Anda di halaman 1dari 14

Makalah PBL Blok 25: Perdarahan Postpartum

Nadirah Binti Hassan* (102010385)

PENDAHULUAN
Suatu perdarahan pada saat persalinan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi 500ml pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000ml pada sectio cesarea. Namun pada penelitian, perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari jumlah perdarahan yang sebenarnya (actual blood loss). Seringkali sectio cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak. Volume darah wanita hamil dengan kehamilan normal-hypervolemia terinduksi biasanya meningkat sekitar 30 sampai 60%. Jumlah ini berkisar antara 1500-2000 mL untuk wanita dengan ukuran tubuh sederhana. Biasanya wanita hamil dapat mentolerir kehilangan darah saat melahirkan yang mendekati volume darah yang ditambah selama kehamilan tanpa mengalami penurunan ekstrim hematokrit. Oleh yang demikian, jika kehilangan darah pada saat persalinan adalah kurang dari jumlah darah yang bertambah selama kehamilan, nilai hematokrit tetap sama selama beberapa hari pertama postpartum.

___________________________________________________________________________ *Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.


Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510. Telp: 021 569 42061, Fax: 021 563 1731. Email: naddyhassan@gmail.com

ISI Anamnesis
Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis sesuatu penyakit. Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan utama pasien, keluhan tambahan, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat pengobatan, serta riwayat sosial. Pada kasus ditemukan seorang wanita telah melahirkan seorang bayi laki-laki yaitu anaknya yang ketiga pada jam 15.30. Persalinannya berjalan lancar. Ketika perawat memeriksanya pada jam 16.10, pasien berada dalam keadaan kurang sadar dan pucat. Pemeriksaan fisik mendapatkan hasil tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 20x/menit, dan suhu 37oC. Fundus uteri setinggi pusat, konsistensi kenyal. Dari vagina tampak mengalir darah. Pada kasus ini, anamnesis dilakukan dengan cara alloanamnesis, yaitu secara tidak langsung dengan pasien, melalui suami atau keluarga terdekat. Hal ini karena pasien berada dalam keadaan kurang sadar. Di antara hal-hal yang harus ditanyakan pada anamnesis adalah seperti berikut. Waktu persalinan dan durasi persalinan Apakah bayi besar? Apakah melahirkan bayi kembar? Apakah persalinan dibantu dengan alat seperti vakum dan/atau forseps? Apakah plasenta telah keluar lengkap? Riwayat persalinan sebelumnya, status GPA (Gravid, Partus, Abortus) Riwayat perdarahan postpartum pada persalinan dahulu Apakah ada komplikasi selama kehamilan seperti hidramnion Riwayat keluarga dengan kelainan pembekuan darah

Pemeriksaan fisik
Apabila pasien mengalami perdarahan dari vagina setelah melahirkan, pemeriksaan pertama yang harus dilakukan adalah pengukuran tanda-tanda vital untuk mengetahui kondisi pasien. Pada kasus, hasil tanda-tanda vital pasien adalah seperti dalam tabel di bawah. Tabel 1. Tanda-tanda vital pasien Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu 90/70 mmHg 100x/menit 20x/menit 37oC

Pemeriksaan selanjutnya adalah palpasi uterus, untuk mengetahui bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri. Pada kasus, didapatkan fundus uteri setinggi pusat, dengan konsistensi kenyal. Pada atonia uteri, uterus akan teraba lembek dan membesar (boggy uterus). Bila kontraksi uterus baik, harus dilakukan pemeriksaan in spekulo untuk melihat apakah ada laserasi jalan lahir. Selain itu, harus dilakukan eksplorasi kavum uteri untuk mengetahui apakah ada sisa plasenta. Dari pemeriksaan fisik, etiologi perdarahan sebetulnya sudah dapat dikenalpasti. Sekiranya perdarahan berlaku sedangkan uterus berkontraksi baik, penyebab yang paling mungkin adalah laserasi jalan lahir. Warna darah merah segar menandakan darah arteri dari laserasi. Sekiranya pada palpasi didapatkan uterus kenyal atau lembek, penyebab yang paling mungkin adalah atonia uteri.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus ini dilakukan bertujuan untuk menentukan derajat kehilangan darah pada pasien (hipovolemia atau tidak), untuk mengenalpasti apakah terdapat kelainan pembekuan darah, atau adanya sisa plasenta. Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit) dan test hematologi (PT,aPTT). Ultrasonografi uterus

Perbedaan lebih dari 10% hematokrit antenatal dan postpartum merupakan salah satu kriteria diagnostik PPH.

Diagnosis
Perdarahan pada kasus ini bukanlah suatu diagnosis, melainkan suatu gejala. Diagnosis ditegakkan berdasarkan penyebab terjadinya perdarahan tersebut. Pada kebanyakan kasus, diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, karena karakteristik yang ditampilkan oleh pasien sudah cukup membantu. Secara klinis, perdarahan postpartum (Postpartum hemorrhage, PPH) diklasifikasikan menurut onset perdarahan yaitu: 1. Perdarahan Postpartum Primer Perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, trauma jalan lahir dan inversio uteri. 2. Perdarahan Postpartum Sekunder Perdarahan pasca persalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. Selain onset perdarahan, PPH juga dibagi menurut defisit volume darah. Tabel 2 menunjukkan pembagian menurut defisit volume, dari Kelas 1 sampai dengan Kelas 4. Secara rata-rata, wanita hamil dengan berat badan 60kg memiliki volume darah 6000ml pada minggu ke-30 gestasi. Pada Kelas 1, kehilangan darah kurang dari 900ml jarang menimbulkan sebarang simptom defisit volume, dan tidak membutuhkan pengobatan. Pada Kelas 2, kehilangan darah sebesar 1200-1500ml akan mula menimbulkan gejala klinis seperti peningkatan denyut nadi dan frekuensi nafas. Tekanan darah juga mula mengalami perubahan.

Pada Kelas 3, kehilangan darah sebanyak 1800-2100ml sudah mampu menyebabkan hipotensi pada pasien. Gejala takikardi dan takipnea dapat ditemukan, dan ekstremitas teraba dingin. Perdarahan masif sebesar 2400ml atau lebih, diklasifikasikan ke dalam Kelas 4. Pasien yang kehilangan volume melebihi 40% ini dapat mengalami syok, dan hal ini akan bisa menyebabkan kematian akibat dari cardiac arrest. Tabel 2. Klasifikasi PPH menurut defisit volume

Etiologi
Terdapat sejumlah besar etiologi yang boleh menyebabkan PPH, dan etiologi tersebut diklasifikasikan ke dalam empat bagian yaitu Tone, Tissue, Trauma, dan Thrombin seperti di bawah. Tone Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Atonia uteri merupakan penyebab paling sering perdarahan postpartum. Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi: a. Overdistended uterus: Kehamilan kembar Fetal macrosomia (berat janin melebihi 4000g) Polyhydramnion

b. Partus lama c. Grande multipara (fibrosis otot-otot uterus)

Trauma Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir, antara penyebabnya adalah: a. Ruptur uterus b. Inversi uterus c. Laserasi vagina atau cervix d. Vaginal hematom

Tissue Antara etiologi yang tergolong dalam klasifikasi tissue adalah: a. Retensio plasenta b. Sisa plasenta c. Plasenta acreta dan variasinya.

Thrombin Yang dimaksudkan dengan klasifikasi thrombin adalah kelainan pembekuan darah. Gejalagejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa : Hipofibrinogenemia, Trombocitopenia, Idiopathic thrombocytopenic purpura, HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count), Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC),

Faktor resiko Riwayat PPH pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya PPH adalah:

1. Grande multipara 2. Perpanjangan waktu partus 3. Chorioamnionitis 4. Kehamilan multiple 5. Injeksi Magnesium sulfat 6. Perpanjangan pemberian oxytocin

Epidemiologi
Insidens PPH adalah sekitar 3% daripada semua kelahiran. Sebanyak 500 000 wanita meninggal dunia setiap tahun di seluruh dunia akibat dari kehamilan dan persalinan. Dari jumlah tersebut, seperempat penyebab adalah komplikasi persalinan kala III. Dalam negara berkembang, resiko mortalitas ibu dari PPH adalah 1 per 1000 kelahiran, sedangkan dalam negara maju adalah 1 per 100 000 kelahiran. Meskipun faktor resiko untuk terjadinya atonia uteri telah dapat dikenalpasti, namun adalah sangat sulit untuk memprediksi individu wanita yang mana yang akan mengalami masalah ini. Penelitian mendapatkan bahwa dari 23 900 wanita yang melahirkan melalui section cesarea, 50% yang mengalami atonia uteri adalah dari golongan resiko rendah. Insidens inversio uteri adalah bervarian, dalam tiga penelitian dengan total kelahiran 116 500, insidens hanya 1 per 3000. Insidens retensi plasenta adalah sebesar 0.5-1.0%, sedangkan insidens koagulopati 1.0%.

Patofisiologi
Atonia uteri

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari

pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi, mengakibatkan perdarahan. Retensio plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan : a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva) b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta) c. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta). Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa Plasenta

Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi

segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan. Ruptur uteri

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan parut section cesarea sebelumnya. Trauma jalan lahir

Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau vena yang besar, jika episiotomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi. Inversio Uteri

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan. Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat : 1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut 2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina

3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina. Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang hebat dan bisa menyebabkan syok.

Manifestasi klinis
Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh ke dalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang berlagsung secara gradual sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh ke dalam syok. Antara gejala klinis pada perdarahan postpartum adalah seperti berikut: 1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol 2. Penurunan tekanan darah 3. Peningkatan denyut nadi 4. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat. Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir, apabila berlaku retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir.

Penatalaksanaan
Sebelum penyebab perdarahan diidentifikasi, penatalaksanaan umum yang bersifat suportif harus dilakukan sedini mungkin untuk mengganti cairan dan memelihara volume sirkulasi darah, seperti pemberian infus, administrasi darah atau komponen darah secukupnya, profil hematokrit, monitor output urin. Pemberian cairan: normal saline atau ringer lactate. Transfusi darah : whole blood ataupun packed red cell.

Evaluasi pemberian cairan: pantau produksi urine (perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam adalah sebanyak 30ml atau lebih). Kesadaran dan tanda-tanda vital pasien harus tetap dipantau.

Pentalaksanaan khusus Atonia uteri

Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat vagina dan ditekankan pada fornix anterior. Apabila uterus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian uterotonic agent seperti oxytocin, ergot alkaloid dan prostaglandin. Oxytocin merupakan drug of choice pada kasus ini, dengan dosis 10 IU, diberikan secara intramuskular atau 20 IU dalam 1 L of saline diinfus pada kadar 250 mL per jam.

Gambar 1. Massase bimanual pada atonia uteri Sisa plasenta

Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, lakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan eksplorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan

tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi. Trauma jalan lahir

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan insisi dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan. Gangguan pembekuan darah

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan penggantian komponen darah dengan pemberian fresh frozen plasma.

Komplikasi
Pada kehilangan darah yang banyak, PPH boleh menyebabkan komplikasi seperti hipotensi ortostatik, anemia, syok hipovolemic, DIC, gagal ginjal, dan kematian.

Pencegahan
Pencegahan untuk mengelakkan terjadinya PPH seharusnya dilakukan dari mulanya kehamilan, persiapan persalinan, sehinggalah dilakukan tindakan pada Kala III dan IV. a. Perawatan masa kehamilan Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu

bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. b. Persiapan persalinan Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi. c. Persalinan Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum. d. Kala III dan Kala IV Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%. Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

Prognosis
Prognosis PPH tergantung dari penyebab perdarahan, durasi perdarahan, jumlah kehilangan darah, faktor komorbid, dan efektivitas dari penanganan. Rata-rata wanita usia muda tanpa kelainan sistemik mempunyai prognosis baik.

DAFTAR PUSTAKA
1) Berghella V et al. Obstetric: Evidence based guideline. London; Informa UK Ltd: 2007.p.180-2. 2) Cunningham FG et al. Obstetrical hemorrhage. In: Williams obstetric. 23rd ed. USA; McGraw-Hill Inc: 2010.p.759-97. 3) Beckmann CRB et al. Obstetrics and gynecology. 6th ed. USA; Lippincott Williams and Wilkins: 2010.p.133-8. 4) Lynch CB et al. A textbook of postpartum hemorrhage. Federation of Obstetrics and Gynecological Societies of India edition. New Delhi; Jaypee Brothers Medical Publishers: 2006.p.11-69. 5) Belfort M, Saade G, Foley M, Phelan J, Dildy G. Critical care obstetric. 5 th ed. UK; Wiley-Blackwell:2010.p.309-20. 6) Anderson JM. Prevention and management of postpartum hemorrhage. American Academy of Family Physician 2007;75:875-82.

Anda mungkin juga menyukai