BAB I
PENDAHULUAN
Asma adalah suatu kadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitanbronkus yang
berulang namunreversibel, dan diantara episode penyempitanbronkus tersebut terdapat keadaan
ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini padaorang-orang yang rentan terkena asma mudah
ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hipereaktivitas bronkus yang khas.
Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya penyempitan saluran pernapasan
sementara waktu sehingga sulit bernapas. Asma terjadi ketika ada kepekaan yang meningkat terhadap
rangsangan dari lingkungan sebagai pemicunya. Diantaranya adalah dikarenakan gangguan emosi,
kelelahan jasmani, perubahan cuaca, temperatur, debu, asap, bau-bauan yang merangsang,
infeksisaluran napas, faktor makanan dan reaksi alergi.
BAB II
PEMBAHASAN
ANAMNESIS
Yang dapat ditanyakan pada pasien adalah:1
1. Gejala-gejalanya dapat mencakup batuk, mengi, kesulitan bernapas, dada terasa tertekan.
2. Tanyakan tentang penyakit yang menyertai: rhinitis, sinusistis, polip nasal, dermatitis
atopik.
3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap asma antara lain: infeksi pernapasan atas oleh
virus, alergen, iritan, emosi, obat, zat aditif pada makanan, udara dingin, olag raga.
Esofagitis refluks merupakan presipitan yang lazim untuk asma terutama jika gejala
nocturnal lebih menonjol.
4. Usia saat awitan, perkembangan penyakit.
5. Penanganan, pengobatan, respons terhadap pengobatan sebelumnya.
6. Pengelolaan sekarang, mencakup rencana untuk terjadinya eksaserbasi.
7. Kunjungan ke bagian gawat darurat sebelumnya, perawatan di rumah sakit, intubasi,
perawatan di ICU.
8. Tidak masuk sekolah atau kerja.
9. Gejala-gejala nokturnal.
10. Pengaruh pada gaya hidup, pertumbuhan, sekolah, kerja.
11. Merokok, menjadi perokok pasif, terpapar akibat pekerjaan.
12. Riwayat keluarga menderita asma atau atopi.
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah.
Palpasi : Vokal Fremitus
Perkusi : hipersonor
Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang. (4)
2
LABORATORIUM
Untuk memperkuat diagnosa asma bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang.
Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk
memantau pengobatan. Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi
bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika diagnosisnya
masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya
asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil
dan IgE. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot Leyden. (2)
Tes fungsi paru
Bisa menunjukan obstruksi saluran pernafasan atau bisa normal Pengukuran aliran
puncak serial bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, dan seringkali menunjukan pola klasik
penurunan di pagi hari. Pada penderita asma yang telah diketahui, pengukuran aliran puncak
bermanfaat dalam menentukan berat penyakit.
RADIOLOGI
Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan, adanya penyakit
lain.
DIAGNOSIS KERJA
Asma Bronkial
Penyakit asma berasal dari kata asthma yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti sukar
bernapas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang
disebabkan oleh penyempitan saluran napas. (2)
Penyakit asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab, dimana yang paling
sering karena faktor atopi atau alergi. Faktor-faktor penyebab dan pemicu penyakit asma antara
lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain.
Penyakit ini merupakan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua, kakek atau
nenek anak menderita penyakit asma maka bisa diturunkan ke anak.
Penyakit asma bronkial secara umum adalah penyakit saluran pernapasan yang ditandai dengan:
Sesak napas/sukar bernapas yang diikuti dengan suara mengi (bunyi yang meniup sewaktu
mengeluarkan udara/napas). Rasa berat dan kejang pada dada sehingga napas jadi terengahengah, biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental dan lengket, perasaan menjadi gelisah
dan cemas, sedangkan berdasarkan ilmu kedokteran, penyakit asma bronkial adalah penyakit
saluran pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif
(kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacammacam rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian
bawah secara luas, yang dapat berubah derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara
spontan dengan atau tanpa pengobatan.
Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan yang berakibat timbulnya sesak napas
adalah gabungan dari keadaan berikut:
-
Proses keradangan
Pembentukan dan timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernapasan
1. PPOK
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah istilah medis untuk bronkitis kronis dan
emfisema yang menyulitkan pernafasan. Bronkitis kronis adalah peradangan saluran
udara paru (bronkus) yang ditandai oleh batuk berdahak selama minimal tiga bulan
dalam setahun pada dua tahun berturut-turut. Emfisema adalah kondisi di mana
kantung udara (alveolus) paru-paru kehilangan kemampuannya untuk mengembang
dan mengempis. Keduanya adalah kerusakan menahun paru-paru yang biasanya
disebabkan oleh merokok. PPOK adalah masalah kesehatan utama yang menjadi
penyebab kematian no. 4 di Indonesia pada tahun 2010 menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO).5
- Patofisiologi
Paru-paru adalah sepasang kantung udara yang berada di kedua sisi dada. Ketika Anda
bernafas, udara tersedot melalui hidung dan mulut dan menuruni trakea (batang
tenggorokan). Trakea terbagi menjadi dua pipa saluran udara, satu pada setiap sisi
paru, yang kemudian bercabang di lobus paru-paru (dua cabang di sebelah kiri, tiga di
sebelah kanan). Pipa-pipa cabang yang disebut bronkus ini kemudian terbagi ke pipapipa kecil yang disebut bronkiolus, yang berujung di kantung-kantung udara kecil
yang disebut alveolus (jamak: alveoli). Alveolus dilingkupi oleh jaringan pembuluh
darah kecil (kapiler). Di dalam alveolus ini pertukaran oksigen dan karbon dioksida
terjadi. Oksigen berjalan dari udara dalam alveolus ke kapiler, dan karbon dioksida
berjalan ke arah sebaliknya. Setelah masuk ke dalam darah, oksigen dipompa dari
paru-paru ke jantung dan kemudian ke seluruh tubuh. Karbon dioksida di dalam
alveolus dikeluarkan ke udara luar.Itulah cara kerja paru-paru yang sehat.Pada
penderita PPOK, prosesnya menjadi kacau dan kurang efisien. Pada bronkitis kronis,
bronki dan bronkiolus menjadi rusak dan meradang. Pada emfisema, alveolus menjadi
hancur. Sebagian besar kasus.Penderita PPOK biasanya adalah perokok atau memiliki
riwayat perokok berat (satu pak atau lebih sehari) selama 20 tahun atau lebih. 3,5
2.
termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung
kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi
atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik
dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju
metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan
suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.6
-Di negara negara berkembang , penyebab tersering adalah :
1.
2.
Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya
miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati
alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa
penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).
3.
4.
Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5.
Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah melalui jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (mis; tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup
AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatan mendadak
Patofisiologi
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung
dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan
tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi
ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan
tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium
dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau
edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan
penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi
beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis
akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ;
perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang
selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi adaptasi ini dirancang
untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh.
Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat
memacu terjadinya iskemia pada pasien pasien dengan penyakit arteri koroner
sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi
7
ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan.
Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload
ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi
jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang
akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin angiotensin aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler
perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan
penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida
natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa
disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator. Gagal jantung
pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.4
GEJALA KLINIS
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala asma dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan
ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi
(bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau
setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan
timbulnya gejala. (5)
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi
(wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika
penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan
dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang
pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di
dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa
jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di
malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala. Selama
serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai
reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya
sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti
tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis
(kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas
dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipin telah mengalami serangan yang berat,
biasanya penderita akan sembuh sempurna.
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan
udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ
dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.
EPIDEMIOLOGI
Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit pernafasan dan
menyebakan 2000 kematian/tahun. Prevalensinya, sekarang sekitar 10-15%, semakin meningkat
di masyarakat barat, dimana >5% populasi mungkin simtomatik dan mendapatkan pengobatan.
Bersamaan prevalensinya meningkat terjadi peningkatan mortalitas, meskipun ada pengobatan.
Di Inggris, satu dari tujuh orang memiliki penyakit alergi dan lebih dari 9 juta orang mengalami
mengi. Jumlah remaja dengan asma hampir berlipat dua selama lebih 12 tahun terakhir. Asma
jarang terjadi di Timur jauh dan paling sering terjadi di Inggris, Australia, dan Selandia Baru.
Terdapat beberapa korelasi dengan gaya hidup kebarat-baratan, termasuk kondisi lingkungan
yang disukai tungau debu rumah dan polusi atmosferik. 20% orang yang bekerja mungkin rentan
terhadap asma akibat pekerjaan. Insidensi mengi tertinggi pada anak-anak (satu dari tiga anak
mengalami mengi dan satu dari tujuh anak sekolah terdiagnosis asma). (1)
9
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 300 juta orang di dunia
mengidap penyakit asma dan 225 ribu orang meninggal karena penyakit asma pada tahun 2005
lalu. Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun yang
sama menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar
4,2% menjadi 5,4 %.
Pada masa kanak-kanak ditemui prevalensi anak laki-laki berbanding dengan anak
perempuan 1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa, perbandingan tersebut lebih kurang sama pada masa
menopouse perempuan lebih banyak dari laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi
dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini
juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota lain negara yang sama. Di Indonesia prevalensi
asma berkisar antara 5-7 % (Suyono, S. 2001). Sedangkan penelitian semua dilakukan di
Belanda untuk usia 40-60 tahun, prevalensi yang ditemukan adalah 31,5% pada laki-laki dan
19,6% pada wanita, berdasarkan hasil penelitian yang diadakan di Indonesia terhadap mahasiswa
kedokteran sebanyak 181 orang, ditemukan 5% yang menderita penyakit asma ( Slamet Suyono
2001, Ilmu Penyakit Dalam hal 21).
