Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PBL

BLOK MUSKULOSKELETAL
MODUL PATAH TULANG

KELOMPOK 1
CICI NURHALISAH 70600117001

ILHAM MUHARRAM 70600117002

DINDA ASARI ZULKARNAIN 70600117011

LUBNAA SULISTIYANI KARTIKO 70600117012

DZAKIYYAH ANWAR 70600117021

ANDI MASYITA PUTRI 70600117022

NADHIRAH ANANDA IDRIS 70600117031

REZKY AMALIA BASIR 70600117032

RESKY AWALIAH H 70600117041

MUH. ULYL IMAM FITRA NURDIN 70600117042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... i

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Skenario .............................................................................................................. 1

1.2 Kata/kalimat sulit ............................................................................................... 1

1.3 Daftar pertanyaan ............................................................................................... 1

1.4 Tujuan Pembelajaran .......................................................................................... 2

1.5 Krangka Masalah ................................................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

2.1 Anatomi Antebrachii .......................................................................................... 3

2.2 Definisi, Klasifikasi, Patomekanisme Fraktur Secara Umum ............................ 4

2.3 Faktor Resiko Fraktur ......................................................................................... 5

2.4 Patomekanise Edema Dan Nyeri ........................................................................ 6

2.5 Proses Penyembuhan Tulang . ............................................................................ 7

2.6 Diagnosa Banding .............................................................................................. 11

2.7 Integrasi Keislaman ............................................................................................ 32

BAB III. PENUTUP............................................................................................................. 34

Daftar Pustaka

i
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 SKENARIO 1
Seorang perempuan berusia 50 tahun, dibawa keluarganya ke UGD RS
dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kanan setelah jatuh dari kamar
mandi dan posisi tangan menahan berat tubuhnya 2 jam yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik, tanda vital dalam batas normal. Tampak adanya edema dan
deformitas pada regio antrbrachii dextra 1/3 distal. Pada palpasi, teraba adanya
penonjolan fragmen tulang, nyeri tekan (+) dan tidak dapat digerakkan.

1.2 KATA/KALIMAT SULIT


1. Deformitas.
1.3 KATA KATA/KALIMAT KUNCI
1. Peremuan usia 50 tahun.
2. Nyeri pada pergelangan tangan kanan.
3. Jatuh dari kamar mandi dengan posisi tangan menahan berat tubuh.
4. Tanda vital normal
5. Terdapat edema dan deformitas pada regio antebrachii dextra 1/3 distal.
6. Terdapat penonjolan fragmen tulang.
7. Nyeri tekan (+).
8. Tidak dapat digerakkan.
1.4 DAFTAR PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi regio antebrachii?
2. Jelaskan definisi, klasifikasi & patomekanisme fraktur secara umum?
3. Jelaskan fraktur resiko dari fraktur?
4. Jelaskan patomekanisme edema & nyeri pada pergelangan tangan
berdasarkan skenario?
5. Jelaskan proses penyembuhan tulang?
6. Apa kemungkinan different diagnosa dari skenario?
7. Jelaskan integrasi keislaman dari skenario?

1
1.5 TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran anatomi regio antebrachii
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, klasifikasi dan patomekanisme
fraktur secara umum.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resio dari fraktur.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme nyeri dan bengkak.
5. Mahasiawa mampu menjelaskan proses penyembuhan pada tulang.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
skenario.
7. Mahasiswa mampu mengetahui integrasi keislaman berkaitan dengan
skenario.

1.6. KERANGKA MASALAH

DIAGNOSA BANDING GEJALA KLINIS

 FRAKTUR COLLES  EDEMA


 FRAKTUR SMITH  NYERI
 FRAKTUR GALEAZZI  DEFORMITAS

PATAH
INTEGRASI FRAKTUR
KEISLAMAN TULANG
RRRR

 DEFINISI
 KLASIFIKASI
FISIOLOGI  PATOMEKANISME
PENYEMBUHAN  FAKTOR RESIK0
TULANG

2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI REGIO ANTEBRACHII

a. Tulang ulna
ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah, terletak medial dan
merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah
tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon,
struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke bawah.1

Gambar 2.1 os. Ulna. Sumber : netter

b. Tulang Radius
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek,
collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan
ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi
empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada
processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut
memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur.1

Gambar 2.2 os. Radius. Sumber: netter

3
2.2 DEFINISI, KLASIFIKASI, DAN PATOMEKANISME FRAKTUR
SECARA UMUM

Definisi fraktur
Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya
trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampumenahan
tekanan, namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan
melebihi kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur.2

Klasifikasi fraktur
Klasifikasi fraktur menurut Rasjad.3
1. Berdasarkan etiologi:
a. Fraktur traumatik
b. Fraktur patologis,
c. Fraktur stress terjadi karena adanya trauma terus menerus di suatu tempat

2. Berdasarkan klinis:
a. Fraktur terbuka
b. Fraktur tertutup
c. Fraktur dengan komplikasi

3. Berdasarkan radiologi:
a. Lokalisasi
b. Konfigurasi
c. Ekstensi
d. Fragmen

4
Patomekanisme Fraktur

Ketika terjadi respon berupa mekanik, maka akan terjadi pemindahan


energy (transfer energy) ke jaringan, sehingga terjadi shock wave kortex tulang
karena benturan dan terjadipemindahan energy. Ketika energy yang dihasilkan
melebihi batas toleransi jaringan maka, akanterjadi disfungsi jaringan sehingga
menyebabkan trauma dan dapat berakibat fraktur. Ketika terjadi trauma, aliran
darah ke jaringan meningkat sehingga menyebabkan edema dan terjadi proses
inflamasi. Karena terjadinya edema, maka saraf yang mensyarafi daerah sekitar
jaringan yang mengalami edema terjepit sehingga menyebabkan rasa nyeri dan
kebas pada derah tersebut. Tubuh manusia yang mengalami inflamasi akan terus
melakukan homeostasis maka tubuh akan mengeluarkan agen kimia seperti
histamine dan bradikinin yang juga berperan dalam rasa nyeri.

