Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam mengkonsumsi makanan tidak lepas dari zat yang bernama
kolesterol. Koleterol tersebut di dalam tubuh dapat mengakibatkan berbagai
macam penyakit salah satunya adalah batu empedu. Batu emepdu tersebut dapat
menyebabkan kolesistitis.
Kolesistitis adalah Inflamasi kantung empedu akut atau kronis yang disebabkan
oleh batu empedu yang terjepit dalam saluran sistik dan disertai inflamasi di
balik obstruksi (Williams&Wilkins, 2011)
Kolesistitis adalah Inflamasi kandung empedu akut atau kronik (Ovedoff, 2002).
Dengan adanya penyakit kolesistitis kami mencoba membuat konsep tentang
gangguan medis system pencernaan kolesistitis.

1.2 Rumusan Makalah


1) Apa yang dimksud dengan Kolesistitis ?
2) Apa saja etiologi dan patofisiologinya ?
3) Bagaimanakah anatomi kandung empedu ?
4) Bagaimana angka kejadian dan penyebaran kolesistitis ?
5) Sebutkan klasifikasi dan manifestasi klinisnya ?
6) Apa saja faktor yang menyebabkan Kolesistitis ?
7) Bagaimana tentang prognosis dan penatalaksanaan/terapi, komplikasinya ?
1.3 Tujuan
Dengan adanya pembahasan pada makalah asuhan keperawatan kolesistitis
dapat mengetahui tentang materi kolesistitis dari definisi sampai asuhan
keperawatan.nya

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Kolesistitis


Kolesistitis merupakan radang kandung empedu yang paling sering terjadi
diakibatkan

adanya

obstruksi

duktus

sistikus

oleh

batu

empedu

(kolelitiasis/cholelithiasis). Sembilan puluh persen kasus kolesistitis disebabkan


batu di duktus sistikus (kolesistitis calculous), dan 10% sisanya merupakan
kasus kolesistitis acalculous (non batu). Faktor risiko untuk kolesistitis mirip
dengan cholelithiasis diantaranya : bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan,
kelompok etnis tertentu, obesitas ataupun kehilangan berat badan yang cepat,
obat-obatan, dan kehamilan.
Meskipun kultur cairan empedu menunujukkan hasil positif adanya bakteri
dalam 50-75 % kasus, proliferasi bakteri kemungkinan sebagai akibat dari
kolesistitis dan bukan sebagai faktor pencetus kolesistitis. Kolesistitis Akalkulus
(Acalculous cholecystitis) terkait dengan kondisi yang menyebabkan empedu
stasis , termasuk kelemahan , operasi besar , trauma berat , sepsis , pemberian
nutrisi parenteral total dalam jangka panjang , dan puasa yang berkepanjangan .
Penyebab lain Kolesistitis Akalkulus termasuk gangguan jantung , kelainan sel
darah merah sabit , infeksi Salmonella ,
diabetes

militus

dan

infeksi

sitomegalovirus , kriptosporidiosis , atau


infeksi mikrosporidiosis pada pasien
dengan AIDS. Dalam ICD X, kolesistitis
digolongkan dalam kode k80 (dengan batu
kolelitias) dan k81 (tanpa kolelitiasis)
Infeksi pada kandung empedu ada yang
akut dan
nyeri tekan dan

kronis. Kolesistitis akut biasanyadisertai


kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas,

mual muntah dan tanda-tanda yang umum dijumpai pada inflamasi akut.
Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu baik secara akut ataupun kronis
(Barbara C. Long, 1996 : 154).
Kolesistitis adalah inflamasi kandung empedu (Suzanne C. smeltzer dan Brenda
G. bare. 2001 : 2004).

Kolesistitis adalah inflamasi dinding kandung empedu yang disertai keluhan


nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan (prof. dr. H.M. Sjaifoellah
Noer: 1996)
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi
akut dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri keluhan perut kanan atas,
nyeri tekan dan panas badan ( www.google.com).
Kolesistitis dibagi menjadi dua yaitu kolisistitis akut adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu, sedangkan kolisistitis kronis adalah suatu keadaan
dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti dengan
jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan empedu hilang ( Admin, 2009)

2.2 Etiologi dan Patofisiologi


Ada 2 tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan
batu yang terutama tersusun dari kolesterol.
Batu pigmen kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkontinyugasi
dalam emepdi mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu
ini bertanggung jawab atas sepertiga dari pasien-pasien batu empedu di Amerika
Serikat. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis,
hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus
dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol bertanggung jawab atas sebagian besar kasus yaitu emedu
lainnya di Amerika Serikat. Kolesterol yang merupakan unsure normal pembentuk
empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam
empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung
menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintosis asam empedu dan

