Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

“TRIKIASIS”

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata

Disusun Oleh :
Sylviana Puspitasari F H3A019040
Mudrika Innatulaini S H3A019055

Pembimbing :
dr. Wahju Ratna Martiningsih, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
“TRIKIASIS”

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Disusun Oleh:
Sylviana Puspitasari Fatimah H3A019040
Mudrika Innatulaini S H3A019055

Telah Disetujui Oleh Pembimbing

dr. Wahju Ratna Martiningsih, Sp.M


Tanggal : Agustus 2020

2
BAB I

PENDAHULUAN

Trikiasis merupakan suatu kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke


arah bola mata. Trikiasis dapat timbul akibat proses sikatrik apapun. Di negara-
negara berkembang, trakoma merupakan penyebab penting dan trikiasis
merupakan penyebab kebutaan terkait dengan trakoma. Walaupun tidak ada data
pasti tentang angka kejadian gangguan penglihatan ataupun kebutaan akibat
trikiasis terkait dengan kasus trakoma di Indonesia, namun dengan berhasilnya
Program Kesehatan Masyarakat dalam mengontrol infeksi trakoma dan defisiensi
vitamin A maka secara tidak langsung terjadi penurunan kebutaan karena penyakit
tersebut.1,2,3,4

Gambar 1. Trakomatous trikiasis


Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata depan kornea. Palpebra
merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Palpebra juga menyediakan
elemen kimia penting pada lapisan air mata prekorneal, dan membantu
mendistribusikan lapisan ini ke seluruh permukaan bola mata. Selama fase
mengedip, kelopak mata mendorong air mata ke kantus medial dan masuk ke
dalam sistem drainase pungtum lakrimal. Bulu mata yang ada di sepanjang tepi
kelopak mata membersihkan partikel-partikel dari depan mata, dan pergerakan

3
konstan serta refleks kelopak mata mencegah kornea dari trauma ataupun cahaya
yang menyilaukan.1,2,3
Komplikasi trikiasis yang perlu diwaspadai adalah terjadinya ulkus kornea.
Pada ulkus kornea yang progresif, dapat terjadi infiltrasi sel radang dan limfosit
sehingga akhirnya terbentuk jaringan parut atau sikatrik sehingga memberikan
kekeruhan pada kornea. Terapi dapat berupa epilasi bulu mata yang mengalami
trikiasis. Rekurensi dapat diatasi dengan krioterapi atau elektrolisis.1
BAB II

PALPEBRA

A. ANATOMI

Gambar 2. Gross Anatomi Palpebra2

Palpebra terdiri dari bagian orbita dan bagian tarsal yang dipisahkan oleh
sulcus palpebra. Palpebra superior dan inferior bertemu pada kantus lateral dan
medial. Ketika mata terbuka, palpebra superior menutupi 1/6 bagian ornea dan
palpebra inferior hanya menutupi bola mata sampai batas limbus saja. Ruang elips
antara kedua palpebra yang dibuka disebut fissura palpebra. Normalnya fissura
palpebra berukuran 10-11 mm vertikal dan 28-30 horizontal. Margo palpebra
terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh punctum lacrimalis, di medial
disebut bagian lacrimalis dan dilateral disebut bagian siliaris. Bagian lacrimalis
berbentuk bulat dan tidak ditumbuhi bulu mata serta tidak memiliki kelenjar.
Bagian siliaris, terdiri dari margo anterior, margo posterior, dan lamellae yang
memisahkan kedua bagian tersebut.2

Dari anterior ke posterior, secara berurutan palpebra terdiri dari beberapa


lapisan, yaitu2 :

