luar. Adanya bahan lemak, kutin dan kutikula dapat membatasi
penguapan, pada dinding terluar menjadikannnya kompak dan keras, sehingga dapat
dianggap sebagai penyokong mekanis. Di antara sel-sel epidermis terdapat derifatnya
antara lain yang disebut stomata, trikoma, sel kipas, sel silika dan sel gabus. Salah
satu bagian yang ada pada epidermis adalah stomata, yang merupakan celah diantara
epidermis yang diapit oleh 2 sel epidermis khusus yang disebut sel penutup. Di dekat
sel penutup terdapat sel-sel yang mengelilinginya disebut sel tetangga. Sel penutup
dapat membuka dan menutup sesuai dengan kebutuhan tanaman akan transpirasinya,
sedangkan sel-sel tetangga turut serta dalam perubahan osmotik yang berhubungan
dengan pergerakan sel–sel penutup. Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan
yang terdedah ke udara, tetapi lebih banyak terdapat pada daun (Haryanti, 2010).
Setiap jenis tumbuhan mempunyai struktur sel epidermis yang berbeda.
Perbedaan struktur sel epidermis yang dimaksud dapat berupa bentuk dan susunan sel
epidermis, letak atau kedudukan stomata terhadap sel tetangga, arah membukanya
stomata, bentuk stomata, jumlah sel epidermis dan stomata, jarak antara stomata dan
panjang sel epidermis dan stomata (Rompas, 2011).
Epidermis pada tumbuhan merupakan jaringan yang menutupi permukaan
organ, seperti daun, batang, akar, dan bunga. Epidermis biasanya terdiri atas satu
lapisan sel yang tipis, tidak memiliki klorofil. Epidermis daun dari tumbuhan yang
berbeda beragam dalam hal jumlah lapisan, bentuk, struktur, susunan stomata,
penampilan, dan susunan trikoma. Jaringan pada epidermis atas berbeda dengan
epidermis bawah (Mulyani, 2010).
2.3 Prinsip kerja Whole Mount
Prinsip kerja metode Whole Mount pada pembuatan preapat utuh tumbuhan
yaitu pengambilan bahan untuk di fiksasi, pencucian, dan pewarnaan, dehidrasi,
dealkoholisasi, mounting, dan pengamatan. Spesimen yang akan dibuat preparat
pertama-tama harus dimasukkan ke dalam larutan fiksatif yang bertujuan untuk
penguatan sehingga mencegah terjadinya perubahan selama proses pembuatan
preparat. Larutan fiksatif yang digunakan berupa krom-asetat atau formalin
tergantung dari spesimen yang akan diproses. Misalnya alga lebih baik menggunakan
krom-asetat untuk fiksasi bahan karena alkohol yang terkandung di dalam FAA
(formalin-aseto-alkohol) akan menyebabkan pengerutan sel khususnya pada spesimen
akuatik (Gembong, 2005).
Whole Mount, metode ini sering diistilahkan karena pada pembuatan
preparatnya menggunakan semua bagian tanaman yang akan diamati. Tentu saja
tanaman yang diamati haruslah berukuran kecil sehingga dapat termuat pada objek
glass. Sedangkan pada tanaman yang agak besar bisa dilakukan trimming
(pemangkasan) agar menjadi lebih rapi dan kecil. Contoh dari tanaman yang bias
dibuat preparat menggunkan preparat whole mount adalah lumut, sori paku, daun
dengan trikoma dan daun dengan stomata. Proses pembuatan preparat dengan
menggunakan metode ini adalah melalui beberapa tahap seperti fiksasi bertahap,
penggunaan seri xylol berseri dalam alkohol absolute. Proses pengamatan terhadap
suatu morfologi tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu
diantaranya yaitu dengan cara membuat preparat awetan dari tanama yang akan
diamati. Metode pembuatan preparat yang akan digunakan untuk pengamatan
menyeluruh, artinya mempelajari struktur vegetatif dan reproduktif nya tanpa
melakukan penyayatan terhadap tanaman tersebut karena metode ini menggunakan
semua bagian tanaman sebagai preparatnya (Widjajanto, 2001).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pembuatan Sediaan Utuh (Whole Mount) dengan metode gliserin-
xilol ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11-17 Maret 2020 pukul 14.00-selesai
di Laboratorium Biologi, Gedung Basic Science, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu mikroskop binokuler,
kaca objek, kaca penutup objek, silet, botol vial, pipet tetes, penjepit kayu, oven,
stopwatch, tabung reaksi dan rak tabung reaksi.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu daun tanaman Citrus sinensis, Leucaena
leucocephala, alga bentuk benang atau lumut, air kolam, larutan FAA, aquades,
pewarna Hematoxylin, HCL 1%, gliserin 10%, alkohol 95%, alkohol absolut, xilol
murni, kain lap bersih, label kertas dan canada-balsem atau entelan.
3.3 Prosedur Kerja
Langkah awal yang dilakukan pada praktikum ini adalah daun (Citrus
sinensis), alga atau lumut diambil dan dibersihkan, lalu difiksatif dengan larutan
FAA. Selanjutnya bahan dicuci kemudian larutan fiksatif dibuang lalu diganti dengan
aquades, penggantian dilakukan selama 3x. Selanjutnya akuades diganti dengan
pewarna Hematoxylin selama ½-2 jam. Kemudian dicuci lagi dengan akuades untuk
menghilangkan kelebihan dari zat warna selama 2 menit. Selanjutanya tahap
destaining (pengurangan pewarna) dengan HCL 1% selama 10 detik, kemudian
dilanjutkan dengan pencucian kelebihan asam selama 5 menit. Selanjutnya tahap
dehidrasi dilakukan dengan menambahkan larutan gliserin 10%, kemudian dibiarkan
di ruangan yang terbuka selama beberapa hari sampai tersisa gliserin murni dan
dihindarkan dari debu. Tahap ini dapat dilakukan atau disimpan didalam oven dan
dijaga jangan sampai sediaan menjadi kering dengan menambahkan larutan gliserin.
Selanjutnya gliserin dihilangkan dengan menambahkan alkohol 95% berulang-ulang,
makin tebal bahan maka makin sering pengulangan yang dilakukan, disetiap
pengulangan dibiarkan selama 30 menit. Kemudian diakhir pengulangan diganti
dengan alkohol absolut 2x selama 1 jam. Selanjutnya tahap alkoholisasi bertingkat
menggunakan alkohol-xilol dengan perbandingan (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8,
1:9) setelah itu xilol murni 1 dan xilol murni 2 masing-masing tahap dilakukan
selama 5 menit. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop dan dicari bagian yang akan
diamati, jika dimikroskop telah didapatkan hasil yang baik lalu difoto dan dilakukan
penutupan atau pembalutan dengan ditambahkan setetes entelan atau Canada-balsem
di sediaan preparat, kemudian ditutup dengan kaca penutup lalu dikeringkan di oven
dengan suhu 45ºC selama beberapa menit sampai entelan atau Canada-balsen kering,
lalu diberi label dan disimpan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil sebagai
berikut:

