Anda di halaman 1dari 35

REFERAT SPORT INJURY II

VARIETY OF SYNTHETIC GRAFT FOR LIGAMENT

RECONSTRUCTION

Oleh :

Atar Trengginas Asmarantaka

131621170502

Pembimbing :

Prof.Dr. Hermawan Nagar Rasyid, dr.,SpOT (K).,MT(BME).,Ph.D

Ghuna A Utoyo, dr., SpOT (K)

Renaldi P.H Nagar Rasyid, dr.,SpOT(K).,M.Kes(AIFO)

DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2021
Latar Belakang

Cedera ligamen adalah cedera yang sering terjadi pada pasien orthopaedi. Salah

satu cedera ligamen yang paling sering terjadi adalah cedera pada anterior cruciate

ligament (ACL). Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah ligamen yang terdapat

pada sendi lutut. Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator yang mencegah

pergeseran ke depan dari tulang tibia terhadap tulang femur. Setiap cedera yang

terjadi pada ACL berpotensi menimbulkan gangguan kestabilan pada sendi lutut.1,2

Tata laksana cedera ACL berupa terapi non-operatif dan operatif. Terapi non-

operatif dilakukan dengan menggunakan modalitas seperti ultrasound, diatermi,

pemakaian brace lutut, dan muscle strengthening exercise, sedangkan terapi operatif

dilakukan dengan metode rekonstruksi. Rekonstruksi menjadi pilihan utama karena

tindakan penjahitan ligamen ACL sering mengalami kegagalan. Hal itu disebabkan

karena ligamen ACL tidak memiliki fibrin sehingga setiap robekan yang terjadi tidak

dapat mengalami self healing. Rekonstruksi adalah metode operatif untuk mengganti

ligamen ACL dengan bahan yang lain (graft). Terdapat beberapa jenis graft yang

dapat digunakan, antara lain synthetic graft dan juga biological graft, biological graft

dibedakan menjadi 2 yaitu autograft dan juga allograft berdasarkan asal donor.1,2

Autograft lebih banyak digunakan pada rekonstruksi ACL dikarenakan memiliki

stabilitas yang baik dan memiliki hasil yang memuaskan. Autograft yang dijadikan

sebagai gold standart dalam rekonstruksi ACL adalah BPTB (Bone Patellar Tendon

Bone), dan tendon hamstring. Rekonstruksi dengan synthetic graft memiliki

keunggulan berupa tidak adanya kehilangan struktur pada tubuh pasien dan juga

2
mencegah adanya transmisi penyakit dengan rehabilitasi yang cepat. Namun

penggunaan synthetic graft memiliki kelemahan utama yaitu dapat menyebabkan

sinovitis berat.1,2

I. PILIHAN GRAFT PADA REKONSTRUKSI ACL

Meskipun tidak ada graft yang dapat mengembalikan properti biomekanik dan

struktur normal dari ACL, graft yang dipilih untuk rekonstruksi ACL harus memiliki

properti mekanik dan struktur yang tepat sebagai pengganti ACL aslinya. Properti ini

termasuk kemampuan untuk secara cepat terintegrasi terhadap jaringan host,

meminimalisir morbiditas di tempat pengambilan graft, dan memiliki properti

biomekanik yang mendekati ACL aslinya. Berbagai macam faktor, seperti usia,

pekerjaan, tingkat aktivitas, kemampuan gerak, riwayat pembedahan dan pengalaman

dari pembedah sendiri; dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan tipe graft

yang akan digunakan untuk rekonstruksi. Untuk pemilihan biologic graft terbagi

menjadi autograft, dan allograft. Bone-patellar tendon-bone, tendon hamstring, dan

tendon quadriceps merupakan pilihan autograft yang sering digunakan, sedangkan

bone-patellar tendon-bone, tendon hamstring, tibialis anterior, tibialis posterior, dan

tendon achilles merupakan pilihan yang lazim pada allograft.3,4

Agar pilihan graft dapat optimal, ahli bedah harus mengerti resiko dan keuntungan

dari tiap pilihan graft. Faktor-faktor seperti fungsi klinis dan fungsi dalam

berolahraga semestinya menjadi diskusi yang dikedepankan dalam pemilihan graft,

namun ahli bedah juga mesti menjelaskan ke pasien mengenai perbedaan dalam

3
properti struktural, penyembuhan biologis, kekuatan fiksasi, dan morbiditas situs

donor, sehingga pasien dapat menentukan pilihan terbaik.3,4

I.1 Autograft

Autograft seperti bone patellar tendon bone dan tendon hamstring, telah menjadi

standar untuk rekonstruksi ACL. Autograft lebih dipilih dikarenakan kecilnya resiko

dari transmisi penyakit dan memiliki laju penyembuhan yang lebih baik dibanding

dengan allograft. Namun keuntungan ini juga mesti diimbangi dengan adanya donor

site morbidity.3,5

Gambar 1. Bone-Patellar Tendon Bone Autograft

4
I.1.1 Autograft Bone-Patellar Tendon-Bone (BPTB)

Autograf BPTB diambil dari sepertiga Tengah dari patellar tendon, BPTB

mempunyai properti biomekanik yang mirip dengan ACL. Autograft BPTB memiliki

ultimate tensile-load dan kekakuan yang lebih besar dibandingkan dengan ACL,

namun memiliki luas penampang yang sedikit lebih kecil. Kecilnya luas penampang

dari graft BPTB merupakan salah satu alasan autograft tendon quadriceps lebih

dipilih. Autograft BPTB memiliki keuntungan yang jelas, namun kerugiannya juga

mesti dipertimbangkan. Salah satu kekurangannya adalah potensi terjadinya fraktur

patella ataupun ruptur dari tendon patella saat pengambilan graft, dengan angka

insidensi 0 hingga 2% (fraktur graft patella) dan 0,24% (ruptur tendon). Pelepasan