peningkatan sintesis kolesterol dalam hati : keadaan ini mengakibatkan


supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah
empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh
kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan
sebagai irisan yang meyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
Penyebab terjadinya kolesistitis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman dan
iskemia dinding kandung empedu. Bagaimana stasis di duktus sistitis dapat
menyebabkan kolesistitis dalam belum jelas. Banyak factor yang berpengaruh
seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang
merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi
dan supurasi.
Pada umumnya kolisistitis akut disebabkan oleh batu empedu. Sumbatan pada
batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan
ganguan aliran darah dan limfe, bakteri kemudian berkembang biak. Penyebab
lain adalah kuman-kuman seperti Eschercia Coli, Salmonella Typhosa, cacing
askaris, atau karena pengaruh enzim-enzim pankreas.
Untuk kolisistitis kronik disebabkan oleh serangan berulang obstruksi duktus
sistikus, nekrosis / iritasi tekanan, ulserasi dan peradangan reaksi lokal, invasi
bakteri primer : E Coli, Klebsiella, Enterokokus dan Salmonela.

2.3 Anatomi Kandung Empedu


1) Fundus vesika felea, merupakan bagian kantong empedu yang paling akhir
setelah korpus vesika felea.
2) Korpus vesika felea, bagian dari kantong empedu yang dalamnya berisi getah
empedu(cairan empedu).

3) Leher kandung kemih, merupakan leher dari kantng empedu yaitu saluran
pertama masuknya getah empedu ke kantong empedu.
4) Duktus sistikus, panjangnya 3 cm berjalan dari leher kantung empedu dan
bersambung dengan duktus hepatikus , membetuk saluran empedu ke
duodenum.
5) Duktus hepatikus, saluran keluar dari leher.
6) Duktus keledokus, saluran yang membawa getah empedu ke duodenum.
Lapisan-lapisan kantong empedu adalah sebagai berikut:
a. Epitel, lembaran tipis dari sel-sel terdekat ke bagian dalam kantong
empedu.
b. Lamina propria, lapisan tipis jaringan ikat longgar (epitel ditambah
propria lamina bentuk mukosa).
c. Ini, muskularis lapisan jaringan otot halus yang membantu kontrak
kandung empedu, empedu menyemprotkan ke dalam saluran empedu.
d. Para perimuscular ("sekitar otot") jaringan fibrosa, lapisan lain dari
jaringan ikat.
e. Para serosa, yang meliputi luar dari kandung empedu yang berasal dari
peritoneum, yang merupakan lapisan rongga perut.
2.4 Angka Kejadian
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk,insidensi kolesistitis di
Negara kita relative lebih rendah di banding negara-negara barat. Sebuah
diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan sebanyak
sepertiga dari orang-orang mengembangkan kolesistitis akut.Kolesistektomi
baik untuk berulang kolik bilier kolesistitis akut atau merupakan prosedur
bedah umum utama sebagian besar dilakukan oleh dokter bedah umum, yang
mengakibatkan sekitar 500.000 operasi setiap tahunnya.
2.5 Penyebaran
Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi lengkap dalam 14 hari.Namun, 25-30% dari pasien baik memerlukan operasi atau

mengembangkan beberapa komplikasi.


Pasien dengan kolesistitis acalculous memiliki tingkat kematian berkisar
antara 10-50%, yang jauh melebihi 4% diharapkan angka kematian yang
diamati pada pasien dengan kolesistitis calculous.Emphysematous kolesistitis

memiliki tingkat mortalitas mendekati 15%.


Perforasi terjadi dalam 10-15% kasus.

2.6 Klasifikasi Kolesistitis


Kolisistitis dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu
Kolisistitis Akut
Merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu. Umumnya pada
wanita, gemuk dan berusia diatas 40 tahun, dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Kolisistitis kalkulus
Terdapat pada lebih dari 90% pasien kolesistitis akut. Pada kolesistitis
kalkulus, batu kandung emepdu menyumbat
saluran keluar empedu. Getah emedu yang
tetap berada pada kandung empedu akan
menimbulkan

suatu

reaksi kimia:

terjadi

otolisis serta edema, dan pembuluh darah dalam


kandung empedu akan terkompresi sehingga
suplay

vaskulernya

terganggu.

Sebagai

konsekuensinya dapat terjadi gangrene pada


kandung empedu disertai perforasi. Bakteri kurang berperan

dalam

kolesistitis akut, meskipun demikian, infeksi sekunder oleh E. coli dan


kuman enteric lainnya terjadi pada sekitar 40% pasien.

2. Kolisistitis akalkulus (kolisistitis tanpa batu)


Merupakan inflamasi kandung empedu akut tanpa adanya obstruksi oleh
batu emped. Kolesistitis akulkulus timbul sesudah tindakan bedah mayor
trauma brat atau luka baker. Factor-faktor lain yang berkaitan dengan tipe
kolesistitis ini mencangkup obstruksi duktus sistikus akibat terinfeksi primer
bacterial pada kandung empedu dan tranfusi darah yang dilakukan berkalikali kolesistitis akalkulus diperkirakan terjadi akibat visceral. Kejadiannya
yang menyertai tindakan bedah mayor atau trauma mempersulit penegakan
diagnosis keadaan ini.
3. seluler lokal dan area iskemik.

