Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Peradangan akut dinding kandung empedu atau disebut juga dengan
kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dari dinding kandung empedu yang
disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan panas badan. biasanya terjadi
akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu.1

Faktor yang dapat menyebabkan

kolisistitis akut adalah statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia kandung
empedu. Penyebab kolesistitis yang paling sering adalah kolelitiasis (kehadiran
choleliths, atau batu empedu di kandung empedu itu) yaitu hampir 90% dari total
kasus, dengan kolelitiasis paling sering memblokir saluran cystic langsung disebut
juga sebagai calculous cholesistitis. Hal ini menyebabkan penebalan dinding
empedu, empedu stasis, infeksi sekunder dan organisme usus, terutama E. coli dan
Bacteroides spesies. Sedangkan sisanya 10% merupakan acalculous kolesistitis.
Insiden penyakit ini di dunia tergolong jarang berkisar 8-12 kasus per 1 juta
penduduk di Amerika Serikat. Di Amerika, diperkirakan sekitar 10-20%
penduduknya menderita kolelitiasis dan sepertiga diantaranya berkembang
menjadi kolesistitis. Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk yang pasti
di Indonesia yang menderita kolesistitis. Namun begitu, insidensi kolesistitis di
Indonesia relatif lebih rendah dibanding negara-negara Barat. Penyakit ini lebih
sering terjadi pada wanita usia tua, gemuk dan lebih sering terjadi pada orang kulit
putih. Pada wanita, terutama pada wanita wanita hamil dan yang mengkonsumsi
obat-obatan hormonal, insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa
teori mengatakan hal ini berkaitan dengan kadar progesteron yang tinggi yang
menyebabkan statis aliran kandung empedu.1
Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang
memburuk secara progresif. Sekitar 60 70% pasien melaporkan adanya riwayat
serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya serangan,
nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan atas. Seperti
kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah antar
skapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti
peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam dapat

ditemukan. Pasien juga mengalami anoreksia dan sering mual. Kolesistitis akut
merupakan suatu penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.2
Penatalaksanaan umum kolisistitis meliputi istirahat , pemberian nutrisi
parenteral, diet ringan, pemberian obat penghilang rasa nyeri, dan antibiotik guna
mencegah komplikasi1. Kolesistektomi merupakan prosedur bedah umum utama
yang merupakan terapi utama pada penatalaksanaan cholesistitis yang
memberikan remisi total.2
Penanganan kolesistitis akut memerlukan kerjasama tim medis, pasien, serta
keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien
dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi akan
sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat
membantu memperbaiki kualitas hidup penderta.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kolesistitis adalah suatu reaksi inflamasi pada kandung empedu. Inflamasi
tersebut dapat bersifat akut maupun kronis. Kolesistitis akut merupakan inflamasi
pada dinding kandung empedu yang disertai adanya keluhan nyeri perut pada
regio hipokondriaka dextra, dengan nyeri tekan dan demam. Faktor yang berperan
pada kolesistitis akut adalah adanya stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan
iskemia dinding kandung empedu. Adanya stasis cairan empedu akibat batu
yang menyumbat ductus cysticus, mungkin disebabkan kepekatan cairan empedu,
kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
kandung empedu. Sedangkan kolesistitis kronik merupakan peradangan kandung
empedu yang bersifat menahun. Mungkin merupakan kelanjutan dari kolesistitis
akut berulang, tapi keadaan ini dapat pula muncul tanpa riwayat serangan akut.
Pada umumnya, kolesistitis kronik ini lebih jarang dijumpai di klinis. 1 Sama
seperti kolesistitis akut, kolesistitis kronik juga berhubungan erat dengan batu
empedu. Namun batu empedu tidak berperan langsung dalam inisiasi peradangan
atau nyeri. Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya peradangan kronik
dan terutama pembentukan batu. Mikroorganisme (E. coli dan enterococcus)
dapat dibiakkan dari empedu pada 30% kasus.2
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Bilier
Kandung empedu adalah sebuah kantung muskuler berwarna kehijauan
berbentuk seperti buah pear dengan dinding tipis sepanjang sekitar 10 cm.
Kandung empedu terletak pada fossa vesica fellea pada facies visceralis hepar.
Bagian-bagian dari kandung empedu ini antara lain adalah fundus, corpus,
infundibulum, dan collum. Infundibulum dan collum kadang membentuk ampulla.
Dinding kandung empedu terdiri dari tiga lapisan dengan susunannya dari luar ke
dalam adalah tunika serosa, tunika muskularis, dan tunika mukosa.

