Anda di halaman 1dari 17

1

Referat

LIMFANGITIS

Oleh:
Nurul Hayatun Nupus, S.Ked 04111001008

Pembimbing:
Dr. dr. Taufik Indrajaya, SpPD, KKV

BAGIAN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
DR MOHAMMAD HOESIN
PALEMBANG 2018
2

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
LIMFANGITIS
Oleh:
Nurul Hayatun Nupus, S.Ked 04111001008

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepanitraan klinik
senior di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univrsitas Sriwijaya
Palembang.

Palembang, Maret 2018

Dr.dr. Taufik Indrajaya, SpPD, KK


3

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemudahan
serta rahmat yang begitu besar sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan referat yang
berjudul Limfangitis. Laporan ini merupakan salah satu syarat Kepanitraan Klinik Senior
(KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSMH Palembang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.dr. Taufik Indrajaya, SpPD, KKV, selaku
pembimbing yang telah membimbing dalam perbaikan baik penulisan maupun pembahasan
dalam laporan referat ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga selesainya penulisan laporan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini yang
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga laporan referat ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, Maret 2018

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 5

BAB II LIMFANGITIS ...................................................................................... 7

2.1. Anatomi sistem limfatik ..................................................................... 7

2.2. Fisiologi sistem limfatik ..................................................................... 11

2.3. Epidemiologi ...................................................................................... 11

2.4. Etiologi ............................................................................................... 11

2.5. Faktor Resiko ..................................................................................... 12

2.6. Patogenesis ......................................................................................... 12

2.7. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 13

BAB III DIAGNOSIS LIMFANGITIS ............................................................. 14

3.1. Diagnosis Limfangitis ......................................................................... 14

3.2. Tatalaksana ......................................................................................... 14

3.3. Prognosis ............................................................................................ 15

BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17


5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem limfa merupakan sebuah suplemen penting pada sistem jantung dan pembuluh
darah yang berfungsi untuk membantu menghilangkan racun dalam tubuh, sistem ini juga
merupakan suatu pendukung penting bagi sistem imun(kekebalan). Berbeda dengan darah,
limfa hanya bergerak satu arah di tubuh, digerakkan oleh aksi otot-otot rangka di sekitarnya.
Limfa di dorong ke aliran darah untuk menjalankan eliminasi(proses pembuangan). Memahami
pentingnya sistem limfa dalam menyaring, mendaur ulang dan menghasilkan darah seperti
menyaring limfa, mengumpulkan cairan berlebih, dan menyerap material yang larut lemak
sangat penting dalam memahami fisiologi manusia. Cairan limfa tidak mengandung eritrosit
dan trombosit, namun banyak mengandung sel darah putih yaitu limfosit.

Komponen sintem limfa terdiri atas, pembuluh limfa, cairan yang disebut limfa, buku
limfa, timus, dan limpa. Pembuluh limfa terdapat di seluruh tubuh di sepanjang arteri (pada
visera) atau vena (pada jaringan subkutan di bawah kulit). Pembuluh limfa tidak terdapat di
sistem saraf pusat, sumsum tulang, gigi, dan jaringan avaskular Pembuluh limfa mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut; terdapat katup untuk mencegah aliran balik limfa (seperti pada vena),
dinding pembuluh pengumpul terdiri atas tiga tunika (lapisan) yang sama seperti pada vena,
tetapi lapisan-lapisan ini lebih tipis dan lebih tidak berbentuk, batang limfa terbentuk dari
bersatunya pembuluh pengumpul. Sembilan batang utama, menyalurkan limfa dari daerah-
daerah asalnya, yaitu batang lumbar, jugulum, subklavia, dan bronkomediastinum yang
masing-masing berpasangan (kiri dan kanan, dari setiap sisi tubuh), dan batang usus tunggal,
duktus limfa adalah pembuluh limfa yang terbesar. Dua duktus ini menyalurkan limfa ke dalam
vena pada leher ( di kanan dan di kiri vena subklavia pada titik pertemuannya dengan vena
jugulum internal). Katup pada duktus limfa terdapat pada titik pertemuan dengan vena,
mencegah masuknya darah ke dalam pembuluh limfa, duktus toraks (duktus toraks kiri)
mengumpulkan limfa dari bagian kiri tubuh dan daerah-daerah di bagian kanan tubuh di bawah
toraks. Dimulai dari sisterna chili, sebuah daerah pada pembuluh limfa yang membesar yang
terbentuk mengkuti bersatunya batang usus dan batang lumbar kiri dan kanan. Duktus toraks
6

kanan mengumpulkan limfa dari bagian kanan atas tubuh (lengan kanan dan daerah kanan
toraks, leher, dan kepala), daerah yang jauh lebih kecil daripada yang dilayani duktus toraks
kiri.

Limfangitis adalah suatu peradangan dari saluran limfatik yang terjadi sebagai akibat dari
infeksi pada situs distal ke saluran tersebut. Yang menyebabkan sebagian besar limfangitis
terjadi pada manusia adalah Streptococcus pyogenes (Grup streptokokus A). Limfangitis juga
kadang-kadang disebut "keracunan darah". Hal ini ditandai oleh kondisi peradangan tertentu
dari kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Garis merah tipis dapat diamati di sepanjang
perjalanan pembuluh limfatik di daerah bencana, disertai dengan pembesaran menyakitkan di
dekat kelenjar getah bening, pasien juga menggigil dan demam tinggi bersama dengan nyeri
sedang dan bengkak.
Pembuluh limfe yang melebar terisi oleh neutrofil dan histiosit. Inflamasi ini meluas ke
dalam jaringan perilimfatik dan dapat berkembang menjadi selulitis atau abses yang nyata.
Keterlibatan limfonodus (limfedenitis akut) pada infeksi ini dapat menimbulkan septikemia.
7

BAB II

LIMFAMGITIS

2.1. Anatomi pembuluh limfe

Sistem limfatik trdiri atas cairan limfe, pembuluh darah tempat transport cairan limfe
dan organ yang mengandung jaringan limfoid seperti kelenjar getah bening, limpa dan timus.

Cairan limfe merupakan cairan yang tidak berwarna dan memiliki komposisi yang mirip
dengan plasma darah. Cairan ini mengandung banyak limfosit dan sering kali ditemukan
korpuskel sel darah merah. Granul dan bakteri juga diambil oleh limfe dari rongga jaringan ikat,
sebagian oleh aksi limfosit yang masuk ke limfe lewat endotel dan sebagian dari pasase
langsung lewat endotel.

Pembuluh darah limfatik merupakan komponen integral sirkulasi yang terdiri atas
jaringan pembuluh darah yang penting, baik untuk homeostasis cairan maupun respon sistem
imun. Pembuluh darah ini dibentuk dari serangkaian saluran yang menghubungkan rongga
interstistial dengan organ limfoid (timus, limpa dan nodus limfatikus) dan sirkulasi sentral.
Pembuluh darah ini secara struktural dan fungsional berperan dalam regulasi homeostatik dan
mediasi cairan yang kaya protein dari ujung akhir venadi pembuluh kapiler.

Pada embrio manusia, terdapat enam sakus limfatikus yang merupakan asal pembuluh
darah limfatik. Dua diantaranya berpasangan, sakus limfatikus jugular dan sakus limfatikus
posterior. Sedangkan dua sisanya tidak berpasangan, sakus limfatikus retroperitoneal dan
csterna chyli. Posisi sakus limfatikus adalah sebagai berikut:

1. Sakus jugular, pada sudut antara vena subklavia,


2. Sakus posterior, pada sudut antara vena iliaka,
3. Sakus retroperitoneal, pada atap msenteri dekat kelenjar suprarenal,
4. Cisterna chyli, di daerah vertebrae lumbal ketiga dan keempat.
8

Gambar 1. Sakus limfatikus berdasarkan deskripsi florence sabin

Kompleks pleksus kapiler limfatik, yang terdiri dari selapis endotel, terletak di ruang
interstistial dibanyak regio tubuh. Sel endotel pada pembuluh limfe memiliki hubungan yang
longar untuk memfasilitasi masuknya cairan, makromolekul dan sel. Pleksus kapiler limfatik
memiliki bentuk yang bervariasi, terdapat banyak anastomosis. Pada beberapa tepat seperti
papilla dermal, vili intestinal, dan papila filiformis di lidah, kapiler ini tidak memiliki ujung
akhir (cul-de-sacs). Pleksus sring kali memiliki dua lapisan: superfisial dan lapisan dalam, yang
superfisial memiliki kaliber yang lebih kecil. Kapiler limfatik tidak memiliki katup.