Kolisistitis kronik

Suatu keadaan dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti
dengan jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan empedu hilang.
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu :
a. Tipe pigmen (batu pigmen) terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam lemak rantai
panjang. Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multiple, berwarna hitam
kecoklatan,
b. Tipe kolesterol (batu kolesterol) biasanya berukuran besar, soliter,
berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat, dan sering mengandung
kalsium dan pigmen
c. Tipe campuran (batu kolesterol campuran), paling sering ditemukan. Batu
ini memiliki gambaran batu pigmen maupun batu kolesterol, majemuk dan
berwarna coklat tua.Batu empedu campuran sering dapat terlihat dengan
pemeriksaan radiografi, sedangkan batu komposisi murni tidak terlihat.
2.7 Manifestasi Klinis
Untuk kolisistitis akut, gejala klinisnya adalah
a. Gangguan pencernaan, mual muntah
b. Nyeri perut kanan atas atau kadang tidak enak diepigastrium
c. Nyeri menjalar kebahu atau scapula
d. Demam dan ikterus (bila terdapat batu diduktus koledokus sistikus)
e. Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak
f. Diam karena menahan nyeri
g. Tanda Murphy
Untuk kolisistitis kronik, gejala klinisnya adalah :
a. Kolik bilier : nyeri parah, berkualitas menetap, biasanya dalam kuadran
kanan atas atau epigastrium dialihkan ke skapula kanan
b. Mual dan muntah
c. Nyeri biasanya pada malam hari
d. Kolik bilier timbul penekanan makanan berlemak
e. Dispepsia, salah cerna, kembung dan bersendawa.
2.8 Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang lain sebagai berikut:
adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
Usia lebih dari 40 tahun .
Kegemukan (obesitas).
Faktor keturunan
Aktivitas fisik

Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)


Hiperlipidemia
Diet tinggi lemak dan rendah serat
Pengosongan lambung yang memanjang
Nutrisi intravena jangka lama
Dismotilitas kandung empedu
Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan

garam empedu)
2.9 WOC Kolesistitis

Batu Empedu

Obstruksi
Kandungempedu di
duktussistikus
Kolesistisis
(akut& kronis)

Obstruksi Kandung
empedu oleh batu

Post kolesistektomi
Insisi Jaringan

Spasme
Duktus

Rasa tidak enak pada


perut bagian atas

Ketidaktahuan akan
penatalaksanaan
Nyeri post
kolesistektomi

Mk
Gangguan
rasa nyeri

Dispepsia

Nutrisi
<dari
kebutuhan

Obstruksisalura
nempedu
dalamusus

Ansieta
s
Pola nafas
tak efektif

Me menurun
absorbsi vit.
K
Kadar
Protombin
menurun
Gangguan
proses
pembekuan

Kerusakan
Mobilitas
Fisik

2.10

Prognosis

Resti ke >an
volume cairan

Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik, dengan


tingkat kematian sangat rendah. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut
memiliki remisi lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30% pasien
memerlukan operasi ataupun menderita beberapa komplikasi. Komplikasi yang
terjadi seperti seperti perforasi /gangren, menyebabkan prognosis menjadi
kurang menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Pasien dengan
kolesistitis acalculous memiliki angka kematian berkisar antara 10-50%, jauh
melebihi perkiraan mortalitas 4% pada pasien dengan kolesistitis calculous. Pada
pasien yang sakit parah dengan kolesistitis acalculous disertai perforasi atau
gangren, angka kematian bisa sampai 50-60%.
2.11 Penatalaksaan/Terapi
Penatalaksanaan Non Bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Istirahat yang cukup
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda.
Berikan diit makanan cair rendah lemak dan karbohidrat
Pemberian buah yang masak, nasi / ketela, daging tanpa lemak, kentang
yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti,kopi atau teh.
Hindari telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bubu-bumbu
berlemak.
b. Farmakoterapi
Diberikan asam

ursodeoksikolat

(uradafalk)

dan

kerodeoksikolat

(chenodical, chenofalk digunakan untuk melarutkan batu empedu


radiolusen yang berukuran kecil terutama terbentuk dari kolesterol
Mekanisme kerja ursodeoksikolat dan konodeoksikolat adalah
menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi
desaturasi getah empedu
Diperlukan terapi selama 6 hingga 12 bulan untuk melarutkan batu
empedu dan selama terapi keadaan pasien dipantau terus.

