BLOK MUSKULOSKELETAL
MODUL PATAH TULANG
KELOMPOK 1
CICI NURHALISAH 70600117001
Daftar Pustaka
i
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 SKENARIO 1
Seorang perempuan berusia 50 tahun, dibawa keluarganya ke UGD RS
dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kanan setelah jatuh dari kamar
mandi dan posisi tangan menahan berat tubuhnya 2 jam yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik, tanda vital dalam batas normal. Tampak adanya edema dan
deformitas pada regio antrbrachii dextra 1/3 distal. Pada palpasi, teraba adanya
penonjolan fragmen tulang, nyeri tekan (+) dan tidak dapat digerakkan.
1
1.5 TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran anatomi regio antebrachii
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, klasifikasi dan patomekanisme
fraktur secara umum.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resio dari fraktur.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme nyeri dan bengkak.
5. Mahasiawa mampu menjelaskan proses penyembuhan pada tulang.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
skenario.
7. Mahasiswa mampu mengetahui integrasi keislaman berkaitan dengan
skenario.
PATAH
INTEGRASI FRAKTUR
KEISLAMAN TULANG
RRRR
DEFINISI
KLASIFIKASI
FISIOLOGI PATOMEKANISME
PENYEMBUHAN FAKTOR RESIK0
TULANG
2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI REGIO ANTEBRACHII
a. Tulang ulna
ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah, terletak medial dan
merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah
tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon,
struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke bawah.1
b. Tulang Radius
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek,
collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan
ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi
empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada
processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut
memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur.1
3
2.2 DEFINISI, KLASIFIKASI, DAN PATOMEKANISME FRAKTUR
SECARA UMUM
Definisi fraktur
Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya
trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampumenahan
tekanan, namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan
melebihi kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur.2
Klasifikasi fraktur
Klasifikasi fraktur menurut Rasjad.3
1. Berdasarkan etiologi:
a. Fraktur traumatik
b. Fraktur patologis,
c. Fraktur stress terjadi karena adanya trauma terus menerus di suatu tempat
2. Berdasarkan klinis:
a. Fraktur terbuka
b. Fraktur tertutup
c. Fraktur dengan komplikasi
3. Berdasarkan radiologi:
a. Lokalisasi
b. Konfigurasi
c. Ekstensi
d. Fragmen
4
Patomekanisme Fraktur
5
- Penggunaan psikotropik medis
- Riwayat fraktur/jatuh
- Riwayat keluarga osteoporosis
- Penglihatan yang berkurang
- Pengguna glukokortikoid oral selama >3 thn.
6
2.5 PROSES PENYEMBUHAN TULANG
1) Inflamasi
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila
ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma (penumpukan darah akibat pembuluh darah yang rusak)
pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi (putusnya saraf)
karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh
makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat
asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi
berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan
nyeri.
2) Proliferasi sel
3) Pembentukan kalus
7
4) Remodeling
1. Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak- anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.
8
Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan
periost yang lebih hebat.
1. Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak- anak jauh lebih cepat daripada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling
tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah.
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka penyembuhan
dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser. Terjadinya
pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan periost
yang lebih hebat.
9
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
6. Waktu imobilisasi
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periost, maupan otot atau jaringan
fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur, misalnya pada operasi terbuka fraktur
tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses
penyembuhan.
9. Cairan sinovia
Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi
daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi
10
yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
A. FRAKTUR COLLES
Fraktur Colles
Cedera yang diuraikan oleh Abraham colles pada tahun 1814 adalah
fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan, dengan pergeseran
dorsal fragmen distal. Fraktur ini paling sering ditemukan pada manula,
insidensinya yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca
menopause. Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada
tangan yang terentang.
Epidemiologi
Fraktur distal radius terutama “fraktur Colles‟ lebih sering ditemukan pada
wanita, dan jarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum insidennya kira-
kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu
survey epidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari
seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas
50 tahun pria dan wanita 1 : 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan
wanita lebih kurang sama di mana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh
fraktur radius. Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata
pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenai adalah antara umur 50 – 59 tahun.
Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan.
11
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantara dikarenakan peristiwa
trauma, peristiwa kelelahan, ataupun karena factor
patologis. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran,
atau pun penarikan. Trauma tersebut bisa didapat dari bermacam aktifitas seperti
terjatuh, kecelakaan lalu lintas, dsb. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat
patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,
fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan
baris-berbaris dalam jarak jauh. Sementara itu fraktur
patologik dikarenakan kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan
yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang
tersebut sangat rapuh.