a b

Gambar 1. Hasil whole mount pengamatan dari daun jeruk dengan (Citrus sinensis) (a)
pengamatan whole mount daun jeruk (Citrus sinensis) pada mikroskop dengan
perbesaran 40 x 10 (b) gambar literatur hasil whole mount daun jeruk (Citrus
sinensis) pada mikroskop dengan perbesaran 40 x 10

Gambar 2. Struktur stomata pada daun jeruk ( Citrus sinensis) (a) pengamatan whole
mount daun jeruk (Citrus sinensis) pada mikroskop dengan perbesaran 40 x 10
(b) gambar literatur hasil whole mount daun jeruk (Citrus sinensis) pada
mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 (1) Stomata

a b
Gambar 2. Hasil Whole mount pengamatan dari daun Lamtoro (Leucaena leucocephala)
(a) pengamatan hasil Whole mount daun lamtoro (Leucaena leucocephala) di
mikrosop dengan perbesaran 40 x 10 (b) gambar literatur hasil whole mount
daun lamtoro (Leucaena leucocephal) pada mikroskop dengan perbesaran 40 x
10.

a b

Gambar 3. Struktur stomata pada daun lamtoro (Leucaena leucocephala (a) pengamatan
hasil Whole mount daun lamtoro (Leucaena leucocephala) pada mikrosop dengan
perbesaran 40 x 10 (b) gambar literatur hasil whole mount daun lamtoro
(Leucaena leucocephal) pada mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 (1) Stomata

a b

Gambar 4. Pengamatan hasil Whole mount pada lumut daun (Bryophyta) (a) pegamatan
lumut daun (Bryophyta) pada mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 (b) gambar
literatur pengamatan lumut daun (Bryophyta) pada mikroskop dengan perbesarn
40 x 10

a b
Gambar 5. Struktur stomata pada lumut daun (Bryophyta) (a) pegamatan lumut daun
(Bryophyta) pada mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 (b) gambar literatur
pengamatan lumut daun (Bryophyta) pada mikroskop dengan perbesarn 40 x
10 (1) Stomata

a b

Gambar 6. Pengamatan hasil Whole mount pada Mougeotia Sp. (a) pengamatan Mougeotia
Sp. pada mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 (b) gambar literatur pengamatan
Mougeiotia Sp. pada mikroskop dengan perbesaran 40 x 10

a b
Gambar 7. Struktur
jaringan penyusun pada Mougeotia Sp. (a) pengamatan Mougeotia Sp. pada
mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 (b) gambar literatur pengamatan
Mougeiotia Sp. pada mikroskop dengan perbesarn 40 x 10 (1) Sitoplasma
(2) Kloroplas (3) Dinding sel

a b
Gambar 8. Pengamatan hasil Whole mount pada Desmodesmus Sp dari air kolam Bs UNIB
(a) pengamatan Desmodesmus Sp. pada mikroskop dengan perbesaran 40 x 10
(b) gambar literatur pengamatan Desmodesmus Sp. pada mikroskop dengan
perbesaran 40 x 10

1
2
3

4
a b

Gambar 9. Struktur penyusun pada Desmodesmus Sp dari air kolam Bs UNIB (a)
pengamatan Desmodesmus Sp. pada mikroskop dengan perbesaran 40 x 10
(b) gambar literatur pengamatan Desmodesmus Sp. pada mikroskop dengan
perbesaran 40 x 10 (1) Kloroplas (2) Nukleus (3) Lapisan Selulosa (4) Duri

4.2 Pembahasan
Praktikum tentang sediaan untuh (Whoule Mount) ini memiliki prinsip kerja
yaitu untuk membuat preparat yang nantinya akan diamati secara langsung dibawah
mikroskop tanpa didahului dengan adanya pemotongan bahan. Jadi pada metode ini,
preparat yang diamati adalah preparat yang berbentuk sediaan utuh baik berupa
bagian sel, jaringan dan organ. Alasan digunakan nya metode ini karena dapat
mengamati seluruh bagian tanaman secara jelas di tiap bagian-bagiannya. Disamping
itu metode ini memiliki kelemahan yaitu tanaman yang diamati hanyalah tanaman