10

Dosis yang efektif bergantung pada berat pasien, cara terapi ini umumnya
dilakukan pada pasien yang menolak pembedahan atau yang dianggap
terlalu beresiko untuk menjalani pembedahan.
Obat-obatan tertentu lainnya seperti estrogen, kontrasepsi oral, klofibrat
dan kolesterol makanan dapat menimbulkan pengaruh merugikan terhadap
cara terapi ini.
c. Indiskopi
d. Penatalaksanaan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan Bedah
Extra Corpeal shock wave litotripsi
Kolesitosistoli totomi perkutan
Kolistatomi
Terapi awal dan pemberian
Antibiotik Untuk kolesistitis akut, terapi awal meliputi pengistirahatan usus
(bowel rest), hidrasi intravena, koreksi elektrolit, analgesia, dan antibiotik
intravena. Untuk kasus yang ringan, terapi antibiotik menggunakan satu jenis
antibiotik berspektrum luas sudah cukup memadai. Beberapa pilihan untuk jenis
terapi awal ini :
a. Sanford guide merekomendasikan piperacillin/tazobactam (Zosyn, 3,375
gram IV/6 jam atau 4,5 gram IV/8 jam), ampicilin/sulbactam (Unasyn, 3
gram IV/6 jam), atau meropenem (Merrem, 1 gram IV/8 jam). Pada kasus
berat

yang

mengancam

jiwa,

Sanford

guide

merekomendasikan

Imipenem/cilastatin ( primaxin, 500 mg IV/6 jam).


b. Regimen alternatif meliputi sefalosporin generasi ketiga plus metronidazole
(Flagyl, 1 gram IV bolus diikuti 500 mg IV/6 jam).
c. Bakteri yang biasa ditemukan pada kolesititis adalah : Eschericia coli,
Bacteroides fragilis, Klebsiella, Enterococcus, dan Pseudomonas.
d. Bila terdapat emesis dapat diberikan antiemesis dan suction nasogastrik.
e. Oleh karena sering terjadi progesi yang cepat dari kolesistitis akalkulus
menjadi gangren dan perforasi, deteksi dan intervensi dini sangat dibutuhkan.
f. Obat-obatan suportif dapat diberikan seperti pengatur kestabilan
hemodinamik, antibiotik untuk mengtasi bakteri gram negatif usus dan
bakteri anaerobik, terutama bila curiga adanya infeksi saluran empedu.
g. Stimulasi kontraksi kandung empedu harian dengan menggunakan
kolesistokinin

intavena,

menunjukkan

keefektifannyadalam

mencegah

11

gumpalan di kandung empedu pada pasien yang menerima nutrisi parenteral


total (TPN).
Terapi konservatif untuk kolesistitis tanpa komplikasi.
Pasien dapat dirawat jalan pada kasus kolesititis tanpa komplikasi dengan
memberikan terapi antibiotik, analgesik dan kontrol untuk follow up. Kriteria
pasien yang dapat di rawat jalan adalah :
a. Tidak demam (afebris) dengan tanda vital yang stabil.
b. Tidak ada bukti adanya obstruksi berdasarkan hasil lab.
c. Tidak ada masalah medis lain, usia lanjut, kehamilan serta masalah
immunocompromised.
d. Analgesia yang adekuat.
e. Pasien memiliki sarana dan akses transportasi yang mudah ke sarana
kesehatan.
f. Bersedia untuk kontrol/follow up. Beberapa obat-obatan yang dapat
diberikan :
a. Antibiotik profilaksis : levoflaxacin (Levaquin, 500 mg per oral 1x/hari)
dan metronidazole (500 mg per oral 2x/hari).
b. Antiemetik : prometazin (phenergan) oral/rectal , prochlorperazine
(compazine).
c. Analgesik : oxycodone/acetaminophen (percocet) oral.
Kolesistektomi
Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk kolesistitis.
Kolesistektomi dini yang dilakukan dalam 72 jam setelah pasien masuk rumah
sakit, memberikan keuntungan dari sisi medis maupun sosioekonomi. Pada
pasien yang hamil, kolesistektomi laparoskopi dinyatakan aman untuk semua
umur kehamilan namun paling aman pada trimester kedua. kolesistektomilaparoskopik kolesistektomi laparoskopik dilihat dari laparoskop. sumber
wikipedia. CT Scan yang dilakukan 72 jam sebelum operasi sangat membantu
mendeteksi adanya kolesistitis gangrenosa yang ditandai dengan : defek pada
dinding kandung empedu, cairan di perikolesistik dan tidak ditemukan adanya
batu empedu. peralatan dan tenaga ahli yang tidak memadai, serta baru saja
mendapat prosedur bedah abdominal lainnya.
Drainase perkutaneus
Untuk pasien yang kontraindikasi/berisiko tinggi terhadap prosedur bedah, maka
terapi Drainase perkutaneus kolesistostomi transhepatik (yang dipandu USG)
merupakan pilihan terapi definitif dikombinasikan dengan pemberian antibiotik.
Terapi Endoskopik

