Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

HIPOKSIA DAN PENATALAKSANAAN

Oleh :
Wia Bunga Ramadhan
(201910401011035)

Pembimbing :
dr. Imam Wahyudi, Sp. An

SMF ANESTESI RSU HAJI SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

HIPOKSIA DAN
PENATALAKSANAAN

Referat dengan judul “Hipoksia dan Penatalaksanaan” telah diperiksa dan disetujui
sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter
Muda di bagian Ilmu Anestesi.

Surabaya, Agustus 2020

Pembimbing

dr. Imam Wahyudi, Sp. An.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis telah
menyelesaikan penyusunan referat dengan topik “Hipoksia dan Penatalaksanaan”
Penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan

pada program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Malang yang dilaksanakan di RSU Haji Surabaya.

Ucapan terima kasih kepada dr. Imam Wahyudi, Sp.An. selaku dokter

pembimbing atas bimbingan, saran, petunjuk dan waktunya serta semua pihak terkait

yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini.

Penulis menyadari penyusunan referat ini masih jauh dari kesempurnaan.

Dengan kerendahan hati, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penyusunan referat ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................v

DAFTAR TABEL........................................................................................................vi

DAFTAR SINGKATAN.............................................................................................vii

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................1

2.1 Definisi................................................................................................................1

2.2 Etiologi dan Epidemiologi...................................................................................1

Empat fungsi pernafasan adalah5:..........................................................................2

2.3.2 Hipoksia........................................................................................................8

2.4 Macam Hipoksia................................................................................................11

2.4.1 Hipoksia Hipoksik......................................................................................11

2.4.2 Hipoksia Anemis........................................................................................11

2.4.3 Hipoksia Stagnan........................................................................................11

2.4.4 Hipoksia histotoksik...................................................................................12

2.5 Gejala Klinis......................................................................................................12

2.6 Diagnosis...........................................................................................................13

BAB 3 KESIMPULAN...............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Peristiwa Pernafasan selama bernafas normla, inspirasi maksimal, dan


ekspirasi maksimal5.....................................................................................................11
Gambar 2. 2 Kurva Disosias Oksigen-Hemoglobin8...................................................15
Gambar 2. 3. Kebutuhan Oksigen Organ di Tubuh10...................................................16

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Singkatan dan lambang untuk fungsi paru.................................................12


Tabel 2. 2 Tabel pengaruh pajanan akut tekanan atmosfer rendah pada kadar gas
alveolar dan saturasi oksigen arteri.............................................................................17
Tabel 2. 3 Terapi oksigen............................................................................................22

v
DAFTAR SINGKATAN

FRC: Kapasitas Residu Fungsional


ERV Volume Cadangan Ekspirasi
IRV: Volume Cadangan Inspirasi
PB : Tekanan Atmosfer
PO2: Tekanan Parsial Oksigen
PCO2 Tekanan Parsial Karbon Dioksida
PN2 Tekanan Parsial Nitrogen
SO2 Persentase saturasi hemoglobin dengan oksigen
IC: Kapasitas Inspirasi
VC: Kapasitas Vital
TLC: Kapasitas Paru Total
PaO2 Tekanan Parsial oksigen dalam arteri
PaCO2 Tekadan Parsial Karbon Dioksida dalam Arteri
PAO2 Tekanan Parsial Oksigen dalam gas alveolus
CvO2 Konsentrasi oksigen dalam campuran darah vena
SaO2 Persentase saturasi hemoglobin dengan oksigen dalam darah arteri

vi
BAB 1

PENDAHULUAN

Molekul oksigen diperlukan untuk mempertahankan homeostasis pada setiap

sel dalam tubuh. Konsumsi oksigen tiap jaringan bervariasi tergantung jenisnya.1

Berkurangnya konsentrasi oksigen yang meliputi kemampuan intrinsik sel untuk

mempertahankan kehidupan disebut sebagai hipoksia.2 Hipoksia bukan merupakan

sinonim dari hipoksemia. Hipoksia didefinisikan oleh berkurangnya level oksigenasi

jaringan, sedangkan hipoksemia didefinisikan oleh berkurangnya tekanan parsial

oksigen dalam darah.3

Hipoksia, bila cukup berat dapat menyebabkan kematian sel-sel seluruh tubuh,

tetapi pada derajat yang kurang berat terutama akan menyebabkan penekanan

aktivitas mental, terkadang hingga koma; dan menurunkan kapasitas kerja otot. 4

Tujuan akhir pernapasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi oksigen,

karbondioksida dan ion hidrogen dalam cairan tubuh. Kelebihan karbondioksida atau

ion hidrogen mempengaruhi pernapasan terutama efek perangsangan pusat

pernapasannya sendiri, yang menyebabkan peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi

yang kuat ke otot-otot pernapasan. Akibat peningkatan ventilasi pelepasan

karbondioksida dari darah meningkat, ini juga mengeluarkan ion hidrogen dari darah

karena pengurangan karbondioksida juga mengurangi asam karbonat darah. PO2

darah yang rendah pada keadaan normal tidak akan meningkatkan ventilasi alveolus

secara bermakna sampai tekanan oksigen alveolus turun hampir separuh dari normal.

