Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Intoksikasi atau
keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada
kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat
menyebabkan keracunan. senyawa kimia dalam tubuh manusia yang
menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Ada beberapa hal
yang dapat menyebabkan keracunan antara lain dosisnya, cara pemberiannya,
kondisi tubuh dan lainnya. Racun terbagi atas beberapa klasifikasi yang masing-
masing dapat menyebabkan manifestasi klinis yang berbeda-beda (spesifik).
Oleh karena intoksisitas merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan,
diharapkan mahasiswa mampu memahami definisi, klasifikasi, patogenesis,
manifestasi klinis, tatalaksana kegawatdaruratan, terapi spesifik, komplikasi,
hingga prognosis dari pasien intoksikasi.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini, yaitu:
1. Mahasiswa mampu memahami definisi intoksikasi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis bahan beracun dan
mekanisme kerja masing-masing bahan.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis akibat racun
spesifik.
4. Mahasiswa mampu melakukan pengamanan kegawatdaruratan pada
kasus intoksikasi.

GALAU 1
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana spesifik tiap jeis bahan
racun.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis dari
kasus intoksisitas.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi intoksikasi
2. Untuk mampu menjelaskan jenis-jenis bahan beracun dan mekanisme
kerja masing-masing bahan.
3. Untuk mampu menjelaskan manifestasi klinis akibat racun spesifi.
4. Untuk mampu melakukan pengamanan kegawatdaruratan pada kasus
intoksikasi.
5. Untuk mampu menjelaskan tatalaksana spesifik tiap jeis bahan racun.
6. Untuk mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis dari kasus
intoksisitas.

GALAU 2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data tutorial

Hari / Tanggal Sesi 1 : Senin, 16 September 2019

Hari / Tanggal Sesi 2 : Rabu, 18 September 2019

Tutor : dr. Muchdar

Moderator : I Gusti Ayu Made Dwi Manggaraeni

Sekretaris : Favian Audrey Fahmy

2.2 Skenario LBM

LBM 2

GALAU

Nn. D 21 tahun, dibawa keluarganya ke UGD RS dengan keluhan tidak


sadarkan diri setelah meminum cairan pembasmi serangga sebanyak 1 gelas 1 jam
SMRS. Pasien diketahui nekat mencoba bunuh diri lantaran pacarnya berselingkuh
dengan teman pasien. Pasien mengalami muntah-muntah sebanyak 5x dengan
muntah berwarna kemerahan dengan bau menyengat. Pasien juga merasakan nyeri
ulu hati sebelum kemudian pingsan. Seluruh tubuh pasien terkena cairan pembasmi
serangga tsb.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan GCS E2V4M5, TD : 60/Palp mmHg,
Nadi 138 x/min, RR 28 x/min, temp 37,8°C, tampak pint point bilateral, salivasi,
dan rhinorrhea (+). Dokter jaga kemudian memutuskan melakukan gastric lavage
untuk menyelamatkan pasien.

GALAU 3
2.3. PEMBAHASAN LBM

I. Klarifikasi Istilah

Pint Point Pupil : Pint point pupil merupakan kondisi dimana


Bilateral pupil mengalami kondisi miosis yang ekstrim.
Miosis sendiri merupakan suatu keadaan dimana
pupil mengalami konstriksi (Sidharta,2012).

Salivasi : Meupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh


peningkatan keasaman pada mulut atau
peningkatan enzim ptyalin serta peningkatan
stimulasi kelenjar saliva sehingga meningkatkan
sekresi saliva yang berlebih (Sherwood, 2013).

Rhinorrhea : Kondisi dimana rongga hidung dipenuhi dengan


sejumlah besar lendir. Rhinorhea ini juga
dicirikan dengan jumlah kelebihan lendir yang
dihasilka oleh selaput lendir yang melapisi
rongga hidung (Guyton, 2014).

Gastric lavage : Merupakan salah satu tindakan dalam


emberikan pertolongan kepada pasien dengan
cara memasukkan air atau cairan tertentu dan
kemudian mengeluarkannya menggunakan alat
yang disebut NGT (Sudoyo, 2015).

II. Identifikasi Masalah


1. Identifkasi klasifikasi dari intoksikasi!
2. Sebutkan jenis-jenis dari racun!
3. Sebutkan faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran racun!

GALAU 4
4. Sebutkan petogenesis akibat intoksikasi inseksitida yang terjadi di
dalam tubuh!

III. Brain Storming


1. Identifikasi klasifikasi dari intoksikasi!
Jawaban :
Klasifisikasi intoksikasi, diantaranya :
a. Berdasarkan macam kelompok bahan (etiologi) dapat menyebabkan
keracunan, diantaranya:
 Bahan kimia umum (Chemical toxicants), terdiri dari:
o Golongan seperti pestisida (organoklorin, organofosfat,
karbamat)
o Golongan gas (nitrogen metena, karbonmonoksida, klor)
o Golongan logam (timbal, posfor, air raksa, arsenik)
o Golongan bahan organik (akrilamida, anilin, bencena
toluena, vinil klorida venol )
 Racun yang dihasilkan oleh makhluk hidup (Biological
Toxicants). Misalnya sengatan serangga, gigitan ular berbisa,
anjing dan lain-lain.
 Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri (Bacterial toxicants).
Misalnya Bacillus cereus, Comphylobacter jejuni, Clostridium
botulinum, Escherchia coli, dan lain-lain.
 Racun yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan.Misalnya jamur
amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung, dan lain-lain
(Hammer, 2014).
b. Berdasarkan mekanisme cara terjadinya keracunan dibagi menjadi
4, yaitu:
 Self Poisoning: Pada keadaan ini pasien makan obat dengan
dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini
tidak akan membahayakan. Jadi pasien tidak bermaksdu untuk
bunuh diri, biasanya hanya untuk menarik perhatian lingkungan