12

Endoskopi memiliki kelebihan yakni sebagai alat bantu untuk mendiagnosis juga
dapat sebagai terapi. Beberapa prosedur endoskopik untuk kolesistitis :
a. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Terapi ini dapat
memvisualisasikan anatomi sekaligus dapat menyingkirkan batu empedu
pada duktus biliaris komunis.
b. Endoscopic ultrasound-guided

transmural

cholecystostomy.Penelitian

menunjukkan bahwa terapi ini aman sebagai terapi awal, interim maupun
definitif untuk pasien dengan kolesistitis akut berat yang berisiko tinggi
terhadap prosedur kolesistektomi.
c. Endoscopic gallbladder drainage. Mutignani dkk, menyimpulkan dalam
penelitiannya terhadap 35 orang pasien kolesistitis akut bahwa terapi ini
efektif untuk kolesistitis akut namun sifatnya hanya sementara saja.
2.12 Komplikasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Komplikasi yang terjadi pada kasus kolisistitis akut antara lain :


Septikemia
Pembentukan abses di dalam lumen vesika biliaris
Nekrosis dengan perforasi lokal (abses perikolesistik)
Fistulisasi ke organ berongga lain : duodenum, lambung atau kolon
Peritonitis empedu
Kolesistitis emfisematosa : proses peradangan akut yang melibatkan

organisme virulen pembentuk gas


7. Empisema vesika biliaris : berlanjut supurasi (banyak pus dalam vesika
biliaris)

1.
2.
3.

Komplikasi yang terjadi pada kolisistitis kronis


Infeksi
Abses intra abdomen
Peritonitis empedu, cedera duktus bilier

13

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KOLESISTITIS

3.1 Pengkajian
Data

yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk

membuat rencana asuhan keperawatan klien. Proses pengkajian keperawatan


harus dilakukan dengan sangat individual (sesuai masalah dan kebutuhan klien
saat ini). Dalam melakukan pengkajian pasien dengan kolelitiassis meliputi
anamnese, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesa :
Identitas : kolesistitis pada umumnya terjadi pada female, fat, fourty, fertil.
Yaitu wanita dengan usia lebih dari 40 tahun, obesitas dan multipara.
Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas dapat menyebar kepunggung dan
bahu kanan. Nyeri timbul tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit,

14

pada umumnya timbul pada 1-2 jam paska makan, biasanya pada malam hari
dan hamper tak pernah pada pagi hari. Mual, muntah, kembung, berrsendawa.
Riwayat penyakit Dahulu :
Adanya riwayat DM, hiperkolesterol, obesitas, penyakit inflamasi usus.
3.2 Pemeriksaan Fisik :
B1 :Peningkatan frekuensi pernafasan, pernafasan tertekan ditandai nafas
B2
B3

pendek dan tertekan.


:Tachikardi, demam, resiko perdarahan karena kekurangan vitamin K
:Nyeri pada perut kanan atas menyebar kepunggung atau bahu kanan.

B4
B5

Gelisah
:Urine gelap pekat
:Distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, feses warna

B6

seperti tanah liat.


: Kulit berkeringat dan gatal (pruritus).

3.3 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemeriksaan laboratorium.
Meski kurang akurat untuk mendiagnosis kolesistitis, namun beberapa temuan
pada pemeriksaan lab ini dapat menjadi pertimbangan untuk menunjang
diagnosis :
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri (leukosit imatur lebih tinggi
jumlahnya dibandingkan leukosit matur) dapat dijumpai pada kolesistitis.
Kadar enzim intrinsik hati Alanin Amino Transferase (ALT) dan Aspartat
Amino Transferase (AAT) digunakan untuk mengevaluasi fungsi hati dan
adanya hepatitis serta dapat pula jumlahnya meningkat pada kolesistitis
dan obstruksi saluran empedu.
Kadar Bilirubin dan Alkalin Fosfatase diperiksa untuk mengevaluasi
obstruksi saluran empedu yang umum dijumpai.
Kadar Amilase dan Lipase biasanya digunakan untuk memeriksa adanya
Pankreatitis, namun Amilase dapat pula meningkat pada kolesistitis.
Peningkatan kadar Alkalin Fosfatase ditemukan pada sekitar 25% pasien
dengan kolesistitis.
Urinalisis digunakan untukmenyingkirkan Pyelonefritis dan batu ginjal.
Pasien wanita yang berada pada usia subur wajib menjalani pemeriksaan
kehamilan. Sebuah studi retrospektif oleh Singer berusaha menunjukkan

15

hubungan antara kondisi klinis dengan temuan pemeriksaan lab. HBS


(hepatobiliary scintigraphy) pada pasien dengan kolesistitis akut .
b. Rekomendasi Pemeriksaan Radiologi :
Asosiasi Radiologi Amerika (ACR) telah menyusun kriteria foto radiologi yang
direkomendasikan untuk kolesistitis :
Sonografi (USG) dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk kolesistitis akut

dan scintigrafi merupakan alternatif penggantinya yang dianjurkan.


