Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

TERAPI OKSIGEN
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anestesi dan Reanimasi
RSUP PERSAHABATAN

Disusun Oleh :
Chato Haviz Danayomi 1610221062
Nindya Nadila

Pembimbing :
dr. Ranjan Kumar, Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2017
LEMBAR PENGEESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
REFERAT
TERAPI OKSIGEN

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian


Kepaniteraan Klinik Di Departemen Anestesi dan Reanimasi
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Disusun Oleh :
Chato Haviz Danayomi 1610221062
Nindya Nadila

Mengesahkan :
Koordinator Pendidikan Kepaniteraan Anestesi dan Reanimasi
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

dr. Ernita Akmal, Sp.An

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kareana atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul
Terapi Oksigen. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesi dan Reanimasi.
Penyusunan tugas referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak
yang turut membantu terselesaikannya tugas referat ini. Untuk itu, dalam
kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Ernita Akmal, Sp.An selaku koordinator pendidikan SMF Anestesi dan
Reanimasi dan dr. Ranjan Kumar, Sp.An atas bimbingannya selama ini dan juga
tak lupa kepada teman-teman seperjuangan di Kepaniteraan Klinik Anestesi dan
Reanimasi atas kerjasamanya selama penyusunan referat ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi kami sendiri, pembaca,
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarata, Mei 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL………………………………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
I.1. Latar Belakang……………………………………………………. 1
I.2. Tujuan ……………………………………………………………. 2
I.3. Manfaat…………………………………………………………… 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………… 2
II.1. Terapi Oksigen…………………………………………………… 3
II.1.1. Definisi…………...………………………………………. 3
II.1.2. Tujuan……………………………………………………. 3
II.1.3. Indikasi…………………………………………………… 4
II.1.4. Kontraindikasi……………………………………………. 7
II.1.5. Alat-alat yang diperlukan………………………………… 7
II.1.6. Syarat-Syarat Pemberian Oksigen………………………... 8
II.2. Protokol Prosedur………………………………………………….8
II.2.1. Sistem Aliran Rendah…………………………………….. 8
II.2.1.1. Low flow low concentration……………………. 9
II.2.1.2. Low flow high concentration…………………… 12
II.2.2. Sistem Aliran Tinggi……………………………………… 16
II.2.3. Keamanan………………………………………………….19
II.2.4. Hal yang Harus Dilaporkan dan didokumentasikan……….19
II.2.5. Resiko Terapi Oksigen……………………………………. 20
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………… 21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Terapi oksigen didefinisikan sebagai oksigen yang diberikan pada


konsentrasi yang lebih besar daripada yang ditemukan di udara sekitarnya. Ini
digunakan sebagai pengobatan untuk ketidakmampuan pada pernafasan yang
diartikan sendiri sebagai ketidakmampuan paru-paru dan alat pernapasan untuk
mengalirkan oksigenasi dan pembuangan karbon dioksida yang memadai. Hal ini
diklasifikasikan lebih lanjut oleh apakah ada kegagalan oksigenasi (tekanan
parsial oksigen rendah [PaO2]) dengan tekanan parsial parsial karbondioksida
(PaCO2, "tipe 1" gagal napas), atau apakah PaCO2 tinggi (" Tipe 2, "atau
hypercapnic, gagal napas). Variabel penting lainnya menjelaskan bagaimana
asidosis sebagai konsekuensi hiperkapnia, menggambarkan pemburukan akut
tanpa adanya kompensasi waktu melalui axis ginjal, yang biasanya terjadi berjam-
jam sampai berhari-hari.1
Teknik pemberian terapi oksigen ini bisa dengan sistem aliran rendah
seperti, kateter nasal, kanul nasal / kanul binasal / nasal prong, sungkup muka
sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing, dan sungkup muka
dengan kantong non rebreathing. Bisa juga dengan tekhnik aliran tinggi seperti,
sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration),
Bag and Mask / resuscitator manual, dan Collar trakeostomi. Pemberian terapi
oksigen dapat mengakibatkan kebakaran, iritasi saluran pernapasan, keracunan
oksigen, kejang bahkan sampai koma.
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan
dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh
interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.
Saturasi oksigen arteri biasa (SaO2) untuk pernafasan dewasa muda pada
pernafasan dengan udara adalah 94% -98%, sesuai dengan 11,98-14,82 kPa (89,3-