Kandung empedu berfungsi untuk menyimpan empedu yang sedang tidak


dibutuhkan oleh tubuh dan mengentalkannya dengan mengabsorbsi sejumlah
cairan dan ion pada empedu. Empedu yang dikeluarkan dapat mencapai 10x lebih
pekat bila dibandingkan dengan saat masuk. Ketika kosong atau hanya
menyimpan sedikit empedu, mukosa kandung empedu membentuk lipatan seperti
sarang lebah madu yang disebut rugae seperti pada ventriculus. Jika ototnya
berkontraksi, empedu dialirkan ke saluran empedu, ductus cysticus, dan kemudian
mengalir ke ductus choledocus.3
Empedu mempunyai peranan penting dalam ekskresi kolesterol dari tubuh,
sedang garam empedu yang berfungsi mengemulsi lemak membuat kolesterol
dapat dihancurkan oleh empedu. Terlalu banyak kolesterol atau terlalu sedikit
garam empedu dapat menyebabkan kristalisasi kolesterol yang mengakibatkan
terbentuknya batu empedu yang menghambat aliran empedu dari kandung
empedu. Blokade dari ductus choledocus mencegah garam empedu masuk ke
duodenum. Akibatnya pigmen empedu yang berwarna kuning terakumulasi dalam
darah dan pada akhirnya terdeposit di kulit dan menyebabkan warna kuning pada
kulit.3
2.3 Klasifikasi
Kolesistitis dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Calculous Cholecystitis

Calculous Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang terkait


dengan keberadaan batu empedu pada lumen kandung empedu ataupun pada
saluran-saluran empedu. Bagaimana kolelitiasis ini menyebabkan kolesistitis
masih belum jelas. Diperkirakan terdapat banyak faktor yang berpengaruh, seperti
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin, yang merusak
tunika mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan
supurasi.1
Calculous kolesistitis disebabkan oleh obstruksi pada ductus cysticus oleh
karena adanya batu empedu, sehingga menyebabkan distensi kandung empedu.
Akibatnya, aliran darah dan drainase limfatik terganggu, sehingga terjadilah
iskemia dan nekrosis mukosa. Sebuah studi oleh Cullen et al menunjukkan
kemampuan endotoksin menyebabkan nekrosis, perdarahan, deposisi fibrin, dan
kerusakan mukosa yang luas. Endotoksin juga menghambat respon kontraktil
terhadap cholecystokinin (CCK), yang menyebabkan stasis kandung empedu.4
Fosfolipasepada mukosa kandung empedu menghidrolisis lesitin empedu
menjadi lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa kandung empedu. Lapisan
mukosa glikoprotein yang secara normal bersifat protektif mengalami kerusakan,
sehingga epitel mukosa terpajan langsung ke efek detergen garam empedu.
Prostaglandin yang dibebaskan didalam dinding kandung empedu yang teregang
ikut berperan dalam peradangan mukosa. Peregangan dan peningkatan tekanan
intralumen juga mengganggu aliran darah ke mukosa. Proses ini terjadi tanpa
infeksi bakteri, baru setelah proses berlangsung cukup lama dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri.5
Faktor resiko yang mendukung untuk terjadinya calculous kolesistitis ini
antara lain jenis kelamin perempuan, ras Pima Indian and Scandinavian, obesitas,
pengguna obat-obatan terutama terapi hormonal, kehamilan, dan lanjut usia.4
2. Acalculous Kolesistitis
Acalculous kolesistitis adalah peradangan pada kandung empedu tanpa
disertai adanya batu empedu. Acalculous kolesistitis biasanya berhubungan
dengan stasis empedu, trauma berat, sepsis, nutrisi parenteral total jangka lama,
dan puasa yang berkepanjangan. Penyebab lain acalculous kolesistitis ini

termasuk insiden penyakit jantung, sickle cell anemia, infeksi Salmonella,


diabetes mellitus, CMV, Cryptosporidiosis, atau infeksi mikrosporidiosis pada
pasien dengan AIDS.4
Meskipun mekanisme yang pasti mengenai acalculous kolesistitis ini masih
belum jelas, tetapi teori yang saat ini banyak disetujui adalah adanya cedera yang
mengakibatkan simpanan empedu terkonsentrasi, yang merupakan suatu zat yang
sangat berbahaya. Dalam menghadapi puasa berkepanjangan, kandung empedu
tidak pernah menerima stimulus CCK untuk kosong, dengan demikian empedu
terkonsentrasi tetap stagnan di lumen.4
Beberapa faktor resiko yang sering berhubungan dengan acalculous
kolesistitis antara lain trauma, terutama trauma yang membutuhkan transfusi,
berbagai jenis syok, terbakar, sepsis, bakteri (Brucellosis, Q fever, leptospirosis,
tuberculosis, scrub typhus, salmonellosis, cholera), Fungal-Candida (albicans,
glabrata, torulopsis), Parasit (Cyclospora, microsporidia, Plasmodium falciparum
and vivax, Schistosoma mansoni), Virus (Cytomegalovirus, EbsteinBarr
virus,Dengue virus), ataupun puasa yang berkepanjangan. Sedangkan faktor
resiko lain yang juga dapat berhubungan dengan acalculous kolesistitis adalah
hipovolemia, rawat inap di RS yang cukup lama, keadaan imunodefisiensi, dan
adanya penyakit kronis (DM, hipertensi), serta obstruksi.6
2.4 Diagnosis
1

Anamnesa1,4:
a

Nyeri pada ulu hati hingga perut regio kuadran kanan atas dengan nyeri
tekan disertai kenaikan suhu tubuh

Kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat
berlangsung sampai 60 menit tanpa reda

Berat ringannya keluhan tergantung tingkat inflamasi sampai dengan


gangren atau perforasi kandung empedu

Pemeriksaan fisik1,4:

a. Teraba masa kandung empedu pada regio kuadran kanan atas (30-40%)

Tanda peritonitis lokal, murphys sign (+)

Demam, takikardia

Jaundice (15-20%)

Pemeriksaan penunjang1,4:

a Laboratorium darah : Leukositosis dengan shift to the left


b Faal hepar :
-

Bilirubin total dan alkali fosfatase meningkat (25%), untuk mengevaluasi


adanya obstruksi saluran empedu

enzim transaminase (SGPT/SGOT) meningkat

c Radiologi :
-

USG abdomen, sebaiknya dikerjakan secara rutin karena memiliki nilai


kepekaan

dan

ketepatan

yang

mencapai

90-95%,

dan

dapat

memperlihatkan bentuk, besar, penebalan dinding kandung empedu, batu,


serta saluran empedu ekstra hepatic

CT Scan abdomen, kurang sensitif dan mahal, tetapi mampu


memperlihatkan adanya abses perikolesistitik yang masih kecil yang
mungkin tidak tampak pada pemeriksaan USG

Pada colesistogram, foto rontgen akan menunjukkan jalur dari zat kontras
radiopak yang telah ditelan, diserap di usus, di buang ke dalam empedu
dan di simpan di dalam kantung empedu. Jika kandung empedu tidak

berfungsi, zat kontras yangtidak akan tampak di dalam kandung empedu.


Jika kandung empedu masih berfungsi, maka batas luar kandung empedu
akan tampak pada foto rontgen.
-

ERCP (Endoscopic Retrograde Choledochopancreaticography). Suatu


endoskop yang dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke
dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu
melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi. ERCP untuk menyingkirkan
atau mengkonfirmasi adanya obstruksi ductus cystikus.

Foto Polos Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan data yang
khas sebab hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopaq. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan berkadar
kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar, kandung empedu dapat terlihat sebagai
masa jaringan lunak di RUQ yang menekan gambaran udara dalam usus
besar di flelsura hepatica.

2.5 Penatalaksanaan
1 Pengobatan umum: istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet
ringan, obat penghilang rasa nyeri (petidin) dan

anti spasmodik.

Antibiotic untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan


septisemia, seperti golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol
mampu mematikan kuman yang umum pada kolesistitis akut (E. coli, S.
2

faecalis, Klebsiella)1
Kolesistektomi. Saat ini banyak di gunakan kolesistektomi laparoskopik.
Walau invasif tapi bisa mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan
angka kematian, secara kosmetik lebih baik, menurunkan biaya perawatan
RS dan mempercepat aktivitas pasien.1

2.6 Prognosis
Sebagian besar pasien akan mengalami remisi lengkap dalam 1-4 hari.
Pada 85% kasus akan sembuh spontan. Akan tetapi 25-30% kasus dapat
membutuhkan tindakan operatif atau akan timbul komplikasi. Tak jarang yang
berkembang menjadi kolesistitis recurrent. Kadang-kadang kolesistitis acute
berkembang secara cepat menjadi gangrene, fistel, abses hati, atau peritonitis

umum. Tindakan bedah pada pasien lanjut usia (> 75 th) mempunyai
prognosis yang jelek, disamping kemungkinan timbul komplikasi pasca
bedah.1 Pasien dengan acalculous kolesistitis memiliki tingkat mortalitas
sebesar 10-50%, yang mana jauh berbeda dengan prediksi pada calculous
cholecystitits yang hanya sebesar 4%. Pada pasien dengan emphysematous
kolesistitis resiko kematiannya mencapai 15%. Dan pada 10-15% kasus akan
berkembang menjadi perforasi.4

BAB III
RESPONSI KASUS
I.

IDENTITAS PENDERITA

Nama

: SNK

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 38 tahun

Kewarganegaraan

: Indonesia

Alamat

: Jl.Gunung Selamet

Agama

: Hindu

Pendidikan

: Tamat SMA

Pekerjaan

: Suri rumahtangga

Status pernikahan

: Sudah menikah

Tgl. MRS

: 8 Januari 2016

Tgl. pemeriksaan

: 12 Januari 2016

II.

KELUHAN UTAMA

Nyeri perut
III.

ANAMNESIS KHUSUS

Penderita datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan
empat hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut kanan atas tersebut dikatakan
mucul hilang timbul, dan terasa seperti tertusuk benda tumpul. Nyeri perut kanan
atas ini terkadang dirasakan menyebar sampai pinggang dan punggung kanan
atas. Nyeri perut kanan atas ini dikatakan pasien muncul secara tidak menentu.
Saat nyeri timbul, pasien mengatakan akan semakin nyeri bila disentuh pada
daerah nyeri. Pasien awalnya mengabaikan nyeri yang dirasakannya, namun nyeri
dirasakan semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit hingga
pasien tidak dapat beraktivitas dan bekerja seperti biasanya. Pasien mengatakan
nyeri tidak berkurang dengan perubahan posisi.