GALAU 5
sekitarnya. Pada anak muda kadang-kadang dilakukan untuk
coba-coba tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat
membahayakan dirinya.
 Attemted suicide: dalam hal ini, pasien memang bermaksud
untuk bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau
pasien sembuh kembali bila ia salah tafsir tentang dosis yang
dimakanya.
 Accidental poisoning: ini jelas merupakan kecelakaan, tanpa
factor sengaja sama sekali.
 Homicidal poisoning: keracunan ini akibat tindakan criminal
yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang lain (Setyohadi,
2019).
c. Berdasarkan waktu terjadinya keracunan di bagi menjadi yang
bersifat akut dan kronik.
 Untuk akut lebih mudah dikenal daripada keracunan kronik,
biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu. Ciri lain ialah
sering mengenai orang banyak, misalnya pada kercunan
makanan, dapat mengenai seluruh keluarga atau warga
sekampung. Gejala keracunan akut dapat menyerupai setiap
sindrom penyakit, karena itu harus selalu diingat kemungkinan
keracunan pada keadaan sakit mendadak dengan gejala seperti
muntah, kejang, diare, koma, dan sebagainya (Sudoyo, 2015).
 Untuk diagnosis keracunan kronik sulit dibuat karena gejala
yang timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat
timbul akut sesudah pajanan berkali-kali dalam waktu yang
cukup lama dan dengan dosis yang kecil. Suatu ciri khas ialah
bahwa zat penyebab dieksresi lebih lama dari 24 jam, waktu
paruhnya panjang, sehingga terjadi akumulasi (Sudoyo, 2015).

GALAU 6
2. Sebutkan jenis-jenis dari racun!
Jawaban :
Racun merupakan suatu bahan yang memiliki kemampuan untuk
menimbulkan efek yang merugikan bagi makhluk hidup. Racun dapat
diklasifikan menurut aksinya, diantaranya :
a. Racun korosif, yaitu racun atau agen pengiritasi yang sangat aktif untuk
menghasilkan peradangan dan ulserasi jaringan. Kelompok ini terdiri
dari asam kuat dan basa kuat.
b. Racun iritan, yaitu racun yang dapat menghasilkan gejala sakit perut
dan muntah. Racun ini terbagi atas :
 Racun anorganik
o Logam, seperti arsen, merkuri, timbal, tembaga, dan antimon.
o Non-Logam, seperti fosfor, klorin, bromin, dan iodin.
 Racun organik
o Tumbuhan, seperti minyak jarak, jengkol, dan singkong.
o Hewan, seperti bisa ular, kalajengking, dan laba-laba.
c. Racun mekanik, seperti bubuk kaca dan debu berlian.
d. Racun saraf (neurotoksik), yaitu racun ini beraksi di sistem saraf pusat.
Gejala yang ditimbulkan biasanya sakit kepala, mengantuk, pusing,
delirium, stupor, koma, dan kejang. Terbagi atas :
 Racun serebral, seperti opium, alkohol, agen sedative, agen hipnotik,
dan anastetik.
 Racun spinal, seperti Strychinine.
 Racun peripheral, seperti Curare.
e. Racun jantung (kardiotoksik), seperti digitalis dan rokok.
f. Racun hepar (hepatotoksik), dapat diakibatkan oleh obat-obatan
analegsik-antipiretik seperti paracetamol.
g. Racun ginjal (nefrotoksik), dapat disebabkan oleh obat-obatan NSAID
seperti ibuprofen dan naproxen ataupun obat anti-hipertensi seperti
ACE-inhibitor (lisinopril, ramipril, captopril, dan enalapril) atau

GALAU 7
Angitensin-Reseptor Blocker / ARB (candesartan, losartan, dan
olmesartan) (Hoffman, 2007).

3. Sebutkan faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran racun!


Jawaban :
Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida
adalah faktor dalam tubuh (internal) dan faktor dari luar tubuh (eksternal),
faktor-faktor tersebut adalah
A. Faktor dalam tubuh (internal) antara lain :
 Umur
Umur merupakan fenomena alam, semakin lama
seseorang hidup maka usia pun akan bertambah. Seiring dengan
pertambahan umur maka fungsi metabolisme tubuh juga
menurun. Semakin tua umur maka rata-rata aktivitas
kolinesterase darah semakin rendah, sehingga akan
mempermudah terjadinya keracunan pestisida (Abbas, 2015).
 Status gizi
Buruknya keadaan gizi seseorang akan berakibat
menurunnya daya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan
terhadap infeksi. Kondisi gizi yang buruk, protein yang ada
dalam tubuh sangat terbatas dan enzim kolinesterase terbentuk
dari protein, sehingga pembentukan enzimkolinesterase akan
terganggu. Dikatakan bahwa orang yang memiliki tingkat gizi
baik cenderung memiliki kadar rata-rata kolinesterase lebih
besar (Abbas, 2015).
 Jenis kelamin
Kadar kholin bebas dalam plasma darah laki-laki normal
rata-rata 4,4μg/ml. Analisis dilakukan selama beberapa bulan
menunjukkan bahwa tiap-tiap individu mempertahankan
kadarnya dalam plasma hingga relatif konstan dan kadar ini
tidak meningkat setelah makan atau pemberian oral sejumlah

GALAU 8
besar kholin. Ini menunjukkan adanya mekanisme dalam tubuh
untuk mempertahankan kholin dalam plasma pada kadar yang
konstan. Jenis kelamin sangat mempengaruhi aktivitas enzim
kolinesterase, jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkan
jenis kelamin perempuan karena pada perempuan lebih banyak
kandungan enzim kolinesterase, meskipun demikian tidak
dianjurkan wanita menyemprot dengan menggunakan pestisida,
karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kolinesterase
cenderung turun (Abbas, 2015).
 Tingkat pendidikan
Pendidikan formal yang diperoleh seseorang akan
memberikan tambahan pengetahuan bagi individu tersebut,
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
pengetahuan tentang pestisida dan bahayanya juga lebih baik
jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah,
sehingga dalam pengelolaan pestisida, tingkat pendidikan tinggi
akan lebih baik (Hammer, 2014).
B. Faktor di luar tubuh (eksternal)
 Dosis
Semua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin besar
semakin mempermudah terjadinya keracunan pada petani
pengguna pestisida. Dosis pestisida berpengaruh langsung
terhadap bahaya keracunan pestisida, hal ini ditentukan dengan
lama pajanan. Untuk dosis penyemprotan di lapangan
khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan 0,5 –
1,5 kg/ha (Sudoyo, 2015).
 Lama kerja
Semakin lama bekerja sebagai petani maka semakin
sering kontak dengan pestisida sehingga risiko terjadinya
keracunan pestisida semakin tinggi. Penurunan aktivitas
kolinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida

GALAU 9
akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu
setelah melakukan penyemprotan (Sudoyo, 2015).
 Tindakan penyemprotan pada arah angin
Arah angin harus diperhatikan oleh penyemprot saat
melakukan penyemprotan. Penyemprotan yang baik bila searah
dengan arah angin dengan kecepatan tidak boleh melebihi 750
m per menit. Petani pada saat menyemprot melawan arah angin
akan mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan petani
yang saat menyemprot searah dengan arah angin (Abbas, 2015).
 Frekuensi penyemprotan
Semakin sering melakukan penyemprotan, maka
semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan
sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang
dibutuhkan untuk dapat kontak dengan pestisida maksimal 5
jam perhari (Hammer, 2014).
 Jumlah jenis pestisida
Jumlah jenis pestisida yang banyak yang digunakan
dalam waktu penyemprotan akan menimbulkan efek keracunan
lebih besar bila dibanding dengan penggunaan satu jenis
pestisida karena daya racun atau konsentrasi pestisida akan
semakin kuat sehingga memberikan efek samping yang semakin
besar (Sudoyo, 2015).
 Toksisitas
Merupakan kesanggupan pestisida untuk membunuh
sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam
penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan
lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya
bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida
dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang
diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang

GALAU 10
menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati (Hoffman,
2007).

4. Sebutkan petogenesis akibat intoksikasi inseksitida yang terjadi di dalam


tubuh (khususnya pada kasus skenario)!
Jawaban :

(Hoffman, 2007).

Setelah tubuh terpapar organosofosfat, maka organosfosfat tersebut


akan diabsorbsi dengan baik sesuai jalur masuknya, dapat melalui inhalasi,
kontak kulit, ingesti, ataupun intravena. Mekanisme toksisitas banyak
melibatkan peran aksi kolinergik neurotransmitter yaitu aseltilkolin (ACh),
dimana reseptor muskarinik dan nikotinik-asetilkolin dapat ditemukan di
sistem saraf pusat ataupun perifer (Sudoyo, 2015).

GALAU 11
Pada sistem saraf perifer, asetilkolin dilepaskan di ganglion
otonomik mellaui sinaps pregangliion simpatis dan parasimpatis, sinaps
postganglion parasimpatis, dan neuro-muscular junction pada otot rangka.
Pada sistem saraf pusat, reseptor asetilkolin berperan pada terjadinya
toksisitas organofosfat yang menyebabkan terjadinya gangguan pada pusat
pernapasan dan vasomotor. Ketika asetilkolin dilepaskan, peranannya
melepeaskan neurotransmitter untuk memperbanyak konduksi saraf perifer
dan pusat atau memulaikontraksi otot. Efek asetilkolin diakhiri melalui
hidrolisis dengan munculnya enzim asetilkolinesterase (AChe). Terdapat
dua bentuk dari AChe ini, yaitu true cholinesterase (asetilkolinesterase)
yang ditemukan pada eritrosit, saraf, dan neuromuscular junction serta
pseudocholinesterase atau serum cholinesterase yang ebrada terutama di
serum, plasma, dan hati (Abbas, 2015).
Insektisida organofosfat menghambat AChe melalui proses
fosforilasi pada gugus esteranion. Ikatan fosfor ini sangat kuat dan bersifat
irreversible. Aktivitas AChe tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk
atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Dengan berfungsi sebagai
anti-kolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim kolinesterase yang
berfungsi menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin menjadi kolin yang
tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinaps-sinaps
kolinergik dan hal tersebut dihubungkan dengan stimulasi reseptor perifer
muskarinik. Pada dosis yang lebih besar juga dapat memepengaruhi reseptor
nikotinik dan reseptor sentral muskarinik (Sudoyo, 2015).

Sistem Saraf Otonom Sistem Saraf Somatik


Sistem Saraf Simpatis Sistem Saraf
Parasimpatis
Gejala SSP Gejala SSP Paralisis
(kebingungan, agitasi, (kebingungan, agitasi, Kelemahan
Fasikulasi

GALAU 12
halusinasi, koma, dan halusinasi, koma, dan
konvulsi) konvulsi)
Midriasis Miosis
Bronkodilatasi Lakrimasi
Takidistritmia Salivasi
Hipertensi Bronkorea
Retensi urin Bronkospasme
Hiperglikemia Bradidisritmia
Motilitas saluran cerna
Inkontenensia urin
(Sudoyo, 2015)

Dari anamnesis pada keluarga pasien di skenario, diketahui bahwa


pasien tidak sadarkan diri setelah meminum cairan pembasmi serangga
sebanyak satu gelas sebelum di antar keluarganya masuk rumah sakit. Pada
anamnesis selanjutnya didapatkan informasi bahwa pasien mengalami
muntah sebanyak 5x dengan muntah berwarna kemerahan dengan bau
menyengat, dan pasien juga merasakan nyeri ulu hati. Dari gejala-gejala
tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh keracunan dari bahan yang
terkandung dalam cairan pembasmi serangga yang telah diminum oleh
pasien. Hal tersebut diperkuat dengan muntahan pasien yang berwarna
kemerahan yang menandakan bahwa kemungkinan besar memang benar
pasien meminum dari cairan tersebut. Pada pestisida, bahan yang paling
sering menyebabkan keracunanya itu bahan organoposfat. Pada keracunan
organoposfat, mekanisme yang terjadi yaitu peningkatan kadar asetilkholin
akibat dari dihambatnya enzim asetilkholinesterase (AChE). Enzim ini
berfungsi dalam mendegradasi asetilkholin, sehingga apabila dihambat akan
menyebabkan peningkatan kadar asetilkholin. Pada peningkatan kadar
asetilkholin, akan menyebabkan perangsangan yang berlebihan pada
reseptor muskarinik dan nikotinik. Perangsangan inilah yang menyebabkan

GALAU 13
dari gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien tersebut seperti muntah,
hipotensi, hipersalivasi, rhinorrhea, nyeri ulu hati

(Hoffman, 2007).

