Oleh :
Fajri Rozi Kamaris
1102012081
Pembimbing :
dr. Johnson Manurung, Sp.PD
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya kami
dapat
menyelesaikan
referat
yang
berjudul
ACUTE
RESPIRATORY
DISTRESS
Penulis
DAFTAR ISI
1. COVER........................................................................................................................1
2. KATA PENGANTAR..............2
3. DAFTAR ISI..........3
4. PENDAHULUAN......4
5. ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME...................................................10
6. DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
Acute Respiratory Distress Syndrome adalah salah satu penyakit paru yang
memerlukan perawatan di Intensive care unit (ICU) dan mempunyai angka
kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Secara definisi pertama kali
dikemukakan oleh Asbaugh dkk (1967) sebagai hipoksemia berat yang onsetnya
akut, infiltrat bilateral yang difus pada foto thoraks dan penurunan compliance atau
daya regang paru. (1)
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor, banyak faktor
penyebab yang dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak
disebut sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor resiko
yang paling tinggi, mikroorganisme dan produknya (endotoksin) bersifat sangat
toksik bagi parenkim paru dan merupakan faktor resiko terbesar kejadian ARDS
berkisar antara 30-50%.
Insidensi ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah
penduduk pertahun. Sebanyak 16% dari pasien yang di rawat di ICU menggunakan
ventilator selama lebih dari 24 jam atau lebih dapat berkembang menjadi ARDS.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
CAVUM THORAX
Organ paru terletak pada cavum thorax pada kedua sisi lateral mediastinum.
Batas atas cavum thorax : aperture thoracis superior yang dibentuk oleh incisura
jugularis sterni, iga 1 dan corpus vertebrae Th 1. Batas bawah cavum thorax :
aperture thoracis inferior yang dibentuk oleh processus xiphoideus, arcus costarum
dan vertebrae Th 12.
Pada dada terdapat 12 pasang costae dibagi atas :
1. Costae verae (1 pasang) : iga 2 melekat pada manubrium sterni
2. Costae spuriae ( 6 pasang) : iga 2-7 melekat pada corpus sterni
Costae iga 8-10 menyatu membentuk arcus costarium yang melekat pada iga
7 pada corpus sterni
3. Costae fluctuantes : iga 11 dan 12 yang melayang tidak melekat pada
sternum atau iga lain
Paru berbentuk kerucut dan dibungkus oleh jaringan ikat kuat yang disebut
pleura. Lapisan luar yang melapisi dinding dada yang terletak dibawah fascia
endothoracica adalah Pleura Parietalis dan di bagian yang melekat ke jaringan paru
disebut Pleura Visceralis. Diantara kedua pleura tersebut terapat ruangan yang
mengandung sedikit cairan pleura disebut cavum pleura(cavitas pleuralis). Cairan
tersebut dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis uang berfungsi sebagai pelumas
untuk mengurangi friksi antar kedua pleura.
Bagian atas paru yang tumpul, menonjol ke atas leher sekitar 2,5 cm diatas
clavicula disebut apex pulmonis. Apex ditutupi oleh cupula pleura. Bagian bawah
paru adalah basis pulmonis, berbentuk konkaf dan ditutupi oleh pleura diafragma.
Di pertengahan facies mediastinalis terdapat hilum pulmonalis yaitu suatu
cekungan tempat keluar masuknya bronchus, vasa da nervus. Alat-alat penting
yang keluar masukparu di bagian posterior medial paru pada Hillus pulmonalis
adalah :
1. Alat yang masuk pada hillus pulmonalis : bronchus primer, arteria
pulmonalis, arteri bronchialis, dan serabut saraf
2. Alat yang keluar hillus pulmonalis : vena pulmonalis, vena bronchialis, dan
vasa limfatisi
Perdarahan Paru :
Yang mendarahi organ paru adalah Arteri Bronchialis cabang aorta
thoracalis, dan vena bronchialis mengalirkan darah ke vena azygos dan
hemiazygos. Jadi arteri pumonalis tidak mendarahi paru, dia hanya berfungsi untuk
respirasi.
Persarafan Paru :
Serabut afferent dan efferent visceralis berasal dari truncu
symphaticus (th 3,4,5) dan serabut para symphaticus berasal dari nervus vagus :
1.
2.
Mekanisme pernafasan
Proses terjadinya pernafsan terbagi menjadi 2 bagian,yaitu :
- Menarik nafas ( inspirasi)
- Menghembus nafas ( ekspirasi)
meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan
intrakranial)
8
meregangkan paru untuk mengisi rongga thoraks yang lebih besar. Karena adanya
gradien tekanan transmural yang ada pada kedua sisi dinding paru.
GRADIEN TEKANAN TRANSMURAL
Tekanan intra-alveolus sama dengan tekanan atmosfer namun lebih besar daripada
tekanan intrapleura sehingga tekanan yang menekan keluar dinding paru lebih
besar daripada tekanan yang mendorong ke dalam dan terjadi distensi paru atau
mendorong paru keluar.
Gradien tekanan berfungsi mencegah paru tertarik ke dalam dan menahan rongga
thoraks menjauh. Terdapat ruang vakum di ruang yang sangat kecil di rongga
pleura yang sedikit mengembang yang tidak ditempati cairan sehingga terjadi
penurunan kecil tekanan intrapleura di bawah tekanan atmosfer.
TEKANAN INTRA-ALVEOLUS
Tekanan intra-alveolus dapat diubah dengan Hukum Boyle dengan mengubah
volume paru. Hukum Boyle mengatakan pada suhu konstan, tekanan yang
ditimbulkan suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas. Lalu kerja otot-otot
pernapasan mengubah volume paru lewat rongga thoraks.
1. PERMULAAN RESPIRASI: KONTRAKSI OTOT INSPIRASI
Otot-otot lemas, tidak ada udara yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus
sama dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi utama (pada saat tenang) yaitu
diafragma dan m. intercostal external. Diafragma distimulasi oleh nervus phrenicus
dari medulla spinalis cervical 3,4,dan 5, dan mereka melakukan kerja 75% untuk
pembesaran rongga thoraks. M. intercostal external distimulasi oleh nervus
intercostal.
10
11
2.2
2.2.1 Definisi
ARDS adalah suatu keadaan gagal nafas yang ditandai dengan hipoksemia
berat, penurunan komplains paru atau daya regang yang buruk dan infiltrat
bilateral yang difus pada pemeriksaan radiology. ARDS dikenal sebagai
manifestasi atau bagian dari suatu inflamasi sistemik seperti SIRS. Karena definisi
ARDS sesungguhnya tidak spesifik. Adanya infiltrate yang bilateral pada paru
dapat pula disebabkan oleh berbagai hal seperti pneumonia, kontusio paru, trauma
dada, aspirasi, kelainan autoimun, inhalasi, perdarahan intrapulmonum, dan
kondisi non pulmonum. Saat ini disepakati bahwa ARDS merupakan keadaan akhir
yang paling parah dari spektrum Acut Lung Injury sebagai suatu dampak dari
pertukaran gas yang buruk. Dalam hal ini perlu dicari penyakit yang mendasarinya
baik langsung maupun tak langsung 2.
2.2.2 Klasifikasi
ARDS merupakan variasi dari insufisiensi akut sistem pernafasan yang secara
patogenesis tidak disertai dengan edema paru. Untuk meningkatkan diagnostik
ARDS, sebuah bentuk klasifikasi dikembangkan di V. A. Negovsky research
institue of General Reanimatology pada tahun 2007 untuk memberikan tatalaksana
awal yang tepat serta meningkatkan outcome pasien.(3)
12
2.2.3 Etiologi
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab
yang dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut
sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko
yang paling tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin)
bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko
terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara
30-50%.(1)
13
2.2.4 Epidemiologi
Insidensi ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah
penduduk pertahun. Sebanyak 16% dari pasien yang di rawat di ICU menggunakan
ventilator selama lebih dari 24 jam atau lebih dapat berkembang menjadi ARDS 4.
Tingkat
Penyebab kematian biasanya bukan berasal dari sistem pernafasan itu sendiri,
kematian yang kurang dari 72 jam biasanya berasal dari penyakit yang diderita
atau trauma yang dialami. Setelah melewati 72 jam pasien biasanya meninggal
disebabkan oleh sepsis atau kegagalan multiorgan. 6%-19% kematian dilaporkan
disebabkan oleh gagal nafas pada pasien dengan ARDS 4.
14
2.2.5 Patogenesis
Epitelium alveolar dan endotelium mikrovaskular mengalami kerusakan
pada ARDS. Kerusakan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas barier
alveolar dan kapiler sehingga cairan masuk ke dalam ruang alveolar. Derajat
kerusakan epithelium alveolar ini menentukan prognosis (1).
Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sel pneumosit tipe I
dan sel pneumosit tipe II. Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I
berupa sel pipih yang mudah mengalami kerusakan. Fungsi utama sel pneumosit
tipe I adalah pertukaran gas yang berlangsung secara difusi pasif. Sel pneumosit
tipe II meliputi 10% permukaan alveolar terdiri atas sel kuboid yang mempunyai
aktivitas metabolik intraselular, transport ion, memproduksi surfaktan dan lebih
resisten terhadap kerusakan.(1).
Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan dalam
mekanisme perbaikan paru dan menyebabkan fibrosis. Kerusakan pada fase akut
terjadi pengelupasan sel epitel bronkial dan alveolar, diikuti dengan pembentukan
membran hialin yang kaya protein pada membran basal epitel yang gundul (dapat
dilihat pada gambar). Neutrofil memasuki endotel kapiler yang rusak dan jaringan
interstitial dipenuhi cairan yang kaya akan protein (1).
Keberadaan mediator anti inflamasi, interleukin-1-receptor antagonists,
soluble tumor necrosis factor receptor, auto antibodi yang melawan Interleukin/IL8 dan IL-10 menjaga keseimbangan alveolar (1).
15
2.2.6 Patofisiologi
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru
interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis
kongestif difus. Keadaan normal, filtrasi cairan ditentukan oleh hukum Starling
16
yang menyatakan filtrasi melewati endotel dan ruang intertisial adalah selisih
tekanan osmotik protein dan hidrostatik (1).
Q = K (Pc-Pt) D (c-t)
Q : kecepatan filtrasi melewati membran kapiler
Pt : tekanan hidrostatik interstitial
K : koefisien filtrasi
c : tekanan onkotik kapiler
D : koefisien refleksi
t : tekanan onkotik interstitial
Pc : tekanan hidrostatik kapiler
Perubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan terjadinya
edema paru. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat akibat kegagalan fungsi
ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari kapiler ke
interstitial. Cairan kapiler tersebut akan mengencerkan protein intertsitial sehingga
tekanan osmotik interstitial menurun dan mengurangi pengaliran cairan ke dalam
vena (1).
Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada ARDS
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama sel
pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul didalam
jaringan interstitial, jika telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga
alveoli (alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi kolaps (mikroatelektasis) dan
compliance paru akan lebih menurun. Merembesnya cairan yang banyak
17
mengandung protein dan sel darah merah akan mengakibatkan perubahan tekanan
osmotik (1).
Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga
paru menjadi kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi.
Mikroatelektasis akan menyebabkan shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan
(mismatch) ventilasi-perfusi (VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan
menyebabkan terjadinya hipoksemia berat dan progresivitas yang ditandai dengan
pernapasan cepat dan dalam. Shunting intrapulmoner menyebabkan curah jantung
akan menurun 40%.(1).
Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam laktat
selanjutnya merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik maupun
respiratorik akibat gangguan pertukaran gas. Penderita yang sembuh dapat
menunjukan kelainan faal paru berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran
udara dan khususnya menurunkan kapasitas difusi (1).
18
Beberapa pasien dapat mengalami gagal nafas yang persisten ditandai dengan
gejala klinis seperti hypoxemia dan penurunan daya regang paru (compliance) dan
secara histologis ditemukan fibrosis pada parenkim paru dan dijumpai dengan
gejala kegagalan atrium kanan.
Udem paru adalah gambaran karakteristik ALI pada tahap awal, sebagai akibat dari
adanya proses inflamasi yang terjadi pada mikrosirkulasi paru yang menyebabkan
peningkatan permiabilitas alveolar-capillary barrier. Dampak dari masuknya cairan
kedalam alveolus adalah atelektasis, komplain paru yang buruk, abnormalitas
pertukaran gas dan hipertensi pulmonal. Proses inflamasi ini akan diikuti dengan
perbaikan berupa pembentukan jaringan fibrosis yang akan merusak arsitektur
paru2 yang normal sehingga menjadi emfisematous, juga terjadi obliterasi
mikravaskular dan peningkatan jumlah dead space.(6)
Derajat dari kerusakan epitel alveolar merupakan prediktor yang sangat penting
untuk menentukan hasil akhir serta mempunyai banyak konsekuens yaitu derajat
udem, berkurangnya surfaktans. Keadaan ini merupakan predisposis untuk
terjadinya infeksi bakteri sehingga timbul pneumonia yang dapat mengarah pada
19
syok sepsis dan timbulnya jaringan fibrosis. Yang banyak berperan pada tahap
awal ini adalah Neutrofil- PMN yang dijumpai pada alveoli. Pada ARDS reaksi
inflamasi diawali dengan adanya kerjasama yang kompleks dari jaringan dan
sitokin diantaranya IL-8, IL-, IL-10 serta beberapa mediator lokal yang dihasilkan
oleh berbagai macam sel. Reaksi lain melibatkan sistem koagulasi dan surfaktan.
Keadaan merupakan celah bagi upaya penangulangan ARDS, dengan cara
memberikan antikoagulan dan surfaktan.(6)
20
2.2.9 Penatalaksanaan
Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan suportif,
bantuan ventilator dan terapi farmakologis. Prinsip umum perawatan suportif bagi
pasien ARDS dengan atau tanpa multiple organ dysfungsi syndrome (MODS)
meliputi:
o Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS dengan cara misalnya
drainase pus, antibiotika, fiksasi bila ada fraktur tulang panjang.
o Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi
nosokomial atau toksisitas oksigen.
o Mengurangi cairan didalam paru meningkatkan oksigenasi dengan memberikan
cairan, obat vasodilator/konstriktor, inotropik, atau diuretikum.
o Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ dengan
cara meminimalkan angka metabolik.
21
PEEP
(positive
end
expiratory
pressure)
untuk
membantu
22
2.2.11 Prognosis
Prognosis tergantung dari penyebab, adanya disfungsi organ lain, usia
dan penyakit kronik penderita. Mortalitas ARDS mencapai 30%-40%, bila
ditambah dengan multi organ dysfunction syndrome dari organ lain maka angka
kematian mencapai > 60%, Keadaan ini belum banyak perbaikan dalam 20
tahun terakhir ini. Pada penderita yang sembuh, walaupun asimtomatik tetapi
kelainan test fungsi paru masih dapat ditemukan. Dalam penelitian lain selama
1 tahun pada penderita yang sembuh dari ARDS ternyata beberapa penderita
bahkan masih mempunyai gejala sisa fisik dan psikis secara bermakna akibat
fibrosis dan dapat berkembang menjadi menjadi penyakit paru obstruktif,
sedangkan sebagian lainnya fungsi parunya kembali normal dalam 6-12
bulan.(6)
23
BAB III
KESIMPULAN
ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom yang ditandai dengan
hipoksemia berat, penurunan komplains paru atau daya regang yang buruk dan
infiltrat bilateral yang difus pada pemeriksaan radiology. Tingkat mortalitas yang
disebabkan oleh ARDS mencapai 31%-71%. ARDS secara patofisiologi memiliki
3 fase yaitu eksudatif, proliferatif, dan fibrosis. Pendekatan terapi terkini untuk
ARDS adalah meliputi perawatan suportif, bantuan ventilator dan terapi
farmakologis. Penderita yang sembuh dapat menunjukan kelainan faal paru berupa
penurunan volume paru, kecepatan aliran udara dan khususnya menurunkan
kapasitas difusi.
24
DAFTAR PUSTAKA
1.
Susanto YS, Sari FR. Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif Pada Acute
Respiratory Distress Syndrome ( ARDS ). 2012;32(1):4452.
2.
3.
4.
5.
Ware LB. Pathophysiology of Acute Lung Injury and the Acute Respiratory
Distress Syndrome. 2006;1(212):33749.
6.
7.
Setiati S, Alwi I, editors. Buku Ajar Imu Penyakit dalam. VI. Jakarta:
InternaPublishing; 2014.
25