10

Pasien juga mengatakan demam 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dikatakan sepanjang hari, sumer-sumer. Demam menghilang setelah meminum
obat penurun panas, namun muncul lagi beberapa jam kemudian.
Pasien juga mengeluhkan mual yang muncul bersamaan dengan keluhan
nyeri perut kanan atas tersebut. Rasa mual dikatakan muncul secara hilang timbul,
diperberat ketika pasien makan dan tidak berkurang ketika pasien menghentikan
makan ataupun dengan istirahat. Keluhan mual ini tidak disertai dengan muntah.
Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Menurut pasien, nafsu makannya menurun karena setiap kali pasien
makan pasien akan merasa mual dan perutnya akan sakit. Minum pasien dikatakan
biasa, dimana pasien dapat minum 1,5 liter air per hari.
Pasien buang air kecil dengan frekuensi normal (5 kali sehari), volume
0,5 botol air mineral, pancaran normal,berwarna agak kemerahan seperti teh sejak
1 minggu sebelum masuk rumah sakit, namun saat ini sudah tidak dikeluhkan lagi.
Riwayat keluar darah, keluar batu saat buang air kecil dan nyeri saat buang air
kecil disangkal oleh pasien.
Buang air besar pasien normal, 1 kali sehari, volume normal, dengan warna
kuning, konsistensi padat. Riwayat susah atau nyeri saat buang air besar, buang air
besar dengan keluar darah disangkal oleh pasien.
Saat pemeriksaan pasien masih mengeluh perutnya sakit hilang timbul jika
bergerak, namun rasa sakitnya sudah berkurang. Pasien sudah tidak demam.
Buang air kecil sudah tidak lagi berwarna seperti teh. Buang air besar juga
dikatakan normal. Keluhan mual sudah tidak dirasakan.
RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti saat ini.
Pasien mempunyai riwayat hipertensi. Hipertensi di ketahui pasien sejam 3 bulan
SMRS. Pasien mengatakan rutin berobat ke puskesmas setiap bulan untuk
mendapatkan obat hipertensi. Riwayat kencing manis, penyakit jantung, dan asma
tidak pasien ketahui secara jelas.
RIWAYAT PENGOBATAN

11

Selama pasien mengalami keluhan nyeri perut kanan atas ini, pasien
sempat minum obat amoksisilin dan paracetamol yang di beli sendiri di apotik
tanpa resep dokter untuk menggurangi nyeri perut namun tidak memberikan hasil
yang diharapkan.
RIWAYAT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan penyakit yang sama
dengan pasien saat ini. Riwayat kencing manis, penyakit jantung dan hipertensi
pada keluarga disangkal oleh pasien.
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL
Pasien seorang ibu rumah tangga, sudah memiliki satu orang anak. Pasien
tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol. Pasien
gemar makan makanan sayur dan minum banyak air. Namun sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit, pola makan pasien di katakan berubah karena ikut
membantu acara pernikahan iparnya. Pasien mengatakan selama 1 minggu,
hampir setiap hari makan babi guling dan minum minuman bersoda karena hanya
itu makanan dan minuman yang di sediakan di tempat pernikahan.
IV.
PEMERIKSAAN FISIK(12 Januari 2016)
Status present
Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis (E4V5M6)

Tekanan darah

: 150/100 mmHg

Nadi

: 84 x/menit, reguler, isi cukup

Respirasi

: 20 x/ menit

Temp. axilla

: 36,6 C

BB

: kg

TB

: 160 cm

VAS

: 2/10

Status general

12

Mata

: Anemis -/-, ikterus -/- RP +/+ isokor

THT

: Pembesaran tonsil (-), Hiperemis faring (-),


Atrofi lidah (-), Sianosis bibir (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar (-), JVP PR 0 cmH2O

Thorax :
Jantung
Inspeksi

: Pulsasi iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi
:

Batas Kanan

: Parasternal line dekstra

Batas Kiri

: Midclavicular line sinistra ICS V

Batas Atas

: Intercostal space II

Auskultasi
Pulmo:

: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Inspeksi

: Simetris (statis dan dinamis)

Palpasi

: Vokal fremitus normal

Perkusi

Auskultasi

normal

Normal

normal

Normal

normal

: Sonor

sonor

Sonor

sonor

Sonor

sonor

Vesikuler + +, Rhonki - -, Wheezing -

+ +

+ +

Abdomen
Inspeksi

: Distensi (-), Meteorismus (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) Normal

Palpasi

: Hepar/lien tidak teraba, balottement Ginjal (-)

13

Nyeri tekan pada epigastrium dan perut kanan atas (+) (pasien
menyeringai saat dipalpasi pada epigastrium dan perut kanan
atas), Murphy sign (+)
Nyeri ketok CVA sde
Perkusi

: Undulasi (-), Shifting dullness (-)

Hepar

: tidak teraba

Lien

: Tidak teraba,

Ekstrimitas :
Edema

V.

Hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (08 Januari 2016)

Pemeriksaan
WBC
% NEU
% LYMPH
% MONO
% EOS
% BASO
#NEU
#LYMPH
#MONO
#EOS
#BASO
RBC
Hemoglobin
Hematokrit
Platelet
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV

Hasil
17.6
69.9
22.7
2,86
0,11
0,37
12.3
1,26
0,35
0,01
0,04
5,09
14,6
39,5,4
388,00
91,9
30,30
31,2
12,7
5,00

Satuan
109L
%
%
%
%
%
103L
109L
103L
103L
103L
1012L
g/dL
%
103L
fL
Pg
g/dL
%
fL

Normal
4,10-11,00
47,00-80,00
13,00-40,00
2,00-11,00
0,00-5,00
0,00-2,00
2,5-7,5
1,00-4,00
0,10-1,20
0,00-0,50
0,00-0,10
4,50 5,90
13,50-17,50
36,00-46,00
150,00-440,00
80,00-100,00
26,00-34,00
31,00-36,00
11,60-14,80
6,80-10,00

Keterangan
Tinggi

Tinggi

Rendah

Kimia Klinik 8 Januari 2016


Parameter

Hasil

Satuan

Nilai Normal

Keterangan

14

SGOT

22

U/L

10-35

SGPT

39,2

U/L

10-35

mmol/L

136 145

mmol/L

3,50 5,10

12

mg/dl

8,00-23,00

0,83

mg/dL

0,50 0,90

Natrium (Na)

Kalium (K)

136

4,00

Tinggi

BUN

Creatinine

Glukosa Darah
Sewaktu

101,00

70,00 140,00

Amylase
80

U/L

25.00-120.00

23

U/L

13-60

Lipase

Urine Lengkap 8 Januari 2016


Parameter

Specific Gravity

Hasil

Satuan

1,020

PH

Leucocyte

Negative

Nitrite

Negative

Nilai Normal

Keterangan

negative

7.35-7.45

Leuco/uL

Rendah

negative

negative

15

Protein(urine)
Negative

mg/dl

negative

Normal

mg/dL

normal

Normal

mg/dL

normal

Glukosa(Urine)

Urobilirubin

KET
Negative

negative

Bilirubin(Urine)
Negative

mg/dL

negative

150(+4)

ERY/uL

Negative

ERY

Colour
P.yellow

P.yellow

ELEKTROKARDIOGRAF (8 Januari 2016)

Irama
Heart rate
Axis
P-R Interval

: sinus
: 77 kali/menit
: normal
: 142 ms

16

Gelombang P : tidak memanjang


ST-changes : QRS complex : Normal
Kesimpulan: normal sinus rhythm

Pemeriksaan rontgent thorax AP (8 Januari 2016)

Ro Thorax AP:
Cor: Besar dan Bentuk kesan membesar CTR 57%
Pulmo: Tak tampak infiltrat/Nodul. Corakan Bronkovaskular normal

17

Sinus pleura kanan kiri tajam


Diafragma kanan dan kri normal
Tulang tulang tak tampak kelainan
Kesan : cardiomegaly

BOF (8 Januari 2016)

18

Tak tampak bayangan radiopaque di sepanjang traktus urinarius


Kontur ginjal kanan kiri tak tampak jelas tertutup bayangan gas usus
Psoas line kanan kiri simetris
Distribusi gas usus normal bercampur fecal material, tampak sampai distal

colon
Bayangan hepar dan lien tidak tampak membesar
Corpus vertebra lumbalis,pedicle dan spatium intervertebralis baik
Kesan : Dalam batas normal
Saat ini tak tampak batu radioopaque sepanjang traktus urinarius
VI. DIAGNOSIS KERJA
Kolik Abdomen e.c suspect Cholesistitis akut dd cholelitiasis

19

VII.

PENATALAKSANAAN

MRS

IVFD NaCl 0.9% 20 tts per menit

Buscopan 1 amp iv

Paracetamol 3x500 mg

Non Farmakologis :
- Diet : Rendah lemak
- KIE faktor resiko dan perbaikan gaya hidup

VIII. MONITORING :

IX.

Keluhan

Vital sign

Berat Badan

Balance cairan

PROGNOSIS

Dubius ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang dapat bersifat


akut, kronis, atau akut pada kronis. Kolesistitis akut merupakan peradangan akut
pada kandung empedu. Reaksi inflamasi akut pada kolesistitis akut disertai
dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Lebih dari 90%

20

kolesistitis berhubungan dengan sumbatan batu empedu pada duktus sistikus.


Pada bagian berikutnya akan dipaparkan pembahasan berdasarkan kasus dan teori
terkait sebelumnya.
4.1

Diskusi terkait Etiologi


Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah

stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan
sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu (kolesistitis akalkulosa
akut). Sedikitnya 3 faktor berperan pada patogenesis kolesistitis yaitu keradangan
mekanis akibat peningkatan tekanan, keradangan kimiawi yang disebabkan
pelepasan lisolesitin karena kerja enzim fosfolipase pada lesitin empedu dan
keradangan bakteri.
Kolesistitis kalkulosa akut pada awalnya adalah akibat iritasi kimiawi dan
peradangan dinding kandung empedu dalam kaitannya dengan hambatan aliran
keluar empedu. Fosfolipase yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin
empedu menjadi lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan mukosa
glikoprotein yang secara normal bersifat protektif rusak, sehingga epitel mukosa
terpajan langsung ke efek detergen garam empedu. Prostaglandin yang dibebaskan
di dalam dinding kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam peradangan
mukosa dan mural. Peregangan dan peningkatan tekanan intralumen juga dapat
mengganggu aliran darah kemukosa. Proses ini terjadi tanpa ada infeksi bakteri;
baru setelah proses berlangsung cukup lama terjadi kontaminasi oleh bakteri.1
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50
sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak
dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,
Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin
yang dihasilkan oleh organismeorganisme tersebut dapat menyebabkan
hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya
menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu.
Kolesistitis akut akalkulosa terdapat pada 10% kasus. Sebagian besar
kasus ini terjadi pada pasien dengan keadaan pascaoperasi mayor nonbiliari,
trauma berat (misalkan kecelakaan lalu lintas), luka bakar luas dan sepsis. Faktor