CT Scan dianjurkan sebagai pemeriksaan radiologi sekunder yang dapat
mengidentifikasi kelainan ekstrabilier sebagai komplikasi dari kolesistitis

akut seperti gangren, formasi gas dan perforasi.


CT Scan dengan kontras intravena berguna untuk mendiagnosis kolesistitis

akut pada pasein dengan nyeri perut yang tidak khas.


MRI dengan media kontras intavena berbasis gadolinium, juga merupakan
modalitas pemeriksaan radiologi sekunder yang berguna sebagai konfirmasi

kolesistitis akut.
MRI tanpa kontras berguna untuk melakukan pemeriksaan pada wanita hamil
dengan dugaan kolesistitis akut yang dengan USG tidak menghasilkan

diagnosis yang jelas..


Bahan kontras sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang sedang mendapat
terapi dialisis kecuali pada keadaaan darurat dan mutlak diperlukan.

c. Radiografi (X-Ray).
Batu empedu dapat divisualisasikan dengan peeriksaan radiografi meski tanpa
kontras pada 10-15% kasus. Penemuan ini hanya mengindikasikan kolelitiasis,
dengan atau tanpa kolesistitis. Udara bebas sub diafragmatika tidak mungkin
berasal dari saluran empedu. Udara yang terlokalisir di dinding kandung
empedu, biasanya menunjukkan adanya kolesistitis emfisematosa yang
dihasilkan bakteri penghasil gas seperti E. Coli , Clostridia dan bakteri
streptokokus anaerob. Kolesistitis Emfisematosa memiliki angka kematian yang
tinggi dan biasanya dijumpai pada pasien pria dengan diabetes dan kolesistitis
akalkulus (non batu). Kandung empedu yang terkalsifikasi difus, seringkali
merupakan suatu karsinoma meskipun 2 studi menunjukkan tidak ada hubungan
antara kalsifikasi parsial darikandung empedu dengan karisnoma. Penemuan lain

16

dari pemeriksaan radiografi dapat berupa batu ginjal, obstruksi intestinal dan
pneumonia.
d. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan dengan USG merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas antara
90-95% dan spesifisitas 80-85% untuk kolesistitis. Bila disertai batu empedu
dengan diamater lebih dari 2 mm , maka sensitivitas dan spesifisitasUSG
menjadi lebih dari 95%. Hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan
kemungkinan adanya kolesistitis antara lain : cairan di daerah perikolesistik,
penebalan dinding kandung empedu hingga lebih dari 4 mm dan tanda murphy
sonografi positif. Adanya batu juga menunjang diagnosis. Pemeriksaan USG
sebaiknya dilakukan setelah 8 jam puasa oleh karena batu empedu
divisualisasikan dengan baik pada kandung empedu yang terdistensi oleh cairan
empedu.
e. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan dengan USG merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas antara
90-95% dan spesifisitas 80-85% untuk kolesistitis. Bila disertai batu empedu
dengan diamater lebih dari 2 mm , maka sensitivitas dan spesifisitasUSG
menjadi lebih dari 95%. Hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan
kemungkinan adanya kolesistitis antara lain : cairan di daerah perikolesistik,
penebalan dinding kandung empedu hingga lebih dari 4 mm dan tanda murphy
sonografi positif. Adanya batu juga menunjang diagnosis. Pemeriksaan USG
sebaiknya dilakukan setelah 8 jam puasa oleh karena batu empedu
divisualisasikan dengan baik pada kandung empedu yang terdistensi oleh cairan
empedu.
f. CT Scan dan MRI
Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CT Scan dan MRI untuk memprediksi
kolesistitis akut adalah lebih dari 95%. Kelebihan pemeriksaan ini dibandingkan
ERCP (endoscopic retrogade cholangiopancreatography) adalah sifatnya yang
non invasif, namun kelemahannya adalah tidak memiliki efek terapi serta tidak
cocok pada kasus kolesistitis tanpa batu empedu. Hasil pemeriksaan CT Scan
dan MRI yang menunjukkan adanya kolesistitis adalah : penebalan dinidng

17

kandung empedu (> 4 mm), cairan di perikolesistik, edema subserosa (bila tidak
ada ascites), gas intramural, dan pengelupasan mukosa. CT Scan dan MRI juga
bermanfaat untuk melihat struktur sekitar bila diagnosis tidak meyakinkan.
g. HBS (hepatobiliary scintigraphy)
Keakuratan HBS dalam mendeteksi kolesistitis akut mencapai 95%. Sementara
sensitivitasnya dalam rentang 90-100% dan spesifisitasnya 85 hingga 95%.
h. Endoskopi (ERCP = Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)
Pemeriksaan ERCP sangat bermanfaat dalam memvisualisasikan anatomi
kandung dan saluran empedu pada pasien berisiko tinggi memiliki batu empedu
yang disertai gejala sumbatan saluran empedu positif. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Sahai dkk, ERCP lebih dianjurkan dibandingkan USG
Endoskopik dan Cholangiografi Intraoperatif pada pasien yang berisiko tinggi
memiliki batu empedu dan akan menjalani operasi kolesistektomi laparoskopik.
Kelemahan

