TERAPI OKSIGEN
Oleh:
Pembimbing:
dr. Hanif, M.Biomed, Sp.An
i
DAFTAR ISI
Halaman
Judul..........................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................1
2.1 Definisi....................................................................................3
2.2 Indikasi Terapi Oksigen..........................................................3
2.3 Kontraindikasi Terapi Oksigen................................................5
2.4 Teknik Pemberian Terapi Oksigen.........................................6
2.5 Alat Terapi Oksigen Aliran Rendah........................................7
2.5.1 Nasal Kanul....................................................................7
2.5.2 Sungkup Muka Tanpa Kantung Penampung................9
2.5.3 Sungkup Muka Dengan Kantung Penampung..............10
2.5.4 Oksigen Transtrakeal.....................................................12
2.6 Alat Terapi Oksigen Aliran Tinggi...........................................13
2.6.1 Sungkup Muka Venturi..................................................13
2.6.2 Oxygen Hood.................................................................14
ii
2.6.3 High Flow Nasal Canula................................................14
2.7 Pedoman Pemberian Terapi Oksigen....................................16
2.8 Komplikasi Terapi Oksigen.....................................................17
BAB 3 PENUTUP......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................21
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.3 Fraksi Oksigen (FiO2) Sungkup Muka Tanpa Kantung Penampung
Berdasarkan Kecepatan Alirannya............................................................9
Tabel 2.4 Fraksi Oksigen (FiO2) Sungkup Muka dengan Kantung Penampung
Berdasarkan Kecepatan Alirannya............................................................11
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
v
BAB 1
PENDAHULUAN
Oksigen atau O2 diisolasi pertama kali oleh Joseph Pristley pada tahun
1775. Pada tahun 1794, Thomas Beddoes adalah orang pertama kali
vi
menggunakan oksigen (O2) sebagai obat. Dalam penggunaan O 2 sebagai
obat ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu, indikasi, dosis, cara
pemberian, dan efek samping (Uyainah,2006). Sejak ditetapkan konsep
bahwa oksigen dapat digunakan sebagai terapi, pemberian oksigen pada
pasien hipoksia dapat memperbaiki harapan hidup, dan hemodinamik paru.
Selain itu, pemberian oksigen pada pasien dengan penyakit paru membawa
dampat mengingkatnya jumlah perawatan pasien (Sudoyo,2009).
vii
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
viii
parsial oksigen kurang dari 50 mmHg atau nilai saturasi oksigen kurang dari
88%. Terapi oksigen dianjurkan pada pasien dengan kecurigaan klinik
hipoksia berdasarkan pada riwayat medis dan pemeriksaan fisik (Butterworth
et al, 2013)
ix
diberikan terus-menerus selama 24 jam. Pasien dengan PaO2 56-59
mmHg atau saturasi oksigen 88%, kor pulmonal atau polisetemia
juga memerlukan terapi oksigen jangka panjang. Pada awal
pemberian oksigen harus dengan konsentrasi rendah dan dapat
ditingkatkan bertahap berdasarkan hasil pemeriksaan analisis gas
darah (Fishman et al, 2008). Pasien yang menerima terapi oksigen
jangka panjang perlu dievaluasi apakah hipoksemia menetap atau
untuk menilai perbaikan setelah diberikan terapi oksigen.
x
Pemberian terapi oksigen dapat dilakukan melalui berbagai macam
teknik dan alat, setiap alat memiliki perbedaan kecepatan aliran dan
persentase oksigen yang dihantarkan. Pemilihan alat disesuaikan dengan
kebutuhan oksigen dari pasien, hal ini dapat diketahui dengan melakukan
pengukuran tekanan oksigen dan/atau saturasi oksigen. Pengukuran dapat
dilakukan dengan metode invasive maupun metode non-invasif, dan/atau ada
tidaknya indikator klinis (American Association of Respiratory Care, 2002).
Adapun teknik dan alat yang akan digunakan sebaiknya memenuhi kriteria
berikut:
1. Mampu mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen udara inspirasi
(FiO2)
2. Tidak menyebabkan akumulasi CO2
3. Tahanan terhadap pernafasan minimal
4. Irit dan efisien dalam penggunaan oksigen
5. Diterima dan nyaman digunakan oleh pasien
xi
tanpa kantung penampung (simple mask), sungkup muka dengan kantung
penampung (rebreathing mask), oksigen transtrakeal.
xii
masker oksigen, 5) nonclaustraphobia. Walaupun mudah digunakan dan
memiliki banyak kelebihan, nasal kanul juga memiliki beberapa kekurangan
yaitu: 1) sulit untuk menentukan FiO 2, 2) dapat menyebabkan iritasi pada
mukosa hidung, 3) kemungkinan terjadinya perdarahan hidung, 4) sering
terjadi obstruksi atau kinking, 5) FiO 2 terbatas, dimana dengan peningkatan
kecepatan aliran fraksi oksigen yang dihantarkan tidak dapat melebihi 44%,
6) tidak dapat digunakan pada pasien dengan sumbatan nasal (T. Htun & M.
Thein, 2016).
xiii
Merupakan alat terapi oksigen yang terbuat dari bahan plastik dan
penggunaannya dilakukan dengan cara diikatkan pada wajah pasien untuk
menutupi hidung dan mulut. Alat ini dapat memberikan fraksi oksigen (FiO 2)
sebesar 40-60% dengan kecepatan aliran berkisar diantara 5-10 L/menit
(Mangku & Senapthi, 2010). Apabila kecepatan aliran oksigen kurang dari 6
L/menit akan terjadi penumpukan CO2 akibat dead space mekanik. Fraksi
oksigen yang diberikan oleh alat ini lebih tinggi dibandingkan dengan nasal
kanul, dan sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
dengan lubang besar. Simple mask biasanya diggunakan pada pasien
dengan kebutuhan fraksi oksigen (FiO 2) lebih tinggi daripada nasal kanul
dalam jangka waktu yang singkat (American Association of Respiratory Care,
2002).
Alat ini merupakan alat yang sederhana, murah, dan mudah. Namun
beberapa kekurangan juga didapatkan pada alat ini, diantaranya: 1) variasi
fraksi oksigen (FiO2) luas, 2) sulit untuk mengukur FiO 2, 3) sangat berpotensi
terjadi rebreathing CO2 dan dapat menyebabkan terjadinya aspirasi, 4)
membatasi aktivitas berbicara, makan, dan minum pasien, 5) penggunaan
jangka panjang dapat mengiritasi permukaan kulit yang tertekan oleh
sungkup. Pasien sering kali menolak untuk dipasangkan sungkup karena
menimbulkan perasaan tidak enak (Mangku & Senapthi, 2010).
Tabel 2.3 Fraksi Oksigen (FiO2) Sungkup Muka Tanpa Kantung Penampung
Berdasarkan Kecepatan Alirannya
Kecepatan aliran Fraksi Oksigen (FiO2)
5-6 L/menit 40%
6-7 L/menit 50%
7-8 L/menit 60%
xiv
Gambar 2.2 Sungkup Muka tanpa Kantong Penampung
xv
Beberapa kelebihan yang dimiliki alat ini ialah: 1) fraksi oksigen (FiO 2)
lebih tinggi, 2) perbaikan humidifikasi, 3) mudah untuk dipasang, dan 4) aliran
oksigen tinggi. Namun biasanya pasien akan merasakan tidak nyaman
apabila dipakai untuk waktu yang lama, dan pemakaian sungkup muka
dengan kantong penampung dapat berpotensi menyebabkan CO2
rebreathing (Mangku & Senapthi, 2010).
Tabel 2.4 Fraksi Oksigen (FiO2) Sungkup Muka dengan Kantung Penampung
Berdasarkan Kecepatan Alirannya
xvi
2.5.4 Oksigen Transtrakeal
Alat ini dapat mengalirkan oksigen secara langsung melalui kateter ke
dalam trakea. Oksigen transtrakeal dapat meningkatkan kepatuhan pasien
untuk menggunakan terapi oksigen secara berkelanjutan selama 24 jam dan
sering berhasil untuk mengatasi hipoksemia refrakter. Penggunaan alat ini
dapat menghemat penggunaan oksigen sebesar 30-60%. Kelebihan dari
pemberian oksigen transtrakeal ialah alat ini tidak menyebabkan iritasi pada
hidung maupun kulit wajah dan fraksi oksigen (FiO 2) yang cukup tinggi sekitar
80-96%. Namun kekurangan dari oksigen transtrakeal ialah biayanya yang
relative mahal dan beresiko terjadi infeksi lokal. Pemasangan oksigen
transtrakeal dapat menyebabkan terjadinya beberapa kompilkasi diantaranya
emfisema subkutan, bronkospasme, batuk paroksisimal, dan infeksi stoma
(Mangku & Senapthi, 2010)
xvii
2.6.1 Sungkup Muka Venturi
Sungkup venturi merupakan alat terapi oksigen dengan prinsip mixing
jet yang dapat memberikan fraksi oksigen (FiO 2) sesuai dengan kadar yang
diinginkan. Oksigen yang dapat diberikan dapat diatur berkisar 24%, 28%,
35%, dan 40% dengan kecepatan aliran 4-8 L/menit, dan 45-50% dengan
kecepatan aliran 10-12 L/menit. Pada alat ini sudah dilengkapi dengan
pendorongan oleh arus tinggi, sehingga masalah rebreathing dapat teratasi
(T. Htun & M. Thein, 2016). Sungkup venture amat berguna bagi pasien
dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) yang sudah diketahui dosis
fraksi oksigennya (FiO2), karena biasanya pada pasien PPOK dibutuhkan
konsentrasi oksigen yang rendah untuk mengurangi resiko terjadinya retensi
karbon dioksida (CO2) dan memperbaiki hipoksemia (Mangku & Senapthi,
2010).
xviii
Warna kuning : (35%) FiO2
Warna oranye : (31%) FiO2
Warna putih : (28%) FiO2
Warna biru : (24%) FiO2
Jenis kedua adalah variable FiO2 model memiliki penyesuaian
bertingkat dari port entrainment udara yang dapat diatur untuk
memungkinkan variasi dalam FiO2 yang dikirimkan. Model ini tidak
menggunakan kode warna (Batool and Garg, 2017).
2.6.3 High Flow Nasal Oxygen Therapy (High Flow Nasal Cannula)
High Flow Nasal Cannula (HFNC) adalah prosedur non-invasif baru
yang menawarkan alternatif lain untuk terapi dan support oksigen Alat ini
memberikan laju aliran gas maksimum antara 40 dan 60 liter/menit. Sistem
pemanas dan pelembab memungkinkan pengantaran gas pada suhu 33-43°
C dan kelembaban 95% (Ashraf-Kashani and Kumar, 2017). Komponen
dasar HFNC pada umumnya sama, yaitu terdiri dari:
xix
1. Sumber oksigen dan udara bertekanan yang diatur oleh flowmeter dan
blender
2. Tandon air steril yang terpasang pada heater humidifier
3. Insulated and/or heated circuit yang mempertahankan suhu dan
kelembaban
4. Interface kanula non oklusif
xx
3. Washout ruang mati nasofaring yang mengarah ke peningkatan
ventilasi alveolar: Saluran nasal dan orofaring akan selalu dibilas dan
diisi ulang, sehingga menyebabkan pembuangan exhaled gas mejadi
lebih baik, pengurangan rebreathing dan peningkatan pembersihan
karbon dioksida (Rauf and Sachdev, 2019)
xxi
9. Pantau respon terhadap terapi oksigen - periksa kembali saturasi
oksigen, tanda-tanda vital, warna, dan tingkat kesadaran
10. Titrasi oksigen sesuai dengan saturasi oksigen untuk
mempertahankan saturasi dalam kisaran target yang ditentukan.
Biarkan lima menit pada setiap dosis sebelum penyesuaian lebih
lanjut. Penghentian pemberian oksigen secara tiba-tiba pada
pasien dengan hiperkapnia menyebabkan rebound hipoksemia
11. Dokumentasikan semua penyesuaian untuk oksigen yang
diinspirasikan (FiO2), dengan saturasi yang tercatat (Olive S, 2016)
xxii
samping pada tingkat nasofaring. Pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK), penggunaan konsentrasi oksigen yang tinggi dapat
menyebabkan asidosis respiratorik karena penuruan frekuensi pernapasan
dan perubahan ventilasi-perfusi (Masclans, Pérez-Terán and Roca, 2015).
xxiii
BAB 3
PENUTUP
xxiv
Oksigen diduga mempengaruhi jaringan paru-paru. Pemberian
oksigen pada konsentrasi lebih dari 60% selama lebih dari 24 jam dapat
mengakibatkan penurunan lung compliance. Perubahan pada jaringan paru-
paru yang disebabkan oleh konsentrasi oksigen yang tinggi disebut sebagai
toksisitas oksigen. Selain itu, konsentrasi oksigen yang tinggi dapat
mengurangi produksi surfaktan dan mengakibatkan atelektasis. Oksigen juga
dapat dengan mudah menyebabkan membran mukosa di saluran
pernapasan bagian atas menjadi kering. Pemberian suplementasi oksigen
juga harus dilakukan secara hati-hati pada pasien keracunan herbisida dan
pasien dengan pengobatan bleomycin. Agen ini meningkatkan kemungkinan
terjadinya toksisitas oksigen
xxv
DAFTAR PUSTAKA
Austin, M.A., Wills, K.E., Blizzard, L., Walters, E.H. and Wood-Baker, R.,
2010. Effect of high flow oxygen on mortality in chronic obstructive
pulmonary disease patients in prehospital setting: randomised
controlled trial. Bmj, 341, p.c5462.
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. 2013. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. Edisi V. New York. McGraw-Hill Companies.
Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI. 2008.
Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. Edisi IV. New York.
McGraw-Hill Companies.
xxvi
Masclans, J., Pérez-Terán, P. and Roca, O., 2015. The role of high-flow
oxygen therapy in acute respiratory failure. Medicina Intensiva
(English Edition), 39(8), pp.505-515.
Mangku G, Senapathi TGE. 2017. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Edisi II. Jakarta. Indeks.
Perry, A., Potter, P. & Ostendrof, W., 2014. Clinical skills and nursing
techniques (8th ed.). 8th ed. St. Louis: Elsevier-Mosby.
xxvii
T. Htun, A. & M. Thein, W., 2016. Oxygen Therapy. International Journal of
Novel Research in Healthcare and Nursing , 3(2), pp. 8-14.
xxviii