7
Sebab dari berkurangnya efek perubahan tekanan oksigen pada pengaturan

pernapasan berlawanan dengan yang disebabkan oleh mekanisme yang mengatur

karbondioksida dan ion hidrogen. Peningkatan ventilasi yang benarbenar terjadi bila

PO2 turun mengeluarkan karbondioksida dari darah dan oleh karena itu mengurangi

tekanan PCO2, pada waktu yang sama konsentrasi ion hidrogen juga menurun.

Berbagai keadaan yang menurunkan transpor oksigen dari paru ke jaringan termasuk

anemia, dimana jumlah total hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen

berkurang, keracunan karbondioksida, sehingga sebagian besar hemoglobin menjadi

tidak mampu mengangkut oksigen, dan penurunan aliran darah ke jaringan dapat di

sebabkan oleh penurunan curah jantung atau iskemi lokal jaringan. Perubahan

tegangan oksigen dan karbondioksida serta perubahan konsentrasi intraeritrosit dari

komponen fosfat organik, terutama asam 2,3 bifosfat (2,3-BPG) menyebabkan

pergeseran kurva disosiasi oksigen. Bila hasil hipoksia sebagai akibat gagal

pernapasan, PaCO2 biasanya meningakat, dan kurva disosiasi oksigen bergeser ke

kanan. Dalam kondisi ini, persentase saturasi hemoglobin dalam darah arteri pada

kadar penurunan tegangan okmsigen alveolar (PaO2) yang diberikan. Akibat dari

hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akaut akan

menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang

mempunyai gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung

lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi,

kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah

parah pusat batang otak akan terkena, dan kematian biasanya disebabkan oleh gagal

pernapasan. Bila penurunan PaO2 disertai hiperventilasi dan penurunan PaCO2,

8
resistensi serebro-vasculer meningkat, aliran darah serebral meningkat dan hipoksia

bertambah. Pengaruh hipoksia stagnant tergantung pada jaringan yang dipengaruhi.

Pada hipoksia, otak dipengaruhi pertama kali.3 Di otak terdapat pusat pernapasan

yang merupakan sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral (dari kiri

ke kanan) medula oblongata dan pons. Ada tiga kelompok neuron utama: (1)

kelompok neuron pernapasan dorsal terletak di bagian dorsal medulla, yang

menyebabkan inspirasi, (2) kelompok pernapasan ventral yang terletak di ventro

lateral medulla yang menyebabkan ekspirasi atau inspirasi tergantubg pada kelompok

neuron yang dirangsang, (3) pusat pneumotaksik, terletak di bagian superior belakang

pons yang membantu kecepatan dan pola pernapasan.1 neuronneuron kelompok

pernapasan dorsal memegang peranan penting dalam mengontrol pernapasan.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui definisi hipoksia

2. Mengetahui etiologi hipoksia

3. Mengetahui Akibat hipoksia

4. Mengetahui patofisiologi hipoksia

5. Mengetahui Penatalaksanaan hipoksia

6. Mengetahui Diagnosis hipoksia

9
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Berkurangnya konsentrasi oksigen yang meliputi kemampuan intrinsik sel

untuk mempertahankan kehidupan disebut sebagai hipoksia.2 Hipoksia (noun) secara

bahasa berarti kurangnya oksigen yang mencapai jaringan tubuh.5 Hipoksia bukan

merupakan sinonim dari hipoksemia. Hipoksia didefinisikan oleh berkurangnya level

oksigenasi jaringan, sedangkan hipoksemia didefinisikan oleh berkurangnya tekanan

parsial oksigen dalam darah.3

2.2 Etiologi dan Epidemiologi

Berikut ini adalah klasifikasi deskriptif dari berbagai macam penyebab hipoksia4:

1. Oksigenasi dalam paru tidak memadai karena keadaan ekstrinsik.

a. Kekurangan oksigen dalam atmosfer

b. Hipoventilasi

2. Penyakit paru.

a. Hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran nafas atau

penurunan komplians paru.

b. Kelainan rasio ventilasi-perfusi alveolus (termasuk peningkatan ruang

rugi fisiologis atau pintasan fisiologis)

c. Berkurangnya difusi membran pernafasan

3. Pintasan vena ke arteri (pintasan jantung “kanan ke kiri”).

1
4. Transpor oksigen yang tidak memadai oleh darah ke jaringan.

a. Anemia atau abnormalitas hemoglobin

b. Penurunan sirkulasi umum

c. Penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral, pembuluh darah koroner)

d. Edema jaringan

5. Kemampuan jaringan untuk menggunakan oksigen tidak memadai.

a. Keracunan enzim oksidasi seluler

b. Penurunan kapasitas metabolik seluler untuk menggunakan oksigen,

karena toksisitas, defisiensi vitamin, atau faktor-faktor lain.-

2.3 Patofisiologi

2.3.1 Fisiologi pernafasan

Empat fungsi pernafasan adalah6:

1. ventilasi paru, yaitu, masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli

paru;

2. difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah;

3. pengangkutan oksigen dan karbo dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke

dan dari sel jaringan;

4. pengaturan ventilasi dari segi lain pernafasan.

Terdapat beberapa tekanan yang berperan dalam proses keluar masuknya udara

dalam paru-paru, yaitu tekanan pleural dan tekanan alveolar. Pada saat inspirasi,

tekanan alveoli turun, menyebabkan udara dari luar bisa masuk ke dalam paru,

2
sedangkan pada saat ekspirasi terjadi sebalinya, tekanan alvelolar meningkat dan

menyebabkan udara terdorong keluar paru. Tekanan transpulmoner adalah selisih

antara tekanan alvelar dan pleural. Komplians paru adalah perubahan volume paru

untuk tiap unit perubahan tekanna transpulmoner. Komplians paru dipengaruhi oleh

dua hal: elastisitas jaringan paru (akibat adalnya serat elastin dan kolagen) dan

elastisitas yang diakibatkan oleh tekanan permukaan (surface tension) alveolus.7

Gambar 2. 1 Peristiwa Pernafasan selama bernafas normla, inspirasi maksimal, dan ekspirasi

maksimal6

3
Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali

bernafas normal. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat

diinspirasi setelah dan di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat.

Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat

diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal. Volume residu

adalah volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling

kuat.6

Tabel 2. 1 Singkatan dan lambang untuk fungsi paru

FRC: Kapasitas Residu Fungsional IC: Kapasitas Inspirasi


ERV Volume Cadangan Ekspirasi VC: Kapasitas Vital
IRV: Volume Cadangan Inspirasi TLC: Kapasitas Paru Total
PB : Tekanan Atmosfer PaO2 Tekanan Parsial oksigen

dalam arteri
PO2: Tekanan Parsial Oksigen PaCO2 Tekadan Parsial Karbon

Dioksida dalam Arteri


PCO2 Tekanan Parsial Karbon PAO2 Tekanan Parsial Oksigen

Dioksida dalam gas alveolus


PN2 Tekanan Parsial Nitrogen CvO2 Konsentrasi oksigen dalam

campuran darah vena


SO2 Persentase saturasi hemoglobin SaO2 Persentase saturasi

dengan oksigen hemoglobin dengan oksigen

dalam darah arteri


(Guyton, 2011)

Setelah alveoli diventilasi dengan udara segar, langkah selanjutnya dalam pernafasan

adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru dan difusi karbondioksida

ke arah sebaliknya. Untuk terjadinya difusi haru ada sumber energi, dan energi ini

4
dihasilkan oleh molekul itu sendiri. Sedangkan itu, arah difusi neto gas ditentukan

oleh perbedaan antara kedua tekanan parsial.

konsentrasi gas terlarut


Tekanan parsial=
koefisienkelarutan gas

Jika tekanan parsial lebih besar pada fase gas dalam alveoli, seperti normalnya

terjadi pada oksigen, maka akan lebih banyak molekul yang berdifusi dalam darah.

Sementara itu, sebaliknya, jika tekanan parsial gas saat terlarut dalam darah lebih

besar, seperti yang normalnya terjadi pada karbon dioksida, maka difusi neto akan

terjadi ke arah fase gas dalam alveoli.8

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas melalui membran

antara lain8:

1. ketebalan membran. Kecepatan difusi berbanding terbalik dengan

ketebalan membran, maka setiap faktor yang dapat meningkatkan

ketebalan membran hingga 2-3 kali normal dapat menghalangi pertukaran

gas secara bermakna;

2. luas permukaan membran. Bila jumlah total permukaan berkurang hingga

sepertiga atau seperempat normal, pertukaran gas melalui membran

tersebut menjad sangat terganggu, karena sebenarnya penurunan luas

permukaan paru seminimal apapun dapat mengganggu pertukaran gas

pernafasan;

5
3. koefisien difusi gas dalam substansi membran. Koefisien difusi

bergantung pada kelarutan gas dalam membran dan berbanding terbalik

dengan akar pangkat dua berat molekul gas;

4. perbedaan tekanan parsial gas antara kedua sisi membran. Difusi terjadi

dari tempat yang tekanan parsialnya lebih tinggi ke tempat yang tekanan

parsialnya lebih rendah.

Rerata tekanan parsial oksigen (PO2) di alveolus sebesar 104 mmHg, sedangkan pada

vena yang masuk ke kapiler alveolus rata-ratanya hanya 40 mmHg, sehingga oksigen

dapat berdifusi masuk ke pembuluh darah vena pulmonalis. PO2 pada kapiler perifer

besarnya 95 mmHg, sementara itu PO2 pada kapiler jaringan besarnya 40 mmHg,

sehingga oksigen dapat berdifusi ke jaringan. Terdapat dua hal yang dapat

mempengaruhi (PO2) jaringan, yaitu:

a. Rate of blood flow. Jika aliran darah pada suatu jaringan meningkat, maka

oksigen yang dibawa juga akan bertambah, sehingga PO 2 jaringan akan

meningkat;

b. Rate of tissue metabolism. Sementara itu, jika sel pada jaringan tersebut

membutuhkan lebih banyak oksigen untuk mentabolisme dibandingkan keadaan

normal, maka PO2-nya akan berkurang.