ERCP

adalah

membutuhkan

tenaga

khusus

yang

ahli

mengoperasikan alatnya, biaya tinggi serta kemungkinan adanya komplikasi


seperti pankreatitis (3-5% kasus).
i. Pemeriksaan Histologi.
Perubahan awal pada kolesistitis adalah edema dan kongesti vena. Berdasarkan
gambaran histologinya, kolesistitis akut biasanya saling tumpang tindih dengan
kolesistitis kronik. Penemuan yang spesifik diantaranya : adanya fibrosis,
mukosa yang rata dan sel inflamasi kronik. Herniasi mukosa yang juga dikenal
sebagai Sinus Rokitansky-Aschoff berkaitan dengan peningkatan tekanan
hidrostatik dan ditemukan pada sekitar 56% kasus. Nekrosis fokal disertai influx
sel neutrofil juga dapat ditemukan. Pada kasus yang berat dapat dijumpai
gangren dan perforasi.

18

.
3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses infamasi
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah akibat
kolesistitis

3.
4.
5.
6.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan proses pembekuan


Ansietas berhubungan dengan ketidatahuan akan penatalaksanaan
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan nyeri post kolesistektomi
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan nyeri post kolesistektomi

INTERVENSI
NO

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
berhubungan

NOC

NOC :
Paint Level

NIC

Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara

19

dengan proses
infamasi

Paint Control
Comfort level

komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Gunakan komunikasi terapeutik

Kriteria Hasil
Mampu mengontrol

untuk mengetahui pengalaman

nyeri(tahu penyebab nyeri,

nyeri pasien
Evaluasi pengalaman nyeri masa

mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi

lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim

untuk mengurangi nyeri,


mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri

kesehatan lain tentang


ketidakefektifan control nyeri

berkurang dengan

masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk

menggunakan manajemen
nyeri
Menyatakan rasa nyaman

mencari dan menemukan


dukungan
Pilih dan lakukan penangan nyeri

setelah nyeri berkurang


Tanda vital dalam rentang
normal

(farmakologi, non farmakologi


dan interpersonal )
Ajarkan teknik non farmakologi
Berikan analgesic untuk
mengurangi rasa nyeri
Analgesic Administration
Pilih analgesic yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan analgesic tergantung
dari tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesic pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV,IM
untuk pengobatan secara teratur.
Evaluasi efektivitas analgesic,

Nutrisi kurang
dari kebutuhan

NOC :
Nutritional Status : Food

tanda dan gejala(efek samping)


Manajemen Nutrisi
Anjurkan pasien untuk

20

berhubungan
dengan
anoreksia,
muntah akibat
kolesistitis

and Fluid Intake


Nutritional Status :
Nutrient Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai

meningkatkan protein dan


vitamin C
Kolaborasi dengan ahli gizi umtuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi
dengan tinggi badan
Mampu mengindentifikasika Berikan makanan yang terpilih
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
Menunjukkan peningkatan
fungsi pengecapan dari

(sudah dikonstulasikan dengan


ahli gizi )
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang

menelan
Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti.

dibutuhkan
Kaji adanya alergi makanan
Monitor Nutrisi
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan Bb
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam

makan
Monitor makanan kesukaan
Monitor mual dan muntah
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor kalori dan intake nutrisi
Monitor pucat,kemerahan, dan
kekueringan jaringan
3

konjungtiva
NIC :
Berikan cairan IV pada suhu

Kekurangan

NOC :

volume cairan

Fluid balance
ruangan
Hydration
Nutritional Status : Food Pertahankan catatan intake dan

berhubungan
dengan
gangguan

and Fluid Intake

output yang akurat


Monitor status

21

proses
pembekuan

Kriteria Hasil :
Tekanan darah, nadi, suhu

dehidrasi(kelembapan

tubuh dalam batas normal


Tidak ada tanda dehidrasi,

adekuat, tekanan darah

berlebihan
NOC :
Anxiety control
Coping
Impulse control

penambahan cairan

membrane mucosa, nadi

ortostatik(
Elastisitas turgor kulit baik, Monitor status nutrisi
membrane mucosa lembab, Kolaborasi dengan dokter
Monitor respon pasien terhadap
tidak ada easa haus yang

Ansietas
berhubungan
dengan
ketidatahuan

NIC :
Gunakan pendekatan yang
menenangkan
Jelaska semua prosedur dan apa

Kriteria Hasil :
yang dirasakan selama prosedur
Vital sign dalam batas normal Temani pasien untuk memberikan
penatalaksanaan
Mengindentifikasi,mengunka
keamanan dan mengurangi takut
Berikan obat untuk mengurangi
pkan dan menunjukkan
akan

tehnik untuk mengontrol


cemas

kecemasan
Instruksikan pasien menggunakan
tehnik relaksasi
Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
Pahami prespektif pasien terhadap

Pola nafas tak


efektif
berhubungan
dengan nyeri
post
kolesistektomi

NOC :
Respiratory status :

situasi stres
NIC :
Posisikan pasien untuk

Ventilation
Respiratory status :

memaksimalkan ventilasi
Atur intake untuk

Aitway patency
Vital sign Status

mengoptimalkan keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2
Auskultasi suara nafas, catat

Kriteria Hasil :
Menunjukkan pola nafas
yang paten(klien tidak
merasa tercekik, irama

adanya suara tambahan


Monitor adanya cushing
triad(tekanan nadi yang melebar,

brakikardi, peningkatan sistolik)


nafas, frekuensi pernafasan Monitor suara paru dan pola
dalam rentang normal, tidak
pernafasan yang abnormal

Monitor
kualitas dari nadi
ada suara nafas abnormal)

22

TTV dalam rentang normal

Monitor TTV sebelum, selama,


setelah aktivitas
Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
Auskultasi TD pada kedua lengan

Kerusakan
mobilitas fisik
berhubungan
nyeri post
kolesistektomi

dan bandingkan.
NOC :
NIC :
Exercise Therapy : ambulation
Joint Movement : Active

Monitoring vital sign


Mobility Level
Self care : ADLs
sebelum/sesudah latihan dan liat
Transfer performance
respon pasien saat latihan

Konsultasikan
dengan terapi fisik
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari

tentang rencana ambulasi sesuai


dengan kebutuhan
Kaji kemampuan pasien dalam

peningkatan mobilitas
mobilisasi
Memverbalisasikan perasaan Ajarkan pasien dalam merubah
dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan
berpindah

posisi dan berikan bantuan jika


diperlukan
Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Damping dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien.

23

3.5 Implementasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam melakukan implementasi:
a.
b.
c.
d.

Kaji skala nyeri, berat dan intensitas.


Teknik relaksasi + napas dalam.
Anjurkan pasien mengurangi konsumsi makanan berlemak.
elaskan pada pasien mengenai kolesistisis.
Tahap persiapan
1. Memahami rencana keperawatan secara fisik
2. Menguasai keterampilan teknik keperawatan
3. Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi
Tahap pelaksanaan
a. Informasikan tindakan yang dilakukan
b. Menerapkan kemampuan intelektual
c. Perhatikan kondisi pasien dan rasa nyaman
Tahap terminasi
1. Observasi respon klien terhadap tindakan keperawatn yang dilakukan
2. Tinjau kemajuan pasien setelah dilakukan tindakan
3. Rapikan tempat tidur
4. Lakukan pendokumentasian

3.6 Evaluai
Berguna mengetahui ebutuhan pasien secara optimal dan mengukur dari proses
keperawatan

Menentukan kriteria data


Mengumpulkan data dan menafsirkan
Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku

24

Merangkum hasil dan membuat kesimpulan


Melakukan tindakan sesuai keperawatan

Langkah-langkah evaluasi :
a.
b.
c.
d.

Nyeri hilang / terkontrol.


Pasien melaporkan adanya intake nutrisi yang adekuat.
Keseimbangan cairan adekuat.
Pengetahuan pasien meningkat.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kolesistitis adalah radang pada kandung empedu yang merupakan reaksi
inflamasi akut dinding kandung empedu disercal keluhan nyeri perut kanan
bawah, nyeri tekan dan panas badan.
Kolesistitis dapat disebabkan oleh statis cairan empedu infeksi kuman dan
iskemia dinding kandung empedu, penyebab lainnya sepertu kepekatan cairan

25

empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa


dinding kandung empedu.
Jenis kolesistitis dapat dibagi menjadi 2, yaitu kolesistitis kalkulus dan
kolesistitis akulkulus. Test diagnostic pada kolesistitis dilakukan dengan cara
pemeriksaan ultrasonografi (USG) skintigrafi saluran empedu, pemeriksaan C
scan abdomen.
4.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, kami selaku penyusun menyarankan kepada
pembaca sekalian agar dapat menjaga kesehatan terutama dalam menghindari
penyakit kolesistitis. Kami berharap, dengan adanya penulisan makalah ini,
dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.Terima kasih kami ucapkan atas
perhatiannya.

DAFTAR PUSTAKA
Nursing Interventions Classification (NIC)
Nursing Outcomes Classificatin (NOC)
http://bodong20.blogspot.com/2013/04/kolesistitis.html
Diakses tanggal 08 november 2013 jam 23.20
http://ppnikarangasem.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-pada-pasiendengan.html
Diakses tanggal 09 November jam 14.23

26

http://taufanarif1990.blogspot.com/2013/02/askep-kolesistitis.html
Diakses tanggal 09 November jam 15:29

Anda mungkin juga menyukai