bagian inferior dari patella pada pengambilan graft BPTB juga dapat mengakibatkan

fraktur patella sekunder. Efek langsung dari aspek anterior lutut ataupun tidak

langsung melalui kontraksi eksentrik pada quadricep bertanggung jawab atas

terjadinya fraktur patella setelah pengambilan BPTB. Selain penutupan defek dengan

bone graft, defek patella pada akhirnya akan digantikan dengan jaringan ikat, yang

mana memiliki properti mekanik lebih rendah dibanding dengan tulang kortikal dan

memiliki ketahanan tensile yang lebih rendah, mengakibatkan risiko yang tinggi

terhadap fraktur patella dan ruptur tendon patella. Risiko dari fraktur dapat

diminimalisir dengan menghindari cross-hatching pada sudut pengambilan tulang dan

juga menghindari pengambilan tulang yang agresif..4,5

5
Gambar 2. Pengambilan BPTB

Kerugian yang kedua dari autograft BPTB, yang juga harus diberitahukan pada

saat konseling preoperatif, yaitu risiko nyeri lutut anterior dan patellar tendinitis

pasca operasi. Penelitian randomized controlled trial dengan rentang waktu 8 tahun

menunjukkan nyeri yang meningkat saat berlutut (p<0,001) pada pasien yang

menjalani rekonstruksi ACL dengan autograft BPTB dibandingkan dengan autograft

tendon hamstring. Feller dan Webster menunjukkan perbedaan yang signifikan

(p<0,05) dalam insiden nyeri lutut anterior setelah rekonstruksi ACL pada grup

autograft BPTB (52%) dibandingkan dengan grup autograft (17%). Namun perbedaan

ini tidak lagi signifikan setelah 3 tahun pasca operasi. Penelitian lain menunjukkan

tidak adanya perbedaan yang signifikan pada kedua grup tersebut. Penting diingat

untuk para ahli bedah agar menyampaikan komplikasi pascaoperasi pada pasien

6
olahragawan, ataupun profesi dan agama yang melibatkan banyak waktu untuk

berlutut.4,5

Kekurangan lain pada BPTB autograf adalah kelemahan otot quadriceps pasca

operasi. Mohammadi,dkk menunjukkan bahwa atlet yang menjalani rekonstruksi

ACL dengan BPTB memiliki puncak torsi isokinetik yang lebih rendah dibandingkan

dengan pasien yang menjalani operasi dengan autograf hamstring tendon, yang diukur

8 bulan pasca operasi. Sebagai tambahan, Keays,dkk menunjukkan kelemahan

quadriceps pada atlet yang menjalani rekonstruksi ACL dengan autograf BPTB

dibandingkan dengan yang menggunakan autograf tendon hamstrings, setelah 6 tahun

pasca operasi.4,5

Menggunakan autograft BPTB dapat menghadirkan tantangan teknis pada

pembedah, seperti risiko ketidakcocokan graft-tunnel. Tidak seperti autograft jaringan

lunak, autograft BPTB memiliki panjang yang statis diantara kedua sumbat

tulangnya. Panjang dari autograft BPTB harus sama dengan panjang dari tunnel yang

dibuat ditambah dengan jarak intraartikular. Namun, variasi panjang tunnel yang

dibuat ataupun variasi anatomis pada panjang tendon (patella alta/baja) dapat

menghasilkan ketidakcocokan graft dan tunnel. Oleh karena itu, untuk melakukan

prosedur pengambilan autograft BPTB, ahli bedah harus mahir menguasai

tekhniknya, agar dapat mengatasi ketidakcocokan graft-tunnel.4,5

Selain permasalahan di atas, terdapat juga potensi osteoarthritis pasca

reksonstruksi ACL dengan autograft BPTB. Berbagai penelitian telah menunjukkan

adanya peningkatan prevalensi osteoartritis tibiofemoral dan patellofemoral pada

7
pasien yang menjalani rekonstruksi ACL dengan menggunakan autograft BPTB

dibandingkan dengan autograft tendon hamstring. Namun, Holm dkk menunjukkan

tidak adanya perbedaan laju artritis antara kelompok pengguna autograf tendon

hamstring dan autograf BPTB setelah rekonstruksi ACL. Kedua group mengalami

peningkatan Arthritis pada lutut yang terkena cedera dibandingkan dengan lutut yang

kontralateral. Oleh karena itu, efek traumatik dari cedera jelas merupakan penyebab

dari artritis pada lutut dibanding dengan pilihan graft.4,5

Gambar 3. Kelebihan dan Kelemahan graft

8
I.1.2 Autograft Tendon Hamstring

Tendon hamstring diambil dari sisi anteromedial dari lutut. Paling sering dari

insersi pes anserinus dan yang paling lazim diambil adalah tendon semitendinosus

dan gracilis. Pengambilan autograft tendon hamstring lebih disukai para ahli bedah,

dikarenakan risiko morbiditas situs graft seperti nyeri lutut anterior dan fraktur patella

lebih rendah dibandingkan dengan autograf BPTB.4,5

Properti biomekanik dari tendon hamstring membuatnya cocok sebagai pengganti

dari ACL asli. Autograf tendon hamstring memiliki kekuatan tensile, kekakuan, serta

luas penampang yang lebih besar dibandingkan dengan graft lainnya, bahkan dengan

ACL sendiri. Sebagai tambahan, ketidakcocokan tunnel-graft lebih jarang terjadi

dikarenakan fiksasi bisa ditempatkan di mana saja sepanjang graft dan tersedia

berbagai pilihan teknik fiksasi jaringan lunak untuk pembedah. Namun terdapat

kekurangan seperti risiko terlepasnya dan pengurangan kekuatan fiksasi tendon ke

tulang dibandingkan dengan hubungan tulang ke tulang seperti pada BPTB.4,5

Meskipun autograft tendon hamstring memiliki risiko ketidakcocokan graft-tunnel

lebih rendah, kecilnya diameter tandon dapat meningkatkan risiko kegagalan. Dari

penelitian sistematik yang pernah dilakukan, bila graft tendon hamstring berdiameter

≤8 mm dapat terjadi peningkatan risiko kegagalan setelah rekonstruksi ACL.

