SKENARIO 4
Telinga Berdenging
Pasien datang dengan keluhan telinga berdenging disertai pusing berputar dan
penurunan pendengaran pada telinga kiri dirasa lenih berat dari pada yang kanan. Pusing
berputar ini sudah 1 minggu dan berulang sebanyak 3 kali. Serangan pertama di rasakan lebih
berat dari pada serangan berikutnya. Pusing berputar diseratai mual dan muntah. Pasien juga
mengeluh rasa penuh di telinga dan merasa tidak nyaman berada di keramaian terutama
telinga sebelah kiri. Pasien merasa sulit mendengar ketika diajak berbicara namun sering
merasa dibentak oleh orang yang diajak bicara. Pasien menyangkal adanya riwayat cairan
yang keluar dari telinga ataupun nyeri telinga. Sebelum diberi penatalaksanaan, dilakukan tes
penala kepada pasien dan didapatkan:
- Rinne test: aurikula dekstra/AD (+): air conduction (AC)>bone conduction (BC),
aurikula sinistra (AS) (+): AC>BC
- Webber test: tidak ada lateralisasi
- Schwabach test: aurikula dekstra, memendek (+), aurikula sinistra: memendek (+)
STEP 1
1. Tes webber adalah menilai apakah ada lateralisasi dan untuk membandingkan
hantaran tulang pada telinga
2. Tes penala adalah tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran
3. Tes rinne adalah untuk membedakan hantaran udara dengan hantaran tulang
STEP 2
STEP 3
Fisiologi
2
STEP 4
1. anatomi telinga
a. telinga luar: menangkap gelombang suara
1. aurikula: lobus, heliks, anti tragus
2. CAE: bentuk huruf S, 2/3 distal tulang sejati mengandung rambut-rambut
halus
b. Telinga tengah: menghantarkan bunyi kedalam
1. Membran timpani: penerima gelombang bunyi lalu akan diteruskan ketulang
pendengaran
2. Tuba eustacius: faktor keseimbangan udara
c. Telinga dalam: menerima getaran bunyi
1. Tulang labirin: kanalis semisirkularis
Fisiologi telinga
a. Sistem vestibuler: rangsangan informasi dilabirin terjadi perpindahan endolimfe
b. Visual: propioseptik: perpindahan posisi mata
c. Somatosensorik (sentuhan, suhu, nosiseptik)
d. Kolumna dorsalis: jalur cerebrocerebelum, spinoserebelum, vestibuloserebelum
e. Pendengaran: gelombang suara ditangkap aurikula masuk CAE
Ditangkap membran timpani menggetarkan jendela oval
3
Gangguan
keseimbangan dan
Ny
Patomekanisme pendengaran Penatalaksanaan
sampai gejala farmakologi dan
klinis nonfarmakologi
STEP 6
Belajar mandiri
4
STEP 7
A. Anatomi
1) Nervus Vestibularis
Nervus vestibularis intinya terdiri dari empat bagian yaitu medial, superior,
inferior dan lateral. Nukleus ini terletak di bagian dorsal antara pons dan
medulla sehingga menjadi bagian depan atau dinding dari ventrikel IV.
Pengetahuan mengenai nukleus vestibularis inferior masih sangat sedikit.
Nukleus vestibularis lateral dan medial berperan dalam refleks labiryntine
statis, sedangkan nukleus vestibularis medial dan superior berperan dalam
refleks dinamis dan vestibuloocular.
Pada daerah fundus dari meatus acustikus internus, bagian vestibuler dari
N.Vestibulocochlearis, meluas untuk membentuk gsnglion vestibuler yang
kemudian terbagi menjadi divisi dan superior clan inferior. Kedua divisi ini
kemudian berhubungan dengan canalis semisirkularis.3
5
2) Nervus cochlearis
6
Nervus cochlearis intinya dari dua bagian, yaitu ventral dan dorsal, letaknya
di sebelah lateral pedunkulus serebelli inferior. Tonjolan ini cochlearis pada dindng
vertikel IV disebut acoustic tubercle. Serabut dari N. Cochlearis akan berjalan ke
cochlea dan membentuk ganglion spirale cochlea, serabut nya berakhir pada sel-sel
rambut organon corti di ductus cochlearis.
B. Fisiologi
Suara gelombang getaran akan diterima oleh membrana tympani dan getaran
ini akan diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran (maleus,incus,stapes) di rongga
telinga tengah. Selanjutnya akan diterima oleh “oval window” dan diteruskan ke
rongga cochlea serta di keluarkan lagi melalui “round window”. Rongga cochlea
terbagi oleh dua sera menjadi tiga ruangan, yaitu skala vestibuli, skala tympani dan
skala perilimfe dan endolimfe. Antara skala tympani dan skala medial terdapat
membran basilaris, sel-sel rambut dan serabut afferen dan efferen nervus cochlearis.
Getaran suara tadi akan menggerakkan membrana basilaris, dimana nada tinggi
diterima dibagian basal dan nada rendah diterima di bagian apeks. Akibat gerakan
membrana basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut dan terjadi perubahan
dari energi mekanik ke chemoelectrical potensial dan akan dibawa oleh serabut afferen
nervus cochlearis ke inti dorsal dan ventral.
b) Reseptor vestibularis
c) Traktus vestibulospinalis
Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam. Struktur anatomi telinga seperti diperlihatkan pada
gambar dibawah ini.
Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi dari
luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran telinga
(canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar
sebasea sampai di membran timpani.
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-bagian
daun telinga lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus.
10
a) Membran timpani
b) Tulang-tulang pendengaran
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-
sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan
skala timpani dengan skala vestibuli.
12
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media
berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda dengan
endolimfe. Hal ini penting untuk proses pendengaran.
Antara skala satu dengan skala yang lain dipisahkan oleh suatu membran. Ada
tiga membran yaitu:
Pada membran membran basalis ini terletak organ Corti dan pada membran
basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.9 Struktur organ Corti ditampilkan
pada gambar dibawah ini.
13
A. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan memperkuat getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan
foramen ovale. Energi getar yang teiah diperkuat ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan foramen ovale sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak.
B. Mekanisme Pendengaran
Kekerasan bunyi ditentukan oleh sistem pendengaran yang melalui tiga cara :
Pertama di mana ketika bunyi menjadi keras, amplitudo getaran membran basiler dan
sel-sel rambut menjadi meningkat sehingga akan mengeksitasi ujung saraf dengan
lebih cepat.Kedua, ketika amplitudo getaran meningkat akan menyebabkan sel-sel
rambut yang terletak di pinggir bagian membran basilar yang beresonansi menjadi
terangsang sehinga menyebabkan penjumlahan spasial implus menjadi transmisi yang
melalui banyak serabut saraf.Ketiga, sel-sel rambut luar tidak akan terangsang secara
bermakna sampai dengan getaran membran basiler mencapai intensitas yang tinggi
dan perangsangan sel-sel ini tampaknya yang menggambarkan pada sistem saraf
bahwa tersebut sangat keras.
Pada batang otak terjadi persilangan antara kedua jaras di dalam korpus
trapezoid dalam komisura di antara dua inti lemniskus lateralis dan dalam komnisura
yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Adanya serabut kolateral dari traktus
auditorius berjalan langsung ke dalam sistem aktivasi retikuler di batang otak. Pada
sistem ini akan mengaktivasi seluruh sistem saraf untuk memberikan respon terhadap
bunyi yang keras. Kolateral lain yang menuju ke vermis serebelum juga akan di
aktivasikan seketika jika ada bunyi keras yang timbul mendadak. Orientasi spasial
dengan derajat tinggi akan dipertahankan oleh traktus serabut yang berasal dari koklea
sampai ke korteks.
16
C. Lokalisasi Bunyi
Perbedaan antara intensitas bunyi dalam pada kedua telinga bekerja paling
baik bila frekuensi bunyi yang lebih tinggi, karena kepala bertindak sebagai sawar
bunyi yang lebih baik terhadap frekuensi lainnya. Mekanisme perbedaan waktu dalam
membedakan arah jauh lebih baik dari pada mekanisme intesitas, karena mekanisme
ini tidak bergantung pada faktor-faktor luar, melainkan bergantung pada interval
waktu yang tepat antara dua sinyal akustik.
Perbedaan waktu datangnya gelombang bunyi pada telinga kanan telinga kiri
digunakan untuk mendeteksi sumber bunyi pada bidang datar. Pada bunyi dengan
frekuensi kurang dari 2000 Hz struktur bunyi dapat diketahui dengan
proses Interaural Time Differences (ITD). Pada frekuensi yang lebih besar dari 2000
Hz, efek dari “bayangan kepala” meningkatkan perbedaan intensitas bunyi antara
telinga kanan dan telinga kiri. Perbedaan ini digunakan untuk melokalisasi sumber
bunyi.6
17
Gambar 9. Lokalisasi sumber bunyi oleh 2 telinga. Panel A: Interaural Time Differences
(ITD) Panel B: Interaural Level of Differences.12
Apabila seseorang melihat lurus ke arah sumber bunyi maka bunyi akan
mencapai kedua telinga dengan jarak waktu yang bersamaan. Sedangkan jika telinga
kanan lebih dekat dengan bunyi dari pada telinga kiri maka sinyal bunyi yang berasal
dari telinga sebelah kanan akan memasuki otak lebih dahulu dari pada telinga sebelah
kiri.
Bayangan kepala atau bayangan akustik adalah area di mana terjadi perlemahan amplitudo
bunyi akibat terhalang oleh kepala. Bunyi berjalan menembus dan mengelilingi kepala untuk
mencapai telinga. Adanya halangan oleh kepala menyebabkan terjadinya perlemahan
amplitudo yang merupakan filter bunyi yang menuju ke telinga. Efek filter ini sangat penting
dalam menentukan lokasi sumber bunyi. Telinga yang tertutup bayangan kepala menerima
bunyi 0,7 mili detik lebih lambat dibanding telinga yang tidak tertutup bayangan kepala.
Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak, baik yang terjadi pada
manusia atau pada mamalia yang lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian
besar kemampuan mendeteksi asal bunyi. Jaras pendengaran yang berperan dalam
lokalisasi bunyi ditampilkan pada gambar dibawah ini.
18
Bila bunyi masuk pada satu telinga maka telinga pertama akan menghambat
neuron-neuron pada nukleus olivarius superior lateral dan penghambatan berlangsung
selama kurang lebih satu mili detik. Nukleus terdiri atas sejumlah besar neuron yang
mempunyai dua dendrit utama, satu yang menonjol ke kanan dan satu yang menonjol
ke kiri. Sinyal pada akustik dari telinga kanan mengenai dendrit kanan, dan sinyal dari
telinga kiri mengenai dendrit kiri. Intensitas eksitasi setiap neuron sangat sensitiv
terhadap perbedaan waktu spesifik antara dua sinyal akustik yang berasal dari kedua
telinga.
berlawan berespon terhadap perbedaan waktu yang sangat panjang dan di antara
perbedaan waktu yang sangat singkat dan panjang terdapat perbedaan waktu yang
sedang, sehingga pola spasial stimulasi neuron berkembang dalam nukleus superior
medial.
Bunyi yang datang langsung dari arah depan kepala menstimulasi satu
perangkat neuron olivarius secara maksimal dan bunyi yang sudut berbeda
menstimulasi perangkat neuron pada sisi yang berlawanan di depan neuron. Orientasi
spasial dijalarkan pada seluruh jalur ke korteks auditorius, di mana arah bunyi
ditentukan oleh lokus neuron yang dirangsang secara maksimal. Sinyal pada
penentuan arah bunyi dijalarkan melalui jaras yang merangsang lokus dalam korteks
serebral. Mekanisme untuk mendeteksi arah datangnya bunyi kembali menunjukan
bagaimana informasi dalam sinyal sensorik diputuskan ketika sinyal melalui tingkat
aktivitas neuron yang berbeda dalam kualitas arah sumber dipisahkan dari kualitas
gaya bunyi pada tingkat nukleus olivarius superior.6
1) Definisi
2) Anatomi
Gambar 12. Perbedaan anatomi tuba Eustachius pada anak dan dewasa.12
3) Etiologi
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang
paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh
Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan
Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan
adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia
tracomatis.
4) Patofisiologi
5) Klasifikasi
Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu:
a. Stadium Oklusi
b. Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau
seluruh membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edem.
c. Stadium Supurasi
Stadium ini ditandai edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel
epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani
sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga
luar
d. Stadium Perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari
telinga tengah ke liang telinga.
e. Stadium Resolusi
Pada stadium ini membran timpani berangsur normal, perforasi membran
timpani kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun
tanpa pengobatan.9
6) Diagnosis
7) Penatalaksanaan
a. Stadium Oklusi : diberikan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5%, dan
pemberian antibiotik.
b. Stadium Presupurasi : analgetika, antibiotika (biasanya golongan ampicillin
atau penisilin) dan obat tetes hidung
c. Stadium Supurasi : diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik. Dapat
juga dilakukan miringotomi bila membran timpani menonjol dan masih utuh
untuk mencegah perforasi.
d. Stadium Perforasi : Diberikan H2O2 3% selama 3-5 hari dan diberikan
antibiotika yang adekuat.15
a) Terapi simtomatis
b) Terapi Antibiotik
c) Terapi bedah
8) Komplikasi
Tabel 1. Antibiotik yang direkomendasikan pada pasien yang diterapi inisial dengan
antibiotik atau yang telah gagal 48 – 72 jam pada terapi inisial dengan observasi.15
28
1) Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media
perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis
media supuratif kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.12
2) Etiologi
Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi
adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis.
3) Epidemiologi
29
4) Klasifikasi
a. Tipe Tubotimpani (Tipe Jinak)
a. kolesteatoma kongenital
b. kolesteatoma didapat
a. Perforasi sentral
30
b. Perforasi marginal
c. Perforasi atik
5) Patogenesis
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi
yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus.
Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada
telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan
ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis.16
6) Tanda Klinis
b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
a) Normal : 10 db-26 dB
a) Proyeksi Schuller
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran
tulangtulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
c) Proyeksi Stenver
c. Pemeriksaan Bakteriologi
a) Bakteri spesifik
8) Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
a. Konservatif
b. Operasi
Sebanyak 110 pasien OMSK diacak untuk mendapatkan tetes telinga ofloxacin
atau tetes telinga kombinasi ofloxacin + dexamethasone kemudian dievaluasi pada
hari ke-5, ke-10, dan ke-15. Parameter yang dievaluasi adalah kesembuhan klinis dan
eradikasi mikrobiologi. Hasil yang didapatkan adalah kesembuhan klinis pasien yang
mendapat ofloxacin vs pasien yang mendapat ofloxacin + dexamethasone 84,61%.
tobramycin, amikacin
Macrolides: Clindamycin
Vancomycin
Chloramphenicol
Aztreonam
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada otitis media kronik adalah : 14
fragilis : Klindamisin
Mastoidektomi radikal
Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga
mastoid, dan mempertahankan pendengaran yag masih ada.
36
Miringoplasti
Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III,
IV dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi
kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan
jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap
dengan operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12
bulan.
Gambar 15. Algoritma Terapi Untuk OMSK Tipe Benigna dan Maligna.
39
C. Labirinitis
1) Definisi
Labirinitis adalah infeksi pada telinga dalam (labirin).
Keadaan ini dapat ditemukan sebagai bagian dari suatu proses
sistemik atau merupakan suatu proses tunggal pada labirin saja.20
2) Etiologi
Labirinitis bakteri sering disebabkan oleh komplikasi intra
temporal dari radang telinga tengah. Penderita otitis media kronik
yang kemudian tiba-tiba vertigo, muntah dan hilangnya
pendengaran harus waspada terhadap timbulnya labirinitis supuratif.
3) Faktor Resiko
a. Otitis Media Supuratif Kronik
b. Usia
c. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
d. Konsumsi alcohol
e. Merokok
40
4) Klasifikasi
Menurut Schuknecht membagi labirinitis bakteri atas 4 stadium:
a. Labirinitis akut atau toksik (serous) yang terjadi sebagai akibat
perubahan kimia di dalam ruang perilimf yang disebabkan oleh
proses toksik atau proses supuratif yang menembus membran
barier labirin seperti melalui membran rotundum tanpa invasi
bakteri.
b. Labirinitis akut supuratif terjadi sebagai akibat invasi bakteri
dalam ruang perilimf disertai respon tubuh dengan adanya sel-sel
radang. Pada keadaan ini kerusakan fungsi pendengaran dan
fungsi keseimbangan irreversible.
c. Labirinitis kronik supuratif yaitu terlibatnya labirin oleh bakteri
dengan respons inflamasi jaringan sudah dalam waktu yang
lama. Keadaan ini biasanya merupakan suatu komplikasi dari
penyakit telinga tengah kronis dan penyakit mastoid.
d. Labirinitis fibroseus yaitu suatu respons fibroseus di mana
terkontrolnya proses inflamasi pada labirin dengan terbentuknya
jaringan fibrous sampai obliterasi dari ruangan labirin dengan
terbentuknya kalsifikasi dan osteogenesis. Stadium ini disebut
juga stadium penyembuhan.1
Labirinitis secara klinis terdiri dari 2 subtipe, yaitu:
a. Labirinitis lokalisata (labirinitis sirkumskripta, labirinitis serosa)
merupakan komplikasi otitis media dan muncul ketika mediator
toksik dari otitis media mencapai labirin bagian membran tanpa
adanya bakteri pada telinga dalam.
b. Labirinitis difusa (labirinitis purulenta, labirinitis supuratif)
merupakan suatu keadaan infeksi pada labirin yang lebih berat
dan melibatkan akses langsung mikroorganisme ke labirin tulang
dan membran. 20
5) Patofisiologi
Stadium Akut :
Akibat perubahan kimia di ruang perilimfe
↓
41
8) Tatalaksana
Prinsip terapi pada labirinitis adalah:
a. Mencegah terjadinya progresifitas penyakit dan kerusakan
vestibulokoklea yang lebih lanjut.
b. Penyembuhan penyakit telinga yang mendasarinya.20
Farmakologi :
- Amoxicilin 3 x 500 mg PO
- Diazepam 3 x 5-10 mg
43
9) Komplikasi
a. Meniere Disease
b. BPPV (Benign Proxysmal Position Vertigo)
c. Meningitis.
1) Klasifikasi
3) Patofisiologi
a. Teori Kupulolitiasis
46
b. Teori Kanalitiasis
4) Gejala Klinis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
a) Dix-Hallpike Test
b) Tes kalori
c. Pemeriksaan Tambahan
a) Radiografi
b) Vestibular Testing
5) Tatalaksana
a. Manuver Epley
b. Manuver Semont
c. Manuver Lempert
54
6) Komplikasi
a. Canal Switch
b. Canalith Jam
E. Penyakit Meniere
1) Definisi
2) Penyebab
a) Kelebihan cairan pada bagian dalam telinga.
b) Gangguan sistem kekebalan tubuh.
c) Riwayat penyakit Meniere pada keluarga.
d) Infeksi virus, seperti meningitis.
e) Cedera kepala.
f) Migrain
g) Alergi.
5) Penatalaksanaan
a. Terapi Medis Profilaksis
c. Pembedahan
DAFTAR PUSTAKA
19. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD (2014). Kelainan telinga tengah. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N (eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
pp: 64-77.