Pembuluh limfatik yang besar memiliki tiga lapisan. Lapisan internalnya tipis,
transparan, sedikit elastik dan terdiri atas slapis sel endotel; sel ini didukung oleh membrane
elastis. Lapisan tengah dibentuk oleh otot polos dan serat elastik dengan arah transversum.
Lapisan terluar terdiri atas jaringan ikat yang bercampur dengan otot polos yang berjalan
longitudinal atau oblik. Lapisan terluar membentuk lapisan pelindung dan tempat
menghubungkan pembuluh limfe dengan struktur sekitar. Pada pembuluh yang lebih kecil,
tidak terdapat serat muskular atau elastin, dinding terdiri hanya oleh selubung jaringan ikat yang
dilapisi endotel.

Pembuluh limfatik bersifat sangat halus. Selubungnya yang bersifat transparan


membuat cairan ang di dalamnya dapat terlihat. Pembuluh ini terinterupsi saat interval
9

konstriksi sehingga terlihat seperti gambaran manik-manik. Konstriksi ini sesuai dengan
kondisi katup yang dimiliki pembuluh darah ini. Katup satu arah menjamin arah aliran menuju
ke kolektor subkutan yang memiliki katu-katup dan dikelilingi otot polos. Cairan getah bening
tersebut kemudian akan dialihkan ke nodus limfatik regional baik melalui kolektor-kolektor
subkutan maupun melalui pembuluh limfatik yang lebih dalam lagi (yang merupakan bagia dari
kompleks neurovaskular). Pembuluh limfatik ditemukan dihampir seluruh jaringan dan organ
yang mengandung pembuluh darah.

Nodus limfatik berkumpul dalam grup-grup sesuai dengan daerah yang dilalui oleh
pembuluh limfatik. Nodus limfatik terdiri atas kapsul fibrosa, jaringan limfoid, suplai pembuluh
darah dan pembuluh eferen-eferen yang berkomunikasi lewat pembuluh getah bening dalam
nodul atau kelenjar tersebut.

Dari nodus limfatik ini, cairan akan dialirkan melalui pembuluh limfatik besar menuju duktus
thorasikus yang kemudian bermuara di pembuluh darah vena. Muara tersebut terletak di sudut
antara vena subklavia kiri dan vena jugularis kiri (gambar 1).

Gambar 2. Gambaran skematik nodus limfatikus


10

2.2. Fisiologi pembuluh darah limfatik

Sistem limfatik memainkan peranan penting dalam keseimbangan cairan. Cairan akan
terfiltrasi pada dinding arteriole keluar ke interstitial, dan sebagian akan diabsorbs oleh venula
kembali ke sirkulasi darah. Sebagia (~10%) diserap melalui pembuluh getah bening, untuk
kemudian melalui duktus thorasikus dikembalikan ke sirkulasi darah. Selain berfungsi dalam
regulasi cairan, sistem getah bening juga berespons terhadap infeksi.

Hampir semua jaringan di tubuh memiliki saluran limfe yang akan mengalirkan
kelebihan cairan dari ruang interstitial. Meskipun beberapa organ, seperti bagian superfisial dari
kulit, sistem saraf pusat, endomisium otot, dan tulang tidak memiliki saluran limfe eperti organ-
organ lainnya, mereka memiliki saluran interstitial yang disebut prelimfatik untuk mengalirkan
cairan dari ruang interstitial menuju pembuluh limfatik.

Seluruh pembuluh limfe dari bagian bawah tubuh menuju ke duktud thorasikus dan akan
mengosongkan cairannya di tempat pertemuan vena jugularis interna kiri dan vena subklavia
kiri. Sisi kiri kepala, tangan kiri, dan sebagian dari dada juga masuk ke dalam duktus thorasikus
sebelum mengosongkan cairannya ke vena. Sedangkan vena dari sisi kanan leher dan kepala,
lengan kanan, dan sebagian dari dada akan menuju duktus limfatikus kanan, yang berukuran
lebih kecil dari duktus thorasikus, dan akan mengosongkan di pertemuan antara vena subklavia
kanan dan vena jugularis interna.

Sebagian cairan yang tersaring dari ujung kapiler arteriol darah akan mengalir ke sel-
sel dan akan direabsorbsi kembali ke ujung kapiler vena. Namun, terdapat sekitar 1/10 cairan
yang masuk ke kapiler limfe dan kembali ke darah melalui sistem limfatik. Cairan yang kembali
ke sistem limfatik adalah cairan yang membawa molekul-molekul besar, seperti protein. Total
cairan limfe dalam sehari sebanyak 2-3 liter. Cairan dari ruang interstitial masuk ke dalam
pembuluh limfe melalui katup satu arah. Katup tersebut terbentuk dari sel endotel yang
bertumpang tindih, melebihi pinggir sel. Cairan dari ruang interstitial, beserta partikel=partikel
di dalamnya, dapat mendorong katup tersebut dan masuk ke dalam kapiler limfatik. Saat cairan
tersebut masuk, cairan akan sulit kembali keluar karena bentuk katup yang akan menutup jika
ada aliran balik dari dalam kapiler. Namun, bagian paling ujung dari kapiler terminal limfatik
terdapat katup yang akan mengalirkan cairannya ke sirkulasi darah.

Komposisi limfe hampir sama dengan cairan di ruang interstitia. Konsentrasi protein
dari cairan limfe dari jaringan hampir sama dengan konsentrasi protein di ruang interstitial,
yaitu sebesar 2 g/dl. Sementara konsentrasi protein dalam cairan limfe yang berasal dari liver
11

sebesar 6 g/dl dan dari usus adalah sebesar 3-4 g/dl. Selain mengangkut protein,, sistem limfatik
merupakan rute utama untuk absorbsi nutrisi dari sistem pencernaan, terutama untuk
penyerapan lemak.

Kecepatan aliran limfe yang menuju duktus thorasikus adalah sebesar 100 ml/jam dan
kira-kira sebanyak 20 ml mengalir menuju sirkulasi setiap jamnya melalui saluran lain,
sehingga total aliran limfe adalah sekitar 120 ml/jam atau 2-3 liter per hari.

2.3. Epidemiologi Limfangitis

Limfangitis merupakan suatu peradangan pada pembuluh darah limfe. Limfangitis merupakan
salah satu komplikasi dari kasus selulitis yaitu luka pada kulit. Hal ini sesuai dengan beberapa penulis
dan peneliti kasus erisipelas dan selulitis.11,12 Episode infeksi selulitis berulang mengakibatkan inflamasi
saluran limfe dan menyebabkan limfangitis. Studi retrospektif yang dilakukan di salah satu rumah sakit
di Singapura didaatkan prosentase episode berulang pada selulitis sebesar 8% hingga 20%. 22 Berdasar
beberapa penelitian prospektif dan retrospektif menunjukkan lebih besar kemungkinan kasus selulitis
mengalami episode berulang. Data hasil penelitian ini sesuai dengan Concheiro dan kawan-kawan,
bahwa onset selulitis berulang yang yang dapat menyebabkan limfangitis adalah rata-rata adalah pada
usia 40-60 tahun, dengan kecenderungan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Didapatkan rata-rata pada
usia 58,93 tahun, dengan usia termuda 15 tahun dan tertua 96 tahun. Hal itu juga sesuai dengan Baddour
dan kawan-kawan, bahwa selulitis sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.

Hasil pemeriksaan kultur mikrobiologi pada penelitian retrospektif ini sebagian besar kuman
patogen yang teridentifikasi adalah Streptococcus pyogenes (Streptococcus β hemolyticus group A) dan
S.aureus.11 Penelitian ini juga sesuai dengan PDT Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR RSUD
Dr. Soetomo Surabaya tahun 2005, disebutkan bahwa kuman penyebab limfangitis terbanyak adalah
S.aureus. Streptococcus β hemolyticus group A.