21

lain yang turut berperan adalah dehidrasi, stasis dan pengendapan dalam kandung
empedu, gangguan pembuluh darah dan akhirnya kontaminasi bakteri (misalnya
Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera).
Pada kasus ini, kemungkinan yang dapat menjadi penyebab atau etiologi
kolesistitis akut adalah karena adanya batu empedu (kalkulosa). Batu empedu ini
menyebabkan keradangan mekanis akibat peningkatan tekanan. Peningkatan
tekanan intraluminal menyebabkan gangguan aliran darah ke mukosa sehingga
mukosa menjadi rusak. Stasis aliran empedu akibat adanya batu juga
menyebabkan peradangan pada kandung empedu. Hal ini dibuktikan dengan
pemeriksaan USG yang ditemukan batu dan telah dilakukannya pembedahan yaitu
laparoscopy cholesistectomy eksplorasi. Pasien juga tidak mengeluhkan demam
dan tidak ada leukositosis dari hasil pemeriksaan laboratorium sehingga penyebab
infeksi bisa disingkirkan. Namun tidak tertutup kemungkinan juga, batu yang
telah ada dapat menyebabkan infeksi pada kandung empedu.
4.2

Manifestasi Klinis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas

dan pemeriksaan fisik. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas,
demam dan leukositosis sangat sugestif. Gejala klinis bervariasi dari radang
ringan sampai bentuk gangren yang berat pada dinding kandung empedu.
Serangan akut sering merupakan eksaserbasi dari radang menahun. Keluhan
utama adalah nyeri perut yang hebat dan menetap di hipokhondrium kanan atau
epigastrium dan menyebar ke angulus scapula kanan dan bahu kanan dan jarang
sekali ke bahu kiri. Kadang kadang jika batu terletak di leher kandung empedu
atau di duktus, nyeri bersifat kolik. Tanda peradangan peritoneum seperti
peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernafasan dalam dapat
ditemukan. Serangan nyeri sering didahului makan terlalu banyak terutama
makanan berlemak. Sering disertai mual dan perut kembung, tetapi jarang sampai
muntah. Muntah timbul bila terdapat batu pada saluran empedu bagian distal.1,3
Pada kasus ini, pasien awalnya merasakan nyeri di perut kanan atas dan
epigastrium. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Bersifat hilang timbul. Pasien juga

22

mengatakan senang makan makanan berlemak seperti daging dan makan utama 3
kali sehari (sebelum sakit). Disini pasien mengeluhkan nyerinya sering timbul
setelah makan. Nyerinya juga kadang-kadang menjalar sampai ke punggung
kanan. Pasien juga mengeluh nyerinya lebih memberat ketika disentuh pada
daerah yang nyeri. Disini pasien juga mengeluhkan adanya panas badan dan
masih dirasakan saat pemeriksaan di rumah sakit.
Pasien juga mengeluh warna kencingnya kemerahan seperti warna teh,
namun saat ini sudah tidak dikeluhkan lagi. Tapi tidak ada kencing yang
bercampur darah atau nyeri saat kencing. Sehingga adanya batu saluran kencing
dapat disingkirkan. Frekuensi kencing dan volumenya juga normal. Pasien juga
mengeluh batuk sejak lama dan kadang keluar dahak berwarna kekuningan,
namun lebih sering susah untuk mengeluarkan dahak tersebut. Pasien juga
mengeluh sesak yang hilang timbul sejak 10 tahun yang lalu. Sesak ini semakin
meburuk ketika melakukan aktivitas. Selain itu pasien juga memiliki riwayat mata
berwarna kuning dan ketika masuk rumah sakit warna matanya kembali kuning,
namun kuning tidak ditemukan pada badan atau bagian tubuh yang lain. Keluhan
lain seperti rambut rontok, berat badan menurun drastis, pembesaran payuadara
atau gusi berdarah disangkal oleh keluarga pasien sehingga tanda-tanda sirosis
tidak ditemukan pada pasien. Adanya riwayat kekuningan maka patut dipikirkan
adanya suatu Jaundice yang dapat diakibatkan defek pada prehepatal,
intrahepatal, ataupun posthepatal. Apabila jaundice disebabkan oleh gangguan
post hepatal akibat obstruksi ductus biliaris ataupun duktus koledokus seperti pada
kasus ini yaitu akibat adanya batu empedu atau bisa juga karena pankreatitis
obstruktif maka kerap kali akan dirasakan nyeri ulu hati terutama saat makan
disamping terdapat riwayat kekuningan. Namun pada inspeksi abdomen tidak
ditemukan adanya Cullen sign dan grey turner sign sehingga pancreatitis
obstruktif dapat disingkirkan.
Berdasarkan hasil heteroanamnesis yang telah dilakukan kepada keluarga
pasien, didapatkan gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat
pada kolesistitits akut. Nyeri perut yang dirasakan pasien memang sudah 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri sering dirasakan setelah pasien makan
daging ayam atau babi. Pasien juga dikatakan sulit untuk menghindari makanan

23

berlemak. Pasien juga sempat mual namun tidak pernah muntah. Namun masih
diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya dalam mengonfirmasi dugaan
tersebut.

4.3

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan demam. Pergerakan perut terbatas, nafas

tertahan, distensi abdomen lokal dan otot dinding perut kanan atas mengalami
kekakuan. Pada pemeriksaan palpasi timbul nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang
dan membesar, namun pada pasien ini tidak ditemukan. Inspirasi dalam atau batuk
sewaktu palpasi subkosta kuadran kanan atas biasanya menambah nyeri dan
menyebabkan inspirasi terhenti (murphy sign). Ketokan ringan pada daerah subkosta
kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di
kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising
usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan
rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asal tidak ada perforasi. Apabila

keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil disertai leukositosis
berat, kemungkinan terjadi empiema (jika eksudat yang terkandung pada kandung
empedu hampir seluruhnya terdiri dari pus) dan perforasi kandung empedu
dipertimbangkan.
Pada pemeriksaan fisik status generalis terhadap pasien didapatkan
penderita masih terlihat (inspeksi) lemas sehingga hanya berbicara sedikit-sedikit
ketika ditanya. Suhu aksila juga meningkat. Pada inspeksi perut juga terlihat
adanya distensi pada perut. Tanda ikterus pada mata sudah tidak ditemukan lagi.
Saat dilakukan palpasi pada epigastrium dan perut kanan atas masih dirasakan
nyeri. Pasien juga berhenti bernafas ketika dilakukan penekanan pada daerah
nyeri (Murphy sign +).
Pada auskultasi dada diapatkan tanda bronkiektasis yaitu adanya
penurunan vesikuler pada region basal di lapang paru sinistra. Pada pasien juga
ditemukan adanya ronkhi pada ketiga region lapang paru sinistra dan region basal
pada lapang paru dekstra. Oleh sebab itu berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan terdapat kesesuaian dengan tanda-tanda peradangan pada kandung

24

empedu oleh karena stasis cairan empedu meskipun tidak didapatkan adanya
demam.
4.4

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah pasien kolesistitis ditemukan leukositosis lebih

dari 10.000/cmm dengan gambaran lekosit polimorfonuklear. Tes faal hati


menunjukkan serum bilirubin bisa meningkat ringan, serum aminotransferase juga
bisa meningkat ringan, tetapi biasanya kurang dari 5 kali batas normal.
Pemeriksaan alkali phosphatase biasanya meningkat pada 25% pasien dengan
kolesistitis.

Pemeriksaan

enzim

amylase

dan

lipase

diperlukan

untuk

menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amylase juga dapat meningkat


pada kolesistitis.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan laboratorium beberapa kali yaitu
darah lengkap sebanyak 2 kali, kimia klinik sebanyak 3 kali, faal hemostasis
sekali dan urinalisis sekali. Pada hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya
leukositosis. Namun didapatkan anemia ringan normokromik mikrositer. Pada
pemeriksaan kimia klinik ditemukan bilirubin direk meningkat hal ini disebabkan
oleh stasis cairan empedu oleh karena adanya batu. SGOT dan SGPT juga
meningkat. Alkali phospatase serum juga meningkat pada pasien ini. Namun
disini

tidak

dilakukan

pemeriksaan

enzim

amylase

dan

lipase

untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya pankreatitis. Pada pemerikaan urinalisis


ditemukan warna kecoklatan dimana normalnya adalah kekuningan. Warna
kuning pada urin normal merupakan warna yang berasal dari ekskresi bilirubin.
Namun karena terdapat gangguan dalam ekskresi bilirubin akibat adanya batu
empedu maka cenderung terjadi penumpukan kadar bilirubin dalam darah
sehingga warna urin akan kecoklatan. Meskipun tidak terdapat leukositosis akan
tetapi pada urin ditemukan adanya leukosit dan urobilinogen serta bilirubin
urinnya positif. Pasien juga mengalami alkalosis metabolik yang terkompensasi
sempurna yang ditandai dengan meningkatnya HCO3 - diikuti dengan peningkatan
PCO2 dan pH yang normal.
Pada foto sinar tembus abdomen mungkin ditemukan batu empedu. Foto
polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya

25

pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu radiopak oleh karena
mengandung kalsium cukup banyak. Pada kholesistogram menunjukkan kandung
empedu non-fungsionil pada serangan akut. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu
ekstra hepatik. Adapun gambaran pada USG mungkin dijumpai batu, gambaran
double layer dan penebalan dinding kandung empedu. Pemeriksaan CT-scan
dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil dan tidak
terlihat pada pemeriksaan USG. Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography
(ERCP) dapat digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan
terdapat batu empedu di duktus biliaris komunis pada pasien berisiko tinggi
menjalani laparoskopi kolesistektomi.
Pada kasus ini dilakukan USG abdomen yang memperlihatkan adanya
batu multiple di kandung empedu yang berukuran 2,4 cm yang mendukung
adanya cholelitiasis. pada pasien juga dilakukan foto thoraks dan didapatkan
adanya bronkiektasis dan efusi pleura kiri. Untuk mendukurng diagnosis
bronkiektasis dan menyingkirkan PPOK juga dilakukan tes spirometriyang
mendapatkan hasil dengan risiko sedang. Namun pada pasien tidak dilakukan CT
Scan Abdomen dan ERCP yang merupakan pemeriksaan gold standard pada batu
empedu.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi diet bebas, namun disini
ditambahkan ekstra putih telur karena pasien mengalami hipoalbuminemia. Diet
bebas diberikan karena penurunan nafsu makan pasien disebabkan oleh nyeri yang
diraskannya, jadi setelah penyebab dihilangkan yaitu batu nafsu makan pasien
akan kembali pulih, namun harus diingat juga untuk menghindari kekambuhan
sebaiknya pasien mulai mengurangi atau menghindari makanan berlemak.
Pasien diberikan analgetik yaitu paracetamol dan pethidin untuk
meredakan nyeri perutnya. Pasien diberikan cepoferazon sulbactam sebagai
profilaksis infeksi. UDCA diberikan untuk mengatasi kolesistitisnya. Paracetamol
sebagai antipiretik. Untuk keluhan batuk dan sesak pasien diberikan ambroxol dan
nebulizer ventolin setiap 6 jam.Obat-obatan pasca operasi meliputi levofluoxacin
dan ranitidine.

26

BAB V
SIMPULAN
Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang dapat bersifat
akut, kronis, atau akut pada kronis. Kolesistitis akut merupakan peradangan akut
pada kandung empedu. Reaksi inflamasi akut pada kolesistitis akut disertai
dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Lebih dari 90%
kolesistitis berhubungan dengan sumbatan batu empedu pada duktus sistikus.

27

Pada bagian berikutnya akan dipaparkan pembahasan berdasarkan kasus dan teori
terkait sebelumnya.
Penyebab tersering kolesistitis adalah adanya batu empedu (90%) dan
sisanya bukan karena batu empedu seperti infeksi (10%). Kolesistitis yang
disebabkan oleh batu empedu akan mengakibatkan stasis cairan empedu dan
peningkatan tekanan intraluminal. Selain itu hal tersebut juga berdampak pada
berkurangnya aliran darah ke mukosa sehingga akan terjadi kerusakan mukosa
kandung empedu dan akhirnya terjadi peradangan. Namun tidak tertutup
kemungkinan juga batu yang ada juga akan menimbulkan adanya infeksi.
Manifestasi klinis dari kolesistitis akut adalah adanya nyeri perut kanan
atas yang dirasakan hilang timbul dan dapat menjalar ke pungggung kanan. Nyeri
juga diperberat oleh makanan. pasien juga mengalami ikterus dan air kencingnya
berwarna kemerahan seperti teh. Selain itu juga ada demam dan leukositosis pada
pemeriksaan laboratorium. Pasien juga sering merasa mual. Pada pemeriksaan
USG abdomen juga bisa ditemukan adanya batu.
Jika tidak tertangani kolesistitis akan menimbulkan komplikasi yang serius
seperti

empiema,

gangrene,

perforasi

dan

lain

sebagainya.

Untuk

penatalaksanaannya sendiri meliputi penghindaran terhadap makanan yang


beerlemak. Analgetik, antibiotik, agen pengencer batu dan terapi pembedahan.
Untuk prognosis dari penyakit ini, jika dilakukan terapi kausatif seperti
pembedahan prognosisnya cenderung baik, meskipun tidak tertutup kemungkinan
akan kambuh kembali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pridady. 2007. Cholecystitis. dalam : Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang.


Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam.. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;. p. 477-8

28

2. Gladden, Don. Migala, Alexandre, F. Beverly, Clinton, S. Wolff, Jeffery. 2010.


Kolesistitis. Department of Emergency Medicine - Seton Medical Center.
Department of Emergency Medicine - Denton Regional Medical Center.
Department of Surgery - Mercer University School of Medicine. Department of
Gastroenterology - Brooke Army Medical Center & Landstuhl Regional Medical
Center.

Updated

May

19,

2010.

Cited

February

20,

2011.

http://emedicine.medscape.com/article/171886.
3. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta
: EGC; 1997. p. 1028-32.
4. Price, Sylvia, A. Wilson L. M. 2006. Gangguan Sistem Gastrointestinal, dalam:
Patofisiologi Kedokteran. Edisi 6. Volume 1. Jakarta : EGC
5. Huffman, Jason, L. Schenker. Steven. 2010. Acute Acalculous Cholecystitis:
A Review.Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology and
Nutrition, University of Texas Health Science Center at San Antonio, San
Antonio, Texas. Clinical Gastroenterology and Hepatology 2010; volume 8.

p:

1522
6. Dugdale, David C. Chronic Cholecystitis . updated March 5, 2009. Cited February
20, 2011. http://www.umm.edu/ency/000217.pdf.

29

Anda mungkin juga menyukai