Patogenesis
12
Pada bagian dorsal radius frakturnya sering komunited, dengan periosteum
masih utuh, sehingga jarang disertai trauma tendon ekstensor. Sebaliknya pada
bahagian volar umumnya fraktur tidak komunited, disertai oleh robekan
periosteum, dan dapat disertai dengan trauma tendon fleksor dan jaringan lunak
lainnya seperti n. medianus dan n. ulnaris. Fraktur pada radius distal ini dapat
disertai dengan kerusakan sendi radio carpalia dan radio ulna distal berupa luksasi
atau subluksasi. Pada sendi radio ulna distal umumnya disertai dengan robekan
dari triangular fibrokartilago.
Mekanisme terjadinya fraktur :
Biasanya disebabkan karena trauma langsung, atau sebagai akibat jatuh
dimana sisi dorsal lengan bawah menyangga berat badan.
Manifestasi Klinis
13
Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan
pembengkakan di daerah yang terkena.
14
anterior, dan posterior dalam tungkai serta kompartemen volar superfisial dan
dalam lengan serta pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan
gangguan mikrovaskular dan nekrosis jaringan lokal.
Penyebab tersering dari sindroma kompratemen akut adalah perdarahan dari
fraktur, trauma jaringan lunak atau luka bakar, cedera arteri, dan penekanan
anggota badan selama kesadaran menurun. Perban atau gips yang restriktif juga
dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya sindroma kompartemen.
Pada sindroma kompartemen, terrjadi penimbunan cairan di kompartemen
otot, tetapi fasia fibrosa tidak dapat mengembang sehingga terjadi edema dan
tekanan meningkat. Apabila tidak segera diobati maka dapat mengakibatkan
terjadinya iskemia. Gejala utama adalah nyeri hebat dan edema, tetapi gejala
tersebut sering berkaitan dengan penyebab timbulnya sindroma sehingga
diagnosis sering sulit ditegakkan. Penilaian neurovaskular secara berkala
merupakan hal yang sangat perlu dilakukan.
Gejala klinis yang terjadi pada sindroma kompartemen dikenal
dengan 5P yaitu pain (nyeri), pallor (pucat),pulselessness (berkurangnya denyut
nadi), paretesia (rasa kesemutan), paralisis. Nyeri yang hebat saat peregangan
pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan
gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding
dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan
analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering.Paralisis : Merupakan tanda lambat
akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian
yang terkena sindroma kompartemen.8
Diagnosis
Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan
kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles.
Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat
15
berdasarkan tanda klinis patah tulang. Pemeriksaan radiologik juga
diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif dan mengetahui
letak persis patahannya. Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil
dan instabil.
Stabil bila hanya terjadi satu garis patahan.
Pada keadaan tipe tersebut periosteum bagian dorsal dari radius 1/3 distal tetap
utuh.. Terdapat fraktur radius melintang pada sambungan kortikokanselosa, dan
prosesus stiloideus ulnar sering putus. Fragmen radius (1) bergeser dan miring ke
belakang, (2) bergeser dan miring ke radial, dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang
fragmen distal mengalami peremukan dan kominutif yang hebat.
Gambar 2.2. (a) deformitas garpu makan malam, (b) fraktur tidak masuk dalam sendi pergelangan tangan, (c)
Pergeseran ke belakang dan ke radial. sumber: Buku ajar ortopedi dan fraktur apley ed.7
16
Gambar 2.3 Gambaran radiologi fraktur dan abnormalitas distal lengan bawah. Sumber: Buku ajar ortopedi
dan fraktur ed.7
Dinner fork deformity merupakan temuan klinis klasik dan radiologi pada
fraktur colles. Dislokasi dan angulasi dorsal dari fragmen distal radius
mengakibatkan suatu bentuk garis pada proyeksi lateral yang menyerupai kurva
garpu makan malam.8,
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya.
17
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang meliputi dua komplikasi
utama yakni komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini dapat
meliputi kehilangan darah, infeksi, emboli lemak, DVT, dan sindroma
kompartemen. Komplikasi lanjut dapat menyebabkan non-union, delayed union,
malunion, dan terhambatnya pertumbuhan.
Kehilangan darah terjadi karena trauma yang menyebabkan fraktur terbuka
dan banyak darah yang hilang saat trauma berlangsung. Infeksi dapat terjadi
terutama pada fraktur terbuka. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma
pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Bisa terjadi oleh karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
Emboli lemak adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia
20-40 tahun terutama bagi yang obesitas. Embolus lemak dapat timbul akibat
pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis
yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma.
Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut
disirkulasi paru karena ada robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya
tarik kembali terhadap darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang
juga mengikutsertakan lemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal
napas.
Deep Vein Thrombosis, trombosis vena dalam sering terjadi pada individu
yang tidak bergerak dalam jangka waktu yang lama karena trauma atau ketida
kmampuannya bergerak seperti pada lazimnya. Shock terjadi karena kehilangan
banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi.
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
18
. Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran tulang dari tempat yang normal. Delayed
union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal. Nonunion, patah tulang yang tidak
menyambung kembali.
Gangren gas, Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh
bakterium saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium
welchii atau clostridium perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka
dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi
ini terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung – gelembung gas pada
tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal.
Selain komplikasi yang berdasarkan dari fraktur, sindroma kompartemen yang
tidak mendapatkan penangan dengan segera mungkin dan sebaik mungkin juga
dapat menimbulkan berbagai komplikasi.10 Beberapa komplikasinya antara lain:
kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan
nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia
pada jaringan tersebut.
Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang
merupakan kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat
terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan. Infeksi, hipestesia
dannyeri juga merupakan bagian dari komplikasi yang mungkin
terjadi. Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen
meliputi gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara
multisistem.9
19
Selain itu juga perlu untuk mencari trauma pada tempat lain yang berisiko
(kepala dan tulang belakang, iga dan pneumotoraks, femoral dan trauma pelvis).
Setelah itu dengan segara menghilangkan rasa nyeri (analgesik-antipiretik, opiat
intravena, blok saraf, gips, dan traksi), buat akses intravena dengan baik dan kirim
golongan darah dan sample untuk dicocokan. Untuk fraktur terbuka membutuhkan
debridement, antibiotik dan profilaksis tetanus.
Penatalaksaan secara definitif dapat diakukan dengan reduksi, imobilisasi,
dan rehabilitasi. Reduksi adalah penyambungan kembali tulang; penting
dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi
dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan
tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuka), dapat dipasang pen atau sekrup
untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan traksi untuk
mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.
Imobilisasi dimaksudkan agar fraktur harus segera diimobilisasi agar
hematom fraktur dapat terbentuk dan untuk memperkecil kerusakan. Imobilisasi
jangka-panjang dilakukan setelah reduksi agar kalus dan tulang baru dapat
terbentuk. Imobilisasi jangka-panjang biasanya dilakukan dengan gips, traksi,
fiksasi internal, fiksasi eksternal, bracing fungsional. Rehabilitasi bertujuan untuk
mengembalikan pasien ke tingkat fungsi seperti sebelum trauma dengan
fisioterapi dan terapi okupasi.
Gambar 2.4 Reduksi : (a) pelepasan impaksi, (b) pronasi dan pergeseran ke depan, (c) deviasi ulnar.
Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f) slab yang dibalutkan dan reduksi
dipertahankan hingga gips mengeras. Sumber : Buku ajar ortopedi dan fraktur ed.7
20
Penatalaksanaan Sindroma Kompartemen
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui
bedah dekompresi. Penanganan kompartemen secara umum meliputi terapi
medikal atau non bedah dan terapi bedah. Terapi Medikal / Non bedah
diindikasikan untuk diagnosa dugaan kompartemen, meliputi: menempatkan
extremitas setinggi jantung untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang
minimal.
Elevasi dapat menurunkan aliran darah sehingga memperberat iskemia;
pembukaan gips dan pembalut konstriksi; pada kasus gigitan ular berbisa
diberikan anti racun; mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk
darah; pemakaian diuretik dan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen.
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg dan
ada disfungsi neuromuskular. Tujuannya yaitu menurunkan tekanan dengan
memperbaiki perfusi otot.
Pertolongan Pertama
1. Rest.
Daerah yang mengalami fraktur harus diposisikan dalam keadaan
istirahat. Beri bantalan dan letakan pada palmar lalu balutkan secara
sirkumferensial dan biarkan ujung jari terbuka, tambahkan papan penahan
di bawah pergelangan untuk mencegah pergerakan.
21
2. Elevate
Tinggikan bagian yang patah,terutama pada 72 jam pertama untuk
mereduksi pembengkakan
3. ICE.
Beri es intuk mereduksi pembengkakan dan rasa sakit
4. Segera bawa ke bagian gawat darurat
5. Jangan menggerakkan tangan
Reposisi
Dilakukan apabila terjadi pergeseran yang bermakna. Dilakukan reposisi
manipulatif setelah dilakukan anestesi umum. Dilakukan dengan menekan
fragmen bawah yang bergeser dengan ibu jari operator, pada saat yang sama
dilakukan rotasi pada karpus ke posisi. Lalu dipasang gips selama 6 minggu,
lakukan x- ray setelah 2 minggu untuk memeriksa formasi tulang.
Rehabilitasi
Cara rehabilitasi :
1. Latihan dini seperti dengan melakukan kontraksi dan disertai gerakan pada
daerah yang terkena fraktur.
22
Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata
laksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika
penanganannya cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga
sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang di alami ringan,
maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis
yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan
buruk.bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik
hingga amputasi. Selain itu penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih
bagus prognosisnya di banding penderita dengan usia lanjut. 9
Preventif
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada
umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik
ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma
adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
menyebabkan fraktur. Pencegahan dapat dilakukan dengan upaya menghindari
terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan
aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati,
10
memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.
B. FRAKTUR GALIEAZZI
FRAKTUR GALEAZZI
23
ditemukan daripada fraktur Monteggia. Kebanyakan ditemukan pada orang
dewasa dan jarang pada anak-anak.11
Etiologi
Etiologi dari fraktur Galeazzi di duga akibat dari jatuh yang menyebabkan
beban aksial ditumpukan pada lengan bawah yang hiperpronasi.11
Mekanisme Trauma
Penyebab lazimnya adalah jatuh pada tangan, mungkin disertai daya
rotasi.Fraktur radius pada sepertiga bagian bawah dan sendi radioulnar inferior
bersubluksasi atau berdislokasi. Cedera ini hamper merupakan pasangan fraktur-
dislokasi monteggia. Ada beberapa perbedaan pendapat pada mekanisme
yang tepat yang menyebabkan terjadinya fraktur Galeazzi. Mekanisme yang
paling mungkin adalah jatuh dengan tumpuan pada tangan disertai dengan pronasi
lengan bawah yang ekstrim. Daya tersebut diduga melewati artikulasi
radiocarpal, mengakibatkan dislokasi dan pemendekan dari tulang
radius.Terjadi fraktur pada 1/3 distal radius dan subluksasi atau dislokasi sendi
radioulnar distal. Deforming forces termasuk brakioradialis, kuadriseps
pronator, dan ekstensor ibu jari, serta berat tangan. Cedera otot dan jaringan lunak
yang deformasi yang terkait dengan fraktur ini tidak dapat dikontrol
dengan imobilisasi plester.12
Gambaran Klinik
Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur Monteggia.
Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu
dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi. 12
24
Diagnosis
GEJALA KLINIS
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan roentgen diagnosis dapat ditegakkan. Foto
radiologi lengan bawah posisi anteroposterior (AP) dan lateral di
perlukan untuk menegakkan diagnosis. Foto radiologi ekstremitas kontralateral
bisa diambil untuk perbandingan. Foto polos lengan bawah bisa ditemukan cedera
pada sendi radioulnardistal.
25
Gambar 2.6 radologi fraktur galeazzi sumber : Buku ajar ortopedi dan fraktur ed.7
Penatalaksanaan
Fraktur bersifat tidak stabil dan terdapat dislokasi sehingga sebaiknya
dilakukan operasi dengan fiksasi interna. Pada fraktur Galeazzi harus
dilakukan reposisi secara dan mobilisasi segera karena bagian distal mengalami
dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi ulna distal
juga tereposisi dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi
maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-Wire. Operasi terbuka dengan
fiksasi rigid mempergunakan plate dan screw Open reduction internal fixation
merupakan terapi pilihan, karena closed treatment dikaitkan dengan tingkat
kegagalan yang tinggi. Fiksasi plate dan screw adalah terapi pilihan.
Pendekatan Henry anterior (interval antara fleksor karpi radialis dan
brakioradialis) biasanya menyediakan eksposur yang cukup untuk melihat fraktur
radius, dengan fiksasi plate pada permukaan yang datar, permukaan volar dari
26
dari radius. Cedera sendi radioulnar distal biasanya menyebabkan
ketidakstabilan bagian dorsal, karena itu, capsulotomy dorsal dapat dilakukan
untuk mendapatkan akses ke sendi radioulnar distal jika tetap dislokasi
setelah radius difiksasi. Fiksasi Kirschner Wire mungkin diperlukan untuk
mempertahankan reduksi dari sendi radioulnar distal jika ianya tidak stabil. Jika
sendi radioulnar distal diyakini stabil, bagaimanapun, imobilisasi plester pasca
operasi mungkin sudah cukup.
Ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi pada pasien dengan fraktur Galeazzi:
1. Sendi radio-ulnar tereduksi dan stabil Tidak dilakukan tindakan lanjut. Lengan
di istirihatkan untuk beberapa hari, kemudian dilakukan pergerakan aktif
dengan hati-hati. Sendi radio-ulnar harus diperiksa baik secara klinis dan
radiologis setelah 6 minggu.
2. Sendi radio-ulnar tereduksi tapi tidak stabil Imobilisasi lengan dalam posisi
stabil (biasanya supinasi), jika diperlukan disertai juga dengan K-wire
transversum. Lengan di balut dengan cast di bagian atas siku selama 6
minggu. Jika terdapat fragmen styloideus ulnaris yang besar, maka
harus direduksi dan difiksasi.
3. Sendi radio-ulnar tidak tereduksi.Keadaan ini jarang didapatkan.Open
reduction harus dilakukan untuk membersihkan jaringan lunak yang rusak.
Setelah itu lengan di imobilisasi dalam posisi supinasi selama 6 minggu.
Manajemen pascaoperasi:
1. Jika sendi radioulnar distal stabil: Pergerakan dini adalah dianjurkan.
2. Jika sendi radioulnar distal tidak stabil: Imobilisasi lengan dalam
posisi supinasi selama 4 sampai 6 minggu dengan menggunakan long arm splint
atau cast
3. Pin sendi radioulnar distal, jika diperlukan, dan akan dilepas pada 6 sampai 8
minggu.14
27
Komplikasi
1.Malunion:
Reduksi nonanatomik dari fraktur radius disertai dengan kegagalan untuk
mengembalikan alignment rotasi atau lateral dapat mengakibatkan hilangnya
fungsi supinasi dan pronasi, serta nyeri pada range of motion Ini mungkin
memerlukan osteotomy atau ulnar distal shortening untuk kasus-kasus di mana
gejala pemendekan
dari radius mengakibatkan ulnocarpal impaction
2. Nonunion:
Ini jarang terjadi dengan fiksasi yang stabil, tetapi mungkin memerlukan
bone grafting.
3.Compartement syndrome:
kecurigaan klinis harus diikuti dengan pemantauan tekanan
kompartemen dengan fasciotomy darurat setelah didiagnosa sebagai sindrom
4. Cedera neurovaskuler:
Biasanya iatrogenik. Cedera saraf radialis superfisial (dibawahnya
brakioradialis) adalah beresiko dengan pendekatan radius anterior. Cedera
saraf interoseus posterior (di supinator) adalah beresiko dengan
pendekatan radius proksimal. Jika pemulihan tidak terjadi, eksplorasi saraf setelah
3 bulan.
5. Radioulnar synostosis:
Jarang terjadi (3% sampai 9,4% kejadian). Faktor risiko meliputi:
Fraktur kedua tulang pada tingkat yang sama (11% kejadian). Closed head injury
Penundaan operasi > 2 minggu. Satu sayatan untuk fiksasi kedua fraktur lengan
bawah. Penetrasi pada membran interoseus oleh bone grafting atau screw
fragmen tulang, atau peralatan bedah. 5Crush injury Infeksi.Prognosis terburuk
adalah dengan synostosis distal, dan yang terbaik adalah dengan synostosis
diafisis.
28
6. Dislokasi rekuren:
Ini bisa terjadi akibat dari malreduksi dari radius. Ini menekankan bahwa
perlunya pemulihan secara anatomi pada fraktur radius untuk
memastikan penyembuhan yang cukup dan fungsi biomekanik dari sendi
radioulnar distal.15
Prognosis
Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akanterjadi pada
setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokterpada patahan
tulang tersebut. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitarpatahan tulang,
yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulangdan periost yang
disebut dengan fase hematoma, kemudian berubah menjadi fase jaringan fibrosis,
lalu penyatuan klinis, dan pada akhirnya fase konsolidasi.16
C. FRAKTUR SMITH
FRAKTUR SMIRTH
Gambaran klinis
29
Gambar 2.7 radiologifraktur smith sumber: wikipedia
Terapi
Komplikasi
A. Dini
Nekrosis kulit Emboli lemak
Osteomyelitis Tetanus
Kompartemen
sindrom
30
B. Lanjut
Kekakuan sendi
Penyembuhan fraktur abnormal (delayed union, mal-union, non-
union)
Osteomyelitis kronis
Osteoporosis pasca trauma
Ruptur tendon
Manifestasi klinis
A. Nyeri lokal
B. Pembengkakan
C. Eritema
D. Peningkatan suhu
E. Pergerakan abnormal
Pemeriksaan penunjang
A. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam
darah.
B. Radiologi
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.9
31
2.7 Integrasi Keislaman
32
Dalam kasus pada skenario, keluhan yang dialami pasiean adalah patah
tulang pada antebrachii dextra 1/3 distal yang menyebabkan pasien kesulitan
untuk menggereakkan tangannya selain itu pasien juga akan kesulitan dalam
melaksanakan gerakan-gerakan sholat seperti; posisi takbiratul ikhrom, rukuk, dan
sujud . Dalam hadist diatas rasulullah SAW telah memberi kemudahan dalam
pelaksanaan sholat terhadap orang yang sakit dan tidak dapat melaksanakan sholat
secara sempurna. Di tambah lagi pasien ini adalah pasien geriatri (tua) Maka
hadist tersebut berlaku pada pasien diskenario tersebut dimana pasien mendapat
keringanan melaksanakan sholat duduk dalam posisi duduk.
33
BAB III. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan scenario dan diskusi kami baik dalam proses tutorial dan
diskusi-diskusi bebas yang kami lakukan kami menyimpulkan bahwa penyakit
yang mungkin di drita pasien adalah fraktur colles, fraktur smith, fraktur galaezzi.
Hasil ini terangkum dalam table di bawah ini.
Jenis kelamin + + -
Usia + + +
Lokasi + + +
Deformitas + + +
Nyeri Tekan + + +
Edema + + +
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. 3rd ed. Jakarta:
EGC. 1998
2. Price, S. A. dan Wilson, L. M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1.Jakarta: EGC. (2006).
3. Rasjad, Chairudin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta: PT. Watapone
(anggota IKAPI). 2007.
4. Abbot, Carmen. Falls and Hip Fracture. Virtual Health Care Team, University
of Missouri-Columbia, School of Health Professions. 2012.
5. Kumar, Vinay. Abbas, Abul K. Aster, Jon C. Buku Robbins Basic Pathology.
9th Ed. 2013. Hal 772.
6. Pramaswary, D. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PASCA OPERASI
FRAKTUR 1/3 PROKSIMAL ANTEBRACHII DEXTRA DI RSUD. Dr.
HARDJONO S. PONOROGO. Surakarta : Jurusan Fisiologi FIK Universitas
Muhammadiya Surakarta. . 1998
7. Rasjad, Chaeruddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan ke V. Lintang
Imumpasue : Makassar. 2003.
8. Sjamsuhidayat.R.. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.2. Jakarta. EGC : 2004
9. Apley. Alan Graham , Solomon. Louis.Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley Ed 7. Widya Medika : 2013
10. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Malang : Yarsif Watampone:
2003
11. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga;
2006.
12. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: EGC; 2008.h.15-32.
13. Thompson J. C. Chapter 5 Forearm. In: (Thompson J. C. ed)
Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy. Second Edition. Saunders. P.145.
35
14. Chairuddin R. Bab 14 Trauma Dalam : (Chairuddin R ed.) Pengantar
Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.2009; P. 394-95, 418
15. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Injuries of the forearm and wrist. In:
(Solomon L, Warwick D, Nayagam S. eds.) Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. Ninth Edition.UK: Hodder Arnold.2010;
P.771-72.
16. Koval K. J, Zuckerman J. D. Upper Extremity Fractures and Dislocations
Distal radius. In: (Koval K. J, Zuckerman J. D. eds) Handbook of
Fractures. Third Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2006;
P.222-25.
17. Buku ajar orthopedic dan fraktur system apley 2013
36