1. Kulit
Kulit merupakan lapisan anterior dengan jaringan subkutaneous. Palpebra
memiliki kulit yang tipis ± 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit
disini sangat halus dan mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar
sebaseanya, juga terdapat sejumlah kelenjar keringat.
2. Jaringan areolar subkutis
Dibawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang dapat meluas pada
edema masif atau dapat berisi darah
3. Lapisan otot lurik
Terdiri dari M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak
atas dan bawah, dan terletak dibawah kulit kelopak. Otot ini meliputi tiga
bagian : mata, palpebra, dan lacrimal. Otot ini berfungsi dalam proses
menutup mata dan dipersarafi oleh cabang zygomaticum dari N. Fasialis.
Itulah sebabnya, pada paralisis N. Fasialis dapat terjadi Lagopthalmus yang
dapat berkomplikasi menjadi keratitis.
Selain itu, pada palpebra superior juga terdapat M. Levator Palpebra
superior. Otot ini terletak pada apex bola mata dan berinsersi pada tiga
bagian yaitu pada kulit palpebra, permukaan anterior tarsus, dan pada
fornix konjungtiva superior. Otot ini berfungsi untuk mengangkat palpebra
(membuka mata) dan dipersarafi oleh cabang N. Oculomotius.
4. Jaringan areolar submuskular
Jaringan areolar submuskular adalah suatu jaringan ikat longgar. Saraf dan
pembuluh darah terdapat pada bagian ini. Sehingga, untuk kepentingan
anestesi palpebra, obat di injeksikan pada bagian ini.
5. Jaringan fibrous
Jaringan fibrous ini terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Tarsus
Tarsus merupakan jaringan ikat fibrous panjangnya ± 25 mm, yang
dihubungkan pada tepian orbita oleh tendo-tendo kanthus medialis dan
lateralis. Didalamnya terdapat kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas)
yang membentuk “oily layer” dari air mata.
b. Septum orbita
Septum orbita merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan. Septum merupakan
sawar penting antara palpebra dan orbita.
6. Lapisan otot polos
Terdiri dari M. Muller yang terletak jauh ke dalam septum orbita pada
kedua palpebra. Pada palpebra superior, otot ini berasal dari serat M.
levator palpebra superior dan pada palpebra inferior berasal dari
perpanjangan M. Rectus inferior; berinsersi pada tepi tarsus.
7. Konjungtiva
Bagian konjungtiva yang melapisi paalpebra disebut konjungtiva palpebra.
Terdiri dari tiga bagian : marginal, tarsal dan orbital. Konjungtiva tarsal
melalui forniks menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membrane
mukosa yang mempunyai sel Goblet yang dapat menghasilkan musin.

Gambar 3. Struktur palpebra superior2


Gambar 4 . Tarsus dan septum orbita2

Margo Palpebra

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, margo palpebra bagian siliaris,


terdiri dari margo anterior, margo posterior, dan lamellae yang memisahkan
bagian tersebut. Lamellae palpebra dibagi menjadi dua oleh garis kelabu (grey
line) menjadi lamellae anterior dan lamellae posterior. Grey line merupakan
perbatasan antara kulit dengan konjungtiva tarsal. Pemisahan kelopak mata pada
prosedur operasi dilakukan pada garis ini.2,3

a) Lamellae anterior

1. Bulu mata
Bulu mata tumbuh dari tepian palpebra dan arah pertumbuhannya menjauhi tarsus.
2. Glandula Zeis
Kelenjar ini adalah modifikasi kelenjar sebasea yang bermuara ke dalam folikel
rambut pada dasar bulu mata.
3. Glandula Moll
Kelenjar ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu
baris dekat bulu mata atau pada folikel rambut pada dasar bulu mata.

b) Lamellae posterior
Lamellae palpebra posterior atau tarsus berkontak dengan bola mata, dan pada
bagian ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar meibom. Kelenjar meibom
memproduksi sekret (sebasea) yang berfungsi sebagai lapisan lapisan film air
mata.
Vaskularisasi

Pasokan darah ke palpebra datang dari arteri lakrimalis dan oftalmika


melalui cabang-cabang palpebra lateral dan medial. Anastomosis antara arteri
palpebra lateralis dan medialis membentuk arcade tarsal yang terletak di dalam
jaringan areolar submuskular. Drainase vena dari plexus post trasal palpebra
mengalir ke dalam vena oftalmika dan plexus pre tarsal mengalir ke dalam vena
subkutaneus.
Pembuluh limfe dari segmen lateral palpebra berjalan ke dalam nodus pre-
auricular dan parotis. Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya
ke dalam limfonodus submandibular.2

