“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya” (QS. Al-Maidah (5): 88)
Ada tiga kunci yang sangat prinsip dari ajaran Rasulullah saw. dalam soal
makanan, yaitu makan dan minum tidak berlebih-lebihan, makan apabila lapar
dan berhenti sebelum kenyang, serta membatasi makanan di dalam perut.
“Orang mukmin makan dengan satu usus, sedangkan orang kafir makan dengan
tujuh usus” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Seorang mukmin makan dengan porsi yang cukup untuk menghilangkan lapar dan
memulihkan tenaga, seakan ia makan dengan satu usus. Adapun orang kafir,
karena ketamakannya yang besar, ia makan dengan banyak usus. Bilangan ‘tujuh’
dalam hadits untuk menunjukkan banyaknya porsi makanan orang kafir
(Thayyarah, 2014).
نَحْ ُن قَ ْو ٌم الَ نَأْ ُك ُل َحتَّى نَج ُْو َع َوإِ َذا أَ َك ْلنَا الَ نَ ْشبَ ُع
“Kami adalah suatu kaum yang tidak makan sebelum lapar dan apabila makan tidak
sampai kenyang” (HR. Abu Dawud)
“Tidaklah anak cucu Adam mengisi wadah yang lebih buruk dari perutnya.
Sebenarnya beberapa suap saja sudah cukup untuk menegakkan tulang rusuknya.
Kalaupun dia harus mengisinya, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk
minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas” (HR. at-Turmudzi, Ibnu Majah, dan
Muslim) (Forkita, 2014)
“Makanlah satu orang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk
empat orang, dan makanan empat orang sebenarnya cukup untuk delapan orang”
(HR. al-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad, dan Damiri)
Dalam batasan hukum Islam kehalalan suatu jenis makanan atau minuman
ditentukan oleh 4 hal, yaitu dari segi zat, sifat, cara perolehan, dan akibat yang
ditimbulkan jika mengkonsumsinya. Sebagian ulama menyatakan bahwa tiga
yang pertama termasuk kategori halal, dan yang terakhir dikategorikan thayyib.
Sebagian ulama membedakan parameter yang digunakan, halal berdasarkan
ketentuan syar’i, sedangkan thayyib adalah makanan sehat. Menurut ahli gizi,
pada umumnya jenis makanan dan minuman yang halal menurut agama Islam
termasuk pula yang bersifat baik menurut pertimbangan ilmiah. Dengan demikian
tepatlah pernyataan al-Qur’an bahwa Allah menghalalkan makanan yang baik-
baik (Q.s. al-A’raf (7):157, al-Baqarat (2):168).
Mengatur pola makan dengan baik juga ditunjukkan dalam sunnah Nabi yang
selalu menyiapkan makanannya dengan seksama. Dalam mengkonsumsi
makanan, Nabi tidak hanya dengan satu jenis makanan tetapi berganti-ganti menu,
seperti daging, buah-buahan, roti, kurma, dan sebagainya, tidak berlebihan, sesuai
dengan selera nafsu makannya. Dapat dikatakan, apa yang disarankan oleh para
ahli gizi modern agar makan yang memenuhi syarat kesehatan, empat sehat lima
sempurna, sejalan dengan kebiasaan Nabi memakan berbagai jenis makanan,
karena tidak ada jenis bahan makanan yang mengandung semua gizi yang
lengkap, maka diperlukan pemaduan jenis-jenis bahan makanan agar kekurangan
yang ada pada satu jenis makanan dapat dilengkapi oleh jenis bahan makanan
lainnya.
Puasa, di samping benilai ubudiah, dari segi kesehatan diakui dapat
menyehatkan badan terutama pada pencernaan dan kegemukan (obesitas).
Berpuasa memberikan istirahat pada organ-organ pencernaan, mengendalikan
emosi yang sangat berpengaruh positif pada jantung, sistem saraf dan sistem
peredaran darah. Juga menjadi sarana untuk menuju pada keseimbangan makan
dan minum serta menghindarkan diri dari kegemukan yang rentan dan mudah
terserang berbagai penyakit, seperti hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain.
“Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepada kalian,
dan janganlah melampaui batas padanya” (QS.Thaha (20):81)
Pola makan sehat yang dianjurkan Nabi adalah tidak terlalu kenyang atau
terlalu dekat jaraknya. Menurut ilmu kesehatan, makan terlalu banyak yang
melebihi kebutuhan tubuh akan membahayakan, bahkan dapat menyebabkan
munculnya berbagai penyakit sebab tubuh akan merubah makanan yang
berlebihan itu ke dalam lemak. Badan yang berat akan membebani kerja jantung
sehingga menghalangi peredaran darah, akibatnya fungsi alat-alat tubuh menjadi
terganggu dan dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti ginjal, darah tinggi,
perdarahan di otak serta penyakit gula (Zuhroni, 2011).
Dalam Islam, obesitas dikaitkan dengan makan yang berlebih-lebihan
dimana hal-hal yang dilakukan berlebihan akan mengundang mudharat. Secara
khusus Al-Qur’an berpesan agar memperhatikan apa yang dimakannya (QS.
‘Abasa (80):24), dianjurkan makan yang halal dan thayyib, serta dengan kadar
yang proporsional, tidak berlebihan (QS. Al-Baqarah (2):168, al-Maidah (5):88,
al-Anfal (8):69, al-Nahl (16):114). Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bagaimana
cara makan dan minum yang baik sehingga seseorang dapat mengatur pola makan
dan tidak menjadi obesitas atau kegemukan. Dengan tidak obesitas, seseorang
dapat terhindar dari berbagai penyakit salah satunya hipertensi atau tekanan darah
tinggi.
Tinjauan Islam mengenai obesitas dengan kejadian hipertensi yaitu
seorang Muslim dapat mengikuti tatacara dan pola makan yang diajarkan Nabi
Muhammad SAW. sehingga makanan yang dimakan dapat bernilai ibadah dan
meraih pahala yang besar di sisi Allah SWT. serta tidak menimbulkan mudharat
bagi diri sendiri. Dengan makan yang cukup maka badan akan lebih terjaga
kesehatannya, lebih enerjik, lebih cerdas, dan tidak banyak tidur. Sehingga umat
Islam dapat mengatur pola hidup sederhana dan tidak berlebihan yang merupakan
letak rahasia kesehatan dan kebugaran.
Obesitas dapat dikaitkan dengan hipertensi. Penyakit yang disebabkan oleh
obesitas atau sikap berlebih-lebihan dalam makanan dapat lebih berbahaya jika
dibandingkan dengan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan makanan.
Penyakit yang disebabkan oleh obesitas akan mempengaruhi fungsi peredaran
darah sehingga dapat menyebabkan hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit
pembuluh otak yang mengakibatkan stroke, pembekuan darah dan lain
sebagainya. Karena obesitas banyak menimbulkan mudharat (membahayakan atau
menimbulkan kerugian bagi tubuh) salah satunya hipertensi maka seorang Muslim
harus menghindari obesitas yang menjadi pemicu dalam segala penyakit. Selain
itu, yang harus dijaga dalam makanan adalah pola makan yang benar sesuai
dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur’an (As-Sayyid, 2007).
Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan menurunan berat badan
untuk mengurangi tekanan darah pada penderita hipertensi. Penurunan berat
badan pada orang obesitas dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, yaitu
diet, aktivitas fisik, kombinasi latihan fisik dan diet serta terapi perilaku. Diet
yang dilakukan adalah diet rendah kalori dan diet rendah lemak. Diet rendah
kalori dapat dilakukan dengan mengurangi frekuensi makan di luar waktu makan
dan diet rendah lemak dengan memilih jenis makanan rendah lemak, mengganti
makanan tinggi serat seperti buah dan sayuran. Untuk aktivitas fisik dapat
melakukan olahraga aerobik. Kombinasi latihan fisik dan diet artinya latihan fisik
pada orang obesitas dilakukan bersamaan dengan diet rendah kalori karena latihan
fisik bertujuan untuk meningkatkan pembakaran lemak. Latihan fisik yang
dianjurkan adalah olahraga dengan intensitas sedang selama 30 menit dengan
frekuensi 3-5 kali per minggu. Karena obesitas adalah faktor risiko dari terjadinya
hipertensi maka pada orang obesitas yang hipertensi dilakukanlah upaya
penurunan berat badan untuk mengurangi tekanan darah tinggi (Cahyono, 2008).