2.3 FAKTOR RESIKO FRAKTUR

a. Faktor Risiko Medis.


- Osteoporosis
- Defisit berjalan
- Defisit keseimbangan

5
- Penggunaan psikotropik medis
- Riwayat fraktur/jatuh
- Riwayat keluarga osteoporosis
- Penglihatan yang berkurang
- Pengguna glukokortikoid oral selama >3 thn.

b. Faktor Resiko Demografi


- Jenis kelamin (wanita lebih berisiko apabila telah memasuki masa
menopause, sedangkan laki-laki lebih berisiko pada usia produktif).
- Umur
- Intake kalsium yang rendah.
- Pengguna alkohol dan perokok.
- Pengguna alat bantu jalan.4

2.4 PATOMEKANISME EDEMA DAN NYERI

PATOMEKANISME EDEMA DAN NYERI PADA ANTEBRACHII


Trauma pada tulang fraktur merobek pembuluh darah yang berhubungan;
menghasilkan bekuan darah yang menimbulkan lapisan fibrin yang menarik sel
radang, fibroblas dan endotel. Dan juga Ketika terjadi trauma, aliran darah ke
jaringan meningkat sehingga menyebabkan edema dan terjadi proses inflamasi.
Karena terjadinya edema, maka saraf yang mensyarafi daerah sekitar jaringan
yang mengalami edema terjepit sehingga menyebabkan rasa nyeri dan kebas pada
daerah tersebut. Tubuh manusia yang mengalami inflamasi akan terus melakukan
homeostasis maka tubuh akan mengeluarkan agen kimia seperti histamine dan
bradikinin yang juga berperan dalam rasa nyeri.5

6
2.5 PROSES PENYEMBUHAN TULANG

1) Inflamasi

Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila
ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma (penumpukan darah akibat pembuluh darah yang rusak)
pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi (putusnya saraf)
karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh
makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat
asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi
berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan
nyeri.

2) Proliferasi sel

Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk


benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.

3) Pembentukan kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh


mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu
waktu tiga sampai empat.

7
4) Remodeling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati


dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres fungsional
pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang
kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang
kortikal kompak, khusunya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah
sempurna, muatan permukaan pada tulang tidak lagi negatif. Proses penyembuhan
tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar X. Imobilisasi harus memadai
sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada gambaran sinar X. 6

Waktu penyembuhan fraktur

Dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Umur penderita

Waktu penyembuhan tulang pada anak- anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.

2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Fraktur metafisis


penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis. Disamping itu konfigurasi fraktur
seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan
fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.

3. Pergeseran awal fraktur

Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka


penyembuhan dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser.

8
Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan
periost yang lebih hebat.

4. Vaskularisasi pada kedua fragmen

Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, maka


penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur
vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat
terjadinya union atau bahkan terjadi non-union.6

Waktu penyembuhan fraktur

Dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Umur penderita

Waktu penyembuhan tulang pada anak- anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.

2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur

Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Fraktur metafisis penyembuhannya


lebih cepat daripada diafisis. Disamping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur
transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik
karena kontak yang lebih banyak.

3. Pergeseran awal fraktur

Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka penyembuhan
dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser. Terjadinya
pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan periost
yang lebih hebat.

9
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen

Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan


biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek
sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union atau
bahkan terjadi non-union.

5. Reduksi serta imobilisasi

Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih


baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan
dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu dalam penyembuhan
fraktur.

6. Waktu imobilisasi

Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi


union, maka kemungkinan untuk terjadinya non-union sangat besar.

7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak

Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periost, maupan otot atau jaringan
fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.

8. Faktor adanya infeksi

Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur, misalnya pada operasi terbuka fraktur
tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses
penyembuhan.

9. Cairan sinovia

Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam


penyembuhan fraktur.

10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi
daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi

10
yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.

Waktu penyembuhan fraktur berkisar 3-4 bulan. Waktu penyembuhan


pada anak-anak dua kali lebih cepat daripada penyembuhan pada orang dewasa. 7

2.6 DIAGNOSA BANDING

A. FRAKTUR COLLES

Fraktur Colles

Cedera yang diuraikan oleh Abraham colles pada tahun 1814 adalah
fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan, dengan pergeseran
dorsal fragmen distal. Fraktur ini paling sering ditemukan pada manula,
insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca
menopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada
tangan yang terentang.

Epidemiologi

Fraktur distal radius terutama “fraktur Colles‟ lebih sering ditemukan pada
wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum insidennya kira-
kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu
survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari
seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas
50 tahun pria dan wanita 1 : 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan
wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh
fraktur radius. Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata
pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 – 59 tahun.

Etiologi

Tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan.