Mariscalco dkk, melaporkan kegagalan pada 14 dari 199 pasien yang menjalani

rekonstruksi ACL yang dilakukan pemasangan graft yang diameter < 8 mm,

dibandingkan dengan 0 dari 64 pasien yang menjalani operasi dengan diameter graft

> 8 mm. Oleh karena itu, graft dengan tendon hamstring dengan diameter ≤8 mm

9
seharusnya diberi tambahan allograft ataupun dilakukan pelipatan dari graft untuk

meningkatkan luas penampangnya. 4,5

Kelemahan hamstring juga merupakan masalah yang berhubungan dengan

penggunaan autograf tendon hamstring. Mohammadi dkk, menunjukkan tidak adanya

perbedaan pada torsi isokinetik puncak antara kelompok autograf BPTB dan tendon

hamstring pada 8 bulan pasca operasi. Namun studi lain menunjukkan bahwa torsi

isokinetik puncak hamstring lebih kecil pada group tendon hamstring dibandingkan

dengan grup BPTB, yang diteliti saat 5 tahun setelah rekonstruksi ACL.

Berkurangnya kekuatan hamstring telah membuat ahli bedah menghindari

penggunaan autograf tendon hamstring pada atlet level tinggi dikarenakan resiko

keterbatasan fungsi saat melakukan gerakan perubahan arah dalam kecepatan tinggi

maupun sprint. 4,5

Pelebaran tunnel juga menjadi masalah pada penggunaan graft tendon hamstring,

yang disebabkan oleh peningkatan laksitas dari graft. Penelitian secara sistematik

menunjukkan bukti adanya pelebaran tunnel secara radiografis setelah penggunaan

autograf tendon hamstring dibandingkan dengan autograf BPTB. Sebagai tambahan,

pada penelitian pasca operasi kurun waktu segera dan menengah, telah menunjukkan

adanya pelebaran tunnel femoral dan tibial secara radiografis pada pasien yang

menjalani rekonstruksi ACL dengan menggunakan autograf tendon hamstring

dibandingkan dengan pasien yang menggunakan autograf BPTB. Namun masih

belum jelas Apakah pelebaran tunnel berhubungan dengan pemilihan graft, atau

dikarenakan perbedaan fiksasi suspensori dan fiksasi bukaan pada tendon hamstring

10
dan BPTB. Fiksasi suspensory telah dihubungkan dengan peningkatan micromotion

diantara titik fiksasi yang disebut “bungee cord effect” pada penggunaan graft

jaringan lunak. 4,5

Kendala lainnya pada rekonstruksi ACL dengan menggunakan autograft tendon

hamstring adalah peningkatan laxity dari lutut. Sebuah penelitian acak terkontrol

dengan menggunakan metode pengukuran arthrometer KT-1000 pada kedua lutut

pasien (yang cedera dibandingkan dengan kontralateralnya), menunjukkan perbedaan

>3mm pada 15% pasien grup autograft tendon hamstring, dibandingkan dengan grup

autograft BPTB yang hanya terdapat pada 5% pasien, diukur 3 tahun pasca operasi.

Peneliti juga menemukan 5 pasien dari grup autograf tendon hamstring dengan pivot-

shift test yang positif, sedangkan hal ini tidak didapatkan pada grup autograft BPTB.

Anderson dkk, juga menemukan laxity yang lebih besar pada grup autograft tendon

hamstring dibandingkan dengan grup BPTB setelah 2 tahun pasca operasi. Namun

penelitian lainnya tidak menemukan adanya perbedaan laxity pada kedua grup

autograft. 4,6

Meskipun insidensi infeksi pada semua jenis pembedahan rekonstruksi ACL

sangat rendah, penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan infeksi lebih tinggi pada

pasien dengan autograft hamstring. Judd dkk, pada penelitiannya ke 1615 pasien yang

menjalani rekonstruksi ACL (dengan jumlah pasien yang mendapat graft tendon

hamstring dan BPTP hampir sama), melaporkan bahwa terdapat 11 kejadian infeksi,

yang semuanya terjadi pada grup autograft tendon hamstring. Serupa dengan itu,

Maletis dkk, menunjukkan resiko surgical site infection pada group autograft tendon

11
hamstring 8,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan grup autograft BPTB, namun

tidak ditemukan perbedaan antara grup BPTB autograft maupun allograft. Meskipun

penyebab dari temuan ini masih belum jelas, hal ini bisa disebabkan oleh jahitan graft

yang dalam, sehingga memungkinkan benda asing masuk sebagai prekursor infeksi.

Sebagai tambahan, penggunaan konstruksi post-and-washer memungkinkan peletakan

substansi graft menjadi lebih superfisial, dan secara teori dapat memberikan

hubungan dengan lingkungan subkutan pada sendi. 4,5

I.1.3 Autograft Tendon Quadriceps

Autograft tendon quadriceps-bone muncul sebagai pilihan ketiga untuk

rekonstruksi ACL. Graft jenis ini didapatkan melalui pemisahan sepertiga tengah

tendon quadriceps, lalu pembedah dapat memilih apakah mengambil patella sebagai

sumbat-tulang (bone-plug) nya ataupun melepaskan jaringan lunaknya saja.

Keuntungan dari tendon quadrisep ini adalah besarnya luas penampang dari graft dan

rendahnya prevalensi nyeri lutut ataupun fraktur patella pasca operasi. Banyak

penelitian yang mengungkapkan rendahnya donor site morbidity dibandingkan

dengan BPTB. Adapun outcome klinis dan fungsional dari graft quadriceps tendon-

bone hasilnya hampir sama dengan graft tendon hamstring dan graf BPTB. 4,5

Dikarenakan graft tendon quadricep hanya memiliki satu sumbat tulang pada

tunnel, penyembuhan biologisnya mungkin tidak sebaik graft BPTB. Lebih jauh lagi

pengambilan graft memberikan tantangan teknis tersendiri dikarenakan kedalaman

tendon dan kurvatura dari permukaan Superior patella serta keterlibatan dari bursa

12
Supra patella. Penelitian-penelitian terbaru yang sedang berlangsung memfokuskan

pada potensi keuntungan dan kerugian yang berhubungan dengan graft jenis ini pada

rekonstruksi ACL. 4,5

I.1.4 Autograft Tendon Peroneus Longus

Autograft tendon peroneus longus sering digunakan dalam beberapa prosedur

ortopedi, termasuk rekonstruksi ligamen (pertengahan anterior dari tendon peroneus

longus, yang cukup kuat dan panjang untuk menjadi pilihan autograft yang efektif

dalam rekonstruksi ACL). Hal ini disebabkan oleh fungsi sinergistik dari peroneus

longus dan peroneus brevis. Tendon peroneus longus ipsilateral digunakan sebagai

autograft untuk rekonstruksi ACL pada pasien dengan ruptur ACL akut yang disertai

dengan kerusakan ligament kolateral medialis (MCL) grade III. Sehingga, autograft

tendon peroneal menjadi alternatif yang dapat digunakan pada kasus kerusakan

ligamen lutut multipel yang menyebabkan tendon lainnya sulit digunakan.11,12

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa peroneus brevis merupakan

evertor pergelangan kaki yang lebih efektif, sehingga yang digunakan dalam autograft

adalah tendon peroneus longus. Lokasi insisi kulit yang ditandai untuk mencapai

tendon peroneus adalah 2-3 cm di atas dan 1 cm di belakang maleolus lateralis. Insisi

dibuat melalui kulit, jaringan subkutan dan fasia superfisialis. Tendon peroneus

longus dan peroneus brevis dapat diidentifikasi. Lokasi pembagian tendo ditandai, 2-

3 cm di atas level maleolus lateralis. Bagian distal tendon peroneus longus ke

peroneus brevis dijahit dengan jahitan end-to-side. Pada tendon peroneus longus

13
dilakukan stripping secara proksimal sekitar 4-5 cm dari caput fibular untuk

mencegah kerusakan saraf peroneal. Jaringan fibrosa pada intercondylar notch

dibersihkan untuk memudahkan visualisasi selama persiapan tunneling, tetapi

beberapa serabut ACL yang tersisa dijaga sebagai penanda untuk penempatan tunnel.

Persiapan tunnel femoralis dan tibialis dilakukan secara terpisah. Setelah dilakukan

pengeboran tunnel, implantasi tendon dengan diksasi graft pada sisi femoral dan tibia

dengan bioabsorbable screw setelah penekanan yang tepat. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa rekonstruksi ACL dengan autograft peroneus longus

memberikan skor fungsional yang sebanding dengan autograft hamstring pada

pemantauan selama satu tahun, dengan keuntungan berupa diameter graft yang lebih

besar, hipotrofi tungkai yang kurang dan fungsi pergelangan kaki yang sangat baik

berdasarkan skor AOFAS (American Orthopedic Foot and Ankle Score) dan FADI

(Foot and Ankle Disability Index). Penelitian in vivo mengenai rekonstruksi ACL

dengan autograft peroneus longus serta dampak pada fungsi kaki dan pergelangan

kaki setelah intervensi masih sedikit sehingga diperlukan banyak penelitian lebih

lanjut terkait metode rekonstruksi ini untuk membuktikan efektivitas sumber graft ini

dibandingkan metode lain, terutama pada kasus kerusakan ACL-MCL.11,12

I.2 Allograft

Allograft telah lama digunakan dalam rekonstruksi ACL dan masih menjadi

pilihan yang terkadang tepat untuk pasien. Pilihan pengambilan allograft sama seperti

14
pada pengambilan autograf yang sudah dibahas sebelumnya, juga ditambah dengan

pengambilan dari tendon achilles dan tendon tibialis anterior ataupun tibialis

posterior. Biasanya allograft digunakan pada pasien yang usianya lebih tua dan

kurang aktif. Pada salah satu penelitian, menunjukkan bahwa di usia 40 tahun risiko

untuk terjadinya kegagalan rekonstruksi ACL hampir sama antara autografi maupun

allograft. Lebih jauh lagi pasien dengan laxity jaringan yang substansial ataupun

dengan gangguan jaringan ikat (seperti sindrom Ehlers-Danlos ataupun sindrom

Marfan) merupakan kandidat yang baik untuk rekonstruksi menggunakan allograft.

Keuntungan lainnya dari penggunaan allograft adalah tidak adanya donor site

morbidity dan rendahnya nyeri pasca operasi. Namun allograft memiliki beberapa

kekurangan, seperti lambatnya penyembuhan biologis, biaya yang mahal, tingkat

kegagalan tinggi pada pasien usia muda, risiko tertular penyakit, serta penolakan

imunologis dari tubuh. Saat mengambil allograft, perlu diperhatikan juga asal dari

allograft, usia donor, dan proses sterilisasi graft. 4,5

I.3 Synthetic Graft

Kekhawatiran penggunaan autograft dan juga allograft telah memicu

berkembangnya synthetic graft sebagai alternatif dari penggunaan autograft dan juga

allograft. Keunggulan dari synthetic graft adalah tidak adanya struktur yang hilang

dari donor, dan juga mencegah risiko transmisi penyakit dari donor. Hingga saat ini

sudah ada 3 generasi dari synthetic ligament. 7,8

a. Generasi pertama

15
Ligament yang dibuat pada generasi pertama ini memiliki bentuk berupa

knitted (rajut), woven (anyaman) dan braided (kepang). Synthetic ligament pada

generasi pertama ini lebih mudah rusak dan juga cenderung akan semakin

memanjang seiring dengan berjalannya waktu.7,8

b. Generasi kedua

Ligament yang dibuat pada generasi kedua memiliki tambahan struktur fiber

longitudinal dan juga fiber transversal pada bentuk rajutan, anyaman dan

kepangnya. Material yang digunakan pada generasi kedua berupa polyethilene

terephthalate atau dacron sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan

jaringan fibroblastik didalamnya. Namun kelemahan pada generasi kedua ini

adalah ketahanan abrasi yang rendah sehingga seringkali mengalami aus dan

cenderung mengalami kerusakan. Synthetic ligament generasi pertama dan kedua

memiliki masalah utama berupa adanya debris karena kerusakan ligament dan

pada akhirnya memicu munculnya sinovitis. 7,8

c. Generasi ketiga

Synthetic ligament generasi ketiga menggunakan bahan yang sama yaitu

polyethilene Terephthalate namun dengan desain yang lebih spesifik. Untuk ACL

fiber yang digunakan akan memiliki bagian ekstra artikular dengan free

longitudinal fiber yang dapat menahan elongasi tanpa menyebabkan adanya ke

ausan intra artikular sehingga mencegah munculnya debris. 7,8

Generasi paling akhir dari synthetic graft memiliki indikasi yang berbeda

dengan penggunaan graft konvensional. Salah satu perbedaan utamanya adalah

16
penggunaan synthetic graft generasi paling akhir ini harus dilakukan sesegera

mungkin pada pasien yang mengalami cedera akut. Penggunaan graft ini bukan

untuk menggantikan ligamen yang asli, melainkan untuk membantu mempertahan

ligamen yang asli untuk mengalami healing. Oleh karena itu, synthetic graft

generasi akhir ini digunakan sebagai komponen augmentasi, bukan substitusi.

Berdasarkan jenisnya, ada beberapa jenis synthetic ligament antara lain :

a. Carbon fibres

Carbon fibres memiliki angka kerusakan dan juga memicu respon radang

pada jaringan sekitar sehingga saat ini sudah jarang digunakan lagi. Ligamen

dari bahan ini memiliki resistensi yang rendah terhadap gaya torsi dan adanya

debris dari bahan ini akan memicu munculnya sinovitis. 7,8

Gambar 4. Tendon kalkaneus yang dipasang Carbon-fibre18

b. Gore-Tex

17
Gore-Tex terbuat dari single strand atau politetrafluoroetilena (PTFE).

Synthetic ligamen dari bahan ini memiliki kelebihan berupa fiksasi yang lebih

cepat dan juga early load bearing capacity. Bahan ini memiliki kekuatan

regangan sebesar 5300 N (lebih kuat dari bahan manapun). Namun bahan ini

memiliki kekurangan berupa sulitnya pertumbuhan jaringan ke dalam bahan

dan juga munculnya debris yang memicu munculnya sinovitis. 7,8

Gambar 5. Ligamen Sintetis Gore-Tex19

c. Polyesther

Salah satu contoh produk yang terbuat dari bahan polyester adalah

proflex. Profelx ini pertama kali memiliki efek inflammasi yang lebih rendah

dibandingkan dengan bahan lainnya digunakan pada tahun 1985 di perancis

untuk operasi lutut pada pasien chronic knee instability. Pada penelitian

clinical trial bahan ini. Kelemahan dari bahan ini adalah resistensi yang lemah

terhadap abrasi dan juga gaya torsi yang pada akhirnya memicu perubahan

struktur graft dan menyebabkan infiltrasi jaringan yang tidak di harapkan pada

graft. 7,8

18
Gambar 6. Ligamen Sintetis Poliester20

d. Leeds-Keio

Leeds-keio merupakan hasil kerjasama antara University of Leeds dengan

Keio University di jepang. Bahan yang digunakan berupa poliester dengan

fibers berbentuk tubular dengan diameter 10 mm. LK ligament ini memiliki

19
lekukan yang dapat memicu perkembangan jaringan ligamen. Tanpa

dilakukan rehabilitasi, tensile strength dapat mencapai 850 N, seiring dengan

perkembangan jaringan ligamen, tensile strenght dapat mencapai 2000 N. 7,8

Gambar 7. Ligamen Sintetis Leeds-Keio21

e. Ligament Augmentation and Reconstuction System (LARS)

Ligament Augmentation and Reconstruction System (LARS, Surgical

Implants and Devices, Arc-sur-Tille, France; LARS Corin, Gloucestershire,

UK (masih baru dan kontroversial) c) merupakan suatu sistem alat ligamen

artifisial yang digunakan sebagai graft sintetis untuk rekonstruksi ACL, PCL,

PLC (Posterolateral Corner), serta digunakan untuk kasus ruptur tendon

achilles dan kerusakan sendi akromioklavikular. d LARS pertama kali

digunakan pada tahun 1990an, tetapi masih jarang digunakan secara luas,

karena penelitian jangka panjang yang masih sedikit dan pengalaman negatif

sebelumnya dengan generasi terakhir dari ligament sintetis. e LARS tersusun

atas serabut-serabut anyaman dari bahan polietilen tereftalat yang dapat

mengurangi risiko ruptur. Terdapat dua jenis ligament LARS yang digunakan,

20
yaitu AC50DB dengan kekuatan 2.300 N dan diameter 5 mm, dan AC40DB

dengan kekuatan 1.700 N dan diameter 4 mm.e Pemilihan kedua jenis LARS

tersebut dilakukan berdasarkan berat badan pasien (AC50DB dapat digunakan

untuk pasien dengan berat badan >80 Kg).15

Keuntungan dari LARS adalah LARS dapat berfungsi sebagai

kerangka dan memberikan lingkungan sendi yang lebih stabil untuk

mendukung proses penyembuhan. Penggunaannya sebagai graft terisolasi

pada rekonstruksi ACL merupakan kontraindikasi karena kegagalan yang

terjadi pada mayoritas kasus meskipun tampak berhasil pada pemantauan

jangka pendek. Keuntungan lainnya adalah tidak memerlukan rehabilitasi

pasca operasi yang intensif dengan alat khusus. Berbagai laporan kasus

terbaru menunjukkan hasil yang baik pada rekonstruksi PCL menggunakan

LARS. Akan tetapi, terdapat satu penelitian yang dilakukan pada stadium

awal dengan pemantauan yang relatif singkat (<5tahun), yang menjadi

kelemahan penggunaan LARS, karena adanya kecenderungan untuk terjadi

kegagalan pada fase selanjutnya. LARS dapat dipertimbangkan sebagai

pilihan yang tepat untuk kasus tertentu yang memerlukan proses

penyembuhan yang cepat.14-17

21
Gambar 8. LARS17

Salah satu keuntungan dari synthetic graft adalah lebih mungkin dilakukan, lebih

nyaman, mengurangi risiko transmisi penyakit dan juga memiliki rehabilitasi yang

lebih cepat dibandingkan autograft dan juga allograft. Hal ini dikarenakan biological

graft memerlukan waktu tambahan kurang lebih 1 tahun untuk penggabungan

jaringan graft dengan jaringan resipien. 7,8

II. RESPON SINTETIK REKONSTRUKSI ACL

Penyembuhan graft tendon di dalam tunnel tulang dilalui oleh proses transisi yang

kompleks, yang harus dilalui oleh 2 jaringan yang berbeda; tulang dan tendon. Selain

itu, dari segi struktur tempat transisi pada graft ACL sangat berbeda dibandingkan

dengan ACL asli.9,10

ACL berinsersi ke tulang secara langsung, dan berfungsi menghantarkan beban

mekanik yang kompleks. Tempat insersinya dibuat dari jaringan khusus yang secara

bertahap berubah dari ligamen menjadi tulang melalui 4 zona: ligament,

fibrokartilago unmineralized, fibrokartilago mineralized, dan tulang. Peningkatan

22
kekakuan jaringan disepanjang tempat insersi tendon ke tulang dikontrol oleh serat

kolagen dan peningkatan mineralisasi secara gradual. Insersi langsung dari ligamen

ke tulang seperti pada ACL memiliki perbedaan dibandingkan dengan ligamen dan

tendon, seperti medial collateral ligament (MCL) yang berjalan di sepanjang tulang

dan berinsersi secara tak langsung. Tempat insersi tak langsung ini tidak berubah

bertahap dari ligamen ke tulang seperti pada ACL, namun lebih mengandung serat

kolagen yang disebut Sharpey fibers, yang berorientasi oblik terhadap axis panjang

dari tulang dan ligamen dan berfungsi sebagai anchor diantara dua jaringan. 9,10

Pada rekonstruksi ACL, insersi alami dari ACL dijadikan sebagai tempat insersi

dari femur dan tibia. Namun dikarenakan graft diletakkan di tunnel tulang, komposisi

dan struktur dari insersi langsung tidak bisa di hasilkan kembali. Sebaliknya yang

terjadi adalah graft mengalami penyembuhan dengan parut fibrovaskular pada

hubungan antar graf-tunnel dan membentuk serat kolagen yang tegak lurus untuk

menahan gaya robekan pada tendon ke tulang. Serat kolagen yang tegak lurus Ini

23
menyerupai Sharpey fiber pada tempat insersi tak langsung. Pembentukan serat ini

dimulai saat 3 - 4 minggu setelah prosedur penggantian graft, dan ukuran serta

jumlahnya berhubungan dengan gaya tarikan graft. Sharpey-like fibers tetap ada

hingga 1 tahun setelah pembedahan, kemudian proses osteointegrasi gradual

berlangsung, hingga pada akhirnya meliputi semua hubungan graft ke tulang. 9,10

Masa awal dari penyembuhan ialah respons inflamasi yang ditandai dengan

adanya akumulasi dari makrofag. Setelah 4 hari pasca pembedahan, makrofag

kembali ke sirkulasi dan netrofil muncul pada saat penyembuhan tendon ke tulang,

yang mengakibatkan fagositosis dari debris selular, yang juga mengyebabkan

pelepasan sitokin proinflamasi. Setelah 10 hari, sel inflamasi kembali mengelilingi

graft dan memproduksi sejumlah sitokin seperti TGF-β yang berpengaruh terhadap

pembentukan parut fibrovaskular diantara tanda tulang ke graft. Namun pembentukan

jaringan parut menghasilkan hubungan tendon tulang yang lebih lemah secara

mekanis.

24
Gambar 5. Tendon Healing

Dalam 8 minggu post operasi, hubungan tendon-tulang mengalami perubahan

imunohistologi yang signifikan. Terdapat infiltrasi dari makrofag dan sel stem dari

sumsum tulang terhadap hubungan tersebut. Sebelumnya hubungan tendon-tulang

mengandung banyak jaringan granulasi, yaitu kolagen tipe III, dan juga produksi

faktor pertumbuhan, seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan fibroblas

group factor (FGF), yang menstimulasi angiogenesis dan fibroblas pada enthesis

penyembuhan. Secara bersamaan, seperti tulang yang mengalami fraktur, tunnel-

tulang juga mengalami proses ossifikasi endokondral, dan sel kondrosit muncul di

dinding tunnel yang mendegradasi jaringan granulasi dan memproduksi kolagen tipe

2. Secara bertahap, jaringan granulasi digantikan oleh tulang lamellar yang matur dan

terjadi penurunan jumlah sel kondroid. 9,10

Meskipun fase inflamasi penting dalam proses penyembuhan tendon-tulang, fase

mesti beralih secara bertahap ke fase proliferasi. Kembali berolahraga terlalu dini dan

rehabilitasi yang terlalu agresif dapat menyebabkan micromotion pada graft di dalam

tunnel. Pergerakan antara graft dan tunnel ini dapat menghambat penyembuhan

dikarenakan mikrotrauma yang terjadi secara terus menerus. pergerakan di graft-

tunnel juga dapat menyebabkan aktivasi osteoklas, yang menstimulasi pelebaran

tunnel dengan proses resorpsi tulang. 9,10

25
Gambar 6. Mechanical Loading setelah rekonstruksi

Meskipun gerakan yang berlebihan dapat menghambat penyembuhan, gerakan

pembebanan terkontrol terbukti memberi keuntungan dalam penyembuhan tendon.

Pembebanan mekanis terkontrol setelah resolusi fase inflamasi pasca operasi dapat

meningkatkan parameter mekanis dan biologis. 9,10

Graft ACL mengalami perubahan biologis yang bermakna pada masa-masa

tertentu pascaoperasi. Regenerasi hubungan tendon-tulang sebagaimana proses

remodelling graft merupakan aspek yang membutuhkan perhatian khusus, dan telah

menjadi fokus utama penelitian hingga sekarang. Regenerasi tendon-tulang pasca

rekonstruksi ACL merupakan proses yang memakan waktu berbulan-bulan,

tergantung dari tipe graft yang digunakan. 9,10

4 Fase Penyembuhan Graft


Fase Temuan Morfologis
Respon inflamasi akut (harian) Bekuan darah insial, jejaring fibrin, invasi

26
sel-sel inflamasi dan monosit, nekrosis
jaringan
Revaskularisasi (harian – mingguan) Stimulus angiogenik yang memicu formasi
pembuluh dan pembentukan parut
Fase Proliferasi (mingguan – bulanan) Peningkatan proliferasi sel, diferensiasi
fibroblast dan produksi matriks
ekstraselular
Remodelling Kolagen (bulanan – Remodelling dari serat kolagen

tahunan)

Penyembuhan graft ACL terjadi melalui empat fase. Fase pertama, yaitu respon

inflamasi akut yang didominasi oleh nekrosis iskemik. Fase kedua, ditandai dengan

adanya revaskularisasi. Fase ketiga, ditandai dengan peningkatan proliferasi sel,

diikuti dengan fase keempat, yaitu remodeling kolagen. Pada penggunaan synthetic

graft seringkali graft dianggap sebagai benda asing sehingga tubuh akan mengalami

reaksi penolakan yang berefek pada lambatnya proses healing dan dapat memicu

terjadinya komplikasi berupa sinovitis. 9,10

III. REHABILITASI PADA SYNTHETIC DAN BIOLOGICAL GRAFT

Rehabilitasi pada ACL telah mengalami perubahan selama beberapa dekade terakhir.

Terdapat beberapa tujuan utama dari rehabilitasi dari ACL, antara lain11 :

1. Memperbaiki stabilitas fungsioinal tubuh

2. Memperbaiki kekuatan otot

3. Memperbaiki tingkatan aktivitas fungsional tubuh

4. Mengurangi risiko kekambuhan trauma.

27
Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan pada rehabilitasi pada pasien dengan

kerusakan ACL, 11 antara lain :

a. Fase akut

Setelah adanya kerusakan ACL, tatalaksana fisioterapi harus dilakukan untuk

memperbaiki ROM, kekuatan otot, stabilitas dan juga propioseptif. Pada kasus

yang akut dapat dilakukan tatalaksana PRICE untuk mengurangi bengkak dan

juga nyeri. 11 Terdapat beberapa gerakan yang dapat dilakukan pada fase ini ,

antara lain :

 Static quads/SLR

 Ankle DF/PF/circumduction

 Knee flexion/extension in sitting

 Patellar mobilisations

 Glut med work in side lying

 Glut exercises in prone

 Knee flexion in prone (gentle kicking exercises)

 Weight transfers in standing (forwards/backwards, side/side)

b. Sebelum operasi

RICE dan electrotherapy dapat dilakukan beberapa minggu sebelum

melakukan operasi untuk mengurangi bengkak dan nyeri untuk memperoleh

ROM. Sangat penting untuk memperioleh ROM sebaik mungkin sebelum

28
11
operasi untuk memperoleh hasil yang maksimal. Ada beberapa hal yang

perlu dilakukan pada fase ini, antara lain :

 Imobilisasi lutut

 Penggunana obat anti nyeri

 Perbaikan ROM

 Perbaikan muscle strenght

 Persiapan mental

Terdapat beberapa gerakan yang dapat dilakukan pada fase ini, antara lain :

29
Gambar 7. Gerakan Rehabilitasi Medis Sebelum Operasi

c. Setelah operasi

30
Setelah dilakukan operasi, tahapan rehabilitasi dibagi berdasarkan waktu pasca

operasi, yaitu :

 1 minggu : pengompresan dan pengangkatan kaki untuk mengurangi

bengkak, tujuan utama pada tahap ini adalah pasien bisa melakukan

ekstensi penuh dan fleksi 70 derajat.

 3-4 minggu : pasien melakukan stance phase sebagai upaya melatih jalan

dengan menggunakan penopang, kekuatan otot harmstring atau quadrisep

yang baik akan mengurangi ketergantungan penggunaan penopang.

 5 minggu : mobilisasi pasif dilakukan pada fase ini. Latihan dilakukan

dengan intesitas ringan berupa closed chain exercise.

 10 minggu : pasien melakukan latihan isokinetik dengan genakan forward,

backward dan lateral dynamics.

 3 bulan : setelah 3 bulan, pasien dapat melakukan aktivitas fungsional

seperti lari dan melompat.

 4-5 bulan : tahapan ini bertujuan untuk melatih kekuatan dan ketahanan

dari lutut guna mencegah trauma kembali.

DAFTAR PUSTAKA

31
1. West RV, Harner CD. Graft selection in anterior cruciate ligament

reconstruction. J Am Acad Orthop Surg. 2013 May-Jun;13(3):197-207

2. Mariscalco MW, Magnussen RA, Mehta D, Hewett TE, Flanigan DC, Kaeding

CC. Autograft versus nonirradiated allograft tissue for anterior cruciate ligament

reconstruction: a systematic review. Am J Sports Med. 2014 Feb;42(2):492-9.

Epub 2013 Aug 8

3. Romanini E, D’Angelo F, De Masi S, Adriani E, Magaletti M, Lacorte E,

Laricchiuta P, Sagliocca L, Morciano C, Mele A. Graft selection in arthroscopic

anterior cruciate ligament reconstruction. J Orthop Traumatol. 2010;11:211–219.

4. Shaerf, D. A., Pastides, P. S., Sarraf, K. M., & Willis-Owen, C. A. (2014).

Anterior cruciate ligament reconstruction best practice: a review of graft choice.

World journal of orthopedics, 5(1), 23.

5. Dhammi, I. K., & Kumar, S. (2015). Graft choices for anterior cruciate ligament

reconstruction.

6. Beynnon BD, Johnson RJ, Fleming BC, et al. Anterior cruciate ligament

replacement: comparison of bone-patellar tendon-bone grafts with two-strand

hamstring grafts. A prospective, randomized study. J Bone Joint Surg Am

2012;84-A:1503–13.

32
7. Jia, Z. Y., Zhang, C., Cao, S. Q., Xue, C. C., Liu, T. Z., Huang, X., & Xu, W. D.

(2017). Comparison of artificial graft versus autograft in anterior cruciate

ligament reconstruction: a meta-analysis. BMC Musculoskeletal

Disorders, 18(1), 309.

8. Legnani, C., Ventura, A., Terzaghi, C., Borgo, E., & Albisetti, W. (2010).

Anterior cruciate ligament reconstruction with synthetic grafts. A review of

literature. International orthopaedics, 34(4), 465-471.

9. Kiapour, A. M., & Murray, M. M. (2014). Basic science of anterior cruciate

ligament injury and repair. Bone & joint research, 3(2), 20-31.

10. Scheffler, S. U., Unterhauser, F. N., & Weiler, A. (2008). Graft remodeling

and ligamentization after cruciate ligament reconstruction. Knee Surgery, Sports

Traumatology, Arthroscopy, 16(9), 834-842.

11. Kvist J. Rehabilitation Following Anterior Cruciate Ligament Injury Current

Recommendations for Sports Participation. Sports Medicine 2004: 269-267.

12. Rhatomy S, Asikin AI, Wardani AE, Rukmoyo T, Lumban-Gaol I,

Budhiparama NC. Peroneus longus autograft can be recommended as a superior

graft to hamstring tendon in single-bundle ACL reconstruction. Knee Surgery,

Sports Traumatology, Arthroscopy. 2019 Nov;27(11):3552-9.

13. Shi FD, Hess DE, Zuo JZ, Liu SJ, Wang XC, Zhang Y, Meng XG, Cui ZJ,

Zhao SP, Li CJ, Hu WN. Peroneus longus tendon autograft is a safe and effective

33
alternative for anterior cruciate ligament reconstruction. The journal of knee

surgery. 2019 Aug;32(08):804-11.

14. Dhammi, Ish Kumar, and Sudhir Kumar. "Graft choices for anterior cruciate

ligament reconstruction." (2015): 127-128.

15. Gliatis J, Anagnostou K, Tsoumpos P, Billis E, Papandreou M, Plessas S.

Complex knee injuries treated in acute phase: long-term results using ligament

augmentation and reconstruction system artificial ligament. World journal of

orthopedics. 2018 Mar 18;9(3):24.

16. Parchi PD, Ciapini G, Paglialunga C, Giuntoli M, Picece C, Chiellini F,

Lisanti M, Scaglione M. Anterior cruciate ligament reconstruction with LARS

artificial ligament—clinical results after a long-term follow-up. Joints. 2018

Jun;6(2):75.

17. Ranger P, Senay A, Gratton GR, Lacelle M, Delisle J. LARS synthetic

ligaments for the acute management of 111 acute knee dislocations: effective

surgical treatment for most ligaments. Knee Surgery, Sports Traumatology,

Arthroscopy. 2018 Dec;26(12):3673-81.

18. Ebert JR, Annear PT. ACL Reconstruction Using Autologous Hamstrings

Augmented With the Ligament Augmentation and Reconstruction System

Provides Good Clinical Scores, High Levels of Satisfaction and Return to Sport,

and a Low Retear Rate at 2 Years. Orthopaedic journal of sports medicine. 2019

Oct 30;7(10):2325967119879079.

34
19. Jenkins DH, Forster IW, McKibbin B, Ralis ZA. Induction of tendon and

ligament formation by carbon implants. The Journal of bone and joint surgery.

British volume. 1977 Feb;59(1):53-7.

20. Johnson D. Gore-tex synthetic ligament. Operative Techniques in Sports

Medicine. 1995 Jul 1;3(3):173-6.

21. Xu C, Zhao J, Xie G. Medial patella-femoral ligament reconstruction using

the anterior half of the peroneus longus tendon as a combined procedure for

recurrent patellar instability. Asia-Pacific journal of sports medicine,

arthroscopy, rehabilitation and technology. 2016 Apr 1;4:21-6.

22. Matsumoto H, Fujikawa K. Leeds-Keio artificial ligament: a new concept for

the anterior cruciate ligament reconstruction of the knee. The Keio journal of

medicine. 2001;50(3):161-6.

35

Anda mungkin juga menyukai