Sebesar 97% oksigen didistribusikan ke jaringan dalam ikatan kimia dengan

hemoglobin, sementara itu, 3% sisanya terlarut dalam air pada plasma. Hemoglobin

dapat berikatan dengan lebih banyak oksigen saat PO2 tinggi dan melepas lebih

banyak oksigen saat PO2 rendah.9

6
Gambar 2. 2 Kurva Disosias Oksigen-Hemoglobin9

Saat PO2 sebesar 95 mmHg (darah arteri), saturasi oksigen di hemoglobin besarnya

97%; tiap hemoglobin rata-rata berikatan dengan 4 molekul oksigen. Saat PO2 sebesar

40 mmHg (darah vena), saturasi oksigen di hemoglobin besarnya 75%; tiap

hemoglobin rata-rata berikatan dengan 3 molekul oksigen. Saat PO2 sebesar 25

mmHg (darah vena saat melakukan aktivitas sedang-berat), saturasi oksigen di

hemoglobin besarnya 50%; tiap hemoglobin rata-rata berikatan dengan 2 molekul

oksigen.9

7
2.3.2 Hipoksia

Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi,


penderita trauma kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot
termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang
maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga
menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi
lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman
terjadinya sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh
aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun atau
hilang. Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan
ventilasi. Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh: (1) ketimpangan antara
ventilasi dan perfusi. (2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri. (3)
tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena
tercampur darah yang mengandung oksigen rendah. (4) gangguan difusi pada
membran kapiler alveoler. (5) hipoventilasi alveoler. Kegagalan ventilasi dapat terjadi
bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila
“minut ventilation” berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat
dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau
pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan
otot-otot respirasi /kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi
terutama diafragma tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk
mempertahankan ventilasi yang sudah cukup memadai. Tandatanda awal kelelahan
otot-otot inspirasi seringkali mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi
alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang
dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak
terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan dada dan perut bergantian), dan
gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke

8
salamunpicassa.blogspot.com | rakusshare.blogspot.com | bull-share.blogspot.com 14
dalam pada saat inspirasi) dapat menunjukan asidosis respirasi yang sedang
mengancam dan henti napas. Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan
gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napas dan
menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan
ventilasi maka harus dicari penyebab lain.penyebab lain yang terutama adalah
gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi
agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan
otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan
susunan syaraf yang baik.Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka
akan terjadi hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia.
Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan
meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat menurunkan kesadran dan menekan
pusat napas bila disertai hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat
napas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan
memberikan ventilasi dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat
terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi :
PaCO2 (N: 35- 45 mmHg), ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2
(N: 80-100 mmHg), Sa O2 (N: 95-100%)

Molekul oksigen diperlukan untuk mempertahankan homeostasis pada setiap sel


dalam tubuh. Konsumsi oksigen tiap jaringan bervariasi tergantung jenisnya.
Contohnya, otak mengkonsumsi sekitar 3 mL O2/menit/100 gram jaringan. Konsumsi
oksigen pada jantung lebih besar jumlahnya, yaitu 8-15 O2/menit/100 gram jaringan.
Jumlah ini bisa meningkat hingga 70 O2/menit/100 gram pada saat melakukan kerja
berat.1 Apabila konsentrasi oksigen berada di bawah level fisiologis spesifik pada
sebuah jaringan, maka keadaan tersebut disebut hipoksia.

9
Gambar 2. 3. Kebutuhan Oksigen Organ di Tubuh10

1. Berkurangnya Tekanan Oksigen

Penurunan tekanan barometrik merupakan penyebab dasar terjadinya

hipoksia pada ketinggian. Tekanan parsial oksigen (PO2) berbanding lurus

dengan tekanan barometrik, dan keduanya berbanding terbalik terhadap

bertambahnya ketingian.11

Tabel 2. 2 Tabel pengaruh pajanan akut tekanan atmosfer rendah pada kadar gas alveolar dan
saturasi oksigen arteri

10
(Hall & Guyton, 2016)
2. Hipoventilasi

Terdapat obstruksi pada jalan nafas, bisa terletak proksimal, seperti pada

edema laring dan inhalasi korpus alienum; bisa juga terletak distal, seperti

pada kasus asma bronkial dan COPD.12

3. Ventilation-Perfusion Mismatch (V/Q Mismatch)

a. Decrease V/Q Ratio. Gangguan ventilasi. Seperti pada kasus

bronkitis kronis, edema pulmoner, dst.

b. Increased CV/Q Ratio. Gangguan perfusi. Seperti pada kasus

emboli pulmoner atau emfisema (bullae yang besar di paru

mengurangi luas permukaan).

4. Right to Left Shunt

Darah bergerak dari sisi kiri ke sisi kanan jantung tanpa mengalami

oksigenasi. Contohnya seperti pada kasus:

- Anatomic shunt (darah mem-bypass alveolus), seperti pada kasus

intacardiac shunt (ASD, VSD, PDA), malformasi arteriovena,

fistula12

11
- Physiologic shunting. Darah melewati alveolus yang tidak

terventilasi, seperti pada pneumonia atelektasis dan ARDS12

5. Gangguan difusi oksigen

Tebalnya membran pernafasan terkadang meningkat, contohnya akibat

caira edema di ruang intersitial membran dan dalam alveoli, sehingga gas-

gas pernafasan harus melewati medium cairan ini sebelum meraih

membran kapiler. Demikian juga beberapa penyakit paru yang

menyebabkan fibrosis paru.8

Hipoksia dapat menginduksi perubahan pada bioenergetik seluler,

menginduksi perubahan dari kead--aan yang teregulasi dengan baik menjadi keadaan

yang sangat aktif, yang mendukung terjadinya glikolisis, yang kemudian

menyebabkan terjadinya inflamasi. Hipoksia dapat menyebabkan peningkatan

intermediet metabolik seperti laktat, suksinat dan itakonat. Asam laktat meningkatkan

skeresi IL-6 dan IL-23 dari monosit dan makrofag, menghinhibisi motilitas T-cell dan

meningkatkan produksi IL-17.13 Peningkatan dependensi terdapat karbohidrat pada

hipoksia disebabkan oleh sistem saraf simpatis, via sekresi epinefrin dan norepinefrin,

sehingga menstimulasi terjadinya glikogenolisis dan glukoneogenesis. Penyebab lain

yang diperkirakan menyabkan peningkatan oksidasi lemak adalah peningkatan

transkripsi faktor hypoxic-inducible factor 1 alpha (HIF- 1α) via upregulasi

peroxisome proliferator-activated receptor alpha (PPRAα).14

12
Selain itu, kerusakan oksidatif yang terjadi akibat hipoksia juga merupakan

salah satu sumber instabilitas genomik yang berujung pada perubahan pada sistem

respirasi (respiratory alterations).13

Mitokondria adalah organ seluler yang kemungkinan berfungsi sebagai

penyebab terjadinya damage-associated molecular pattern (mtDAMPs); pelepasan

mtDAMPs ke rongga ekstraseluler dapat mengaktivasi respon imun innate dan

adaptif.13

2.4 Macam Hipoksia

2.4.1 Hipoksia Hipoksik

Hipoksia hipoksik adalah keadaan hipoksia yang disebabkan oleh kurangnya

oksigen yang masuk ke paru-paru. Pada hipoksia hipoksia, kadar oksigen pada arteri

lebih rendah daripada yang seharusnya, tekanan parsial oksigen di paru dan di arteri

rendah dan saturasi oksigen-hemoglobin juga rendah.15

Hipoksik hipoksia dapat terjadi akibat rendahnya fraksi oksigen yang diinsiprasi

(FiO2) atau hipoventilasi. Rendahnya FiO2 dapat terjadi akibat ketinggian atau

gangguan pada saat tindakan anestesi seperti pengaturan flowmeter, sambungan

selang yang kurang pas, kegagalan distribusi gas sentral dan inhalasi NO2 yang

terlalu banyak. Sementara itu hipoventilasi dapat terjadi akibat rendahnya respiration

rate atau berkurangnya volume tidak yang diikuti dengan berkurangnya minute

ventilation (MV). Akibat berkurangnya MV, eliminasi CO2 dari alveoli tidak

berlangsung secara adekuat, sehingga PaO2 berkurang.

13
V/Q ratio menunjukkan hubungan antara ventilasi (jumlah udara yang mencapai

alveolus dan perfusi (jumlah darah yang lewat pada alveolus). V?Q ratio yang ideal

adalah 1. V?Q ratio yang rendah dapat ditemukan pada berbagai kasus seperti COPD,

asma dan beonchitis; penurunan V/Q ratio pada kondisi ini disebabkan oleh

bronkospasme dan/atau kerusakan alveolus, yang menyebabkan berkurangnya luas

permukaan paru yang terlibat dalam proses ventilasi. Gangguan difusi terjadi saat

terdapat penebalan pada membran alveolus.

2.4.2 Hipoksia Anemis

Hipoksia anemis merupakan penurunan jumlah total oksigen yang terikat


dengan hemoglobin. Pada hipoksia anemik, Po2 adalah normal, namun jumlah
transportasi O2 tidak adekuat8,15. Hipoksia anemis disebabkan oleh penuruna
kemampuan Hb untuk membawa oksigen.

Pada kasus keracunan karbon monoksida, CO berikatan dengan reseptor yang sama
dengan O2 di Hb, namun dengan afinitas 200x lebih tinggi dari O2. Hal ini
menyebabkan pergeseran kurva O2-Hb ke kiri dan mengganggu pelepasan O2 ke
jaringan.16

Methemoglobinemia adalah perubahan pada molekul hemoglobin, yaitu dari


ferrous ion (Fe2+) menjadi ferric ion (Fe3+) yang kemampuannya untuk mengikat O2
bebas lebih rendah, sehingga menyebabkan pergeseran kurva O2-Hb ke kiri.
Methemoglobineia dapat terjadi secara ongenital atau didapat. Methemoglobinemia
yang didapat bisa disebabkan oleh pengobatan (chloroquine, benzene, nitrite) dan
oleh anstesi lokal (benzocaine).16

2.4.3 Hipoksia Stagnan

Hipoksia stagnan atau iskemik, disebut juga sebagai hipoksia hipoperfusi


merupakan keadaan kekurangan oksigen karena ketidak mampuan darah untuk

14
membawa oksigen ke jaringan karena kegagalan sirkulasi 15. Hipoksia stagnan terjadi
saat aliran darah ke paru sangat rendah, seperti pada keadaan syok, henti jantung, dan
abdominal compartment syndrome. Walaupun perfusinya rendah, seringkali PaO2
nya tidak jatuh akibat peningkatan penggunaan O2 oleh jaringan, tapi PvO2 nya dapat
jatuh.16

2.4.4 Hipoksia histotoksik

Hipoksia histotoksik terjadi saat terdapat distribusi O2 yang normal, namun

sel tidak dapat mengekstrak O2 dari hemoglobin. Tekanan parsial pada oksigen

normal, dan saturasi oksigen-hemoglobin baik, namun sel tidak dapat menggunakan

oksigen9,15. Contohnya adalah pada kasus keracunan sianida, yang menginhibisi

enzim sitokrom C oxidase di mitokondria, sehingga menginhibisi kaskade ATP12.

2.5 Gejala Klinis

Hipoksia, bila cukup berat dapat menyebabkan kematian sel-sel seluruh tubuh,

tetapi pada derajat yang kurang berat terutama akan menyebabkan penekanan

aktivitas mental, terkadang hingga koma; dan menurunkan kapasitas kerja otot.4

Presentasi hipoksia dapat berupa akut atau kronis.12

a. Akut: pasien dapat datang dengan keluhan tachypneu dan dyspneu.

Derajat beratnya gejala bergantung pada derajat hipoksia yang diaalami

pasien. Hipoksia berat dapat diiringi dengan takikardia (sebagai

kompensasi). Beberapa gejalanya akan tampak dengan sangat jelas pada

pemeriksaan fisik, misalnya, stridor (jika pasien datang dengan obstruksi

jalan nafas atas), atau bahkan sianotik. Manifestasi gejala neurologis

meliputi: perubahan status mental dan koma;

15
b. Kronis. Gejala klinis pada kasus yang kronis biasanya cenderung lebih

ringan. Keluhan utama biasanya berupa dyspneu saat beraktivitas. Gejala

penyerta dapat memudahkan dalam menggugurkan diagnosis banding.

Misalnya: batuk berdahak dan demam mengarah pada infeksi paru-paru;

sementara edema kaki dan orthpneu mengarah pada gagal jantung; dan

nyeri dada dan pembembengkakan kaki unilateral dapat mengarah pada

emboli pulmonal.

2.6 Diagnosis

a. Anamnesis

Keluhan utama: altered mental state (gelisah, bingung, lemah); dyspneu,


tachypneu; syncope

Riwayat penyakit dahulut

- Hipoksik hipoksia: COPD, asma bronkial, emfisema


- Anemis Hipoksia : anemia, keracunan CO, methemoglobinemia, pengobatan
dengan chloroquine, benzene, nitrit
- Hipoksia stagnan : penyakit cardiovaskular (cardiac arrest, CHD. dst), syok
- Hipoksia histotoksik : pajanan terhadap sianida
b. Pemeriksaan Fisik
- Tanda Tanda Vital: tekanan darah, nadi, respiration rate, suhu. Pada fase
awal: takikardi, tachypneu, peningkatan tekanan darah, mungkin terjadi
hipertermia; pada fase selanjutnya: dyspnea, bradikardi, hipotensi,
hipotermia.
- Pemeriksaan head-to-toe
- Kepala leher: konjunctiva anemis, cyanosis, dyspneu
- Thorax:
i. Inspeksi: deformitas; penggunaan otot-otot pernafasan tambahan-

16
ii. Palpasi:
iii. Perkusi: normalnya sonor; redup pada efusi pleura dan hipersonor
pada pneumothorax.
iv. Auskultasi:
- Crackles basiler bilateral dapat mengindikasikan edema pulmoner

(dengan gejala tambahan distensi vena jugularis dan edema

ekstremitas inferior);

- Wheezing dan ronchi dapat ditemukan pada obstructive lung

disease

- Absent unilateral air entry dapat disebabkan oleh efusi pleura atau

pneumothorax. Perkusi thorax dapat membantu membedakan

keduannya (efusi pleura-redup; pneumothorax-hipersonor);

Pasien hipoksia dengan Clear lung fields harus dicurigai adanya


emboli paru, terutama jika pasien mengalami takikardia dan
terdapat bukti adanya deep vein thrombosis (DVT).

- Abdomen
- Ekstremitas: capillary refill time; adanya edema (bilateral/unilateral)
b. Pemeriksaan Penunjang
- evaluasi saturasi oksigen (SaO2). Resting SaO2 <95% atau excercise
desaturation >5 dianggap abnormal.
- Analisa gas darah. Dapat digunakan untuk mengevaluasi PaO2 (normal
>80 mmHg) dan PCO2.
- Radiologi.Foto thorax dapat membantu menentukan etiologi dari hipoksia
yang terjadi.
- Darah lengkap