1
110,5 mmHg), meskipun hal ini menurun seiring bertambahnya usia sehingga
rentang untuk> 64 tahun adalah 9,02-14,76 kPa (67,3-110,1 mmHg). Sementara
hipoksemia dapat didefinisikan sebagai PaO2 arterial di bawah batas normal,
kebanyakan peneliti menyarankan nilai <8 kPa (60 mmHg), atau SaO2 <90%
Sebagai hipoksemik secara klinis karena risiko kerusakan jaringan hipoksia
meningkat di bawah tingkat ini. Rentang normal untuk PaCO2 adalah 4,6-6,1 kPa
(34-46 mmHg) dan kegagalan pernafasan tipe 2 didiagnosis di mana hiperkapnia
ada, bahkan dengan tidak adanya hipoksia.
I.2. Tujuan
A. Memahami tujuan, indikasi, kontraindikasi, dan manfaat terapi oksigen.
B. Memahami keuntungan dan kerugian penggunaan sistem aliran rendah.
C. Memahami keuntungan dan kerugian penggunaan sistem aliran tinggi.
D. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah dibidang kedokteran.
E. Memenuhi syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di departemen
anestesi dan reanimasi rumah sakit umum pusat persahabatan

I.3. Manfaat
A. Sebagai sumber informasi dan pelengkap bahan refrensi.
B. Untuk mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Terapi Oksigen


II.1.1. Definisi
Terapi oksigen didefinisikan sebagai oksigen yang diberikan pada
konsentrasi yang lebih besar daripada yang ditemukan di udara sekitarnya. Ini
digunakan sebagai pengobatan untuk ketidakmampuan pada pernafasan yang
diartikan sendiri sebagai ketidakmampuan paru-paru dan alat pernapasan untuk
mengalirkan oksigenasi dan pembuangan karbon dioksida yang memadai (Brill
and Wedzicha, 2014).
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. (Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005).
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut
konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Brunner & Suddarth,2001)
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah
suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik ).
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik).

II.1.2. Tujuan
a. Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke
jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob.
b. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
- Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta
mmempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat.
- Menurunkan kerja nafas dan miokard.
- Menilai fungsi pertukaran gas.
Alat Aliran (L/menit) Fi O2 (fraksi oksigen

3
inspirasi)
1 0,24
2 0,28
Kanula 3 0,32
nasal 4 0,36
5 0,40
6 0,44
5-6 0,40
Masker
6-7 0,50
oksigen
7-8 0,60
6 0,60
Masker
7 0,70
dengan
8 0,80
kantong
9 ≥0,80
reservoir
10 ≥0,80

II.1.3. Indikasi
a. Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada
daerah ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai
penyakit sistim pernafasan lainnya.
Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis
respiratorik.
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau
lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh.
Setiap orang yang terpajan pada tekanan yang rendah akan lebih dahulu
meninggal saat hipoksia, sebelum gelembung uap air panas dari dalam tubuh
menimbulkankematian.
3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa

4
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m. Pada
ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya
seseorang hilang kesadaran.

4. Efek lambat akibat ketinggian


Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas,
serta mual dan muntah.
5. Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena alkalosis
cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya asidosis laktat
dalam otak akan menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon
terhadap hipoksia.

 Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik


Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan
organ pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung kongenital dengan
sebagian besar darah dipindah dari sirkulasi vena kesisi arterial, serta penyakit
dengan kegagalan pompa pernafasan. Kegagalan paru terjadi bilakeadan seperti
fibrosis pulmonal menyebabkan blok alveoli – kapiler atau terjadi ketidak
seimbangan ventilasi – perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh
kelelahan otot-otot pernafasan pada keadaan dengan peningkatan beban kerja
pernafasan atau oleh berbagai gangguan mekanik seperti pneumothoraks atau
obstruksi bronkhialyang membatasi ventilasi. Kegagalan dapat pula disebabkan
oleh abnormalitas pada mekanisme persarafan yang mengendalikan ventilasi,
seperti depresi neuron respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat
lain.
 Hipoksia Anemik
Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena
terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali apabila
defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita anemia
mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan latihan fisik

5
karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan
O2 kejaringan aktif.
 Hipoksia Stagnan
Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal
dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami
kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan
normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi
jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok
paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru
yang letaknya lebih tinggi dari jantung.
 Hipoksia Histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling
sering diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom
oksidasi serta mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit
digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan
sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik.
Kemampuan pengobatan menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada
jumlah methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman. Pemberian terapi
oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Contoh :
- Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
- Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia
ditandai dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang teridentifikasi hipoksemia
contohnya syok dan keracunan CO.
- Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
- Beberapa trauma

6
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :
- Sianosis - Keracunan
- Hipovolemi - Asidosis
- Perdarahan - Selama dan sesudah pembedahan
- Anemia berat - Klien dengan keadaan tidak sadar
Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan
beberapa cara dibawah ini.
1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan
apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
 PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
 PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor
pulmonale, polisitemia (hematokrit >56%).
2. Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
 Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
 Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai
komplikasi seperti hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen
perlu dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu
tidaknya terapi oksigen jangka panjang.