Innervasi

Persarafan motorik palpebra berasal dari cabang N. Fasialis (mempersarafi


M. Orbicularis oculi), N. Oculomotor ( mempersarafi M. Levator palpebra
superior), dan serabut saraf simpatis (mempersarafi M. Muller). Persarafan
sensoris palpebra berasal dari cabang pertama dan kedua dari N. Trigeminus
(N.V). Nervus lakrimalis, supraorbitalis, supratrokhlearis, infratrokhlearis dan
nasalis eksterna kecil adalah cabang-cabang dari divisi oftalmika (pertama) dari
N. Trigeminus. Nervus infraorbitalis, zigomaticofacialis, zigomaticotemporalis
merupakan cabang-cabang dari divisi maksilaris (kedua) N. Trigeminus.2
B. FISIOLOGI

1. Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior


Pelpebra merupakan jaringan yang mudah digerakkan yang terletak di
depan bola mata. Palpebra berfungsi untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. 1,2,3
2. Mensekresi lapisan lemak dari lapisan air mata
Pada palpebra terdapat glandula meibom atau glandula tarsal pada
stroma tarsal tersusun secara vertikal. Terdapat sekitaar 30-40 kelenjar
pada palpebra superior dan sekitar 20-30 pada palpebra inferior.
Kelenjar ini adalah modifikasi dari kelenjar sebasea. Duktus glandula
meibom ini terdapat pada margo palpebra dan berfungsi untuk
mensekresikan lipid untuk membentuk lapisan terluar film air mata di
depan kornea. Saat palpebra menutup, film air mata akan tersebar ke
konjungtiva dan kornea.2
3. Berperan dalam sistem drainase lakrimal
Ketika mata menutup oleh kerja M.orbicularis oculi, sakkus lakrimalis
melebar dan tekanan negatif mengisap air mata masuk ke dalam
sakkus lakrimalis. Ketika mata terbuka, terjadi tekanan positif pada
sakkus lakrimalis, hal inilah yang menyebabkan air mata bergerak
turun menuju duktus nasolakrimalis. Proses ini disebut pompa
lakrimal (lacrimal pump).3
BAB III

TRIKIASIS

A. DEFINISI

Trikiasis adalah suatu keadaan dimana bulu mata tumbuh mengarah


pada bola mata yang akan menggosok kornea atau konjungtiva. Bulu mata
dapat tumbuh dalam posisi yang abnormal sementara palpebra tetap pada
posisi normal. Pertumbuhan bulu mata ke arah bola mata yang disertai
dengan keadaan melipatnya margo palpebra ke arah dalam (entropion)
disebut pseudotrikiasis.1-3, 5-7

Gambar 5. Bulu mata dengan trikiasis2

B. INSIDENSI
Trikiasis termasuk kelainan pada palpebra yang jarang berdiri
sendiri. Biasanya terjadi bersama penyakit lain seperti trakoma, sikatrisial
pemfigoid, entropion, dan trauma lainnya yang mengenai palpebra.
Trakoma merupakan penyebab terpenting terjadinya trikiasis. Terdapat ± 50
negara yang termasuk negara endemik trakoma. Negara-negara tersebut
tersebar di benua afrika, timur tengah, asia tenggara, india, dan amerika
selatan. Laporan terbaru WHO pada tahun 2013 menyebutkan bahwa
terdapat ± 40 juta orang menderita trakoma, 8.2 juta orang diantaranya
menderita trikiasis dan 1.3 juta orang menderita kebutaan sebagai
komplikasinya.8
Di Indonesia sendiri, walaupun tidak ada data pasti tentang angka
kejadian gangguan penglihatan ataupun kebutaan akibat trikiasis terkait
dengan kasus trakoma, namun dengan berhasilnya Program Kesehatan
Masyarakat dalam mengontrol infeksi trakoma dan defisiensi vitamin A
maka secara tidak langsung terjadi penurunan angka kebutaan karena
penyakit tersebut.4
C. ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME

Trikiasis sering kali berasal dari inflamasi atau jaringan sikatrik


palpebra yang terbentuk setelah menjalani operasi palpebra, trauma,
kalazion, atau blepharitis ulseratif. Kelainan ini juga dihubungkan dengan
penyakit sikatrik kronik seperti sikatrisial pemphigoid, penyakit infeksi
seperti trakoma serta sindrom steven johnson. Proses inflamasi tersebut
akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut atau sikatrik. Sikatrik yang
terbentuk pada bagian lamella posterior palpebra, menyebabkan posisi silia
mata tumbuh mengarah ke bola mata. Berikut ini adalah beberapa penyakit
yang sering menjadi penyebab trikiasis2,3,9 :
1. Trakoma
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur tetapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-
anak.1 Infeksi Chlamydia trachomatis ini menyebabkan reaksi inflamasi
yang predominan limfositik dan infiltrat monosit dengan plasma sel dan
makrofag dalam folikel. Infeksi konjungtiva yang rekuren menyebabkan
inflamasi yang kronik dan menyebabkan terbentuknya suatu jaringan parut
pada konjungtiva tarsus superior sehingga mengakibatkan perubahan bentuk
pada tarsus yang selanjutnya dapat mengubah bentuk palpebra superior
berupa membaliknya bulu mata ke arah bola mata (trikiasis) atau seluruh
tepian palpebra (entropion) sehingga bulu mata terus-menerus menggesek
kornea.1,2,4
Gambar 6. Palpebra superior: tampak trakoma dengan jaringan sikatrik2

Gambar 7. Palpebra superior : Trakomaatous trikiasis2

2. Blefaritis ulseratif
Merupakan peradangan margo palpebra dengan tukak akibat infeksi
staphylococcus. Pada blefaritis olseratif terdapat krusta berwarna
kekuningan, serta skuama yang kering dan keras, yang bila keduanya
diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah disekitar
bulu mata. Penyakit ini sangat infeksius. Ulserasi berjalan lanjut dan lebih
dalam sehingga merusak follikel rambut mengakibatkan rontok (madarosis),
dan apabila ulkus telah menyembuh akan membentuk jaringan parut atau
sikatrik. Sikatrik ini akan menimbulkan tarikan sehingga menyebabkan bulu
mata tumbuh mengarah ke bola mata (trikiasis).2
Gambar 8. Blefaritis ulseratif. Tampak krusta dan eritema pada margo palpebra 3

Gambar 9. Tampak madarosis pada bagian lateral palpebra inferior3


3. Hordeolum eksterna
Hordeolum eksterna adalah inflamasi supuratif akut yang terjadi
pada glandula Zeis atau Moll.2

Gambar 10. Hodeolum eksterna palpebra superior2


Dapat disebabkan oleh kebiasaan menggaruk mata dan hidung,
blafaritis kronik dan diabetes mellitus. Dapat juga disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus. Hordeolum eksterna terbagi menjadi dua stadium
yaitu stadium sellulitis dan stadium abses. Pada stadium selulitis hanya
didapatkan tanda-tanda inflamasi seperti gambaran edema yang berbatas
tegas, kemerahan dan teraba keras. Sedangkan pada stadium abses, telah
tampak gambaran pus pada margo palpebra yang dapat mempengaruhi bulu
mata.2
4. Konjungtivitis membranous
Konjungtivitis membranous adalah suatu penyakit inflamasi yang
terjadi pada konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi Corynebacterium
diphtheriae, ditandai dengan terbentuknya membran pada konjungtiva.2

Gambar 11. Konjungtivitis membranous2

Saat ini, penyakit ini sudah sangat jarang dijumpai oleh karena
menurunnya angka kejadian difteri. Hal ini disebabkan karena immunisasi
difteri berjalan sangat efektif. Corynebacterium diphtheriae menyebabkan
inflamasi hebat pada konjungtiva dan menyebbkan deposisi eksudat fibrin
pada permukaan dan bagian yang lebih dalam pada konjungtiva sehingga
akhirnya terbentukmembran. Membran biasanya terbentuk pada
konjungtiva palpebra. Pengelupasan membran dihubungkan dengan
adanya nekrosis koagulatif. Akhirnya penyembuhan berlangsung dengan
terbentuknya jaringan granulasi. Penyakit ini terbagi menjadi tiga stadium
yaitu stadium infiltrasi, supurasi, dan sikatrisasi. Pada stadium sikatrisasi,
permukaan konjungtiva yang telah tertutup oleh jaringan granulasi
mengalami epitelisasi. Penyembuhan luka terjadi melalui pembentukan
jaringan parut atau sikatrik yang dapat menyebabkan terjadinya trikiasis
dan xerosis konjungtiva.2
5. Sikatrisial pemphigoid

Sikatrik Okuler Pemphigoid (SOP) atau mucous membrane pemphigoid


adalah kelainan autoimun kronik yang ditandai dengan adanya bullae pada
konjungtiva. SOP merupakan kelainan yang bersifat bilateral, mengenai kedua
mata dan lebih sering ditemukan pada wanita lanjut usia. Gejalanya dapat berupa
rasa nyeri dan sensai benda asing pada mata disertai kotoran mata. Salah satu tanda
SOP adalah simblefaron, yaitu adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva
bulbi. Hal ini menunjukkan terjadinya proses pembentukan sikatrik subepitelial
yang progresif. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya trikiasis apabila
terbentuk sikatrik yang tebal. Trikiasis ini dapat menyebabkan keratinisasi pada
permukaan kornea dan konjungtiva.10

Gambar 12 . Sikatriasial pemphigoid11


6. Entropion
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi
atau margo palpebra kearah dalam. Hal ini menyebabkan 'trichiasis' dimana
bulu mata yang biasanya mengarah keluar kini menggosok pada permukaan
mata.2,3
Entropion bisa ditemukan pada semua lapisan umur namun
entropion khususnya entropion involusional lebih sering ditemukan pada
orangtua. Entropion lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal
ini mungkin disebabkan lempeng tarsal pada wanita rata-rata lebih kecil
dibandingkan pada pria. Entropion involusional biasanya ditemukan lebih
sering pada palpebra inferior sedangkan entropion sikatrik lebih sering pada
palpebra superior dan paling sering didahului oleh trakhoma.2,3
Gambar 13. Sikatrikal entropion2

7. Distikiasis
Distikiasis adalah terdapatnya pertumbuhan bulu mata abnormal atau
terdapatnya duplikasi bulu mata daerah tempat keluarnya saluran meibom.
Berbentuk lebih halus, tipis dan pendek dibanding bulu mata normal.1

Gambar 14. Distikiasis3

Dapat tumbuh ke dalam sehingga mengakibatkan bulu mata


menusuk ke jaringan bola mata atau trikiasis. Bersifat kongenital dominan.
Biasanya disertai kelainan kongenital lainnya.1

D. GAMBARAN KLINIS
Pada trikiasis, posisi tepi palpebra dapat normal, atau jika tidak,
dapat dihubungkan dengan entropion. Bulu mata yang melengkung ke
dalam menyebabkan pasien mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi
permukaan bola mata kronik. Abrasi kornea, injeksi konjungtiva, fotofobia,
dan lakrimasi merupakan gambaran yang sering ditemukan. Pada kasus
yang lebih berat dapat ditemukan ulkus kornea.1,2,3,9
E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat penyakit
sebelumnya yang pernah diderita oleh pasien. Misalnya12 :
a. Apakah pasien pernah menderita infeksi mata berat atau pernah
berada di negara endemik trakoma seperti di Afrika dan negara-
negara timur tengah?
b. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit autoimmune seperti
pemphigoid sikatrik?
c. Apakah ada riwayat mengalami sindrom steven johnson
sebelumnya?
d. Apakah ada riwayat trauma pada mata?
e. Apakah pasien pernah menjalani operasi mata sebelumnya?
Pasien dengan trikiasis dapat mengeluhkan sensasi benda asing dan
iritasi permukaan bola mata kronik. Apabila lebih berat hingga
menimbulkan ulkus kornea , maka akan timbul keluhan mata merah,
sakit pada mata, fotofobia, dan penglihatan menurun.1,2,3
2. Pemeriksaan fisis
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi dengan menggunakan slit lamp
didapatkan satu atau lebih silia tumbuh ke arah kornea atau
konjungtiva bulbi. Refleks blefarospasme, kongestif
konjungtiva, dan fotofobia dapat terjadi apabila kornea telah
mengalami abrasi. Tanda dan gejala penyakit penyerta seperti
trakoma, blefaritis, dan lain-lain, dapat ditemukan.1,2
Gambar 15. Trikiasis pada palpebra inferior9

b. Eversi kelopak mata


Eversi kelopak dilakukan dengan mata pasien melihat jauh ke
bawah. Pasien diminta jangan mencoba memejamkan mata.
Tarsus ditarik ke arah orbita. Pada konjungtiva dapat dicari
adanya folikel, perdarahan, sikatriks dan kemungkinan benda
asing.
c. Fluoresein
Fluoresin adalah bahan yang berwarna jingga merah yang bila
disinari gelombang biru akan memberikan gelombang hijau.
Kertas fluoresein yang dibasahi terlebih dahulu dengan garam
fisiologik diletakkan pada sakus konjungtiva inferior. Penderita
diminta untuk menutup matanya selama 20 detik, beberapa saat
kemudia kertas ini diangkat. Dilakukan irigasi konjungtiva
dengan garam fisiologik. Dilihat permukaan kornea bila terlihat
warna hijau dengan sinar biru berarti ada kerusakan epitel
kornea. Defek kornea terlihat berwarna hijau karena pada
bagian defek tersebut bersifat basa. Pada keadaan ini disebut uji
fluoresein positif. Pemeriksaan ini dipakai untuk melihat
terdapatnya defek epitel kornea akibat gesekan dari silia bulu
mata yang mengalami trikiasis.1

F. KOMPLIKASI
1. Keratitis
Suatu kondisi dimana kornea meradang. Masuknya bulu mata dan
tepi kelopak ke kornea dapat menimbulkan iritasi dan rasa sakit. Bila ini
berlanjut terus dapat mengakibatkan terjadinya ulserasi kornea, kemudian
sembuh dengan sikatrik kornea.1,2
Jaringan parut yang terbentuk dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan. Komplikasi lebih lanjut dapat menyebabkan ulkus kornea
menetap.1,2
2. Vaskularisasi kornea

Gambar 16. Trikiasis dengan vaskularisasi kornea 2

G. PENATALAKSANAAN

Jika hanya sedikit bulu mata yang terlibat, epilasi mekanik dapat
menangani sementara. Pertumbuhan baru biasanya dalam tiga hingga empat
minggu. Penanganan permanen merusak folikel bulu mata yang terlibat. Hal
ini dilakukan dengan elektrolisis atau cryotherapy.2,3,5,6,7
Gambar 17. Elektrolisis. Sebuah jarum di insersikan ke dalam folikel rambut
dengan bantuan slit lamp atau dengan mikroskop.13

Kekurangan metode elektrolisis yaitu sulitnya menempatkan jarum


tepat pada folikel rambut yang akan dirusak sehingga berisiko untuk
menyebabkan kerusakan mukosa dan struktur sekitarnya yang akhirnya akan
menyebabkan terbentuknya sikatrik yang lebih luas dan trikiasis yang lebih
hebat.2,7

Jika melibatkan area tepi palpebra yang lebih luas, dapat dilakukan
bedah beku atau cryotherapy yaitu suatu teknik pengrusakan folikel rambut
dengan menggunakan suhu yang sangat dingin (nitrogen oksida). Folikel
silia bulu mata sensitif terhadap dingin dan dapat rusak pada temperatur -
20ᵒC hingga -30ᵒC. Ablasi laser dari folikel bulu mata juga dilaporkan
bermanfaat. Pada kebanyakan kasus, penatalaksanan ulang penting selama
beberapa sesi untuk mengeliminasi seluruh bulu mata yang terlibat. Jika
entropion ditemukan, tepi palpebra sebaiknya dikoreksi sebagai tambahan
untuk menghilangkan bulu mata yang terlibat. Bila hampir semua bulu mata
mengalami trikiasis, maka koreksi bedah ddapat dianjurkan. Prosedur bedah
yang dilakukan sama dengan prosedur yang dilakukan pada entropion
sikatrik, salah satunya yaitu dengan teknik modifikasi Ketssey’s . 2,3,5,-7,9
Gambar 18. Cryotherapy11

Pada teknis modifikasi ketssey’s (Transposition of tarsoconjunctival


wedge), sebuah insisi horizontal dibuat sepanjang sulkus subtarsalis, (2-3
mm diatas margo palpebra) termasuk konjungtiva dan tarsal plate. Bagian
terbawah dari tarsal plate di tempel pada margo kelopak mata. Penjahitan
matras dilakukan setelah pemotongan bagian atas dari tarsal plate dan
jahitan tersebut timbul pada kulit 1 mm di atas margo kelopak mata.2

Gambar 19. Teknik modifikasi


Ketssey’s2
Terapi medikamentosa dengan menggunakan kloramphenikol
ointment dapat membantu mencegah terjadinya kerusakan kornea. Pada
trachomatous trichiasis, dapat pula digunakan doxycycline sebagai terapi
untuk mencegah terjadinya proses sikatrisasi yang lebih luas sehingga
secara tidak langsung mencegah terjadinya trikiasis.5,8

H. PROGNOSIS

Trikiasis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Keefektifan


pengobatannya tergantung pada penyebab utama dan tingkat keparahan
penyakitnya.
BAB IV KESIMPULAN

Trikiasis merupakan kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah


bola mata. Trikiasis biasanya terjadi akibat inflamasi atau terbentuknya sikatrik
pada palpebra setelah operasi palpebra, trauma, kalasion, atau blefaris ulseratif.
Trikiasis sering dikaitkan dengan penyakit sikatriks kronik seperti pemphigoid
ocular, trakoma, dan sindrom Steven Johnson. Pasien mengeluhkan sensasi benda
asing dan iritasi permukaan bola mata kronik. Abrasi kornea, injeksi konjungtiva,
keluarnya cairan mucus, dan reflex epifora merupakan gambaran yang sering
ditemukan. Tanda dan gejala penyakit penyebab seperti trakoma, blefaritis, dan
lain-lain dapat pula ditemukan. Pemeriksaan yang diperlukan untunk menegakkan
diagnosis trikiasis yaitu dengan anamnesis mengenai gejala dan riwayat penyakit
penyebab, pemeriksaan fisis dengan cara inspeksi yang dibantu dengan slitlamp,
serta dapat pula dengan uji floresein apabila dicurigai telah terjadi aberasi atau
ulkus kornea. Penanganan trikiasis dapat berupa epilasi, elektrolisis, atau
cryotherapy.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea.
San Fransisco 2008-2009. p. 179-90
2. Chaurasia SS, et al, 2015. Nanomedicine Approches For Corneal Diseases.
3. De Smedt, Nkurikiye J, Fonteyne Y,Hogewoning A, Van Esbroeck M,
DeBacquer D, Tuft S, Gilbert C, Delange J,Kestelyn P. Vernal
Keratoconjungtivitis in School children in Rwanda and its association with
socio economic status : A Population Based Survey.Am J Trop MedHyg.
2011. 85(4) : 711 – 717
4. Edelhauser HF. 2005. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers
Physiology of The eye Clinical'Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri,
Mosby.
5. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal: 46-47.
2009
6. Lang GK. Gareis O, Lang GE, Recker D, Wagner P. Ophthalmology: A
pocket textbook atlas. 2nd ed. New York: Thieme. 2006. pp: 69,70,72
7. Liesegang TJ,Deutsch TA. 2009. External Disease and Cornea.  Section 8,
AAO, San Fransisco
8. Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis of Clinical Opththalmology : Cornea. 2nd
edition. Pennsylvania : Wills Eye Institute; 2003. P168-73.
9. Reyes NJ, Mayhew E, Chen PW, Niederkorn JY. NKT cells are necessaryfor
maximal expression of allergicconjunctivitis. Int Immunol. 2010, 22(8):627 –
636
10. Wade PD, Iwuora AN, Lopez L. AllergicConjunctivitis at Sheikh Zayed
RegionalEye Care Center Gambia. J Ophtalmic VisRes. 2012. 7(1) : 24 – 28
11. Vaughan G, Daniel et al. Konjungtiva dalam Opthalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika. 2000
12. Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Binarupa Aksara. 1983
13. Wisnujono S, dkk. Pterigium dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya. 1994
14. Yanoff M., Duker J.S.Opthalmology Fouth Edition. Elsevier Saunders. 2014.

Anda mungkin juga menyukai