GALAU 14
IV. Rangkuman Permasalahan

Intoksikasi

Definisi Klasifikasi Tanda Khas Faktor Penyebaran

Patogenesis

Menentukan Diagnosis
Pasien

Managemen Penatalaksanaan
Resusitasi Cairan
Kegawatdaruratan Spesifik

Intoksikasi atau dikenal sebagai keracunan dapat diartikan sebagai


masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat menyebabkan
ketidaknormalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat
menyebabkan kematian. Keracunan dapat timbul akibat bunuh dini
(tentamen suicide), pembunuhan (homicide), maupun kecelakaan tidak
sengaja (accidental). Secara garis besar racun dapat diklasifikasikan
menjadi racun yang bersifat korosif, iritan, ataupun racun yang spesifik
dapat menimbulkan kelainan fungsional pada organ-organ tubuh tertentu.

GALAU 15
Setiap racun dapat menimbulkan manifestasi tersendiri atau khas.
Sehingga perlu dilakukan beberapa analisa untuk mengidentifikasi
penyebab spesifik dari racun yang terabsorbsi oleh pasien. Intoksikasi
sendiri merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan yang mengancam jiwa,
sehingga perlu dilakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan yang tepat dan
cepat.

GALAU 16
V. Learning Issue

1. Jelaskan difinisi dari intoksisitas!


2. Identifikasi manifestasi klinis dari masing-masing jenis racun!
3. Bagaimana pemeriksaan yang dapat dilakukan pada kasus intoksikasi?
4. Bagaimana penatalaksanaan kegawatdaruratan pada kasus intoksikasi?
5. Identifikasi perihal resusitasi cairan pada pasien syok!
6. Bagaimana tatalaksana spesifik pada pasien intoksikasi?
7. Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi pada pasien intoksikasi?
8. Bagaimana prognosis pada pasien intoksikasi?

GALAU 17
VI. Referensi
Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar,V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi
9. Singapura : Elsevier Saunders

Guyton, A. C., Hall, J.E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12.
Jakarta : EGC

Hammer, Gary D & J. Stephen. 2014. Pathophysiology Of Disease An


Introduction To Clinical Medicine. Ed. 7. USE : Mc Graw Hill
Education

Sudoyo, AW., Setiati S., Stiyohadi B., Syam AF. 2015. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta : Internal
Publishing

Hoffman, RS., et all,. 2007. Goldfrank’s Manual Of Toxicologic


Emergencies. New York : McGraw-Hill Companies, Inc

GALAU 18
VII. Pembahasan Learning Issue

1. Jelaskan difinisi dari intoksisitas!


Jawaban :
Intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya zat
psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek,
perilaku, fungsi, dan respon psikofisiologis. Sumber lain menyebutkan bahwa
keracunan dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat
menyebabkan ketidaknormalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat
menyebabkan kematian (Sudoyo, 2015).

2. Identifikasi manifestasi klinis dari masing-masing jenis racun!


Jawaban :

Tabel contoh bahan kimia beracun

No. Bahan Jenis bahan Akibat keracunan dan


beracun gangguan

1. Logam - Pb (TEL, PbCO3) - Syaraf, ginjal dan


/metalloid - Hg (Hg, senyawa- darah
senyawa organik & - Ginjal dan syaraf
anorganik) - Hati, ginjal dan
- Cadmium, darah
- Krom - Kanker
- Arsen - Iritasi dan kanker
- Posfor - Metabolism
karbohidrat, lemak
dan protein

2. Bahan - Hidrogen alifatik (bensin, - Pusing dan koma


pelarut minyak tanah) - Hati dan ginjal
- Hidrokarbon - Penglihatan, koma,
terhalogenasi (kloroform, dan syaraf

GALAU 19
CCl4) - Syaraf pusat dan
- Alcohol (etanol, leukemia
methanol)
- Hidrokarbonaromatik
(benzena)
3. Gas-gas - Aspiksian biasa (N2, - Sesak napas,
beracun argon, helium) kekurangan
- Aspiksia kimia (CO2, oksigen
C2H2) - Sesak napas
- Asam sianida (HCN) - Pusing
- Asam sianida (H2S) - Sesak napas,
- Karbon monoksida (CO) kejang, hilang
- Nitrogen oksida (NO2) kesadaran
- Sesak napas, otak,
jantung, syaraf,
hilang kesadaran
- Sesak napas, iritasi,
kematian

4. Karsinogen - Benzene - Leukemia


- Asbes - Paru-paru
- Benzidin - Kandung kemih
- Krom - Paru-paru
- Vinil klorida - Hati, paru-paru,
syaraf pusat, darah

5. Pestisida - Organoklorin, organo - Pusing, kejang,


fosfat hilang kesadaran,
kematian

(Linden, 2012).

GALAU 20
Tabel contoh bahan korosif berdasarkan wujud

No. Wujud Kerusakan yang Jenis bahan


(fase) diakibatkan

1. Korosif Bahaya jika kontak dengan Kaustik soda, NaOH,


padat kulit
kalium hidroksida,
KOH, natrium silikat,
Na2OxSiO2, kalsium
hidroksida, CaO,
Ca(OH)2, fenol,
C6H6OH, asam
trikloroasetat,
CCl3COOH.

2. Korosif cair Bahaya jika kontak dengan Asam sulfat, H2SO4-,


kulit atau mata, asam nitrat, HNO3-,
menyebabkan proses asam klorida, HCl; asam
pelarutan atau denaturasi formoat/asam semut,
protein CHCOOH; asam
cuka/asam asetat,
CH3COOH, asam
sulfide, H2S.

3. Korosif gas Bahaya jika terhirup, akan Sifatnya tergantug


merusak pernapasan kepada kelarutannya
dalam air.

Kelarutan Merusak saluran pernapasan Ammonia, asam


dalam air bagian atas. klorida, asama setat,
mudah asam florida (HF),
formaldehid.

Kelarutan Merusak saluran pernapasan Belerang dioksida, klor

GALAU 21
dalam air atas dan bagian dalam dan brom (Br2).
sedang

Kelarutan Merusak alat pernapasan Ozon, nitrogen oksida,


dalam air bagian dalam
keil

(Linden, 2012).

Logam berat
Keberadaan logam berat bisa berupa logam murni, paduan atau
dalam bentuk senyawa. Dalam keadaan murni berupa padatan pada suhu
kamar, dalm bentuk serbuk, bogkahan atau dalam bentuk lain, kecuali
merkurium (raksa) dalam bentuk cairan. Begitu pula logam paduan dapat
berupa padatan atau cairan/larutan. Dalam bentuk senyawa pada umumnya
memiliki warna khas sesuai dengan formula senyawanya (Bakta, 1998).
Tabel logam berat dan pengaruhnya terhadap kesehatan
No. Logam Bentuk senyawa Pengaruh terhadap
kesehatan
1. Timbal, Pb Pb, senyawa Penghambat
pembentukan
hemoglobin, anemia,
gangguan otak.

2. Cadmium, Cd Cd, senyawa Ginjal, tulang,


anemia ringan

3. Mercurium Hg, alkil, Hg, Hg2+ Gangguan syaraf


(raksa), Hg (garam) pusat, gangguan otak,
teratogenik, sistem
ginjal, sistem
reproduksi

GALAU 22
4. Arsen, As As, AS3+, AS5+ Batu ginjal, anemia,
lever, cirrhosis,
kanker, kelenjar
prostat

(Linden, 2012).

Terdapat suatu keadaan kumpulan gejala (sindroma) intoksikasi


yang diakibatkan oleh masing-masing zat yang mengandung toksik,
diantaranya :
 Sindroma Antikholinergik
Tanda-tanda delirium, takhikardia, kulit kering dan kemerahan,
pupil dilatasi/midriasis, myokionus, suhu meningkat sedikit, retensi urin,
suara usus/peristaltik berkurang. Kejang dan disritmia dapat terjadi pada

kausus berat.
 Penyebab yang umum: Obat antihistamin, obat

antiparkinson, atropin, scopolamin, obat antispasmodik, obat midriatik,


pelumpuh otot skelet, dan bermacam-macam tumbuh-tumbuhan
(Satyanegara, 2010).
 Sindroma Simpatomimetik
Tanda-tanda: Delusi, paranoia, takhikardia (atau bradikardia bila
obatnya murni agonis alfa acirenergik), hipertensi, hiperpireksia,
diaphoresis, piloereksi, midriasis, hiperrefleksia. Kejang, hipotensi, dan
disritmia dapat terjadi pada kasus berat. Penyebab ynag umum: Cocain,
amfetamin, metamfetamin dan derivatnya, dekongestan (contoh:
fenilpropanolamin, efedrin). Tanda-tanda tersebut dapat terjadi pada
overdosis coffein dan teofihin (Satyanegara, 2010).
 Intoksikasi Opiat, obat sedatifatau etanol
Tanda-tanda: Koma, depresi nafas, miosis, hipotensi, bradikardia,
hipotermia, udema pulmonal, suara peristaltik berkurang, hiporefleksia, dan
dapat terjadi kejang. Penyebab yang umum: Narkotika, Obat-obat

GALAU 23
barbiturat, benzodiazepin, meprobamat, clonidin, dan etanol (Budiawan,
2013).

 Siodronia Kolinergik
Tanda-tanda: Bingung, depresi sistem saraf pusat, lemas, salivasi,
lakrimasi, inkontinensia urin dan fekal, kram gastrointestinal, emesis,
diaphoresis, fasciku1ai otot, udema pulmo, miosis, bradikardia atau

takhikardia, dan kejang-kejang.
 Penyebab yang umum: insektisida

organofosfat dan karbamat, fisostigmin, edrofonium, dan beberapa jenis


jamur (Kamanyire, 2012).

3. Bagaimana pemeriksaan yang dapat dilakukan pada kasus intoksikasi?


Jawaban :
A. Anamnesis
Harus dilakukan dengan teliti dan ada beberapa hal yang haris
dicari dan ditanyakan. Pada kasus keracunan, seringkali petugas
penolong/petugas medis tidak bisa mendapatkan informasi yang akurat
dari pasien, oleh karena itu diperlukan informasi tambahan dari anggota
keluarga, teman atau saksi lain yang melihat kejadian keracunan. Jika
memungkinkan cari informasi jenis racun dari wadah/botol racun,
jarum suntik, sampul zat kimia dan hal lain yang punya nilai diagnostic
terhadap keracunan di sekitar lokasi kejadian. Jika hal ini diketahui,
maka informasi yang harus ditanyakan adalah sebagai berikut:
 Jenis, jumlah dan waktu terminum atau terpapar racun
 Gejala sejak terpapar
 Keadaan penyebab terpapar (kecelakaan atau kesengajaan)
 Terapi yang telah diberikan
 Riwayat penyakit atau riwayat psikiatri
 Riwayat alergi
 Obat-obatan yang rutin diminum (Sudoyo, 2015).

GALAU 24
B. Pemeriksaan fisik
 Gejala umum
Cari sindrom autonomic, termasuk tekanan darah, nadi,
pupil, keringat dan aktivitas peristaltik. Pemeriksaan fisik yang
cepat juga diperlukan untuk menentukan tatalaksana lebih
lanjut. Pemeriksaan meliputi; (1) jalan napas, (2) ventilasi yang
bagus, (3) tanda vital, (4) keadaan mental, (5) ukuran dan refleks
pupil (Sidharta, 2012).
Penilaian keadaan klinis yang paling awal adalah status
kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale). Apabila pasien
tidak sadar dan tidak ada keterangan apapaun (alloanamnesis)
maka diagnosis keracunan dapat dilakukan pereksklusionam.
Untuk keracunan secara umum dapat digunakan skor yaitu
Poisoning System Score (PSS) (Linden, 2012).
 Pemeriksaan mata
Perubahan ukuran pupil, serta posisi pupil (nystagmus)
dapat terjadi tergantung jenis obat/racun. Miosis: kolinergik,
klonidin, opiates, organofosfat, phenothiazine, pilokarpin,
pontine bleed, sedatip hipnotik (COPS). Midriasis: antihistamin,
antidepressant, antikolinergik, atropine, simpatomimetik
(AAAS) (ACEP, 2014).
 Pemeriksaan neuropati
 Pemeriksaan abdomen: pada pemeriksaan abdomen yang harus
di periksa adalah peristaltic, ileus, distensi abdomen, muntah
(hematemesis) dan lain-lain.
 Pemeriksaan kulit
 Pemeriksaan bau atau aroma racun
Sejumlah racun dapat dikenali lewat baunya. Namun
demikian kadang bau racun akan tertutupi dengan bau muntah
sehingga akan menyulitkan deteksi bau racun (Sudoyo, 2015).
C. Pemeriksaan penunjang

GALAU 25
Analisis toksikologi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini
selain dapat membantu penegakan diagnosis, juga berguna untuk
penyidikan polisi pada kasus kejahatan.
 Pemeriksaan radiologi: pemeriksaan radiologi perlu dilakukan
terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi
atau dugaan adanya perforasi lambung (Sudoyo, 2015).
 Laboratorium klinik
Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama analisis gas
darah. Beberapa gangguan gas darah dapat membantu
penegakkan diagnosis penyebab keracunan. Pemeriksaan fungsi
hati, ginjal, dan sedimen urin harus pula dilakukan karena selain
berguna untuk mengetahui dampak keracunan juga dapat
dijadikan sebagai dasar diagnosis penyebab keracunan.
Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan darah perifer
lengkap juga harus dilakukan (Abbas, 2015).
 Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pasa kasus keracunan
karena sering diikuti terjadinya gangguan irama jantung yang
berupa sinus takikardia, sinus bradikardia, takikardia
supraventrikular, takikardia ventrikular, torsode de pointes,
fibrilasi ventrikular, asistol, dan disosiasi elektromekanik.
Beberapa faktor predisposisi timbulnya aritmia pada keracunan
adalah keracunan obat kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan
ansietas, hiperkarbia, ganguan elektrolit darah, hivolemia, dan
penyakit dasar jantung iskemik (Abbas, 2015).

4. Bagaimana penatalaksanaan kegawatdaruratan pada kasus intoksikasi?


Jawaban :
Penanganan intoksikasi akut secara lengkap dapat meliputi
penanganan umum, dan khusus. Penanganan umum meliputi tindakan
ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Decontamination dan

GALAU 26
Elimination), pemberian antidot dan tindakan suportif. Penanganan khusus
tergantung jenis racun (Linden, 2015).

A. Penanganan Umum
Sebelum melakukan tindakan, terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan kesadaran pada pasien. Ada dua metode yang bisa
digunaakan yaitu GCS dan AVPU. Menggunakan sistem AVPU,
dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan
kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau
pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun
diberi rangsang nyeri (unresponsive) (Linden, 2015).
o Airway
Bebaskan jalan nafas dari sumbatan. Apabila perlu pasang
pipa endotrakeal. Head tilt-chin lift dan jaw trust harus kita lakukan
agar jalan nafas tetap terbuka dalam hal ini look, listen and feel dapat
juga kita lakukan. Walaupun look, listen and feel adalah
pemeriksaan pada breathing perlu diingat bahwa setiap penderita
yang dapat berbicara dengan jelas untuk sementara menjamin bahwa
jalan nafasnya tidak ada masalah (ACSC, 2015).
o Look
Lihat apakah kesadaran penderita berubah, bila penderita
menjadi gelisah kemungkinan besar karena hipoksia. Sianosis akibat
hipoksia dapat dilihat pada kuku dan sekitar mulut. Perhatikan juga
adanya penggunaan otot pernapasan tambahan (ACSC, 2015).
o Listen
Pernapasan yang berbunyi adalah pernapasan yang
terobstruksi
1. Snoring (mengorok) : Pangkal lidah jatuh ke belakang.
Penanganan : Head tilt-chin lift, Jaw Trust, OPA/ NPA
2. Gargling : Adanya darah atau cairan pada tenggorokan

GALAU 27
Penanganan : Miringkan (logroll), suction, finger sweep.
3. Stridor : Disebabkan obstruksi parsial (edema) atau spasme dari
faring atau laring.
Penanganan : Airway definitif, intubasi, needle
cricothiroidotomi (Linden, 2015).
o Feel
Rasakan pergerakan udara ekspirasi. Dengan look listen feel
kita dapat mengetahui beberapa hal diantaranya ada sumbatan jalan
nafas parsial / total karena memang kedua hal inilah yang kita cari
dan temukan pada pemeriksaan jalan nafas. Obstruksi jalan nafas
pada penderita tidak sadar dapat disebabkan oleh benda asing,
cairan, lidah jatuh ke belakang dan sebagainya (Sudoyo, 2015).
o Breathing
Jaga agar pasien dapat bernapas dengan baik. Apabila perlu
berikan bantuan pernapasan. 1 Ventilasi yang baik meliputi fungsi
yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Setiap komponen
ini harus dievaluasi secara cepat. Ventilasi dikatakan baik apabila: 10
 Peranjakan dada simetris
 Penderita tidak sesak
 Tidak disertai suara, gurgling, snoring, crowing
 Tidak sianosis (Sudoyo, 2015).
o Circulation
Tekanan darah dan nadi dipertahankan dalam batas normal.
Berikan infus cairan dengan normal salin, dextrosa atau ringer laktat.
Pembemberian informasi mengenai keadaan hemodinamik ini yakni
tingkat kesadaran, warna kulit, nadi dan tekanan darah (Sudoyo,
2015).
 Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat
berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran
(walaupun demikian kehilangan darah dalam jumlah banyak

GALAU 28
belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran) (Hoffman,
2007).

 Warna kulit
Wama kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia.
Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada
wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan
hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit
ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hipovolemia. Bila
memang disebabka hipovolemia, maka ini menandakan
kehilangan darah minimal 30% volume darah (Miller, 2015).
 Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri
carotis harus diperiksa bilateral, untuk kekuatan nadi,
kecepatan dan irama. Pada syok nadi akan kecil dan cepat.
Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan
tanda normovolemia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan
tanda hipovolemia, namun harus diingat sebab lain yang
dapat menyebabkannya. Nadi yang tidak teratur biasanya
merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya
pulsasi dan nadi sentral (arteri besar) merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi (Miller, 2015).
 Tekanan Darah
Jangan terlalu percaya kepada tekanan darah dalam
menentukan syok karena tekanan darah sebelumnya tidak
diketahui dan diperlukan kehilangan volume darah lebih dari
30% untuk dapat terjadi penurunan tekanan darah (Sudoyo,
2015).
o Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan
untuk menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi

GALAU 29
dan mencegah kerusakan. Petugas, sebelum memberikan
pertolongan harus menggunakan pelindung diri berupa sarung
tangan, masker, dan apron. Tindakan dekontaminasi tergantung
pada lokasi tubuh yang terkena racun (Sudoyo, 2015).
 Dekontaminasi pulmonal
Yaitu berupa tindakan menjauhkan korbandari
pemaparan inhalasi zat racun. Monitor kemungkinan gawat
napas dan berikan oksigen lembab 100% dan jika perlu
diberi ventilator (Sudoyo, 2015).
 Dekontaminasi mata
Berupa tindakan untuk membersihkan mata dari
racun yaitu posisi kepala pasien ditengadahkan dan miringke
sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya. Buka
kelopak matanya perlahan dan irigasi dengan larutan
aquades atau NaCl 0,9% perlahan sampai racunnya
diperkirakan sudahhilang (hindari bekas larutan pencucian
mengenai wajah atau mata lainnya) selanjutnya tutup mata
dengan kassa steril dan segera konsulkan pada dokter mata.
 Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku) (Abbas, 2015).
Dekontaminasi paling awal adalah melepaskan
pakaian, arloji, sepatu, dan aksesoris lainnya dan masukkan
dalam wadah plastic yang kedap air dan tutup rapat. Cuci
(scrubbing) bagian kulit yang terkena dengan air mengalir
dan disabun minimal 10 menit. Selanjutnya keringkan
dengan handuk kering dan lembut (Abbas, 2015).
 Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering
sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif),
pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan cara
induksi muntah atau aspirasi dan cuci lambung dapat
mengurangi jumlah paparan bahan toksik. Namun tindakan

GALAU 30
ini bersifat kontraindikasi pada kasus keracunan bahan
korosif, bahan berminyak, dan pada gangguan mental
(Linden,2015).
o Eliminasi
Tindakan ini merupakan tindakan untuk mempercepat
pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah atau dalam
saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam. Apabila masih
dalam saluran pencernaan dapat digunakan pemberian arang aktif
yang diberikan berulang dengan dosis 30-50 gram (0,5-1
gram/kgBB) setiap 4 jam per oral/enteral (Sudoyo, 2015).

5. Identifikasi perihal resusitasi cairan pada pasien syok!


Jawaban :
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1)
memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa
sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat. (2)
meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaiki penyebab yang
mendasari kehilangan cairan secepat mungkin. Jika pasien sedang
mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk menghentikan perdarahan.
Mencakup pemasangan tekanan pada tempat perdarahan atau mungkin
diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal (Ilyas,
2014).
Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar dipasang untuk
membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya
memungkinkan pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen
darah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9
%, Koloid (albumin dan dekstran 6 %) (Lira, 2014).
Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan
meninggikan tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus
horizontal dan kepala agak dinaikan. Tujuannya, untuk meningkatkan arus
balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi (Lira, 2014).

GALAU 31
Penatalaksanaan pra-rumah sakit pada pasien dengan syok
hipovolemik sering dimulai pada tempat kejadian atau di rumah. Tim yang
menangani pasien sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja mencegah
cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah sakit sesegera mungkin, dan
memulai penanganan yang sesuai. Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri
dari immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin jalan napas yang adekuat,
menjamin ventilasi, dan memaksimalkan sirkulasi (Hammer, 2014).
Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif
dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output, dan
memperburuk status/keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan ventilasi
penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merusak pada pasien
dengan syok hipovolemik. Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai
tanpa keterlambatan transportasi. Beberapa prosedur, seperti memulai
pemberian infus atau fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan ketika pasien
sudah dibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambat pemindahan
pasien sebaiknya ditunda. Keuntungan pemberian cairan intravena segera
pada tempat kejadian tidak jelas. Namun, infus intravena dan resusitasi
cairan harus dimulai dan dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan
kesehatan (Lira, 2014).

6. Bagaimana tatalaksana spesifik pada pasien intoksikasi?


Jawaban :
Penyebab kematian dari keracunan ini adalah kegagalan respirasi
karena kekakuan dan kelumpuhan otot napas dan akibat bronchorrhea.
 Antidotum
Kategori Bahan racun Antidotum Metode

Kimia Sianida Nitrit (sodium/amil Amyl nitrit inhalasi


nitrit) sodium trisulfat 50 ml (12,5 g) Na thiosulfaft
dikobalt edetate (kasus 25% dalam 10 menit.
berat)

GALAU 32
Metanol/Etilen Ethanol 4-metilpirazol 2,5 ml/kgBB ethanol 40%
glikol (vodka, gin) dalam air / jus
jeruk, oral 30 menit.

Timbal EDTA Terapi kelasi.


Asam 2,3-
dimercaptosuksinat
Penisilamin, BAL.
Organofosfat Sulfat atropine 1-2 mg IV ulang 10-15
Pralidoksim menit, max 50 mg/hari.

Obat Amfetamine Lorazepam 2 mg IV

Digoxin Fab fragmen (antibody Dosis tergantung digoxin


spesifik) serum

Opioid Nalokson 0,01 mg/kgBB IV ulang tiap


2 menit

Paracetamol N-asetilsistein, Metionin efektif, papaan < 8


metionin jam.

Racun Kalajengking Antivenin (polivalen)


binatang
Ubur-ubur Antivenom

Ular berbisa SABU Metode Schwartz-Way ;


metode Luck

Makanan Jengkol Na bikarbonat 4 x 2 gram/hari

Toxin Botulinum Atitoksin tipe A, B, E 100.000 unit tipe


mikroba A+B+10.000 unit tipe E

(Sudoyo, 2015)

GALAU 33
 Atropin
Merupakan penatalaksanaan prioritas kedua untuk mengontrol
aktivitas muskarinik yang berlebihan. Atropin sulfat berkompetisi
dengan antagonis ACh pada reseptor muskarinik untuk menimbulkan
sekresi yang berlebihan, miosis, brenkospasme, muntah, diare,
diaphoresis, dan inkontenensia urin. Pada pedoman ACLS dan PALS,
keracunan serius ini kadang membutuhkan 1000 mg atropine dalam 24
jam dan total dosis yang dibutuhkan sampai 11.000 mg. Pemberian
atropin diharapkan dapat mengurangi sekresi lender pulmoner,
perubahan pupil, dan denyut jantung (Sudoyo, 2015).
 Pralidoksim
Bekerja untuk memperbaiki AChe karena atropine tidak dapat
melawan efek nikotinik. Pemberian pradiloksim dilakukan ketika efek
toksik nikotinik muncul atau dosis atropine sesuai standar pedoman
ACLS atau PALS sudah berlebihan. Ikatan organofosfat dengan AChe
akan permanen seiring lamanya terpapar maka mulai pemberian terapi
2-PAM harus sesegera mungkin ketika ada indikasi (Hammer, 2014).
Dosis awal 2-PAM pada orang dewasa yaitu 2g intravena tiap
10-15 menit. Jika pemberian dosis awal berespon, maka 2-PAM
dilanjutkan tiap 6 jam sampai pasien bebas gejala dalam 24 jam
(Sudoyo, 2015).
 Benzodiazepin
Pada penelitian dengan menggunakan hewan uji coba,
ditemukan bahwa diazepam dapat memperbaiki kesintasan dari korban
keracunan peptisida organofosfat berat. Efek yang timbullebih berupa
terminasi sederhana dari kejang. Dosis standar yang digunakan sama
pada pasien intubasi dan kejang (Sudoyo, 2015).

GALAU 34
7. Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi pada pasien intoksikasi?
Jawaban :
Komplikasi dari intoksikasi di antaranya:
1) Gangguan pada SSP (Depresi pernapasan, hipotensi → kematian)
2) Gagal ginjal akut
3) Perforasi lambung
4) Aritmia, dll
5) Edema paru (Budiawan, 2013).

8. Bagaimana prognosis pada pasien intoksikasi?


Jawaban :
Intoksikasi dapat dikontrol apabila segera ditangani dengan benar.
Penatalaksanaan pada intoksikasi bermaksud untuk menjaga hemodinamik
dan stabilitas tubuh penderita sekaligus memperbaiki kerusakan yang terjadi
akibat paparan bahan toksik. Namun, prognosisnya bisa memburuk hingga
kematian apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, sebab bahan toksik
dapat berdampak sistemik di seluruh tubuh (Hoffman, 2007).

GALAU 35
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari hasil diskusi LBM 2 ini dapat disimpulkan bahwa, intoksikasi
dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat
menyebabkan ketidaknormalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai
dapat menyebabkan kematian. Keracunan dapat timbul akibat bunuh dini
(tentamen suicide), pembunuhan (homicide), maupun kecelakaan tidak
sengaja (accidental). Secara garis besar racun dapat diklasifikasikan
menjadi racun yang bersifat korosif, iritan, ataupun racun yang spesifik
dapat menimbulkan kelainan fungsional pada organ-organ tubuh tertentu.
Setiap racun dapat menimbulkan manifestasi tersendiri atau khas.
Sehingga perlu dilakukan beberapa analisa untuk mengidentifikasi
penyebab spesifik dari racun yang terabsorbsi oleh pasien. Intoksikasi
sendiri merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan yang mengancam jiwa,
sehingga perlu dilakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan diantaranya
dengan melakukan survei primer untuk mengidentifikasi jalur nafas,
pernafasan sekaligus ventilasi, sirkulasi, dekontaminasi, sekaligus eliminasi
pada pasien. Penatalaksanaan seperti pemberian resusitasi cairan penting
diberikan terutama pada kasus-kasus syok hipovolemik. Pada pasien dengan
intoksikasi perlu diberikan antidotum yang berguna untuk menetralisir
racun (reaksi antigen-antibodi, khelasi, atau membentuk ikatan kimia),
mengantagonis efek fisiologis racun (mengaktivasi kerja sistem saraf yang
berlawanan, memfasilitasi aksi kompetisi metabolik/ reseptor substrat
tersebut).

GALAU 36

Anda mungkin juga menyukai