Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

TRIKIASIS

Disusun oleh:
Jerome C. Lekatompessy
2015-83-010

Pembimbing:
dr. Carmila L. Tamtelahitu, Sp.M., M.Kes.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini guna

penyelesaian tugas kepaniteraan klinik pada bagian mata dengan judul referat

“Trikiasis”.

Dalam penulisan referat ini, banyak pihak yang turut terlibat untuk penyelesaiannya.

Untuk itu penulis ingin berterima kasih kepada:

1. dr. Carmila L. Tamtelahitu, Sp.M., M.Kes., selaku Dokter spesialis sekaligus

pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian referat ini.

2. Orang tua dan semua pihak yang telah membantu serta memberi motivasi penulis

dalam menyelesaikan penulisan referat ini.

Penulis menyadari bahwa sesungguhnya referat ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh sebab itu penulis mengharapkan banyak masukkan berupa kritik dan saran yang

bersifat membangun untuk perkembangan penulisan referat dalam waktu yang akan

datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga referat ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak.

Ambon, Juni 2020

Penulis

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL…………………….…………………………………..1

KATA PENGANTAR ………………………………………………………2

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 4

1.2 Tujuan ………………………………………………………………….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi ……………………………………….………….……………. 6

2.2 Trikiasis…..………………………………………………...….………. 10

2.2.1 Definisi …………………………………………………………...10

2.2.2 Epidemiologi ……………………………………..……………....10

2.2.3 Etiologi dan Patofisiologi …….………………..…………………11

2.2.4 Klasifikasi …………………………...……………..………..…... 17

2.2.5 Gejala Klinis …………………………………..……...…………..18

2.2.6 Diagnosis ……………………..…………………………..……….19

2.2.7 Penatalaksanaan…….. ………………………………..……..…… 21

2.2.8 Prognosis.... ..................................................................................... 24

2.2.9 Komplikasi.... .................................................................................. 24

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………. 25

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 26

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelopak mata mempunyai beberapa fungsi. Salah satunya adalah sebagai

proteksi mekanik terhadap bola mata. Kelopak mata juga menyediakan elemen kimia

penting pada lapisan air mata prekorneal, dan membantu mendistribusikan lapisan ini

ke seluruh permukaan bola mata. Selama fase mengedip, kelopak mata mendorong air

mata ke kantus medial dan masuk ke dalam system drainase pungtum lakrimal. Bulu

mata yang ada di sepanjang tepi kelopak mata membersihkan partikel-partikel dari

depan mata, dan pergerakan gerakan konstan serta reflex kelopak mata mencegah

kornea dari trauma ataupun cahaya yang menyilaukan.1,2

Trikiasis adalah suatu kelainan dimana silia bulu mata melengkung ke

arah bola mata. Trikiasis biasanya akibat inflamasi atau parut pada palpebra setelah

operasi palpebra, trauma, kalazion, atau blefaris berat. Trikiasis sering dikaitkan

dengan penyakit sikatriks kronik seperti pemphigoid ocular, trakoma, dan sindrom

Steven Johnson. Trikiasis dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering

ditemukan pada orang dewasa. Orang dewasa sampai tua merupakan resiko terjadi

trikiasis. Kelompok anak-anak dan remaja jarang terjadi trikiasis. Belum ditemukan

bukti adanya predileksi pada ras-ras tertentu ataupun jenis kelamin.1,2

Gejala yang terjadi pada penderita trikiasis dapat berupa sensai benda

asing pada permukaan bola mata, gatal pada mata, nyeri pada mata, bengkak pada

mata, dan biasanya penderita menjadi lebih emosional daripada biasa. Pada trikiasis

4
biasanya terjadi penggesekan bulu mata yang melengkung ke dalam yang dapat

menyebabkan erosi pada kornea, abrasi kornea, terbentuk ulkus pada kornea,

perforasi, yang kemudian dapat terjadi infeksi pada bola mata. Apabila tidak

ditangani dengan baik dapat menyebabkan kebutaan.1,2

1.2. Tujuan

Untuk mengetahui tentang trikiasis dengan lebih baik mulai dari definisi,

etiologi, hingga gejala yang di timbulkan serta pengobatan dan penanganan yang

dapat diberikan pada pasien dengan trikiasis.

BAB II

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Palpebra terdiri dari bagian orbita dan bagian tarsal yang dipisahkan oleh

sulcus palpebra. Palpebra superior dan inferior bertemu pada kantus lateral dan

medial. Ketika mata terbuka, palpebra superior menutupi 1/6 bagian ornea dan

palpebra inferior hanya menutupi bola mata sampai batas limbus saja. Ruang elips

antara kedua palpebra yang dibuka disebut fissura palpebra. Normalnya fissura

palpebra berukuran 10-11 mm vertikal dan 28-30 horizontal. Margo palpebra terbagi

menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh punctum lacrimalis, di medial disebut

bagian lacrimalis dan dilateral disebut bagian siliaris. Bagian lacrimalis berbentuk

bulat dan tidak ditumbuhi bulu mata serta tidak memiliki kelenjar. Bagian siliaris,

terdiri dari margo anterior, margo posterior, dan lamellae yang memisahkan kedua

bagian tersebut.1,3

Dari anterior ke posterior, secara berurutan palpebra terdiri dari beberapa

lapisan, yaitu:

1. Kulit

Kulit merupakan lapisan anterior dengan jaringan subkutaneous. Palpebra

memiliki kulit yang tipis ± 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit disini

sangat halus dan mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar sebaseanya,

juga terdapat sejumlah kelenjar keringat.1,3

2. Jaringan areolar subkutis

6
Di bawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang dapat meluas pada edema

masif atau dapat berisi darah.1,3

3. Lapisan otot lurik

Terdiri dari M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas

dan bawah, dan terletak dibawah kulit kelopak. Otot ini meliputi tiga bagian :

mata, palpebra, dan lacrimal. Otot ini berfungsi dalam proses menutup mata dan

dipersarafi oleh cabang zygomaticum dari N. Fasialis. Itulah sebabnya, pada

paralisis N. Fasialis dapat terjadi Lagopthalmus yang dapat berkomplikasi

menjadi keratitis. Selain itu, pada palpebra superior juga terdapat M. Levator

Palpebra superior. Otot ini terletak pada apex bola mata dan berinsersi pada tiga

bagian yaitu pada kulit palpebra, permukaan anterior tarsus, dan pada fornix

konjungtiva superior. Otot ini berfungsi untuk mengangkat palpebra (membuka

mata) dan dipersarafi oleh cabang N. Oculomotorius.1,3

4. Jaringan areolar submuskular

Jaringan areolar submuskular adalah suatu jaringan ikat longgar. Saraf dan

pembuluh darah terdapat pada bagian ini. Sehingga, untuk kepentingan anestesi

palpebra, obat di injeksikan pada bagian ini.1,3

5. Jaringan fibrous

Jaringan fibrous ini terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Tarsus

7
Tarsus merupakan jaringan ikat fibrous panjangnya ± 25 mm, yang

dihubungkan pada tepian orbita oleh tendo-tendo kanthus medialis dan

lateralis. Didalamnya terdapat kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas)

yang membentuk “oily layer” dari air mata.1,3

b. Septum orbita

Septum orbita merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita

merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan. Septum merupakan

sawar penting antara palpebra dan orbita.1,3

6. Lapisan otot polos

Terdiri dari M. Muller yang terletak jauh ke dalam septum orbita pada kedua

palpebra. Pada palpebra superior, otot ini berasal dari serat M. levator palpebra

superior dan pada palpebra inferior berasal dari perpanjangan M. Rectus inferior;

berinsersi pada tepi tarsus.1,3

7. Konjungtiva

Bagian konjungtiva yang melapisi paalpebra disebut konjungtiva palpebra. Terdiri

dari tiga bagian : marginal, tarsal dan orbital. Konjungtiva tarsal melalui forniks

menutup bulbus okuli. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang

mempunyai sel Goblet yang dapat menghasilkan musin.1,3

8
Gambar 2.1. Struktur palpebra superior.
Sumber: Standring S, Neil RB. Gray's Anatomy: the Anatomical Basis of Clinical Practice. 40th
Ed. Edinburgh: Churchill Livingstone/Elsevier; 2008.

Bulu mata (dalam bahasa Yunani: blepharo) adalah rambut-rambut

pendek, halus dan melengkung yang terdiri dari 2 sampai 3 lapisan yang tumbuh pada

tepi kelopak mata. Bulu mata berfungsi melindungi bola mata dari debris dan benda

asing.3,4 Bulu mata kelopak mata bagian atas lebih panjang, lebih banyak, dan

melengkung keatas dimana bulu mata kelopak mata bagian bawah lebih pendek, lebih

sedikit dan melengkung ke bawah sehingga tidak saling bertemu dan mengganggu

ketika kedua kelopak mata ditutup.4

Pada fase embryo, bulu mata tumbuh dari jaringan ektoderm pada umur

kehamilan 22 sampai 26 minggu. Bulu mata membutuhkan waktu 7 sampai 8 minggu

9
untuk tumbuh kembali setelah dicabut tetapi penyabutan bulu mata secara terus-

menerus dan konstan dapat menyebabkan kerusakan permanen. Warna bulu mata

dapat berbeda dari rambut pada umumnya, walaupun mereka dapat berwarna lebih

gelap pada seseorang dengan rambut warna gelap dan berwarna lebih terang pada

orang dengan rambut warna terang.3,4

2.2. Trikiasis

2.2.1. Definisi

Trikiasis adalah suatu keadaan dimana bulu mata tumbuh mengarah pada bola

mata yang akan menggosok kornea atau konjungtiva. Bulu mata dapat tumbuh dalam

posisi yang abnormal sementara palpebra tetap pada posisi normal. Pertumbuhan bulu

mata ke arah bola mata yang disertai dengan keadaan melipatnya margo palpebra ke

arah dalam (entropion) disebut pseudotrikiasis.1

2.2.2. Epidemiologi

Trikiasis termasuk kelainan pada palpebra yang jarang berdiri sendiri.

Biasanya terjadi bersama penyakit lain seperti trakoma, sikatrisial pemfigoid,

entropion, dan trauma lainnya yang mengenai palpebra. Trakoma merupakan

penyebab terpenting terjadinya trikiasis. Terdapat ± 50 negara yang termasuk negara

endemik trakoma. Negara-negara tersebut tersebar di benua afrika, timur tengah, asia

tenggara, india, dan amerika selatan. Laporan terbaru WHO pada tahun 2013

10
menyebutkan bahwa terdapat ± 40 juta orang menderita trakoma, 8.2 juta orang

diantaranya menderita trikiasis dan 1.3 juta orang menderita kebutaan sebagai

komplikasinya. Di Indonesia sendiri, walaupun tidak ada data pasti tentang angka

kejadian gangguan penglihatan ataupun kebutaan akibat trikiasis terkait dengan kasus

trakoma, namun dengan berhasilnya program kesehatan masyarakat dalam

mengontrol infeksi trakoma dan defisiensi vitamin A maka secara tidak langsung

terjadi penurunan angka kebutaan karena penyakit tersebut. 2,5

2.2.3. Etiologi dan Patofisiologi

Trikiasis sering kali berasal dari inflamasi atau jaringan sikatrik palpebra yang

terbentuk setelah menjalani operasi palpebra, trauma, kalazion, atau blepharitis

ulseratif. Kelainan ini juga dihubungkan dengan penyakit sikatrik kronik seperti

sikatrisial pemphigoid, penyakit infeksi seperti trakoma serta sindrom steven johnson.

Proses inflamasi tersebut akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut atau

sikatrik. Sikatrik yang terbentuk pada bagian lamella posterior palpebra,

menyebabkan posisi silia mata tumbuh mengarah ke bola mata. Berikut ini adalah

beberapa penyakit yang sering menjadi penyebab trikiasis1,2,6 :

1. Trakoma
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan

oleh Chlamydia trachomatis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur tetapi

lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak. 1 Infeksi Chlamydia

trachomatis ini menyebabkan reaksi inflamasi yang predominan limfositik dan

11
infiltrat monosit dengan plasma sel dan makrofag dalam folikel. Infeksi

konjungtiva yang rekuren menyebabkan inflamasi yang kronik dan menyebabkan

terbentuknya suatu jaringan parut pada konjungtiva tarsus superior sehingga

mengakibatkan perubahan bentuk pada tarsus yang selanjutnya dapat mengubah

bentuk palpebra superior berupa membaliknya bulu mata ke arah bola mata

(trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropion) sehingga bulu mata terus-

menerus menggesek kornea.1,2

Gambar 2.2. Palpebra superior : Trakomaatous trikiasis


Sumber: The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

2. Blefaritis ulseratif

Merupakan peradangan margo palpebra dengan tukak akibat infeksi

staphylococcus. Pada blefaritis olseratif terdapat krusta berwarna kekuningan,

serta skuama yang kering dan keras, yang bila keduanya diangkat akan terlihat

ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah disekitar bulu mata. Penyakit ini sangat

infeksius. Ulserasi berjalan lanjut dan lebih dalam sehingga merusak follikel

rambut mengakibatkan rontok (madarosis), dan apabila ulkus telah menyembuh

12
akan membentuk jaringan parut atau sikatrik. Sikatrik ini akan menimbulkan

tarikan sehingga menyebabkan bulu mata tumbuh mengarah ke bola mata

(trikiasis).2

Gambar 2.3. Blefaritis ulseratif. Tampak krusta dan eritema pada margo palpebra
Sumber: The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

3. Hordeolum eksterna

Hordeolum eksterna adalah inflamasi supuratif akut yang terjadi pada glandula

Zeis atau Moll.2 Dapat disebabkan oleh kebiasaan menggaruk mata dan hidung,

blefaritis kronik dan diabetes mellitus. Dapat juga disebabkan oleh infeksi

Staphylococcus aureus. Hordeolum eksterna terbagi menjadi dua stadium yaitu

stadium sellulitis dan stadium abses. Pada stadium selulitis hanya didapatkan

tanda-tanda inflamasi seperti gambaran edema yang berbatas tegas, kemerahan

dan teraba keras. Sedangkan pada stadium abses, telah tampak gambaran pus pada

margo palpebra yang dapat mempengaruhi bulu mata.2

13
Gambar 2.4. Hordeolum eksterna.
Sumber: The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

4. Konjungtivitis membranous

Konjungtivitis membranous adalah suatu penyakit inflamasi yang terjadi pada

konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi Corynebacterium diphtheriae, ditandai

dengan terbentuknya membran pada konjungtiva.2

Gambar 2.5. Konjungtivitis membranous.


Sumber: The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

Saat ini, penyakit ini sudah sangat jarang dijumpai oleh karena menurunnya

angka kejadian difteri. Hal ini disebabkan karena immunisasi difteri berjalan

14
sangat efektif. Corynebacterium diphtheriae menyebabkan inflamasi hebat pada

konjungtiva dan menyebbkan deposisi eksudat fibrin pada permukaan dan bagian

yang lebih dalam pada konjungtiva sehingga akhirnya terbentukmembran.

Membran biasanya terbentuk pada konjungtiva palpebra. Pengelupasan membran

dihubungkan dengan adanya nekrosis koagulatif. Akhirnya penyembuhan

berlangsung dengan terbentuknya jaringan granulasi. Penyakit ini terbagi

menjadi tiga stadium yaitu stadium infiltrasi, supurasi, dan sikatrisasi. Pada

stadium sikatrisasi, permukaan konjungtiva yang telah tertutup oleh jaringan

granulasi mengalami epitelisasi. Penyembuhan luka terjadi melalui pembentukan

jaringan parut atau sikatrik yang dapat menyebabkan terjadinya trikiasis dan

xerosis konjungtiva.2

5. Sikatrisial pemphigoid

Sikatrik Okuler Pemphigoid (SOP) atau mucous membrane pemphigoid adalah

kelainan autoimun kronik yang ditandai dengan adanya bullae pada konjungtiva.

SOP merupakan kelainan yang bersifat bilateral, mengenai kedua mata dan lebih

sering ditemukan pada wanita lanjut usia. Salah satu tanda SOP adalah

simblefaron, yaitu adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Hal

ini menunjukkan terjadinya proses pembentukan sikatrik subepitelial yang

progresif. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya trikiasis apabila terbentuk

sikatrik yang tebal. Trikiasis ini dapat menyebabkan keratinisasi pada permukaan

kornea dan konjungtiva.1,2

15
6. Entropion

Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo

palpebra kearah dalam. Hal ini menyebabkan 'trichiasis' dimana bulu mata yang

biasanya mengarah keluar kini menggosok pada permukaan mata.2,3

Entropion lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Hal ini mungkin

disebabkan lempeng tarsal pada wanita rata-rata lebih kecil dibandingkan pada

pria. Entropion involusional biasanya ditemukan lebih sering pada palpebra

inferior sedangkan entropion sikatrik lebih sering pada palpebra superior dan

paling sering didahului oleh trakhoma.2,3

Gambar 2.6. Sikatrikal entropion.


Sumber: The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

7. Distikiasis

16
Distikiasis adalah terdapatnya pertumbuhan bulu mata abnormal atau terdapatnya

duplikasi bulu mata daerah tempat keluarnya saluran meibom. Berbentuk lebih

halus, tipis dan pendek dibanding bulu mata normal.1

Gambar 2.7. Distikiasis.


Sumber: The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

Dapat tumbuh ke dalam sehingga mengakibatkan bulu mata menusuk ke

jaringan bola mata atau trikiasis. Bersifat kongenital dominan. Biasanya disertai

kelainan kongenital lainnya.1

2.2.4. Klasifikasi

Selain dari penyakit-penyakit diatas, pentingnya membedakan tipe-tipe

kelainan dari bulu mata yang dapat menyebabkan trikiasis, dimana

penatalaksanaannya dapat berbeda tergantung dari penyebabnya. Pembagian trikiasis

berdasarkan kelainan bulu mata yaitu sebagai berikut:7

1. Acquired metaplastic eyelashes

17
Biasanya disebabkan peradangan kelopak mata seperti meibomitis atau trauma

akibat pembedahan, dimana epitel kelenjar meibom mengalami perubahan

metaplastik menjadi folikel rambut. Hal ini menyebabkan pertumbuhan bulu mata

lebih posterior daripada normal dimana dapat mengarah ke belakang.7

2. Congenital metaplastic eyelashes

Kelainan kongenital dimana kelenjar meibom menjadi multipoten berkembang

menjadi folikel-folikel rambut. Barisan kedua dari bulu mata tumbuh dari

permukaan kelenjar meibom. Bulu mata yang tumbuh tersebut mengarah secara

vertikel, dan pada anak-anak dapat ditoleransi dikarenakan oleh adanya tear film

yang bagus dan sedikit mengurangi sensasi kornea.7

3. Misdirected eyelashes

Pertumbuhan bulu mata yang normal, namun akibat dari sedikit jaringan parut

pada margin kelopak mata menyebabkan perubahan arah dari bulu mata ke

dalam.7

4. Marginal entropion

Pembalikan dari margin kelopak mata akibat dari proses parut dari lamela

posterior kelopak mata.7

2.2.5. Gejala Klinis

Pada trikiasis, posisi tepi palpebra dapat normal, atau jika tidak, dapat

dihubungkan dengan entropion. Bulu mata yang melengkung ke dalam menyebabkan

pasien mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi permukaan bola mata kronik.

18
Abrasi kornea, injeksi konjungtiva, fotofobia, dan lakrimasi merupakan gambaran

yang sering ditemukan. Pada kasus yang lebih berat dapat ditemukan ulkus kornea.1,2

2.2.6. Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat penyakit sebelumnya yang

pernah diderita oleh pasien. Misalnya:8

a. Apakah pasien pernah menderita infeksi mata berat atau pernah berada di

negara endemik trakoma seperti di Afrika dan negara-negara timur tengah?

b. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit autoimmune seperti pemphigoid

sikatrik?

c. Apakah ada riwayat mengalami sindrom steven johnson sebelumnya?

d. Apakah ada riwayat trauma pada mata?

e. Apakah pasien pernah menjalani operasi mata sebelumnya?

Pasien dengan trikiasis dapat mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi

permukaan bola mata kronik. Apabila lebih berat hingga menimbulkan ulkus

kornea , maka akan timbul keluhan mata merah, sakit pada mata, fotofobia,

dan penglihatan menurun.1,2

2. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

19
Pada pemeriksaan inspeksi dengan menggunakan slit lamp didapatkan satu

atau lebih silia tumbuh ke arah kornea atau konjungtiva bulbi. Refleks

blefarospasme, kongestif konjungtiva, dan fotofobia dapat terjadi apabila

kornea telah mengalami abrasi. Tanda dan gejala penyakit penyerta seperti

trakoma, blefaritis, dan lain-lain, dapat ditemukan.1,2

b. Eversi kelopak mata

Eversi kelopak dilakukan dengan mata pasien melihat jauh ke bawah. Pasien

diminta jangan mencoba memejamkan mata. Tarsus ditarik ke arah orbita.

Pada konjungtiva dapat dicari adanya folikel, perdarahan, sikatriks dan

kemungkinan benda asing.1,2

c. Fluoresein

Fluoresin adalah bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari

gelombang biru akan memberikan gelombang hijau. Kertas fluoresein yang

dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologik diletakkan pada sakus

konjungtiva inferior. Penderita diminta untuk menutup matanya selama 20

detik, beberapa saat kemudia kertas ini diangkat. Dilakukan irigasi konjungtiva

dengan garam fisiologik. Dilihat permukaan kornea bila terlihat warna hijau

dengan sinar biru berarti ada kerusakan epitel kornea. Defek kornea terlihat

berwarna hijau karena pada bagian defek tersebut bersifat basa. Pada keadaan

ini disebut uji fluoresein positif. Pemeriksaan ini dipakai untuk melihat

terdapatnya defek epitel kornea akibat gesekan dari silia bulu mata yang

mengalami trikiasis.1

20
2.2.7. Penatalaksanaan

Jika hanya sedikit bulu mata yang terlibat, epilasi mekanik dapat menangani

sementara. Pertumbuhan baru biasanya dalam tiga hingga empat minggu. Penanganan

permanen merusak folikel bulu mata yang terlibat. Hal ini dilakukan dengan

elektrolisis atau cryotherapy.1,2

Gambar 2.8. Elektrolisis. Sebuah jarum di insersikan ke dalam folikel rambut dengan bantuan
slit lamp atau dengan mikroskop.
Sumber: The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

Kekurangan metode elektrolisis yaitu sulitnya menempatkan jarum tepat pada

folikel rambut yang akan dirusak sehingga berisiko untuk menyebabkan kerusakan

mukosa dan struktur sekitarnya yang akhirnya akan menyebabkan terbentuknya

sikatrik yang lebih luas dan trikiasis yang lebih hebat.1,7

Jika melibatkan area tepi palpebra yang lebih luas, dapat dilakukan bedah

beku atau cryotherapy yaitu suatu teknik pengrusakan folikel rambut dengan

21
menggunakan suhu yang sangat dingin (nitrogen oksida). Folikel silia bulu mata

sensitif terhadap dingin dan dapat rusak pada temperatur -20ᵒC hingga -30ᵒC. Ablasi

laser dari folikel bulu mata juga dilaporkan bermanfaat. Pada kebanyakan kasus,

penatalaksanan ulang penting selama beberapa sesi untuk mengeliminasi seluruh bulu

mata yang terlibat. Jika entropion ditemukan, tepi palpebra sebaiknya dikoreksi

sebagai tambahan untuk menghilangkan bulu mata yang terlibat. Bila hampir semua

bulu mata mengalami trikiasis, maka koreksi bedah ddapat dianjurkan. Prosedur

bedah yang dilakukan sama dengan prosedur yang dilakukan pada entropion sikatrik,

salah satunya yaitu dengan teknik modifikasi Ketssey’s.5-7

Gambar 2.9. Cryotherapy.


Sumber: The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

Pada teknis modifikasi ketssey’s (Transposition of tarsoconjunctival wedge),

sebuah insisi horizontal dibuat sepanjang sulkus subtarsalis, (2-3 mm diatas margo

palpebra) termasuk konjungtiva dan tarsal plate. Bagian terbawah dari tarsal plate di

tempel pada margo kelopak mata. Penjahitan matras dilakukan setelah pemotongan

22
bagian atas dari tarsal plate dan jahitan tersebut timbul pada kulit 1 mm di atas margo

kelopak mata.5

Gambar 2.10. Teknik modifikasi Ketssey’s.


Sumber: The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of
Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

Terapi medikamentosa dengan menggunakan kloramphenikol ointment dapat

membantu mencegah terjadinya kerusakan kornea. Pada trachomatous trichiasis,

dapat pula digunakan doxycycline sebagai terapi untuk mencegah terjadinya proses

23
sikatrisasi yang lebih luas sehingga secara tidak langsung mencegah terjadinya

trikiasis.5,8

2.2.8. Prognosis

Prognosis umumnya baik. Tindak lanjut perawatan berkala dan perhatian

terhadap komplikasi, kekambuhan, atau komplikasi kornea dapat meningkatkankan

prognosis jangka panjang.1

2.2.9. Komplikasi

Apabila tidak ditangani dengan segera trikiasis dapat menyebabkan

komplikasi seperti iritasi pada permukaan bola mata yang kronik, abrasi kornea,

terjadi ulkus kornea, perforasi, sampai terjadinya infeksi bola mata. Komplikasi lebih

lanjut dapat menyebabkan kebutaan.1,2

BAB III

PENUTUP

24
3.1. Kesimpulan

Trikiasis merupakan kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah bola

mata. Trikiasis biasanya terjadi akibat inflamasi atau terbentuknya sikatrik pada

palpebra setelah operasi palpebra, trauma, kalasion, atau blefaris ulseratif. Trikiasis

sering dikaitkan dengan penyakit sikatriks kronik seperti pemphigoid ocular, trakoma,

dan sindrom Steven Johnson. Pasien mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi

permukaan bola mata kronik. Abrasi kornea, injeksi konjungtiva, keluarnya cairan

mucus, dan reflex epifora merupakan gambaran yang sering ditemukan. Tanda dan

gejala penyakit penyebab seperti trakoma, blefaritis, dan lain-lain dapat pula

ditemukan. Pemeriksaan yang diperlukan untunk menegakkan diagnosis trikiasis

yaitu dengan anamnesis mengenai gejala dan riwayat penyakit penyebab,

pemeriksaan fisis dengan cara inspeksi yang dibantu dengan slitlamp, serta dapat pula

dengan uji floresein apabila dicurigai telah terjadi aberasi atau ulkus kornea.

Penanganan trikiasis dapat berupa epilasi, elektrolisis, atau cryotherapy.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Vaughan, Asbury, Riordan PE, Whitcher JP. Oftalmologi Umum. Edisi 17.

Jakarta: EGC; 2009.

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2008.

3. Standring S, Neil RB. Gray's Anatomy: the Anatomical Basis of Clinical Practice.

40th Ed. Edinburgh: Churchill Livingstone/Elsevier; 2008.

4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Fetal growth and development. In:

Cunnigham FG, Leveno KL, Bloom SL, et al, eds. Williams Obstetrics. 23rd Ed.

New York: McGraw-Hill; 2010.

5. Manners R. Information factsheet: ingrowing eyelashes (trichiasis & distichiasis)

[Internet]. Diakses 2020 Jun 6. Available from: http://www.uhs.nhs.uk/.

6. The Eye MD Association. 2014. Trichiasis [Internet]. American Academy of

Ophtalmology. Diakses 2020 Jun 6. Available from:

http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/trichiasis-symptoms.

7. Khooshabeh, Ramona. Focus On: The Unwanted Eyelash. The Royal College of

Ophthalmologist. 2002;24.

8. Robert HG. Trichiasis [Internet]. Department of Ophthalmology, Mayo Clinic,

Scottsdale, Arizona. Diakses 2020 Jun 6. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1213321-overview.

26

Anda mungkin juga menyukai