Derajat Asma
Gejala
Gejala Malam
Fungsi Paru
INTERMITEN
<1x/minggu
2 kali sebulan
Minggguan
Tanpa
gejala
diluar
80 %
serangan
Serangan singkat
Fs paru asimtomatik dan
normal luar serangan
10
PERSISTEN
RINGAN
Serangan
Mingguan
PERSISTEN
Harian
>sekali
SEDANG Harian
seminggu
>60% tetapi 80
Serangan
dapat seminggu
menggangu
%, Normal
aktifitas tidur
Serangan 2x.minggu, bisa
PERSISTEN
berhari-hari
Terus-menerus
BERAT kontinu
Sering
Sering serangan
ETIOLOGI
Genetik: diturunkan dalam keluarga dan berhubungan dengan atopi. Peneliian genetik
menunjukan adanya hubungan reseptor IgE afinitas tinggi dan gen sitokin T-helper. (2)
Faktor lingkungan: stimulus bronkial spesifik seperti debu rumah, serbuk sari, dan bulu
kucing. Paparan pekerjaan: paparan iritan atau sensitizer
Stimulus nonspesifik: infeksi virus, udara dingin, olahraga atau stres emosional juga bisa
memicu adanya mengi. Kadar ozon atmosfer yang tinggi.
Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang
melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan
lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut
bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga
supaya dapat bernafas.
11
Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab
terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan
seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
- kontraksi otot polos
- peningkatan pembentukan lendir
- perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka
kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam
rumah atau bulu binatang.
Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama
terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin.
Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien. Sel lainnya
(eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya
(juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.
PATOFISIOLOGI
Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan
komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikelpartikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus,
dan lain-lain. (3)
Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka
timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut
terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui reflek batuk.
12
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana:
Otot
polos
yang
menghubungkan
cincin
tulang
rawan
akan
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. (3)
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
(3)
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan
gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih
dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati. Gejala yang berat dapat
berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi
cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga
hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun
dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang
serius.
14
Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus
terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk hal
ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir dan jari
kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun. Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda
bahwa penderita sudah dalam keadaan bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah
sakit/minta pertolongan dokter yang terdekat.
PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi asma adalah:
-
Mencegah kekambuhan
15
MEDIKAMENTOSA
Terapi awal
-
Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya cukup diberikan setengah dosis.
Antibiotik, hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan
infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.(6)
Terapi
lokasi
Ringan
Sedang
16
Berat
Terbaik :
- IGD
Mengancam Terbaik
jiwa
-lanjutkan terapi sebelumnya
-pertimbangkan
mekanik
intubasi
dan
ICU
ventilasi
Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat
bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:
-
Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)
Golongan Simpatomimetika
Golongan Antikolinergik
Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh penderita
tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita
memperoleh obat anti asma yang lain.
b.
c.
18
Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan
yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi
terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan
dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi
kepekaannya (hiposentisisasi).
Salah satu pengobatan penyakit asma yang paling efektif adalah inhaler yang
mengandung agonis reseptor beta-2 adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa
menyebabkan terjadinya gangguan irama jantung. Jika pemakaian inhaler bronkodilator
sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler
kortikosteroid, cromolin atau pengubah leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada
malam hari, juga bisa ditambahkan teofilin per-oral.
NON MEDIKA MENTOSA
-
Menghindari kelelahan
Penyuluhan (6)
KOMPLIKASI
Pneumotoraks, Atelektasis, Gagal nafas. (1)
PROGNOSIS
Asma adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan. Faktor resiko
kematian akibat asma adalah kepatuhan terhadap terapi yang buruk, perawatan unit terapi
intensif dan perawatan rumah sakit. (1)
PREVENTIF
19
PENUTUP
Pada kenyataanya dokter di samping kodratnya sebagai mahluk individu dan mahluk
sosial , diapun sebagai mahluk profesi memerlukan tenaga skil dibidangnya, khususnya di bidang
keperawatan. Dokter harus mampu menjalankan segala tahapan dalam komunikasi terapeutik
yang meliputi tahap awal, lanjutan dan terminasi. Mengingat teknologi kedokteran akhir-akhir ini
semakin pesat, senantiasa pula mempengaruhi perkembangan profesi sebagai dokter itu sendiri.
Merawat dituntut untuk lebih mengutamakan pelayanan paripurna terhadap pasien, terutama
dalam memenuhi kebutuhan pasien . Hubungan yang baik ini akan lebih baik lagi bila perawat
dapat meningkatkan pengetahuannya dalam komunikasi khususnya komunikasi terapeutik yang
sesuai dengan tuntutan jaman.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta. FKUI.
2006
2. P.T Ward, Jeremy, dkk. At a Glance Sistem Respirasi Edisi 2. Jakarta. Erlangga. 2006
2. Price, Sylvia, dkk. Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2
Edisi 6. Jakarta. EGC. 2006
4. Santoso Mardi, dkk. Buku Panduan Ketrampilan Medik (skill-lab) semester 4. Jakarta. FK
UKRIDA. 2009
5. Mansjoer, arif cs.Kapita Selekta Kedokteran. 2000.Jakarta : Media Aesculapius
6. Sulista Gan Gunawan, dkk. 2008. Farmakologi dan Terapi. Ed.5 Jakarta. FKUI
7. gambar di unduh dari : //www.medicastore.com/neo_napacin/image/bronkus.gif
8. gambar di unduh dari : http://bima.ipb.ac.id/~tpb-ipb/materi/bio100/Gambar/
respirasi_hw/organ_respirasi.jpg
21