yang memiliki ukuran yang kecil sehingga dapat pas di kaca objek tanpa adanya
pemotongan (Sutikno, 2016).
Berdasarkan praktikum tentang sediaan untuh (Whole mount) dengan
menggunakan bahan yaitu daun dari Citrus sinensis, daun Leucaena leucocephala,
lumut daun (Bryophyta), Mougeotia Sp. dan Desmodesmus Sp. yang didapatkan di air
kolam daerah Bs (Basic science). Maka didapatlah bagian yang terlihat dari daun
Citrus sinensis yaitu stomata, bagian yang terlihat pada daun Leucaena leucocephala
yaitu stomata, kemudian pada lumut daun (Bryophyta) terlihat bagian stomata,
sedangkan pada bahan air kolam ditemukan spesies Mougeotia Sp. dan
Desmodesmus Sp. bagian yang terlihat pada Mougeotia Sp. yaitu sitoplasma,
kloroplas dan dinding sel, sedangkan bagian yang terlihat pada Desmodesmus Sp.
yaitu kloroplas, nukleus, lapisan selulosa dan duri.
Pada Mougeotia Sp. ini morfologi nya hampir sama seperti Spirogyra Sp.
hanya yang membedakan pada bagian dalam nya, jika pada Mougeotia Sp. ini jalinan
kloroplas nya berbintik dan lurus sedangkan pada Spirogyra Sp. jalinan kloroplas nya
berbintik dan zigzag sebagaimana dinyatakan oleh Kartasaputra (2005) bahwa  ciri-
ciri dari koloni spirogyra berbentuk benang, panjang sel sampai beberapa kali
lebarnya, dinding lateral sel terdiri dari tiga lapis (lapisan terluar dari pektose dan dua
lapisan dalam dari selulose. Tiap sel spirogyra mengandung sebutir kloroplas yang
umumnya berukuran besar dan terikat dalam sitoplasma tepat di dalam dinding sel.
Plastid ini memiliki bentuk menyerupai pita, berpilin atau zigzag dari pangkal hingga
ke ujung sel (spiral).
Akan tetapi Mougeotia Sp. juga berbentuk benang (filamen) silindris, hidup di
kolam, sawah atau perairan yang airnya tidak deras, reproduksi vegetatif dengan
fragmentasi, generatif dengan konyugasi yaitu dua Spirogyra yang bertonjolan
berdekatan, kemudian dua tonjolan bergabung membentuk pembuluh, protoplasma isi
sel yang berlaku sebagai gamet, gamet sel yang satu pindah ke gamet sel yang lain
dan terjadilah plasmogami dan diikuti kariogami, hasil persatuan ini berupa zigospora
diploid, zigospora mengadakan meiosis dan tumbuh menjadi benang baru yang
haploid, dan hanya satu sel yang menjadi individu baru (Widjajanto, 2001).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum tentang Sediaan Utuh (Whole Mount) yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Whole mount adalah metode pembuatan preparat yang digunakan untuk melihat
sediaan utuh atau keseluruhan organisme baik itu hewan maupun tumbuhan. Syarat
utama bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat Whole mount adalah
berukuran kecil dan bentuknya masih utuh.
2. Bahan yang digunakan yaitu daun Citrus sinensis, Leucaena leucocephala, alga
bentuk benang atau lumut dan air kolam. Pada preparat daun Citrus sinensis dan
Leucaena leucocephala terlihat bagian stomata, kemudian spesies yang di air kolam
yaitu Mougeotia Sp. bagian yang terlihat yaitu sitoplasma, kloroplas dan dinding sel,
dan bagian yang terlihat pada Desmodesmus Sp. yaitu kloroplas, nukleus, lapisan
selulosa dan duri.
5.2 Saran
Untuk praktikum sediaan utuh (Whole mount) selanjutnya agar dapat
digunakan juga jenis lumut seperti lumut hati (Marchaniophyta) untuk melihat hasil
perbandingan struktur anatomi antara lumut yang Bryophyta.
DAFTAR PUSTAKA
Biochem. 2008. Botanical Microtechnique And Cytochemistry. Ames: The Lowa
State University.

Gembong, T. 2005. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.

Hamid, H. 2010. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.

Haryanti, S., 2010, Jumlah Dan Distribusi Stomata Pada Daun Beberapa Spesies
Tanaman Dikotil Dan Monokotil, Jurnal Buletin Anatomi dan Fisiologi,
XVIII (2)

Kartasaputra, A.G. 2005. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan, tentang sel dan


Jaringan. Jakarta: Bina Aksara.

Mulyani. 2010. Struktur Perkembangan Tumbuhan. Surabaya: PT Pustaka Utama.

Perwati. 2009. Mikroteknik Tumbuhan Edisi 5. Bandung: PT Graha Utama.

Rudyatmi. 2015. Botani Dasar Penuntun Praktisitologi. Yogyakarta: Fakultas UGM.

Rompas, Y., Rampe, H. L., dan Rumondor, M. J., 2011, Struktur Sel Epidermis dan
Stomata Daun Beberapa Tumbuhan Suku Orchidaceae, Jurnal Bioslogos, I (1)

Setjo, S. 2004. Anatomi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sutikno. 2016. Buku Panduan Mikroteknik Tumbuhan (BIO 30603). Laboratorium


Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

Widjajanto dan Susetyoadi Setjo. 2001. Mikroteknik Tumbuhan. Malang: Universitas


Negeri Malang.
LAMPIRAN

(Proses pencucian bahan daun, alga dan lumut)

(Proses pencucian berulang) (Daun, alga dan lumut yang difiksatif)


Gambar Kegiatan Keterangan
Hasil pengamatan sediaan utuh Citrus
sinensis perbesaran 40 x 10

hasil pengamatan sediaan utuh


Leucaena leucocephala perbesaran 40 x
10

hasil pengamatan sediaan utuh lumut


daun (Bryophyta) perbesaran 40 x 10

hasil pengamatan sediaan utuh


Mougeotia sp perbesaran 40 x 10

hasil pengamatan sediaan utuh


Desmodesmus sp perbesaran 40 x 10

Anda mungkin juga menyukai