11
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantara dikarenakan peristiwa
trauma, peristiwa kelelahan, ataupun karena factor
patologis. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran,
atau pun penarikan. Trauma tersebut bisa didapat dari bermacam aktifitas seperti
terjatuh, kecelakaan lalu lintas, dsb. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat
patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,
fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan
baris-berbaris dalam jarak jauh. Sementara itu fraktur
patologik dikarenakan kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan
yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang
tersebut sangat rapuh.

Patogenesis

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles dapat timbul


setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi meyangga badan. Pada saat
terjatuh sebahagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian
tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan
patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang
spongiosa. Khusus pada fraktur Colles‟ biasanya fragmen distal bergeser ke
dorsal, tertarik ke proksimal dengan angulasi ke arah radial serta supinasi. Adanya
fraktur prosesus styloid ulna mungkin akibat adanya tarikan triangular
fibrokartilago atau ligamen ulnar collateral.
Berdasarkan percobaan cadaver didapatkan bahwa fraktur distal radius
dapat terjadi, jika pergelangan tangan berada dalam posisi dorsofleksi 40 – 900
dengan beban gaya tarikan sebesar 195 kg pada wanita dan 282 kg pada pria.

12
Pada bagian dorsal radius frakturnya sering komunited, dengan periosteum
masih utuh, sehingga jarang disertai trauma tendon ekstensor. Sebaliknya pada
bahagian volar umumnya fraktur tidak komunited, disertai oleh robekan
periosteum, dan dapat disertai dengan trauma tendon fleksor dan jaringan lunak
lainnya seperti n. medianus dan n. ulnaris. Fraktur pada radius distal ini dapat
disertai dengan kerusakan sendi radio carpalia dan radio ulna distal berupa luksasi
atau subluksasi. Pada sendi radio ulna distal umumnya disertai dengan robekan
dari triangular fibrokartilago.
Mekanisme terjadinya fraktur :
 Biasanya disebabkan karena trauma langsung, atau sebagai akibat jatuh
dimana sisi dorsal lengan bawah menyangga berat badan.

 Secara ilmu gaya dapat diterangkan sebagai berikut :Trauma langsung


dimana lengan bawah dalam posisi supinasi penuh yang terkunci dan berat
badan waktu jatuh memutar pronasi pada bagian proximal dengan tangan
relatif terfixir pada tanah. Putaran tersebut merupakan kombinasi tekanan
yang kuat dan berat, akan memberikan mekanisme yang ideal dari
penyebab fraktur Smith.

 Trauma lain diduga disebabkan karena tekanan yang mendadak pada


dorsum manus, dimana posisi tangan sedang mengepal. Ini biasanya
didapatkan pada penderita yang mengendarai sepeda yang mengalamii
trauma langsung pada dorsum manus.

Manifestasi Klinis

Fraktur ini disebut dengan deformitas garpu makan malam, dengan


penonjolan punggung pergelangan tangan dan depresi di depan. Pada pasien
dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila
pergelangan tangan digerakkan.

13
Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan
pembengkakan di daerah yang terkena.

Gambar 2.1 : Dinner fork deformity

Berikut merupakan beberapa gejala klinis dari fraktur antebrachii diantaranya


adalah nyeri terus menerus. Spasme otot, deformitas, pemendekan tulang,
kreptiasi, dan pembengkakan. Deformitas dapat disebabkan oleh karena adanya
pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan ekstremitas.
Deformitas dapat diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat. Pemendekan
tulang dapat terjadi karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur atau dikarenakan fragmen sering saling melingkupi satu sama lain.
Krepitasi yaitu yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu
dengan lainnya. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru
terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
Selain tanda-tanda tersebut, beberapa kasus fraktur juga ditandai dengan
adanya sindroma kompartemen. Sindroma kompartemen adalah suatu kelainan
yang potensial menimbulkan kedaruratan yaitu dengan adanya peningkatan
tekanan interstisial dalam sebuah ruang tertutup, biasanya kompartemen
oseofasial ekstremitas yang noncompliant, misalnya kompartemen ateral,

14
anterior, dan posterior dalam tungkai serta kompartemen volar superfisial dan
dalam lengan serta pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan
gangguan mikrovaskular dan nekrosis jaringan lokal.
Penyebab tersering dari sindroma kompratemen akut adalah perdarahan dari
fraktur, trauma jaringan lunak atau luka bakar, cedera arteri, dan penekanan
anggota badan selama kesadaran menurun. Perban atau gips yang restriktif juga
dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya sindroma kompartemen.
Pada sindroma kompartemen, terrjadi penimbunan cairan di kompartemen
otot, tetapi fasia fibrosa tidak dapat mengembang sehingga terjadi edema dan
tekanan meningkat. Apabila tidak segera diobati maka dapat mengakibatkan
terjadinya iskemia. Gejala utama adalah nyeri hebat dan edema, tetapi gejala
tersebut sering berkaitan dengan penyebab timbulnya sindroma sehingga
diagnosis sering sulit ditegakkan. Penilaian neurovaskular secara berkala
merupakan hal yang sangat perlu dilakukan.
Gejala klinis yang terjadi pada sindroma kompartemen dikenal
dengan 5P yaitu pain (nyeri), pallor (pucat),pulselessness (berkurangnya denyut
nadi), paretesia (rasa kesemutan), paralisis. Nyeri yang hebat saat peregangan
pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan
gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding
dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering.Paralisis : Merupakan tanda lambat
akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian
yang terkena sindroma kompartemen.8

Diagnosis
Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan
kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles.
Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat

15
berdasarkan tanda klinis patah tulang. Pemeriksaan radiologik juga
diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif dan mengetahui
letak persis patahannya. Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil
dan instabil.
 Stabil bila hanya terjadi satu garis patahan.

 Instabil bila patahnya kominutif dan “crushing” dari tulang cancellous.

Pada keadaan tipe tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal tetap
utuh.. Terdapat fraktur radius melintang pada sambungan kortikokanselosa, dan
prosesus stiloideus ulnar sering putus. Fragmen radius (1) bergeser dan miring ke
belakang, (2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang
fragmen distal mengalami peremukan dan kominutif yang hebat.

Gambar 2.2. (a) deformitas garpu makan malam, (b) fraktur tidak masuk dalam sendi pergelangan tangan, (c)

Pergeseran ke belakang dan ke radial. sumber: Buku ajar ortopedi dan fraktur apley ed.7

Proyeksi AP dan lateral biasanya sudah cukup untuk memperlihatkan


fragmen fraktur. Proyeksi lateral perlu dievaluasi untuk konfirmasi adanya
subluksasi radioulnar distal. Selain itu, evaluasi sudut radiokarpal dan sudut
radioulnar juga diperlukan untuk memastikan perbaikan fungsi telah lengkap.
Pada x-ray menunjukkan fraktur angulasi dorsal dari metaphysis distal radius (2-3
cm proksimal ke pergelangan tangan). Fraktur yang mencapai ke persendian,
disebut fraktur intra-artikular sedangkan fraktur yang tidak mencapai persendian
disebut fraktur eksta-artikular.

16
Gambar 2.3 Gambaran radiologi fraktur dan abnormalitas distal lengan bawah. Sumber: Buku ajar ortopedi
dan fraktur ed.7

Dinner fork deformity merupakan temuan klinis klasik dan radiologi pada
fraktur colles. Dislokasi dan angulasi dorsal dari fragmen distal radius
mengakibatkan suatu bentuk garis pada proyeksi lateral yang menyerupai kurva
garpu makan malam.8,

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya.

b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap

c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

e. Pemerikasaan rontgen, menentukan luasnya fraktur, trauma. 1,2,3

f. Scan tulang, tomogram, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan


untuk mengidentifikasi jaringan lunak

Ht mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan


bermakna pada sisi fraktur / organ jauh pada trauma multiple). Kreatmin,
trauma otot meningkat beban creatrinin untuk klirens ginjal. 9

17
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang meliputi dua komplikasi
utama yakni komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini dapat
meliputi kehilangan darah, infeksi, emboli lemak, DVT, dan sindroma
kompartemen. Komplikasi lanjut dapat menyebabkan non-union, delayed union,
malunion, dan terhambatnya pertumbuhan.
Kehilangan darah terjadi karena trauma yang menyebabkan fraktur terbuka
dan banyak darah yang hilang saat trauma berlangsung. Infeksi dapat terjadi
terutama pada fraktur terbuka. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma
pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Bisa terjadi oleh karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
Emboli lemak adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia
20-40 tahun terutama bagi yang obesitas. Embolus lemak dapat timbul akibat
pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis
yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma.
Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut
disirkulasi paru karena ada robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya
tarik kembali terhadap darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang
juga mengikutsertakan lemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal
napas.

Deep Vein Thrombosis, trombosis vena dalam sering terjadi pada individu
yang tidak bergerak dalam jangka waktu yang lama karena trauma atau ketida
kmampuannya bergerak seperti pada lazimnya. Shock terjadi karena kehilangan
banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi.

Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.

18
. Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran tulang dari tempat yang normal. Delayed
union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal. Nonunion, patah tulang yang tidak
menyambung kembali.
Gangren gas, Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh
bakterium saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium
welchii atau clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka
dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi
ini terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung – gelembung gas pada
tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal.
Selain komplikasi yang berdasarkan dari fraktur, sindroma kompartemen yang
tidak mendapatkan penangan dengan segera mungkin dan sebaik mungkin juga
dapat menimbulkan berbagai komplikasi.10 Beberapa komplikasinya antara lain:
kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan
nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia
pada jaringan tersebut.
Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang
merupakan kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat
terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan. Infeksi, hipestesia
dannyeri juga merupakan bagian dari komplikasi yang mungkin
terjadi. Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen
meliputi gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara
multisistem.9

Penatalaksanaan dan Rehabilitasi


 Penatalaksanaan Fraktur
Penatalaksaaan secara umum yang dapat dilakukan antara lain mencari tanda-
tnda syok ata pendarahan dan melakukan pemeriksaan ABC (Airway
Management, Breathing, Circulation).

19
Selain itu juga perlu untuk mencari trauma pada tempat lain yang berisiko
(kepala dan tulang belakang, iga dan pneumotoraks, femoral dan trauma pelvis).
Setelah itu dengan segara menghilangkan rasa nyeri (analgesik-antipiretik, opiat
intravena, blok saraf, gips, dan traksi), buat akses intravena dengan baik dan kirim
golongan darah dan sample untuk dicocokan. Untuk fraktur terbuka membutuhkan
debridement, antibiotik dan profilaksis tetanus.
Penatalaksaan secara definitif dapat diakukan dengan reduksi, imobilisasi,
dan rehabilitasi. Reduksi adalah penyambungan kembali tulang; penting
dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi
dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan
tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuka), dapat dipasang pen atau sekrup
untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan traksi untuk
mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.
Imobilisasi dimaksudkan agar fraktur harus segera diimobilisasi agar
hematom fraktur dapat terbentuk dan untuk memperkecil kerusakan. Imobilisasi
jangka-panjang dilakukan setelah reduksi agar kalus dan tulang baru dapat
terbentuk. Imobilisasi jangka-panjang biasanya dilakukan dengan gips, traksi,
fiksasi internal, fiksasi eksternal, bracing fungsional. Rehabilitasi bertujuan untuk
mengembalikan pasien ke tingkat fungsi seperti sebelum trauma dengan
fisioterapi dan terapi okupasi.

Gambar 2.4 Reduksi : (a) pelepasan impaksi, (b) pronasi dan pergeseran ke depan, (c) deviasi ulnar.
Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f) slab yang dibalutkan dan reduksi
dipertahankan hingga gips mengeras. Sumber : Buku ajar ortopedi dan fraktur ed.7

20
 Penatalaksanaan Sindroma Kompartemen
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui
bedah dekompresi. Penanganan kompartemen secara umum meliputi terapi
medikal atau non bedah dan terapi bedah. Terapi Medikal / Non bedah
diindikasikan untuk diagnosa dugaan kompartemen, meliputi: menempatkan
extremitas setinggi jantung untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang
minimal.
Elevasi dapat menurunkan aliran darah sehingga memperberat iskemia;
pembukaan gips dan pembalut konstriksi; pada kasus gigitan ular berbisa
diberikan anti racun; mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk
darah; pemakaian diuretik dan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen.
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg dan
ada disfungsi neuromuskular. Tujuannya yaitu menurunkan tekanan dengan
memperbaiki perfusi otot.

Manajemen pada trauma tulang dan sendi “4 R” :


1. Recognized : look, feel, move, X- ray
2. Reposition : Menyesuaikan fragment distal terhadap fragment proximal
sehingga mencapai posisi acceptable
3. Retain : Imobilisasi atau fiksasi luar ,fiksasi dalam
4. Rehabilitation : Mengembalikan fungsi secepat mungkin dan menghindari
kecacatan.

Pertolongan Pertama
1. Rest.
Daerah yang mengalami fraktur harus diposisikan dalam keadaan
istirahat. Beri bantalan dan letakan pada palmar lalu balutkan secara
sirkumferensial dan biarkan ujung jari terbuka, tambahkan papan penahan
di bawah pergelangan untuk mencegah pergerakan.

21
2. Elevate
Tinggikan bagian yang patah,terutama pada 72 jam pertama untuk
mereduksi pembengkakan
3. ICE.
Beri es intuk mereduksi pembengkakan dan rasa sakit
4. Segera bawa ke bagian gawat darurat
5. Jangan menggerakkan tangan

Reposisi
Dilakukan apabila terjadi pergeseran yang bermakna. Dilakukan reposisi
manipulatif setelah dilakukan anestesi umum. Dilakukan dengan menekan
fragmen bawah yang bergeser dengan ibu jari operator, pada saat yang sama
dilakukan rotasi pada karpus ke posisi. Lalu dipasang gips selama 6 minggu,
lakukan x- ray setelah 2 minggu untuk memeriksa formasi tulang.

Rehabilitasi

Cara rehabilitasi :

1. Latihan dini seperti dengan melakukan kontraksi dan disertai gerakan pada
daerah yang terkena fraktur.

2. Penggunaan secara aktif

Menggunakan anggota yang fraktur untuk aktivitas senormal mungkin, segera


setelah nyeri hilang.

Tujuan latihan yaitu :


1. Memperbaiki gerakan sendi (ROM)

2. Strengthening pada otot

22
Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata
laksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika
penanganannya cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga
sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang di alami ringan,
maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis
yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan
buruk.bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik
hingga amputasi. Selain itu penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih
bagus prognosisnya di banding penderita dengan usia lanjut. 9

Preventif
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada
umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik
ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma
adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
menyebabkan fraktur. Pencegahan dapat dilakukan dengan upaya menghindari
terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan
aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati,
10
memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.

B. FRAKTUR GALIEAZZI

FRAKTUR GALEAZZI

Fraktur Galeazzi pertama kali diuraikan oleh Riccardo Galeazzi


(1935) yaitu fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar
11
distal.
Epidemiologi
Fraktur Galeazzi meliputi 3-7% dari semua fraktur lengan bawah.
Ia biasanya lebih sering terjadi pada laki-laki. Fraktur Galeazzi lebih
banyak

23
ditemukan daripada fraktur Monteggia. Kebanyakan ditemukan pada orang
dewasa dan jarang pada anak-anak.11

Etiologi
Etiologi dari fraktur Galeazzi di duga akibat dari jatuh yang menyebabkan
beban aksial ditumpukan pada lengan bawah yang hiperpronasi.11

Mekanisme Trauma
Penyebab lazimnya adalah jatuh pada tangan, mungkin disertai daya
rotasi.Fraktur radius pada sepertiga bagian bawah dan sendi radioulnar inferior
bersubluksasi atau berdislokasi. Cedera ini hamper merupakan pasangan fraktur-
dislokasi monteggia. Ada beberapa perbedaan pendapat pada mekanisme
yang tepat yang menyebabkan terjadinya fraktur Galeazzi. Mekanisme yang
paling mungkin adalah jatuh dengan tumpuan pada tangan disertai dengan pronasi
lengan bawah yang ekstrim. Daya tersebut diduga melewati artikulasi
radiocarpal, mengakibatkan dislokasi dan pemendekan dari tulang
radius.Terjadi fraktur pada 1/3 distal radius dan subluksasi atau dislokasi sendi
radioulnar distal. Deforming forces termasuk brakioradialis, kuadriseps
pronator, dan ekstensor ibu jari, serta berat tangan. Cedera otot dan jaringan lunak
yang deformasi yang terkait dengan fraktur ini tidak dapat dikontrol
dengan imobilisasi plester.12

Gambaran Klinik
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia.
Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu
dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi. 12

24
Diagnosis

GEJALA KLINIS

Gambar 2.5 galeazzi frakture sumber:netter

Terdapat gejala fraktur dan dislokasi pada daerah distal lengan


bawah.Adanya tonjolan tulang atau nyeri pada ujung ulnar adalah manifestasi
yang paling sering ditemukan. Nyeri dan edema pada jaringan lunak bisa
didapatkan pada daerah fraktur radius 1/3 distal dan pada pergelangan tangan.
Cedera ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi. Anterior
interroseous nerve palsy juga bisa terjadi tapi sering dilewati karena tidak ada
komponen sensorik pada temuan ini. Nervus interosseous anterior merupakan
cabang dari nervus medianus. Cedera pada nervus interosseous anterior ini bias
mengakibatkan paralisis dari fleksor policis longus dan fleksor digitorum
profundus pada jari telunjuk, dan menyebabkan hilangnya mekanisme menjepit
antara ibu jari dengan jari telunjuk.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan roentgen diagnosis dapat ditegakkan. Foto
radiologi lengan bawah posisi anteroposterior (AP) dan lateral di
perlukan untuk menegakkan diagnosis. Foto radiologi ekstremitas kontralateral
bisa diambil untuk perbandingan. Foto polos lengan bawah bisa ditemukan cedera
pada sendi radioulnardistal.

25
Gambar 2.6 radologi fraktur galeazzi sumber : Buku ajar ortopedi dan fraktur ed.7

• Fraktur pada dasar dari styloideus ulnaris.


• Pelebaran dari ruang sendi radioulnar distal yang bisa terlihat pada foto posisi
AP.
• Dislokasi radius yang relative dengan ulna pada foto lateral, yang
bisa didapatkan dengan mengabduksikan bahu 90 ̊.
• Pemendekan dari radius lebih dari 5 mm relatif dengan ulnar distal. 13

Penatalaksanaan
Fraktur bersifat tidak stabil dan terdapat dislokasi sehingga sebaiknya
dilakukan operasi dengan fiksasi interna. Pada fraktur Galeazzi harus
dilakukan reposisi secara dan mobilisasi segera karena bagian distal mengalami
dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi ulna distal
juga tereposisi dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi
maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-Wire. Operasi terbuka dengan
fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw Open reduction internal fixation
merupakan terapi pilihan, karena closed treatment dikaitkan dengan tingkat
kegagalan yang tinggi. Fiksasi plate dan screw adalah terapi pilihan.
Pendekatan Henry anterior (interval antara fleksor karpi radialis dan
brakioradialis) biasanya menyediakan eksposur yang cukup untuk melihat fraktur
radius, dengan fiksasi plate pada permukaan yang datar, permukaan volar dari

26
dari radius. Cedera sendi radioulnar distal biasanya menyebabkan
ketidakstabilan bagian dorsal, karena itu, capsulotomy dorsal dapat dilakukan
untuk mendapatkan akses ke sendi radioulnar distal jika tetap dislokasi
setelah radius difiksasi. Fiksasi Kirschner Wire mungkin diperlukan untuk
mempertahankan reduksi dari sendi radioulnar distal jika ianya tidak stabil. Jika
sendi radioulnar distal diyakini stabil, bagaimanapun, imobilisasi plester pasca
operasi mungkin sudah cukup.

Ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi pada pasien dengan fraktur Galeazzi:
1. Sendi radio-ulnar tereduksi dan stabil Tidak dilakukan tindakan lanjut. Lengan
di istirihatkan untuk beberapa hari, kemudian dilakukan pergerakan aktif
dengan hati-hati. Sendi radio-ulnar harus diperiksa baik secara klinis dan
radiologis setelah 6 minggu.
2. Sendi radio-ulnar tereduksi tapi tidak stabil Imobilisasi lengan dalam posisi
stabil (biasanya supinasi), jika diperlukan disertai juga dengan K-wire
transversum. Lengan di balut dengan cast di bagian atas siku selama 6
minggu. Jika terdapat fragmen styloideus ulnaris yang besar, maka
harus direduksi dan difiksasi.
3. Sendi radio-ulnar tidak tereduksi.Keadaan ini jarang didapatkan.Open
reduction harus dilakukan untuk membersihkan jaringan lunak yang rusak.
Setelah itu lengan di imobilisasi dalam posisi supinasi selama 6 minggu.

Manajemen pascaoperasi:
1. Jika sendi radioulnar distal stabil: Pergerakan dini adalah dianjurkan.
2. Jika sendi radioulnar distal tidak stabil: Imobilisasi lengan dalam
posisi supinasi selama 4 sampai 6 minggu dengan menggunakan long arm splint
atau cast
3. Pin sendi radioulnar distal, jika diperlukan, dan akan dilepas pada 6 sampai 8
minggu.14

27
Komplikasi
1.Malunion:
Reduksi nonanatomik dari fraktur radius disertai dengan kegagalan untuk
mengembalikan alignment rotasi atau lateral dapat mengakibatkan hilangnya
fungsi supinasi dan pronasi, serta nyeri pada range of motion Ini mungkin
memerlukan osteotomy atau ulnar distal shortening untuk kasus-kasus di mana
gejala pemendekan
dari radius mengakibatkan ulnocarpal impaction
2. Nonunion:
Ini jarang terjadi dengan fiksasi yang stabil, tetapi mungkin memerlukan
bone grafting.
3.Compartement syndrome:
kecurigaan klinis harus diikuti dengan pemantauan tekanan
kompartemen dengan fasciotomy darurat setelah didiagnosa sebagai sindrom
4. Cedera neurovaskuler:
Biasanya iatrogenik. Cedera saraf radialis superfisial (dibawahnya
brakioradialis) adalah beresiko dengan pendekatan radius anterior. Cedera
saraf interoseus posterior (di supinator) adalah beresiko dengan
pendekatan radius proksimal. Jika pemulihan tidak terjadi, eksplorasi saraf setelah
3 bulan.
5. Radioulnar synostosis:
Jarang terjadi (3% sampai 9,4% kejadian). Faktor risiko meliputi:
Fraktur kedua tulang pada tingkat yang sama (11% kejadian). Closed head injury
Penundaan operasi > 2 minggu. Satu sayatan untuk fiksasi kedua fraktur lengan
bawah. Penetrasi pada membran interoseus oleh bone grafting atau screw
fragmen tulang, atau peralatan bedah. 5Crush injury Infeksi.Prognosis terburuk
adalah dengan synostosis distal, dan yang terbaik adalah dengan synostosis
diafisis.

28
6. Dislokasi rekuren:
Ini bisa terjadi akibat dari malreduksi dari radius. Ini menekankan bahwa
perlunya pemulihan secara anatomi pada fraktur radius untuk
memastikan penyembuhan yang cukup dan fungsi biomekanik dari sendi
radioulnar distal.15

Prognosis
Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akanterjadi pada
setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokterpada patahan
tulang tersebut. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitarpatahan tulang,
yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulangdan periost yang
disebut dengan fase hematoma, kemudian berubah menjadi fase jaringan fibrosis,
lalu penyatuan klinis, dan pada akhirnya fase konsolidasi.16

C. FRAKTUR SMITH

FRAKTUR SMIRTH

Smith (orang Dublin seperti Colles) mendeskripsikan fraktur yang sama


sekitar 20 tahun kemudian. Tetapi pada cedera ini fragmen distal bergeser ke
anterior (kebalikan Colles). Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan. 9

Gambaran klinis

 Pasien mengalami cedera pergelangan tangan, tetapi tidak terdapat


deformitas garfu makan malam (dinner fork deformity).
 Pada pemeriksaan sinar x terdapat gambaran fraktur metafisis radius distal
 Pada foto lateral terdapat fragmen distal bergeser dan miring ke anterior

29
Gambar 2.7 radiologifraktur smith sumber: wikipedia

Gambar 2.7 radiologifraktur smith sumber: wikipedia

Gambar 2.8 radiologifraktur smith sumber: netter

Terapi

Direduksi dengan traksi dan ekstensi pergelangan tangan, lengan bawah di


imobilisasi dalam gips selama 6 minggu.

Komplikasi

A. Dini
 Nekrosis kulit  Emboli lemak
 Osteomyelitis  Tetanus
 Kompartemen
sindrom

30
B. Lanjut
 Kekakuan sendi
 Penyembuhan fraktur abnormal (delayed union, mal-union, non-
union)
 Osteomyelitis kronis
 Osteoporosis pasca trauma
 Ruptur tendon

Manifestasi klinis

A. Nyeri lokal
B. Pembengkakan
C. Eritema
D. Peningkatan suhu
E. Pergerakan abnormal
Pemeriksaan penunjang

A. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam
darah.

B. Radiologi
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.9

31
2.7 Integrasi Keislaman

Sesuai dengan hadist nabi SAW. Nabi muhammad SAW bersabda


''Sikap berhati-hati itu dari Allah dan sikap tergesa-gesa itu dari syaitan'' (HR.
Baihaqi dari Anas Bin Malik ra)
Dari hadist di atas kita senantiasa dianjurkan untuk berhati hati, dan tidak
tergesa-gesa dalam melakukan suatu hal. Hal yang dilakukan dengan tergesa-gesa
adalah hal yang tidak baik dan akan berdampak buruk terhadap diri kita misalnya
saja ketika kita ke wc dengan tergesa-gesa dan tidak hati-hati itu akan mengakibat
kan kita terjatuh dan bisa menimbulkan dampak buruk terhadap diri kita seperti
pada skenario.
Rukhshah Sholat
Orang yang mengalam patah tulang tentu akan merasa tidak nyaman dan
akan menghambat aktivitas yang dilakukan sehari-hari termasuk dalam
melaksanakan kewajiban yaitu sholat. Tetapi, hal tersebut bukanlah menjadi
alasan bagi kita untuk tidak melaksanakan kewajiban kita karna, dalam agama
islam sendiri telah mangaturnya dalam bentuk kaidah fikih. Dalam ilmu fikih ada
yang disebut rukhshah ataukeringanan yang diberikan dalam melaksanakan
ibadah. Contohnya, keringanan dalam mengerjakan ibadah shalat diberikan
kepada orang sakit.
Tidak Bisa Berdiri
Berdiri adalah rukun shalat, sehingga orang yang shalatnya tidak berdiri
maka shalatnya tidak sah.Namun khusus buat orang yang sakit dan tidak mampu
berdiri dengan benar kecuali dengan bersandar, dibolehkan berdiri dengan
bersandar.Bila tidak mampu juga, maka dibolehkan shalat dengan tanpa berdiri,
sehingga posisinya cukup dengan duduk saja. Dan bila tidak mampu duduk
sendiri, dibolehkan duduk sambil bersandar.

Dasarnya adalah hadits nabawi berikut ini :


َ‫صل قَائِ ًما فَإ ِ ْن َل ْم ت َسْت َ ِط ْع فَقَا ِعدًا فَإ ِ ْن َل ْم ت َسْت َ ِط ْع فَعَلَى َجنْ ِبك‬ ُ ْ‫ير فَ سَأَل‬
َ : ‫ت َر سُول َّللاه ِ فَقَال‬ ْ ‫كَان‬
ُ ‫َت ِبي بَ َوا ِس‬
Dari Imran bin Hushain berkata,”Aku menderita wasir, maka aku bertanya
kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda,”Shalatlah sambil berdiri, kalau tidak
bisa, maka shalatlah sambil duduk. Kalau tidak bisa, shalatlah di atas
lambungmu. (HR. Bukhari).

32
Dalam kasus pada skenario, keluhan yang dialami pasiean adalah patah
tulang pada antebrachii dextra 1/3 distal yang menyebabkan pasien kesulitan
untuk menggereakkan tangannya selain itu pasien juga akan kesulitan dalam
melaksanakan gerakan-gerakan sholat seperti; posisi takbiratul ikhrom, rukuk, dan
sujud . Dalam hadist diatas rasulullah SAW telah memberi kemudahan dalam
pelaksanaan sholat terhadap orang yang sakit dan tidak dapat melaksanakan sholat
secara sempurna. Di tambah lagi pasien ini adalah pasien geriatri (tua) Maka
hadist tersebut berlaku pada pasien diskenario tersebut dimana pasien mendapat
keringanan melaksanakan sholat duduk dalam posisi duduk.

33
BAB III. PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan scenario dan diskusi kami baik dalam proses tutorial dan
diskusi-diskusi bebas yang kami lakukan kami menyimpulkan bahwa penyakit
yang mungkin di drita pasien adalah fraktur colles, fraktur smith, fraktur galaezzi.
Hasil ini terangkum dalam table di bawah ini.

Gambaran Klinis Fraktur Colles Fraktur Smith Fraktur Galaezzi

Jenis kelamin + + -

Usia + + +

Lokasi + + +

Deformitas + + +

Nyeri Tekan + + +

Edema + + +

34
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 3rd ed. Jakarta:
EGC. 1998
2. Price, S. A. dan Wilson, L. M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1.Jakarta: EGC. (2006).
3. Rasjad, Chairudin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta: PT. Watapone
(anggota IKAPI). 2007.
4. Abbot, Carmen. Falls and Hip Fracture. Virtual Health Care Team, University
of Missouri-Columbia, School of Health Professions. 2012.
5. Kumar, Vinay. Abbas, Abul K. Aster, Jon C. Buku Robbins Basic Pathology.
9th Ed. 2013. Hal 772.
6. Pramaswary, D. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PASCA OPERASI
FRAKTUR 1/3 PROKSIMAL ANTEBRACHII DEXTRA DI RSUD. Dr.
HARDJONO S. PONOROGO. Surakarta : Jurusan Fisiologi FIK Universitas
Muhammadiya Surakarta. . 1998
7. Rasjad, Chaeruddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan ke V. Lintang
Imumpasue : Makassar. 2003.
8. Sjamsuhidayat.R.. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2. Jakarta. EGC : 2004
9. Apley. Alan Graham , Solomon. Louis.Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley Ed 7. Widya Medika : 2013
10. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Malang : Yarsif Watampone:
2003
11. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga;
2006.
12. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: EGC; 2008.h.15-32.
13. Thompson J. C. Chapter 5 Forearm. In: (Thompson J. C. ed)
Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. Second Edition. Saunders. P.145.

35
14. Chairuddin R. Bab 14 Trauma Dalam : (Chairuddin R ed.) Pengantar
Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.2009; P. 394-95, 418
15. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Injuries of the forearm and wrist. In:
(Solomon L, Warwick D, Nayagam S. eds.) Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. Ninth Edition.UK: Hodder Arnold.2010;
P.771-72.
16. Koval K. J, Zuckerman J. D. Upper Extremity Fractures and Dislocations
Distal radius. In: (Koval K. J, Zuckerman J. D. eds) Handbook of
Fractures. Third Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2006;
P.222-25.
17. Buku ajar orthopedic dan fraktur system apley 2013

36

Anda mungkin juga menyukai