2.4. Etiologi Limfangitis

Pembuluh getah bening merupakan saluran kecil yang membawa getah bening dari jaringan ke
kelenjar getah bening dan ke seluruh tubuh. Bakteri streptokokus biasanya memasuki pembuluh-
pembuluh ini melalui gesekan, luka atau infeksi (terutama selulitis) di lengan atau tungkai. Sistem getah
bening adalah jaringan organ, kelenjar getah bening, saluran getah bening, dan pembuluh getah bening
atau saluran yang menghasilkan dan memindahkan cairan yang disebut getah bening dari jaringan ke
aliran darah. Limfangitis umumnya hasil dari akut atau infeksi streptokokus staphylococcal kulit atau
abses di kulit atau jaringan lunak. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel
darah putih. Organisme penyebab infeksi hanya dapat dibiakkan di laboratorium bila infeksi sudah
menyebar ke aliran darah atau bila terbentuk nanah pada luka yang terbuka. Peningkatan jumlah
12

limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen, infiltrasi oleh sel radang pada infeksi
yang menyerang kelenjar limfe, proliferasi in situ dari limfosit maligna atau makrofag, infiltrasi
kelenjar oleh sel ganas metastatic, infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung
metabolit dalam penyakit cadangan lipid. (Harrison, 1999; 370)

2.5. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya limfangitis adalah patogen yang sebagian besar dapat diisolasi
dari lesi, dan berhubungan dengan trauma atau luka setelah pembedahan dan ulkus pada
ekstremitas.

2.6. Patogenesis
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe.
Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah , tetapi
kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan
karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan
sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa
oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan
cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar.
Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional
yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan
yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai
aliran darah. (Price, 1995; 39 - 40). Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan
petunjuk tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung (
misalnya hitung darah lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati
sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe
dianjurkan. (Harrison, 1999; 372).
13

2.7. Pemeriksaan Penunjang


1. Hitung darah lengkap.
2. Biakan darah.
3. Foto rontgen.
4. Serologi.
5. Uji kulit.
14

BAB III

DIAGNOSIS LIMFANGITIS

3.1. Diagnosis Limfangitis

Pemeriksaan darah bila menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel darah putih .
organisme penyebab infeksi hanya dapat dibiakkan di laboratorium bila infeksi sudah menyebar
ke aliran darah atau bila terbentuk nanah pada luka yang terbuka. Diagnosa dapat diteggakan
dengan kultur darah.

3.2. Tatalaksana

Karena sifat serius infeksi ini, pengobatan akan dimulai segera, bahkan sebelum hasil
kultur bakteri yang tersedia. Satu-satunya pengobatan untuk limfangitis adalah memberikan
dosis sangat besar antibiotik, biasanya penisilin, melalui pembuluh darah. Tumbuh bakteri
streptokokus biasanya dihilangkan dengan cepat dan mudah dengan penisilin. Antibiotik
klindamisin dapat dimasukkan dalam pengobatan untuk membunuh streptokokus yang tidak
tumbuh dan berada dalam keadaan istirahat. Atau sebuah “spektrum luas” dapat digunakan
antibiotik yang akan membunuh banyak jenis bakteri. Limfangitis dapat menyebar dalam
hitungan jam. Perawatan harus dimulai segera. Pengobatan termasuk :

1. Antibiotik untuk mengobati infeksi yang mendasari


2. Analgesik untuk mengontrol nyeri
3. Obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan
4. Kompres panas lembab untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit
5. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menguras abses apapun.

Pengobatan dengan antibiotik dapat mengakibatkan pemulihan lengkap, meskipun


mungkin waktu berminggu-minggu, atau bahkan bulan, untuk pembengkakan menghilang.
Jumlah waktu sampai pemulihan terjadi bervariasi, tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Memelihara kesehatan dan kebersihan tubuh akan membantu mencegah
terjadinya berbagai infeksi. Terapi limfangitis berupa imobilisasi sebanyak 5 kasus (35,7%), injeksi
ampisilin sebanyak 5 kasus (35,7%), dan kompres Nacl 0,9% sebanyak 8 kasus (57,1%). Antibiotik
selain intravena bisa juga diberikan peroral seperti co-amoxiclav, eritromisin, dan siprofloksasin
disesuaikan dengan hasil kultur darah dan pus serta ada tidaknya riwayat alergi antiobiotik tertentu pada
pasien. Terapi lainnya berupa analgesik, antipiretik, dan antihistamin disesuaikan dengan keluhan
15

pasien, sedangkan terapi topikal dengan kompres solution acidi burowi 2% diberikan pada 2 kasus
(14,3%). Terapi kasus limfangitis, dalam perjalanan penyakitnya beberapa mengalami perubahan,
terutama pada jenis antibiotik yang digunakan. Antibiotik terbanyak yang dipakai pada akhir terapi
adalah injeksi ampisilin sebanyak 9 pasien (31%), eritromisin peroral sebanyak 5 pasien (17,2%), dan
kloksasilin oral sebanyak 4 pasien (13,8%). Terapi tambahan berupa analgesik, antipiretik, dan
antihistamin disesuaikan dengan keluhan dan keadaan pasien.

3.3. Prognosis

kultur dapat diketahui bakteri penyebab dan sensitivitas terhadap jenis antibiotik tertentu.
Pemeriksaan kultur dapat dilakukan terkait dengan tujuan mempercepat kesembuhan, meningkatkan
angka kuratif, menurunkan komplikasi sehingga memberikan prognosis baik pada kasus limfangitis.
16

BAB IV

KESIMPULAN

Limfangitis adalah suatu peradangan dari saluran limfatik yang terjadi sebagai akibat dari
infeksi pada situs distal ke saluran tersebut. Yang menyebabkan sebagian besar limfangitis
terjadi pada manusia adalah Streptococcus pyogenes (Grup streptokokus A). Limfangitis juga
kadang-kadang disebut "keracunan darah". Hal ini ditandai oleh kondisi peradangan tertentu
dari kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Garis merah tipis dapat diamati di sepanjang
perjalanan pembuluh limfatik di daerah bencana, disertai dengan pembesaran menyakitkan di
dekat kelenjar getah bening, pasien juga menggigil dan demam tinggi bersama dengan nyeri
sedang dan bengkak. Limfangitis sering terjadi pada usia 40-60 tahun, dengan kecenderungan terjadi
pada usia lebih dari 60 tahun. Didapatkan rata-rata pada usia 58,93 tahun, dengan usia termuda 15 tahun
dan tertua 96 tahun.
Diagnosa limfangitis dapat ditegakkan dengan uji laboratorian untuk melihat jumlah
leukosit dalam darah yang berfungsi menunjukkan adanya infeksi pada pembuluh darah limfe.
Diagnosis juga dapat ditenggakan dari kultur luka yang terdapat pada daerah yang terdapat di
kulit. Terapi yang dapat diberikan pada limfangitis adalah antibiotik untuk mengobati infeksi
yang mendasari Analgesik untuk mengontrol nyeri, obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi
inflamasi dan pembengkakan, kompres panas lembab untuk mengurangi peradangan dan rasa
sakit, pembedahan mungkin diperlukan untuk menguras abses apapun.
17

DAFTAR PUSTAKA

Davis L. Erysipelas. Departement of Internal Medicine, Division of Dermatology, Medical


College of Georgia. Available at: http://emedicine.medscape.com/article. Diakses
pada tanggal 20 Februari 2015.

Inghammar M, Rasmussen M, Linder A. microbiological spectrum in an Italian tertiary


Recurrent erysipelas – risk factors and clinical care hospital. J Infect Dis 2005;
51(5):383-9.

Price, Sylvia.A,Lorraine, M. Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi “Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit”, edisi : 4. Jakarta : EGC.

Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, Everett ED, Dellinger P, Goldstein EJC, et al.
Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft-tissue infections
2005; 41:1373406.

http://medicastore.com/penyakit/196/Limfangitis_Akut.html

Isselbacher. dkk. 2012. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih Bahasa
Asdie Ahmad H Edisi, 13. Jakarta: EGC.p 223

Anda mungkin juga menyukai