17
2.7 Tatalaksana

Berdasarkan macam hipoksia, terapi hipoksia dapat dilihat pada tabel berikut.16

Tabel 2. 3 Tatalaksana Hipoksia

Penyebab Hipoksia Tatalaksana


Hipoksik Hipoksia
Hipoventilasi Kurangi sedasi/analgesik
Anjurkan pasien untuk bernafas secara adekuat
Bebaskan jalan nafas
Tingkatkan Ventilasi
Rendahnya kadar oksigen Tingkatkan kadar oksigen yang diinspirasi

yang dihirup
Obstruksi jalan nafas Bebaskan jalan nafas
Cari dan tangani penyebab obstruksi
Ventilation/perfusion Tingkatkan kadar oksigen yang diinspirasi
Tangani penyebab mismatch
mismatch
Shunt Perbaiki shunt
Cardiovascular support (vasopresor dan/atau
inotropik)
Hipoksia Anemis
Anemia defisiensi besi Suplemen Fe
Karbon monoksida Oksigen 100%
Terapi oksigen hiperbarik
Methemoglobinemia Oksigen 100%
Methylene blue

Hipoksia Stagnan augmentasi cardiac output dengan resusitasi cairan


vasopresor ± inotropik.16
Hipoksia Histotoksik
Sianida Hydroxycobalamin, sodium thiosulfate
Resusitasi
Vasopresor ± inotropik
Methanol Evakuasi nasogastrik
Hemodialysis

1. Hipoksik hipoksia

18
Pada pasien dengan hipoksia atmosferik terapi oksigen dapat memperbaiki

kekurangan kadar oksigen dalam udara inspirasi secara sempurna dan oleh karena

itu memberi hasil terapi 100% efektif. Pada hipoksia hipoventilasi seseorang yang

bernafas dengan oksigen 100% setiap kali bernafas akan mengalirkan oksigen ke

alveoli 5x lebih banyak daripada bila bernafas dengan udara normal. Pada

hipoksia yg disebabkan oleh gangguan difusi membran alveolus pada dasarnya

terjadi efek yang sama seperti pada hipoksia hipoventilasi. 4 Target terapi oksigen

pada pasien hipoksik hipoksia adalah saturasi oksigen mencapai 94-98% pada

orang normal dan 88-92% pada orang dengan COPD. Terapi oksigen jangka

panjang (>15jam/hari) dapat meningkatkan survival pasien dengan severe resting

hypoxemia.

2. Hipoksia Anemis

Sejumlah kecil oksigen tambahan, antara 7 – 30% dapat diangkat dalam

keadaan larut oleh darah jika oksigen dalam alveolus ditingkatkan hingga

mencapai maksimum.4

Bila telah terkonfirmasi adanya keracunan CO, maka berikan O2 100%

hingga gejalanya hilang, biasanya 4-5 jam. Lakukanlah pemeriksaan

neurologis secara berkala dan waspadai adanya tanda-tanda edema otak.

Pertimbangan terapi oksigen hiperbarik jika COHgb >25-30%, ada tanda-

19
tanda gangguan kardiologis, severe asidosis, transient/prolonged

unconsiousness, gannguan neurologis, atau pasien berusia >35 tahun.18

3. Hipoksia stagnan

Resusitasi cairan merupakan langkah awal yang penting dilakukan pada kasus

shock kardiogenik, apabila pasien dalam keadaan hipovolemik cukup berikan

cairan rumatan saja.Titrasi vasopresor dengan tujuan MAP >65mmHg.

Monitor urin dan hemodinamik pasien.19

4. Hipoksia histotoksik

20
Pada kasus keracunan sianida, segera lakukan dekontaminasi gastrointestinal

dengan menggunakan activated charcoal single dose 50g (dewasa) atau 1

g/Kg hingga dosis maksimal 50g (anak-anak). Hydroxycobalamin merupakan

antidotu pilihan untuk keracunan sianida, terutama jika pasien memiliki

riwayat keracunan karbon monoksida, dengan dosis standar 5g IV dalam 15

menit. Jika tidak terdapat hydroxycobalamin bisa digantikan dengan sodium

nitrit 300 mg atau 10 mg/KgBB IV selama 3-5 menit pada dewasa, atau 0,2

mL/KgBB dengan dosis maksimal 10 mL pada anak-anak. Sodium thiosulfat

1 ampul (12,5 gram dalam 50 mL), diberikan dalam 30 menit pada dewasa;

dan untuk anak-anak 7 g/m2 dengan dosis maksimal 12,5 gram.20

Methylene blue merupakan terapi utama untuk methemoglobinemia yang

simptomatis; dengan dosis 1-2 mg/KgBB dengan dosis maksimal 50 mg

sebagai larutan 1% pada IV NS dalam 3-5 menit. Pemberian bisa diulang

dalam 30 menit dengan dosis 1mg/kgBB seperlunya untuk mengontrol

gejala.21

Tabel 2. 4 Terapi oksigen

Alat Flow Rate Delivery O2


Nasal Kanul 1 liter per menit 21 - 24%
2 liter per menit 25 - 28%
3 liter per menit 29 - 32%
4 liter per menit 33 – 36%
5 liter per menit 37 – 40%
6 liter per menit 41 – 44%
Simple mask 5-6 liter per menit 42 %
6-7 liter per menit 50 %
7-8 liter 60 %
Rebreathing Mask 6-10 liter per menit 35 – 60 %
Non Rebreathing Mask 6 liter per menit 60 %

21
7 liter per menit 70 %
8 liter per menit 80 %
9 liter per menit 90 %
10 – 15 liter per menit 95-100 %

22
BAB 3 KESIMPULAN

Hipoksia adalah berkurangnya konsentrasi oksigen yang meliputi kemampuan

intrinsik sel untuk melakukan homestasis demi mempertahankan kehidupan 2.

Hipoksia terbagi menjadi Hipoksik Hipoksia, Hipoksia Anemis, Hipoksia Stagnan

dan Hiposia Histotoksik12,15. Hipoksia dapat disebabkan oleh kurangnya oksigen

dalam atmosfer, hipoventilasi, kelaian rasio ventilasi perfusi alveolus, berkurangnya

difusi melalui membran pernadasan, transpor oksigen yang tidak memadai ke

jaringan, dan kegagalan sel untuk menggunakan oksigen.4,9,22Hipoksia dapat

didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yang

meliputi evaluasi saturasi oksigen, analisa gas darah dan foto radiologis. 12tatalaksana

hipoksia meliputih pembebasan jalan nafas dan terapi oksigen.4,12

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Abe, H., Semba, H. & Takeda, N. The Roles of Hypoxia Signaling in the
Pathogenesis of Cardiovascular Diseases. J. Atheroscler. Thromb. 24, 884–894
(2017).

2. Li, S. et al. Preconditioning in Neuroprotection: From Hypoxia to Ischemia.


Prog. Neurobiol. 157, 79–91 (2017).

3. Sarkar, M., Niranjan, N. & Banyal, P. Mechanism of Hypoxemia. Lung India


34, 47–60 (2017).

4. Hall, J. E. & Guyton, A. C. Insufisiensi Pernafasan-Patofisiologi, Diagnosis,


Terapi Oksigen. in Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran2 (ed.
Widjajakusumah, M. D.) 551–9 (Elsevier Ltd, 2011).

5. Definition of Hypoxia. Merriam-Webster (2020). Available at:


https://www.merriam-webster.com/dictionary/hypoxia. (Accessed: 11th
January 2020)

6. Hall, J. E. & Guyton, A. C. Ventilasi Paru. in Guyton dan Hall Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran (ed. Widjajakusumah, M. D.) 499–510 (Elsevier Ltd,
2011).

7. Hall, J. E. & Guyton, A. C. Pulmonary Ventilation. in Pocket Companion to


Guyton and Hall Texbook of medical Physiology 281–7 (Elsevier, 2016).

8. Hall, J. E. & Guyton, A. C. Prinsip-Prinsip Fisika Pertukaran Gas; Difusi


Oksigen dan Karbon Dioksida melalui Membran Pernafasan. in Guyton dan
Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran2 (ed. Widjajakusumah, M. D.) 519–528
(Elsevier Ltd, 2011).

9. Hall, J. E. & Guyton, A. C. Transport of Oxygen and Carbon Dioxide in Blood

24
and Tissue Fluids. in Pocket Companion to Guyton and Hall Texbook of
medical Physiology (Elsevier, 2016).

10. Moreno, R. A Technical Perspective : Understanding the Cellular Response to


Hypoxia through In Vitro Model Systems. Biotechne White Pap. (2018).

11. Hall, J. E. & Guyton, A. C. Aviation, High Altitude and Space Physiology. in
Pocket Companion to Guyton and Hall Texbook of medical Physiology2 321
(Elsevier, 2016).

12. Gossman, W., Alghoula, F. & Berim, I. Anoxia (hypoxic hypoxia). StatPearls
(2019).

13. Mcgarry, T., Biniecka, M., Veale, D. & Fearon, U. Hypoxia, oxidative stress
and inflammation. Free Radic. Biol. Med. 125, 15–24 (2018).

14. Griffiths, A. et al. The effects of environmental hypoxia on substrate utilisation


during exercise : a meta-analysis. J. Int. Soc. Sports Nutr. 16, 1–14 (2019).

15. Cafaro, R. P. Hypoxia : Its Causes and Symptoms. (1954).

16. Manninen, P. H. & Unger, Z. M. Hypoxic Hypoxia. Complicat.


Neuroanesthesia (2016).

17. Driscoll, B. R. O., Howard, L. S., Earis, J., Mak, V. & Emergency, B. T. S.
British Thoracic Society Guideline for oxygen use in adults in healthcare and
emergency settings. BMJ Open Respir. Res. 4, 1–20 (2017).

18. CDC. Clinical Guidance for Carbon Monoxide Poisoning. Natural Disasters
and Severe Weathers Guidelines (2017). Available at:
https://www.cdc.gov/disasters/co_guidance.html. (Accessed: 13th January
2020)

19. Vahdatpour, C., Collins, D. & Goldberg, S. Cardiogenic Shock. J. Am. Heart
Assoc. 8, 1–12 (2019).

20. Graham, J. & Traylor, J. Cyanide Poisoning. StatPearls NCBI (2018).

25
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507796/.

21. Denshaw-Burke, M. Methemoglobinemia Treatment & Management.


Medscape (2018). Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/204178-treatment. (Accessed: 13th
December 2020)

22. Machogu, E. M. & Machado, R. F. How I manage hypoxia in adults with


hemoglobinopathies and hemolytic disorders. Blood 132, 1770–1780 (2018).

26

Anda mungkin juga menyukai