II.1.4. Kontra Indikasi


Tidak ada kontra indikasi absolut :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi,
akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.

II.1.5. Alat – Alat yang Diperlukan


a. Kateter nasal.
b. Kanul nasal/binasal/nasal prong

7
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
f. Sungkup muka Venturi
g. Jelly.
h. Plester.
i. Gunting.
j. Sumber oksigen.
k. Humidifier.
l. Flow meter.
m. Aqua steril.
n. Selang oksigen.
o. Tanda dilarang merokok.

II.1.6. Syarat-Syarat Pemberian Oksigen


Meliputi :
1. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi,
2. Tahanan jalan nafas yang rendah,
3. Tidak terjadi penumpukan CO2,
4. Efisien,
5. Nyaman untuk pasien.

II.2. Protokol Prosedur


Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :

II.2.1. Sistem Aliran Rendah


Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan, bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari
volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen
ini bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang diberikan pada
pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran rendah cocok

8
untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal,
misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20
kali permenit.

II.2.1.1. Low flow low concentration


a. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu
dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur
pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai
naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai
kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.
a. Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama.
b. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%,
tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat
kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma,
fiksasi kateter akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti
tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung,
terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt
dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta
kateter mudah tersumbat dan tertekuk.
Tahap kerja:
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan tindakan
b. Jaga privacy pasien (menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien).
c. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan).
d. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama pemasangan
nasal kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk memudahkan memasukkan
kateter).

9
e. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka , pasien lebih
nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan).
f. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai keujung
telinga (untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
g. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung kateter
tidak terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
h. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan
(Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral
serta sekresi jalan nafas).
i. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan
mencegah terjadinya efek samping).
j. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan mencegah iritasi
dalam pemasangan kateter).
k. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung
(mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter).
l. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan
kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal
mengering, epistaksis dan distensi lambung. Deteksi dini mengurangi risiko efek
samping).
m. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika
mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter).

b. Kanul Nasal/ Kanul Binasal/ Nasal Prong


Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan
aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu
24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada
pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan
pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %

10
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan
mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul
hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.
Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow
rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan
oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat
menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan
yang terlalu ketat. Cara pemasangan :
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang
elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi
klien.(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas
bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul
tersebut pas kenyamanannya).
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang
diprogramkan (1–6 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa
nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).

11
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian pasien
(Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut dan
mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua
steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen,
mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan).
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan
permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan
kulit. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan
epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis
menyebabkan iritasi kulit).
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan
hipoksia telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah
berkurangnya hipoksia).

II.2.1.2. Low flow high concentration


A. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat
pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8
liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada
pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran
O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 5-6 Liter/min : 40 %
• 6-7 Liter/min : 50 %
• 7-8 Liter/min : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

12
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak
memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah.
Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan
rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk
menjamin keamanan dan kenyamanan.
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi
oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran
oksigen lancar).
b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan pemasangan).
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal
dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas, menjamin ketepatan dosis,
dan mencegah penumpukan CO2 ).
d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain
kasa pada daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran sungkup, mencegah iritasi
kulit akibat tekanan).
e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.

B. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing


Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60%
dengan aliran 6 – 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara
ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2,
kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi.
Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.

FiO2 estimation :

13
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 35 %
• 8 : 40 – 50 %
• 10 – 15 : 60 %

a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah
dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida.
Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi
aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi
b. Atur posisi pasien
c. Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
d. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan.
e. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.
f. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2
kantong akan terisi waktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi
(mencegah kantong terlipat, menjaga kepatenan sungkup, mencegah
penumpukan CO2 yang terlalu banyak).
g. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.
(menjaga kepatenan sungkup, mencegah iritasi mata)
h. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
(untuk mencegah iritasi kulit).
i. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.(observasi terhadap iritasi,muntah,aspirasi
akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien).

14
j. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah
infeksi, meningkatkan kenyamanan).

C. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing


Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi
mencapai 90 % dengan aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi
tidak bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke
atmosfer melalui satu atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi
oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong
dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian
kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes
dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada
tempatnya dan tanpa tongkat.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 55 – 60
• 8 : 60 – 80
• 10 : 80 – 90
• 12 – 15 : 90
a. Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
b. Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak
memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien
muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak. Cara memasang :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p).
b. Atur posisi pasien

15
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan.(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi mukosa jalan nafas
dan mulut).
d. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan sungkup
non rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7 liter/menit dengan
konsentrasi O2 (FiO2) 55-90 % (menjaga kepatenan sungkup, menjamin
ketepatan dosis).
e. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. (mencegah kantong terlipat,
terputar).
f. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas
telinga. (mencegah kebocoran sungkup).
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).
h.Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap
iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien).
i. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah
infeksi, meningkatkan kenyamanan).

II.2.2. Sistem Aliran Tinggi


Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2
atau 3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas
pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator.
Suatu teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi
oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur.
Contoh sistem aliran tinggi :
A. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low
concentration).
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi
yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga
memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah

16
ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak udara
seperti vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi dengan pengayaan
oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui cuff perforasi, membawa
gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan. Metode ini
memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak
tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien
hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama tergantung
pada kendali hipoksia untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia sedang sampai
berat.
FiO2 estimation
Menurut Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2
venturi mask merk Hudson
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
• Biru : 2 : 24
• Putih : 4 : 28
• Orange : 6 : 31
• Kuning : 8 : 35
• Merah : 10 : 40
• Hijau : 15 : 60
a. Keuntungan
• Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk
pada alat.
• FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2
analiser.
• Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
• Tidak terjadi penumpukan CO2.
b. Kerugian
• Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam
mata.
• Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien
makan, minum, atau minum obat.

17
• Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak
mengganggu konsentrasi O2.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
c. Membuka aliran regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai
dengan kebutuhan.
d. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan
masker venturi mempunyai efektifitas aliran 2-15 liter/menit dengan
konsentrasi O2 24- 60 % (Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen
yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan
kecepatan pernafasan).
e. Memasang venturi mask pada daerah lubang hidung dan mulut.
f. Mengikat tali venturi mask dibelakang kepala melewati bagian atas
telinga.
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
B. Bag and Mask / resuscitator manual
Digunakan pada pasien :
• Cardiac arrest
• Respiratory failure
• Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 – 15 liter, selama
resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong resusitasi dengan reservoir
harus digunakan untuk memberikan konsentrasi oksigen 74 % - 100 %.
Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai reservoir untuk
kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah
ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95
% - 100 %. Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan
jaminan visual bahwa aliran oksigen utuh dan kantong menerima oksigen
tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan
adalah vital :
• Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).

18
• Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
• Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal – hal yang harus diperhatikan :
• Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan
apakah terjadi distensi abdomen.
• Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru.
• Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau
spasme bronkus yang memburuk.
Syarat – syarat Resusitator manual :
• Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut.
•Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi
terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan aspirasi.
• Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.
•Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.
Large Volume Aerosol Sistem.

II.2.3. Keamanan
Untuk pasien :
- Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam saluran pernapasan.
- Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus steril.
- Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.

II.2.4. Hal yang Harus Dilaporkan dan didokumentasikan


a. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan
pengetahuan, penurunan kelemahan, penurunan frekuensi nafas, perubahan
warna kulit, peningkatan saturasi oksigen.
b. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse
oksimetri untuk menilai keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen berhasil
jika : Nilai PaO2 dan PaCO2 yang diharapkan tercapai : PaO2 = ( 4 – 5 ) x
FiO2.
c. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung ,
mukosa hidung terhadap iritasi.

19
d. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya
terapi oksigen yang lain.
e. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada
pasien .
f. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau
berapa FiO2 yang diberikan.

II.2.5. Resiko Terapi Oksigen


Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat
terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama
1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen
yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim
lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi
gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada
bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan
kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi,
menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk.
Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2, selanjutnya
mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan pemadatan
jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini
adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan
jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan kelainan penglihatan
berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya
iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi
hiperbarik) dapat menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah.
Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh
karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok,
membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik
tanpa “Ground”.

20
21
BAB III
KESIMPULAN

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru


melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan
terapi oksigen ini adalah untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri
sehingga masuk ke jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob,
mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi terapi oksigen ini
adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru normal,
oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah. Kontra indikasi pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul
nasal/kateter binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal, pemakaian kateter
nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong
rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar
PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat
mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat
terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan
resiko yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Apabila O 2 80-
100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Brill, S. E., & Wedzicha, J. A. (2014). Oxygen therapy in acute exacerbations of


chronic obstructive pulmonary disease. International Journal of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease, 9, 1241–1252.
2. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
3. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo,
R. 2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak
FKUI - RSCMk FKUI – RSCM. Jakarta.
4. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi
Dan Respiratori FK UI. Jakarta.
5. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia,
vol. 8. EGC. Jakarta.
6. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
7. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.
8. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intesif. Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai