Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

GANGGUAN FOBIA

Oleh :
Andi Nurfadilah Syam
(70700120030)

Supervisor Pembimbing :
dr. Mutmainnah Basith, M.Kes, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua bahwa dengan segala
keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan
judul “Gangguan Fobia” dalam rangka tugas kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kedokteran
Jiwa Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerja sama, serta bantuan
moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala rintangan yang
dihadapi selama penulisan dan penyusunan referat ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-
tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
1. dr. Mutmainnah Basith, M.Kes, Sp.KJ selaku pembimbing.
2. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini
masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan hati penulis siap menerima kritik
dan saran serta koreksi yang membangun dari semua pihak.

Makassar, 8 April 2021

Andi Nurfadilah Syam


(70700120030)

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Andi Nurfadilah Syam

NIM : 70700120030

Judul Referat: Gangguan Fobia

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.

Makassar, April 2021

Supervisor Pembimbing Dosen Pembimbing

dr. Mutmainnah Basith, M.Kes, Sp.KJ dr. Fhirastika Annisha, MARS

iii
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 2
A. Definisi .................................................................................................................. 2
B. Epidemiologi ......................................................................................................... 2
C. Etiologi .................................................................................................................. 2
D. Klasifikasi ............................................................................................................. 3
E. Manifestasi Klinis ................................................................................................. 4
F. Diagnosis dan Kriteria Diagnosis ......................................................................... 5
G. Penatalaksanaan .................................................................................................... 9
H. Diagnosis Banding .............................................................................................. 13
I. Prognosis ............................................................................................................. 14

BAB III PENUTUP.................................................................................................... 15


Kesimpulan ................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-


hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Kecemasan
merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya bahaya. Rasa takut
muncul jika terdapat ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan, dan tidak
menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika bahaya berasal
dari dalam diri, tidak jelas atau menyebabkan konflik bagi individu.1

Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan


penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.
Adanya atau diperkirakan akan adanya situasi fobik menimbulkan ketegangan hebat
pada orang yang terkena, yang mengetahui bahwa reaksi yang ditimbulkan berlebihan.
Reaksi fobik menyebabkan suatu gangguan pada kemampuan seseorang untuk
berfungsi di dalam kehidupannya.1

Penderitaan yang berhubungan dengan fobia, khususnya jika keadaan tersebut


tidak dikenali atau dianggap sebagai gangguan mental dapat menyebabkan komplikasi
psikiatrik lain, termasuk gangguan kecemasan lain, gangguan depresi berat, dan
gangguan berhubungan zat, khususnya gangguan penggunaan alkohol. Deteksi dini
adanya fobia sangat penting karena fobia seringkali responsif terhadap pengobatan
dengan farmakoterapi spesifik, termasuk obat trisiklik, inhibitor monoamine oksidase,
dan antagonis reseptor beta adrenergic.2

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Fobia berasal dari kata Yunani phobos yang berarti takut. Gangguan fobia
merupakan suatu gangguan jiwa yang merupakan salah satu tipe dari gangguan
anxietas. Ansietas pada gangguan fobik hanya tercetus atau dominan bila
didapatkan pada situasi atau objek tertentu dan bersifat eksternal yang dikenal
baik, yang sebenarnya tidak berbahaya. Keadaan ini secara khas dihindari atau
dihadapi dengan ketakutan.2
B. EPIDEMIOLOGI
Agorafobia sering mulai terjadi terhadap wanita yang berumur di antara 20
hingga 40 tahun. Sebanyak 3,2 miliar penduduk atau kurang lebih 2,2% golongan
anak muda yang berumur 18-54 tahun di Amerika Serikat mengidap agoraphobia.
Hampir 60% kasus phobia adalah agoraphobia.3
Fobia spesifik lebih sering ditemukan daripada fobia sosial. Rasio
perempuan banding laki-laki sekitar 2:1, terutama pada mereka yang mengalami
masa kecil yang kacau atau berpisah dengan orang tua pada usia awal yang cukup
menyulitkan (gangguan cemas berpisah). Objek dan situasi yang ditakuti pada
fobia spesifik adalah hewan, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.3
C. ETIOLOGI
Pada umumnya penyebab fobia tidak diketahui pasti. Berbagi kemungkinan
penyebab fobia juga ditemukan paradigma psikoanalis, behavioral, kognitif dan
biologis. Para ahli menduga fobia berkembang dari pengalaman tidak
menyenangkan di masa kanak-kanak yang berhubungan dengan sesuatu yang
menakutkan. Pengalaman ini lalu tersimpan dalam memori dan Ketika ada faktor
pencetusnya ketakutan itu akan muncul kembali. Fobia juga bisa terjadi karena
seseorang mengasosiasikan suatu benda dengan hal lain. Itulah sebabnya benda-

2
benda kecil yang tidak berbahaya bisa jadi sumber ketakutan luar biasa bagi seorang
penderita fobia.1
D. KLASIFIKASI
1. Agorafobia5
Agoraphobia adalah kecemasan apabila berada di tempat atau situasi yang
mungkin akan meyulitkan untuk melarikan diri (atau memalukan) atau di
mana bantuan mungkin tiada ketika terjadi serangan panik atau gejala panik
seperti (misalnya, takut mengalami serangan pusing secara tiba tiba atau
serangan diare secara tiba-tiba). Perasaan cemas biasanya mengakibatkan
seseorang untuk menghindari situasi seperti bersendirian di luar rumah atau
berada di rumah bersendirian; berada di kerumunan orang, bepergian dalam
mobil, bus, pesawat, atau berada di jembatan atau di lift. Setengah individu
dapat menghadapi situasi yang menakutkan mereka, namun mereka terpaksa
mengalami perasaan yang menakutkan, seringkali individu dapat menghadapi
situasi yang mereka takuti jika mereka didampingi seseorang.
2. Fobia Spesifik6
Fobia spesifik adalah ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap
objek atau situasi spesifik.
• Acrophobia: takut terhadap ketinggian, bahkan hanya setinggi 2 meter
sudah cukup menakutkan bagi penderita fobia ini.
• Claustrophobia: takut terhadap tempat tertutup atau terkunci sehingga
orang dengan fobia jenis ini sering berada di taman atau di lapangan
olahraga bersama teman-temannya.
• Hydrophobia: Ketakutan terhadap air.
• Cynophobia: ketakutan terhadap anjing.
• Mysophobia: Ketakutan terhadap kotoran atau kuman.
• Pyrophobia: Ketakutan terhadap api.
• Xenophobia: Ketakutan terhadap orang asing.

3
• Zoophobia: Ketakutan terhadap hewan.
• Fobia dengan benda-benda tertentu: seperti jarum suntik (bukan sakitnya
yang mereka takuti, tetapi jarumnya), pisau, benda-benda elektronik, atau
benda-benda lain.
3. Fobia Sosial6
Fobia sosial adalah ketakutan yang intens terhadap situasi sosial atau
ramai sehingga mereka mungkin sama sekali menghindarinya, atau
menghadapinya tetapi dengan distres yang berkecamuk. Penderita fobia sosial
mengalami ketakutan terhadap situasi sosial seperti datang ke pesta,
pertemuan- pertemuan sosial, bahkan presentasi untuk ujian. Fobia sosial yang
mendasar adalah ketakutan berlebihan terhadap evaluasi negatif dari orang
lain, dalam artian mereka takut dinilai jelek oleh orang lain. Mungkin mereka
merasa seakan-akan ribuan pasang mata sedang memperhatikan dengan teliti
setiap gerak yang mereka lakukan. Contoh umum untuk fobia jenis ini adalah:
• Demam panggung yang berlebihan.
• Kecemasan berbicara di forum yang berlebihan, bahkan dihadapan orang-
orang terdekat sekalipun.
• Kecemasan meminta sesuatu, seperti memesan makanan di rumah makan
karena takut pelayan atau teman menertawai makanan yang mereka
pesan.
• Ketakutan bertemu dengan orang baru, hal ini menyebabkan penderita
tidak berkembang dalam hal sosial.
E. MANIFESTASI KLINIS
1.
Agoraphobia1,6
Manifestasi klinisi agoraphobia biasanya meliputi klaustrafobia (takut
berada ruang tertutup), juga berada di tempat ramai, jalan utama, transportasi
umum. Penderita dapat menyalahgunakan alkohol atau obat-obatan untuk

4
mengatasi fobia mereka. Penderita lain menjadi depresi akibat pembatasan
gaya hidup mereka, yang akhirnya akan semakin mencetuskan agorafobianya.
2. Fobia Spesifik1,6
Ketika menghadapi objek atau situasi, orang fobia mengalami perasaan
panik, berkeringat, perilaku menghindar, kesulitan bernafas, dan detak
jantung yang cepat. Kebanyakan orang fobia menyadari irasionalitas
ketakutan mereka, dan banyak bertahan kecemasan intens daripada
mengungkapkan gangguan mereka.
3. Fobia Sosial1,6
Gejala yang paling sering adala palpitasi, kadang-kadang disertai nyeri,
dispnea, mulut kering, kadang-kadang disertai mual dan muntah. Selain itu,
bisa terdapat gejala banyak keringat, ketegangan otot, perasaan panas dingin,
serta rasa tertekan di kepala atau nyeri kepala. Dapat juga tercetus keluhan
malu (muka merah), tangan gemetar, ingin buang air kecil. Kadang-kadang
individu merasa yakin bahwa salah satu dari manifestasi gejala sekunder
ansietasnya merupakan yang utama, dan gejala tersebut dapat berkembang
menjadi serangan panik.
F. DIAGNOSIS DAN KRITERIA DIAGNOSIS
1. Agorafobia
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:7
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus
merupakan manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder
dari gejala-gejala lain seprti misalnya waham atau pikiran obsesif;
b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam
hubungan dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak
orang/keramaian, tempat umum, berpergian keluar rumah, dan
berpergian sendiri; dan
c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang
menonjol (penderita menjadi “house bound”).

5
Kriteria untuk agoraphobia menurut Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM V):5
a) Ditandai ketakutan atau kecemasan tentang dua atau lebih dari situasi
agoraphobic meliputi:
• Transportasi umum (misalnya perjalanan di bus, kereta api,
kapal, pesawat)
• Ruang terbuka (misalnya tempat parkir dan pasar)
• Ruang tertutup (berada di took-toko, teater, bioskop)
• Berdiri di baris atau berada di tengah orang banyak
• Berada di luar rumah sendirian
b) Ketakutan individu dan / atau menghindari situasi ini karena
melarikan diri mungkin akan sulit atau bantuan mungkin tidak
tersedia jika mendapatkan serangan panik yang tidak diharapkan atau
disebabkan oleh situasi.
c) Situasi agoraphic hamper selalu memprovokasi ketakutan langsung
atau kecemasan.
d) Situasi agoraphobic dihindari, memerlukan kehadiran pendamping,
atau mengalami ketakutan yang intens atau kecemasan.
e) Ketakutan atau kecemasan adalah tidak sesuai dengan bahaya yang
sebenarnya ditimbulkan oleh situasi agoraphobic.
f) Ketakutan, kecemasan, dan pengindaran persisten minimal 6 bulan
atau lebih.
g) Ketakutan, kecemasan, dan menghindari penyebab distress klinis
signifikan atau gangguan dalam bidang sosial, dan pekerjaan.
h) Ketakutan, kecemasan, dan menghindari yang tidak terbatas pada
efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum.
i) Ketakutan, kecemasan, dan menghindari tidak terbatas pada gejala
mental.

6
2. Fobia Khas
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:7
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-
gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
b) Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu
(highly specific situation); dan
c) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.

Kriteria untuk fobia sosial menurut Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders (DSM V):5

a) Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi
sosial atau kinerja di mana orang bertemu dengan orang yang tidak
dikenal atau dengan kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Individu
akan bertindak dalam cara yang akan memalukan atau merendahkan.
b) Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hamper selalu
mencetuskan kecemasan, yang dapat berupa serangan panik yang
berkaitan dengan situasi atau dipredisposisikan oleh situasi.
c) Orang-orang yang menyadari rasa takutadalah berlebihan atau tidak
beralasan.
d) Situasi sosial atau kinerja yang ditakuti adalah dihindari, atau jika
tidak dapat dihindari dihadapi dengen kecemasan atau penderitaan
yang kuat.
e) Penghindaran, antisipasi fobik, atau penderitaan dalam situasi sosial
atau kinerja secara bermakna mengganggu rutinitas orang normal,
pekerjaan, atau aktivitas sosial dan hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas tentang menderita fobia.
f) Pada individu dibawah usia 18 tahun , durasi sekurangnya adalah 6
bulan.

7
g) Rasa takut atau penghindara adalah bukan karena efek psikologis
langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum, dan tidak dapat
diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain.
h) Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental lain,
rasa takut dalam kriteria A adalah tidak berhubungan dengannya,
misalnya rasa takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakt
Parkinson, atau menunjukkan perilaku makan abnormal pada
anoreksia nervosa atau bulimia nervosa.
3. Fobia Sosial
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:7
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-
gejala lain seprti misalnya waham atau pikiran obsesif;
b) Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu
(outside the family circle); dan
c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang
menonjol.
Kriteria untuk fobia spesifik menurut Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM V):5
a) Rasa takut yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan
ditunjukkan oleh adanya atau antisipasi suatu objek atau situasi tertentu
(misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapatkan
suntukan, melihat darah).
b) Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon
kecemasan yang segera, yang dapat berupa serangan panik yang
berhubungan dengan situasi atau dipredisposisikan oleh situasi.
c) Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak
beralasan.

8
d) Situasi fobik dihindari, atau jika tidak dapat dihindari dihadapi dengan
kecemasan atau penderitaan yang kuat.
e) Penghindaran antisipasi kecemasan, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas orang normal, fungsi
pekerjaan (akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang
lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
f) Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi sekurangnya adalah
6 bulan.
g) Kecemasan serangan panik atau penghindaran fobik berhubungan dengan
objek atau situasi spesifik adalah tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain, seperti gangguan obsesif-kompulsif.
G. PENATALAKSANAAN
• Terapi Psikologik5
a) Terapi perilaku: Terapi pemaran (exposure therapy) merupakan terapi
yang efektif yaitu desensitisasi pasien dengan pemaparan terhadap
stimulus fobik secara bertahap. Juga diajarkan untuk menghadapi
kecemasan dengan teknik relaksasi, mengontrol pernafasan dan
pendekatan kognitif.
b) Psikoterapi berorientasi tilikan
Terapi ini berfokus untuk membantu pasien ansietas, situasi yang
dihindari, serta kebutuhan untuk menekan impuls, dan keuntungan
apabila terapi ini berhasil.
c) Terapi lain: Hipnoterapi, psikoterapi suportif, terapi keluarga
• Farmakoterapi5
Obat-obatan yang dipakai untuk tatalaksana fobia adalah: SSRI
(Serotonin Selective Re-Uptake Inhibitor), merupakan pilihan utama untuk
fobia sosial. Benzodiazepine, Venlafaxine, Buspirone, MAOI, Antagonis b-
adrenergik reseptor dapat diberikan 1 jam sebelum terpapar dengan stimulus

9
fobia, misalnya jika individual hendak bicara di depan umum. Terapi pada
agorafobik dapat diberikan antidepresan dan anti ansietas.
1. SSRI
Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai
dalam rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat
memicu serangan panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI
dimulai dari yang terkecil lalu ditingkatkan secara perlahan di setiap
kesempatan follow up berikutnya.

Mekanisme Kerja SSRI


SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di ekstraseluler
dengan cara menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel
presinaptik sehingga ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang
dapat berikatan dengan reseptor sel post-sinaptik. SSRI memiliki tingkat
selektivitas yang cukup baik terhadap transporter monoamine yang lain,
seperti pada transporter noradrenaline dan dopamine, SSRI memiliki
afinitas yang lemah terhadap kedua reseptor tersebut sehingga efek
sampingnya lebih sedikit.
SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap desai obat
rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target
biologi tertentu dan memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh
karena itu, SSRI digunakan secara luas di hampir semua negara sebagai lini
pertama pengobatan anti antipanik.

10
Contoh Obat Golongan SSRI
• Fluoksetin
Fluoksetin secara selektif menghambat reuptake serotonin presinaptik,
dengan efek minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake
norepinefrin atau dopamine.
• Paroksetin
Paroksetin merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara
kerjanya berupa inhibitor selektif yang paten terhadap serotonin
neuronal dan memiliki efek yang lemah terhadap serotonin neuronal
dan memiliki efek yang lemah terhadap reuptake norepinephrine dan
dopamine neuronal.
• Sertalin
Cara kerjaya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang
lemah pada reuptake norepinephrine dsn dopamine neuronal.
• Fluvoksamin
Fluvoksamin merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada
reuptake serotonin neuronal serta signifikan tidak berikatan pada a-
adrenergik, histamine atau reseptor kolinergik sehingga efek
sampingnya lebih sedikit disbanding obat-obatan jenis trisiklik.
• Citalopram
Citaloparm meingkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif
reuptake serotonin pada membrane neuronal. Efek samping
antikolinergik obat ini lebih sedikit.
• Escitalopram
Escitaloparm merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya
mirip dengan citalopram.

11
Efek Samping SSRI
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama
ketika tubuh mulai mencoba beradaptasi dengan obat. Biasanya
penggunaan SSRI mencapai 6-8 minggu Ketika obat mulai mendekat
potensi terapi yang menyeluruh. Adapun beberapa efek samping SSRI
antara lain: anhedonia, insomnia, nyeri kepala, tinitus, apatis, retensi urin,
perubahan pada perilaku seksual, penurunan berat badan, mual, muntah,
dan yang ditakutkan adalah efek samping keinginan bunuh diri dan
meningkatkan perasaan depresi pada awal pengobatan.
2. MAO Inhibitor
Manoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis
antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Dulu
obat golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi
yang sudah resisten terhadap golongan trisiklik.
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergatungan terhadap obat ini
rendah dan efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan
trisiklik.

Cara Kerjanya MAOI


MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine
oxidase, sehingga ini dapat mencegah pemecahan monoamine
neurotransmitter dan meningkatkan avibilitasnya. Terdapat 2 jenis
monoamine oxidase, MAO-A dan MMAO-B. MAO-A berkaitan dengan
deaminasi serotonin, melatonin, epinephrine, dan norepinephrine.
Sedangkan MAO-B mmendeaminasi phenylethylamine dan sisa amina.
Dopamine dideaminasi oleh keduanya.

12
Contoh Obat MAOI
• Phenelzine (Nardil)
Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan
dalam mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan melalui
superioritas yang jelas terhadap placebo dalam percobaan double-
blind untuk mengatasi gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan
untuk pasien yang tidak respon terhadap obat golongan trisiklik atau
obat antidepresi avabilitas sinaptik.
• Tranylcypromine (Parnate)
Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara
irreversible pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan
monoamine dan meningkatkan avaibilitas sinaptik.

Efek Samping MAOI


Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine.
Sehingga Ketika makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi,
seseorang dapat menderita krisis hipertensi. Jika makanan yang
mengandung tiptofan dimakan juga, maka hal ini dapat menyebabkan
hiperserotonemia. Jumlah makanan yang dibutuhkan hingga menimbulkan
reaksi berbeda-beda pada tiap individu.

H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk agoraphobia tanpa suatu riwayat gangguan panik
adalah semua gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau depresi.
Diagnosis banding psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia,
gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian menghindar dimana pasien
tidak ingin keluar rumah dan gangguan kepribadian dependeng karena pasien
harus selalu ditemani setiap keluar rumah.1

13
Dua pertimbangan diagnosis banding tambahan untuk fobia sosial adalah
gangguan depresif berat dan gangguan kepribadian schizoid. Menghindari situasi
sosial seringkali merupakan gejala depresi tetapi wawancara psikiatrik dengan
pasien kemungkinan mengungkapkan berbagai kumpulan gejala deppresif. Pada
pasien dengan gangguan kepribadian skizoid, tidak adanya minat dalam hal
sosialisasi, menyebabkan perilaku sosial menghindar.4
Diagnosis lain yang harus dipertimbangkan didalam diagnosis banding fobia
spesifik adalah hipokondriasis, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan
kepribadian paranoid. Hipokondriasis adalah ketakutan akan menderita suatu
penyakit, sedangkan fobia spesifik tipe penyakit adalah ketakutan akan tertular
penyakit. Beberapa pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memanifestasikan
perilaku yang tidak dapat dibedakan dari perilaku seorang pasien dengan fobia
spesifik. Sebagai contohnya, pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif mungkin
menghindari pisau karena mereka memiliki pikiran kompulsif tentang membunuh
anak-anaknya, sedangkan pasien dengan fobia spesifik yang melibatkan pisau
mungkin menghindari pisau karena ketakutan dirinya akan terpotong. Gangguan
kepribadian paranoid dapat dibedakan dari fobia spesifik oleh adanya ketakutan
menyeluruh pada pasien dengan gangguan kepribadian paranoid.1

I. PROGNOSIS

Belum banyak diketahui tentang prognosis fobia, namun kecenderungannya


adalah menjadi kronik dan dapat terjadi komorbiditas dengan gangguan lain
seperti depresi, penyalahgunaan alkohol, dan obat apabila tidak mendapat terapi.
Menurut National Institute of Mental Health, 75% orang dengan fobia spesifik
dapat mengatasi ketakutannya dengan terapi kognitif perilaku, dan 80% fobia
sosial membaik dengaan farmakoterapi, terapi kognitif perilaku atau kombinasi.1

14
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan


penghindran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.
Gangguan fobia itu terbagi kepada tiga kelompok yaitu, Agorafobia, Fobia Sosial dan
Fobia Spesifik. Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruang terbuka, orang banyak,
keramaian, pasien lebih suka ditemani kawan atau anggota keluarga ditempat tertentu
seperti dijalan ramai, toko yang padat, ruang tertutup, pasien menghendaki ditemani
setiap keluar rumah. Fobia spesifik adalah ketakutan yang jelas dan menetap yang
berlebihan atau tanpa alasan, ditunjukkan dengan antisipasi terhadap situasi spesifik
misalnya, ketinggian, hewan, injeksi, darah, dll. Sedangkan fobia sosial adalah
ketakutan terhadap situasi sosial atau tampil di depan orang-orang yang belum dikenal
atau situasi yang memungkinkan ia dinilai oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian,
merasa takut bahwa ia akan berperilaku memalukan atau menampakkan gejala ansietas,
atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.

Pedoman diagnosis untuk agorafabia, fobia spesifik, dan fobia sosial berdasarkan
tabel DSM-IV-TR yang menyatakan dari keluhan, awitan, dan perilaku pasien saat
terpapar predisposisi bermakna. Tatalaksana yang dapat diberikan adalah kombinasi
psikofarmaka dan psikoterapi, untuk jangka panjang. Kombinasi dua terapi ini
memberikan prognosis yang lebih baik dan tingkat kekambuhan yang lebih rendah
dibandingkan hanya dengan salah satu terapu. Terapi Kognitif-Perilaku (CBT) sangat
berguna dalam pengobatan gangguan kecemasan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadojck BJ, Virginia A Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan & Sadock Edisi
Kedua. Jakarta:EGC. 2014.
2. Puri, Basant K. Laking, Paul J, Treaseden. Text Book of Psychiatry 3rd Edition.
London:Churchill Livingstone. 2011.
3. Kay, Jerald. Social and Spesifics Phobia in Psychiatry Behavioral Science and
Clinical Essential. Third Edition. Philadelphia:W.B Saunders Company. 2008.
4. Tomb, David A. Gangguan Ansietas dalam Buku Saku Psikiatri. Edisi Enam.
Jakarta:EGC. 2016.
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder Edition (DSM-V). Washington:American Psychiatric Publishing. 2013.
6. Elvira SD, Gitayanti H. Fobia Spesifik dan Fobia Sosial. In: Buku Ajar Psikiatri,
Edisi Kedua. Jakarta:Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2014.
7. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ-
III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai