Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SEMESTER V MODUL – 15 (PENDENGARAN, PENCIUMAN, DAN


TENGGOROK)

SKENARIO – 2

TELINGA BERAIR

DISUSUN OLEH : NADHILAH UMARAH SYAMDRA (71190811061)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan kemampuan sederhana
yang kami miliki . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Agar ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, 16 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I .............................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Tujuan Pembelajaran ........................................................................ 2

BAB II ............................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ............................................................................................. 3

2.1 Otitis Media Supuratif Kronik ................................................................ 3

2.1.1 Definisi ........................................................................................... 3

2.1.2 Etiologi ........................................................................................... 3

2.1.3 Patogenesis ..................................................................................... 4

2.1.4 Patofisiologi .................................................................................... 8

2.1.5 Diagnosis ...................................................................................... 10

2.1.6 Komplikasi.................................................................................... 11

2.2 Kolesteatoma ....................................................................................... 12

2.2.1 Patogenesis ................................................................................... 12

2.2.2 Klasifikasi ..................................................................................... 13

2.3 Gangguan Keseimbangan (Vertigo) ..................................................... 14

2.3.1 Vertigo .......................................................................................... 16

BAB III ......................................................................................................... 17

PENUTUP..................................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 18

ii
Lembar Penilaian Makalah ............................................................................ 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan suatu
permasalahan penyakit yang menyerang anak-anak dan dewasa hampir
diseluruh dunia. Gambaran discharge kuman yang biasanya menjangkit
pada pasien OMSK antara lain Pseudomonas aeruginosa, Proteus
mirabilis, Staphylococcus aureus, Klebsiella oxytoca dan Streptococcus
sp. Gambaran kuman setiap penderita OMSK berbeda-beda, dan faktor
yang menjadi pembeda gambaran kuman antara lain seperti ras, sosial,
ekonomi, genetika, infeksi, alergi, lingkungan merupakan salah satu
etiologi multifaktor dari OMSK. Antibiotik merupakan terapi yang
dapat menyembuhkan kejadian OMSK dengan baik. Kegagalan
pemberian antibiotik yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya
resistensi, jika pemberian antibiotik dan jenis gambaran kuman tidak
berbanding lurus. Terjadinya resistensi karena, selama ini penyebaran
atau gambaran kuman dan kepekaan antibiotik pada pasien yang
menderita OMSK belum diketahui gambarannya secara baik dan hal
tersebut menjadi suatu masalah yang besar.

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) dapat terus tumbuh selama


bertahun-tahun jika tidak diobati, dapat pula menyebabkan gangguan
pendengaran yang berat dan kadang-kadang dapat mengancam
kehidupan bila terjadi komplikasi seperti meningitis, abses otak, sinus
trombosis. Gangguan pendengaran berdampak serius pada
perkembangan bahasa, psikososial dan pendidikan anak. Anak sekolah
yang menderita kelainan OMSK dapat mengakibatkan penurunan
prestasi belajar, hal tersebut merupakan masalah yang sangat serius.

1
1.2 Rumusan Masalah
Skenario-2
Telinga Berair

Pasien laki-laki usia 12 tahun dibawa ibunya ke Rumah Sakit dengan


keluhan telinga berair. Hal ini telah dialami pasien sejak 3 tahun yang
bersifat hilang timbul. Telinga berair kadang disertai darah dan bau.
Pasien juga mengeluhkan pendengarannya semakin berkurang.
Dalam satu minggu ini pasien juga sering mengeluhkan pusing berputar.
Pada pemeriksaan otoskopi dijumpai sekret purulen dan jaringan
granulasi di liang telinga serta perforasi membrane marginal pada
membrane timpani. Foto rontgen mastoid: kesan dijumpai gambaran
kolesteatoma.
Dokter mendiagnosa pasien menderita infeksi telinbga kronis. Dan
menjelaskan bahwa keluhan pusing berputar yang dialami pasien
berhubungan dengan infeksi telinga yang dideritanya. Pasien dianjurkan
untuk konsultasi ke spesialis THT.
1. Apakah pasien mengalami nyeri pada telinga ?
2. Apa saja faktor penyebab infeksi telinga pada anak tersebut ?
3. Apa hubungan pusing berputar dengan infeksi pada telinga ?
4. Apa yang menyebabkan dijumpainya gambaran kolesteatoma?
5. Apa yang dimaksud dengan otitis media supuratif kronik (OMSK)
tipe bahaya, serta gejala klinisnya ?
6. Apa pathogen penyebab infeksi telinga pada anak?

1.3 Tujuan Pembelajaran


1. Untuk mengetahui OMSK (patofisiologi, diagnosa, komplikasi,
tatalaksana).
2. Untuk mengetahui patofisiologi kolesteatoma.
3. Untuk mengetahui patofisiologi gangguan keseimbangan (vertigo).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Otitis Media Supuratif Kronik


2.1.1 Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan
inflamasi kronis mukosa dan periosteum telinga bagian
tengah dan kavum mastoid. Manifestasi otitis media
supuratif kronik berupa otorea berulang yang keluar melalui
gendang telinga yang mengalami perforasi. Durasi otorea
pada kasus OMSK masih belum ada kesepakatan. World
Health Organization (WHO) menyatakan otorea ninimal 2
minggu sudah masuk dalam kategori OMSK, namun ahli-
ahli THT menyatakan durasi lebih dari tiga bulan merupakan
kasus OMSK, sedangkan literatur lain menyatakan lebih dari
enam minggu. Otorea dapat terjadi terus menerus atau hilang
timbul.

Berdasarkan perforasi, OMSK dibagi menjadi 2 tipe


yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa, benigna, tanpa
kolesteatoma) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang, maligna,
dengan kolesteatoma). Pada OMSK tipe aman jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat
kolesteatom. Sedangkan pada OMSK tipe bahaya selalu
terdapat kolesteatom dan dapat menimbulkan komplikasi
yang berbahaya.

2.1.2 Etiologi
OMSK umumnya diawali dengan otitis media
berulang pada anak, hanya sedikit yang dimulai setelah
dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari peradangan
nasofaring, mencapai telinga tengah melalui tuba eustakhius.

3
Faktor-faktor yang menyebabkan otitis media
supuratif menjadi kronik sangat majemuk, beberapa
diantaranya :

1. Gangguan fungsi tuba eustakhius yang kronik akibat :


a) Infeksi hidung dan tenggorok yang kronik atau
berulang.
b) Obstruksi anatomik tuba eustakhius parsial atau total.
2. Perforasi membrana timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan
patologis menetap pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau
rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan skuesterisasi atau
osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan
umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

2.1.3 Patogenesis
Hingga saat ini patogenesis OMSK belum diketahui
secara jelas. OMSK penyakit yang sebagian besar terjadi
sebagai komplikasi infeksi saluran pernafasan bagian atas,
stadium kronik dari otitis media akut (OMA) dengan
perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya
discharge secara terus-menerus.

Kemungkinan besar proses primer terjadi pada


sistem tuba eustachius, telinga tengah, dan selulae mastoid.
Proses ini khas, bersifat progresif secara terus-menerus dan
dinamis, berakibat hilangnya sebagian membran timpani
sehingga memudahkan proses infeksi menjadi kronik.
Perforasi sekunder pada otitis media akut dapat menjadi
kronik tanpa terjadi infeksi pada telinga tengah misalnya
pada dry ear.

4
Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi
menjadi kronik sangat bervariasi. Secara umum dapat
dibedakan menjadi:

A. Lokal
1) Anatomi dan fungsi tuba eustachius
Anatomi tuba eustachius sangat berperan
dalam fungsi pertahanan lokal, hal ini disebabkan
oleh pars membranokartilagenous (2/3 bagian
medial) pada keadaan normal selalu menutup,
dan hanya terbuka pada keadaan seperti menelan,
mengunyah, dan menguap. Pada pars
membranokartilagenous juga mengandung
banyak sel-sel epitel kolumner berkelenjar yang
menghasilkan zat mukus yang akan membentuk
mukisal blanket yang akan melekat satu sama
lain oleh adanya adhesi untuk menutup lumen
tuba. Keadaan tersebut merupakan fungsi
pertahanan mekanik dari tuba eustachius. Sel-sel
kolumner sekretorik yang juga terdapat di pars
membranokartilagenous tuba yang menghasilkan
enzim pembunuh kuman dan cairan
immunoglobulin yang mana keduanya
merupakan fungsi pertahanan seluler dari tuba
eustakhius.
2) Mukosa telinga tengah
Embriologik endotelium yang masuk ke
dalam rongga timpani berasal dari tuba
eustachius yang kemudian membentuk lipatan
mukosa yang akan melekat pada tulang
pendengaran maupun visera rongga timpani,
yang kemudian dikenal dengan mesenterium atau
lipatan mukosa rongga timpani. Epitel rongga

5
timpani berbentuk sel skuamus, kuboid, dan
kolumner bersilia dan berkelenjar, yang
berfungsi antara lain meresorbsi O2,
pembersihan, menghangatkan dan melembabkan
udara yang masuk serta fungsi proteksi, seperti
proteksi mekanik oleh mukosal blanket, proteksi
humoral oleh imunoglobulin dan enzim
pembunuh kuman yang dihasilkan oleh sel
kolumner berkelenjar, serta prokteksi selular
yang terdapat di submukosa yang berupa sel
fagosit.
3) Membran timpani
Pada keadaan normal membran timpani utuh,
sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung
rongga telinga tengah terhadap paparan kuman
yang masuk dari kanalis auditorius eksternus.
Perforasi membran timpani gagal untuk menutup
spontan, sehingga mudah terjadi infeksi berulang
dari telinga luar atau paparan alergen dari
lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea
yang persisten dan lama- kelamaan akan menjadi
otitis media supuratif yang menahun.
B. Sistemik
1) Keadaan umum tubuh
Keadaan umum yang lemah akibat inadekuat
asupan gizi, menimbulkan daya pertahan tubuh
terhadap infeksi menjadi lemah. Kondisi tersebut
memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan
bagian atas yang merupakan faktor predisposisi
infeksi kavum timpani atau rongga telinga tengah.
2) Penyakit sistemik yang menyertai

6
Beberapa penyakit sistemik seperti diabetes
melitus, kelainan darah, dapat menyebabkan
penurunan imunitas tubuh akibat tidak berfungsinya
lekosit sebagai sel makrofag secara baik. Inadekuat
fungsi makrofag menyebabkan penyakit sistemik
sulit sembuh, bahkan mampu meningkatkan
progresifitas penyakit.
3) Adanya Alergi
Infeksi saluran pernafasan yang didasari
reaksi alergi menyebabkan penyakit sulit dieliminasi
terhadap pengobatan konvensional dan akan menjadi
kronis, kecuali bila faktor alergi dihilangkan.
Sebagian otitis media kronis masih sulit untuk
ditangani. Para tenaga medis biasanya berasumsi
bahwa setiap radang hanya diakibatkan infeksi oleh
kuman sesuai uji keberadaan bakteri. Hal tersebut
mengakibatkan antibiotik yang lebih sering
diresepkan untuk mengobati kegagalan pengobatan
radang dan mungkin akan gagal lagi. Karena pada
radang yang berulang, kemungkinan terdapat faktor
alergi sebagai latar belakang penyebab kegagalan
pengobatan. Sehingga dalam penanganan OMSK,
faktor alergi harus dicurigai. Lasisi pada tahun 2008
di Nigeria melaporkan terdapat hubungan antara
otitis media supuratif dan alergi pada sekitar 80%
pasien dengan alergi. Karakteristik anatomis dan
fisiologis dari tuba eustachius pada penderita alergi
merupakan salah satu faktor penting dalam
progresifitas kejadian OMSK. Meskipun pengaruh
rinitis alergi (RA) pada fungsi tuba eustachius telah
banyak diketahui, masih sedikit bukti bahwa RA
berpengaruh terhadap kejadian OMSK. Penelitian

7
Bakhshaee menyatakan terdapat perbedaan pada
pasien OMSK dengan RA dibandingkan dengan
tanpa RA, namun hal tersebut tidak signifikan.

2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor
yang berhubungan dengan tuba eustachius, baik faktor
lingkungan, faktor genetik, maupun faktor anatomik. Tuba
eustachius memiliki fungsi penting yang berhubungan
dengan kavum timpani, diantaranya fungsi ventilasi, fungsi
proteksi, dan fungsi drainase. Penyebab endogen maupun
eksogen dapat mengganggu fungsi tuba dan menyebabkan
otitis media. Penyebab endogen misalnya gangguan silia
pada tuba, deformitas palatum, atau gangguan otot-otot
dilatator tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau
alergi yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba.
Mayoritas OMSK merupakan kelanjutan atau
komplikasi otitis media akut (OMA) yang mengalami
perforasi. Namun, OMSK juga dapat terjadi akibat
kegagalan pemasangan pipa timpanostomi (gromet tube)
pada kasus otitis media efusi (OME). Perforasi membran
timpani gagal untuk menutup spontan, sehingga mudah
terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen
dari lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea yang
persisten.

Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada


hidung dan tenggorokan dapat menyebabkan gangguan
fungsi tuba eustachius sehingga kavum timpani mudah
mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengann otorea
terus-menerus atau hilang timbul. Peradangan pada
membran timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler,
mengakibatkan terjadi iskemi pada suatu titik, yang

8
selanjutnya terjadi titik nekrotik yang berupa bercak kuning.
Bila disertai tekanan akibat penumpukan discharge dalam
kavum timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi
membran timpani. Perforasi yang menetap akan
menyebabkan rongga timpani selalu berhubungan dengan
dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari kanalis
auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas
masuk ke dalam kavum timpani. Kuman yang bebas masuk
ke dalam kavum timpani menyebabkan infeksi yang mudah
berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan
kronik ini ditetapkan berdasarkan waktu dan penggolongan
stadium didasarkan pada keseragaman gambaran patologi.
Ketidakseragaman gambaran patologi disebabkan oleh
proses yang bersifat eksaserbasi atau persisten, efek dari
kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan sikatrik.

Gambar: Diagram Patofisiologi OMSK

9
Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami
perubahan menjadi mukosa sekretorik yang memiliki sel
goblet yang mengekskresi sekret mukoid atau mukopurulen.
Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung
lama menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan
jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat
menutup membran timpani, sehingga menghalangi drainase.
Keadaan seperti ini menyebabkan OMSK menjadi penyakit
persisten.

Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi.


Pada proses penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel
skuamosa masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses
deskuamasi normal yang akan mengisi telinga tengah dan
antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder. Kolesteatoma merupakan media yang
cukup sesuai bagi pertumbuhan kuman patogen dan bakteri
pembusuk. Kolesteatoma bersifat destruktif, sehingga
mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk
rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim
osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh proses
kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel. Pada proses
penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan
membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana
membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi
aktif.

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik
dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi.
Pemeriksaan penala merupakan pemeiksaan sederhana
untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk
mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat

10
dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri
tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA
(brainstem evoked response audiometry) bagi pasien/ anak
yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada
mumi.

Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen


mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret
telinga.

2.1.6 Komplikasi
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun
kronis, mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat
menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung
pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya,
tetapi OMSK tipe aman pun dapat meyebabkan suatu kom-
plikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan
tersedianya antibiotika mutahir komplikasi otogenik menjadi
semakin jarang. Pemberian obat-obat itu sering
menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK
menjadi kurang jelas. Hal tersebut menyebabkan pentingnya
mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan
komplikasi ini.

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi


komplikasi otitis media, yang berlainan, tetapi dasarnya
tetap sama. Adams dkk(1989) mengemukakan klasifikasi
sebagai berikut :

a) Komplikasi ditelinga tengah :


• Perforasi membran timpani persisten
• Erosi tulang pendengaran

11
• Paralisis neryus fasialis
b) Komplikasidi telinga dalam :
• Fistula labirin
• Labirinitis supuratif
• Tuli saraf (sensorineural)
c) Komplikasi ekstradural :
• Abses ekstradural
• Trombosis sinus lateralis
• Petrositis
d) Komplikasi ke susunan saraf pusat :
• Meningitis
• Abses otak
• Hidrosefalus otitis

2.2 Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi
deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu
menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. lstilah
kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johanes Muller pada tahun
1838 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang
ternyata bukan. Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para
ahli antara lain adalah: keratoma (Schucknecht), squamous
epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958), epidermoid
kolesteatoma (Friedman, 1959), kista epidermoid (Ferlito, 1970),
epider- mosis (Sumarkin, 1988).

2.2.1 Patogenesis
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang
patogenesis kolesteatoma, antara lain adalah: teori
invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori
implantasi.

12
Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila
diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964)
yang mengatakan; kolesteatoma adalah epitel kulit yang
berada pada tempat yang salah.

Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit


(keratinizing stratified squamous epithelium) pada tubuh
kita berada pada lokasi yang terbuka/terpapar ke dunia luar.
Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu daerah Cul-de-
sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga
dalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada
medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga
membentuk kolesteatoma.

2.2.2 Klasifikasi
Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis:

1) Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada


masa embrionik dan ditemukan pada telinga
dengan membrana timpani utuh tanpa tanda-
tanda infeksi. Lokasi kolesteatom biasanya di
kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di
cerebellopontin angle. Kolesteatoma di
cerebellopontin angle sering ditemukan secara
tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.
2) Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah
anak lahir, jenis ini terbagi atas dua:
• Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa
didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat
terjadi proses invaginasi dari membran
timpani pars flaksida karena adanya

13
tekanan negatif di telinga tengah akibat
gangguan tuba (Teori invaginasi).
• Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah
adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat
dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi
membran timpani ke telinga tengah
(Teori migrasi) atau terjadi akibat
metaplasi mukosa kavum timpani karena
iritasi infeksi yang berlangsung lama
(Teori metaplasi).

2.3 Gangguan Keseimbangan (Vertigo)


Gangguan keseimbangan merupakan salah satu gangguan
yang sering kita jumpai dan dapat mengenai segala usia. Seringkali
pasien datang berobat walaupun tingkat gangguan keseimbangan
masih dalam taraf yang ringan. Hal ini disebabkan oleh tergang-
gunya aktivitas sehari-hari dan rasa ketidaknyamanan yang
ditimbulkannya.

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam


(labirin), terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh
tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara
khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri
atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak
dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin
tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat
perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran.
Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa.
Ujung saraf vestibuler perada dalam labirin membran yang terapung

14
dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin
terdiri dari 3 kanalis semisirkularis (kss), yaitu kss horizontal
(lateral), kss anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3
kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.

Perlu diketahui letak geografi alat-alat keseimbangan ini


terhadap kepala (bidang horizontal kepala) maupun terhadap
permukaan bumi. Bidang horizontal kepala ialah bidang yang
melalui kedua sisi inferior orbita dan kedua tengah-tengah liang
telinga luar kanan dan kiri. Bidang yang melalui kedua kss
horizontal membentuk 30 derajat dengan bidang horizontal kepala
dengan kedua ampula kanalis semi sirkularis berada pada daerah
lateral atas dan depan dari titik perpotongan ketiga bidang kanalis
semisirkularis. Letak bidang kss horizontal tegak lurus terhadap
kedua bidang vertikal (bidang vertikal adalah dua bidang yang
masing-masing melalui kss anterior dan kss posterior), sedang kedua
bidang vertikal tersebut juga saling tegak lurus, sehingga ketiga
bidang tersebut seperti letak dinding sebuah kubus (saling tegak
lurus).

Bila seseorang melihat kaki langit, maka bidang horizontal


kepala dianggap sejajar dengan bidang horizontal bumi, sehingga
bila seseorang duduk tegak di kursi dan melihat kaki langit, maka
bidang kss horizontal membentuk sudut 30 derajat dengan bidang
horizontal bumi. Pada perangsangan kalori kita memedukan bidang
kss horizontal dalam keadaan tegak lurus, jadi dalam keadaan duduk
ini orang tersebut harus menggerakkan kepala ke belakang (ekstensi
kepala) sebanyak 60 derajat. Pemeriksaan kalori biasanya dilakukan
sambil telentang. Dalam kedudukan ini bidang kss horizontal
membentuk sudut 60 derajat dengan horizontal bumi, dan untuk
perangsangan kalori, kepala harus fleksi 30 derajat. Untuk
memudahkan, disediakan tempat tidur dengan sandaran kepala yang
membentuk sudut 30 derajat. Dengan demikian bila pasien tidur

15
dengan kepala pada sandaran itu, maka posisi tersebut sudah siap
untuk tes kalori.

2.3.1 Vertigo
Vertigo adalah perasaan berputar. Dalam bahasa
lndonesia istilah pusing sangat membingungkan, sebab
terlalu luas pemakaiannya, ada istilah daerah yang lebih
tepat, misalnya pusing tujuh keliling (Betawi), oyong (Jawa)
dan lieur (Sunda), dapat dipakai sebagai pengganti vertigo.
lstilah pusing yang tidak berputar dipakai kata "pening",
sedangkan untuk vertigo (pening berputar), dapat dipakai
kata pusing.

Sesuai kejadiannya, vertigo ada beberapa macam


yaitu, vertigo spontan, vertigo posisi dan vertigo kalori.
Dikatakan vertigo spontan bila vertigo timbul tanpa
pemberian rangsangan. Rangsangan timbul dari penyakitnya
sendiri, misalnya pada penyakit Meniere oleh sebab tekanan
endolimfa yang meninggi.

Dalam vertigo posisi, vertigo timbul disebabkan oleh


perubahan posisi kepala. Vertigo timbul karena
perangsangan pada kupula kanalis semisirkularis oleh debris
atau pada kelainan servikal. Yang dimaksud sebagai debris
ialah kotoran yang menempel pada kupula kanalis
semisirkularis.

Pada pemeriksaan kalori juga dirasakan adanya


vertigo, dan vertigo ini disebut vertigo kalori. Vertigo kalori
ini penting ditanyakan pada pasien sewaktu tes kalori,
supaya ia dapat membandingkan perasaan vertigo ini dengan
serangan yang pernah dialaminya. Bila sama, maka keluhan
vertigonya adalah betul, sedangkan bila ternyata berbeda,
maka keluhan vertigo sebelumnya patut diragukan.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis
media perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek.
Yang disebut otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di
telinga tengah dengan perforasi menibran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. OMSK yang
tidak diatasi secara adekuat akan menyebabkan berbagai macam
komplikasi dan juga mengakibatkan gangguan keseimbangan baik
perifer maupun central.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams-GL; Bois LR, Paparella MM. Boies's, Fundamentals of


Otolaryngology. A textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. Fifrh ed.
Philadelphia, London, Toronto WB Saunders Company, 1989: p 195-
215.
2. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear, Nose and Throat Diseases,
Edited by Richard A. Buckingham Georg Thieme Verlag, Sturttgart,
1989:p.82-105 & p 112-1 14.
3. Ferlito A. A review of definition, terminologi and aural cholesteatoma.
The journal of laryngology and otol. 1993, 107:483-488
Gibson WPR Cochlea lmplants Scott-Brown's Otolaryngology, Fifih
Editor Otology Edltor John B Booth. Butterworths lnternational Edition,
1987: p.602-16.
4. Hawke M, Keene M, Alberti PW Clinical Otosiopy A lexl and Colour
Allas Churchilll Livingstone Edingburgh London Melbourne and New
York, 1984
5. Jung TTK and Rhee CK. Otolaryngologic Approach to the Diagnosis
and Management of Otitis Media. Otolaryngologic Clinics of North
America, Auguts 1991.

18
Lembar Penilaian Makalah

NO BAGIAN YANG SKOR NILAI


DINILAI

1. Ada Makalah 60

2. Kesesuaian dengan 0-10

LO

3. Tata cara penulisan 0-10

4. Pembahasan materi 0-10

5. Cover dan 0-10

penjilidan

Total :

NB :

LO = Learning Objective

Medan, 16 Oktober 2021

Dinilai oleh:

Tutor

(dr. Muhammad Ikhwan, Sp.OG)

19

Anda mungkin juga menyukai