(010112a067)
(010112a076)
3. Putri Ahadiyah
(010112a078)
4. Siti Aisah
(010112a096)
5. Wiwik Wijayanti
(010112a109)
BAB I
KONSEP DASAR
A. Defenisi
Distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandi dengan adanya
hambatan kemajuan dalam persalinan.
Distosia di definisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau
abnormal, yang timbul akibat sebagai kondisi yang berhubungan dengan berbagai
macam keadaan.
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan disebabkan kelainan
his, letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.
B. Klasifikasi
1.Distosia kelainan his
a)
Inersia uteri
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat
untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Inersia
uteri dibagi menjadi 2 :
a. Inersia uteri primer : terjadi pada awal fase laten.
b. Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif
(1) Etiologi :
Multipara, kelainan letak janin, disproporsi sefalovelvik,
kehamilan ganda, hidramnion, utrus bikornis unikolis.
(2) Komplikasi
a. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan
b. Kemugkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian
perinatal.
c. Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi
naik, suhu meninggi, asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan
turgor berkurang
(3) Faktor predisposisi
Anemia, hidromanion, grande multipara, primipara, pasien
dengan emosi kurang baik.
(4) Penatalaksanaan
Inesri primer, perbaiki KU pasien. Rujuk ke RS jika Kala I aktif
lebih dari 12 jam pada multipara atau prmipara. Berikan sedatif lalu nilai
kembali pembukaan serviks setelah 12 jam. Pecahkan ketuban dan beri
infus oksitosin bila tidak ada his.
Inersi sekunder, pastikan tidak ada disproporsi sefalopelvik,
rujuk ke RS bila persalinan kala I aktif lebih dari 12 jam baik multi
maupun primipara. Pecahkan ketuban dan berikan infus oksitosin 5
satuan dalam larutan glukosa 5% secara infus IV dengan kecepatan 12
tetes per menit. Tetesan dapat dinaikan perlahan-lahan sampai 50 tetes
per menit.
b)
Kelahiran
janin
dengan
ubun-ubun
kecil
di
belakang
Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat
ditangani.
ii.
(4) Prognosis
Janin yang kecil masih dapat lahir spontan, tetapi janin dengan
berat dan besar normal tidak dapat lahir spontan per vainam, hal ini
karena
kepala
turun
melalui
PAP
dengan
sirkumferensia
prematuritas,
kehamilan
ganda,
hidramnion,
dalam
teraba
bahu
dan
tulang-tulang
klavikula).
Kadang-kadang
teraba
tali
pusat
yang
menumbung.
(3) Komplikasi
Cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah dan lengan
menumbung melalui vagina, kematian janin, ruptur uteri.
(4) Prognosis
Bila terjadi ruptur uteri spontan atau ruptur traumatik akibat versi
dan ekstraksi yang buruk/terlambat, dapat terjadi kematian. Bila
diagnosis berhasil ditegakan secara dini dan penanganannya tepat maka
prognosis baik.
(5) Penatalaksanaan
Lakukan versi luar bila syarat luar terpenuhi. Ibu diharuskan
masuk RS lebih dini pada permulaan persalinan. Pada permulaan
persalinan masih dapat diusahakan untuk melakukan versi luar asalkan
pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah.
Primigravida, bila versi luar tidak berhasil, segera lakukan seksio
sesarea. Pada multigravida, bila riwayat obstetri bak, tidak ada
kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan
untuk
menentukan
apakah
terdapat
disproporsi
(2) Prognosis
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500
gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan.
Kesukaran dapat terjadi akibat kepala yang besar, karena bahu yang
lebar sehingga sulit melewati PAP. Jika kepala janin telah dilahirkan dan
bagian-bagian
lain
belum
lahir
akibat
besarnya
bahu
dapat
mengakibatkan asfiksia.
(3) Penatalaksanaan
Pada proporsi sefalopelvik karena janin besar, SC perlu
dipertimbangkan. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga
sebelumnya. Episiotomi dilakukan apabila kepala telah lahir dan bahu
sulit untuk dilahirkan. Pada keadaan janin telah meninggal sebelum bahu
dilahirkan, dapat dilakukan klieidotomi pada satu atau kedua klavikula
untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.
b) Hidrosefalus
Hidrosefalus
ialah
keadaan
terjadinya
penimbunan
cairan
pemeriksaan
ultrasonik/MRI.
Kemungkinan
hidrosefalus
dipikirkan apabila;
(a)
(b)
(2) Prognosis
Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya rupture uteri
akan mengancam penderita. Rupture uteri hidrosefalus dapat terjadi
sebelum pembukaan serviks menjadi lengkap, karena tengkorak yang
besar ikut meregangkan segmen bawah uterus.
(3) Penatalaksanaan
Persalinan
perlu
pengawasan
secara
seksama,
karena
dilakukan pada saat ketuban pecah dan terjadi kelambatan DJJ tanpa
sebab yang jelas.
(3) Penatalaksanaan
Pada janin dengan prolapsus funikuli akan mengakibatkan
hipoksia akibat tali pusat yang terjepit. Pada prolapsus funikuli dengan
tali pusat yang masih berdenyut tetapi pembukaan belum lengkap maka
dapat dilakukan reposisi tali pusat dan menyelamatkan persalinan
dengan sesiosesarea (SC). Reposisi dilakukan bila wanita ditidurkan
dalam posisi trendelemburg. SC di lakukan dengan keadaan tali pusat
tidak mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah janin.Pada
keadaan di mana janin telah meninggal tidak ada alasan untuk
menyelesaikan persalinan dengan segera.
penurunan
janin,sehingga
neningkatkan
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian data dasar klien
1. Aktivitas/istrahat
a) Melaporkan keletihan, kurang energi
b) Letargi, penurunan penampilan
2. Sirkulasi
a) Tekanan darah dapat meningkat
b) Mungkin menerima magnesium sulfat untuk hipertensi karena kehamilan
3. Eliminasi
Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada
4. Integritas ego
Mungkin sangat cemas dan ketakutan
5. Nyeri/ketidaknyamanan
a) Mungkin menunjukan persalinan palsu di rumah
b) Kontraksi jarang, dengan intensitas ringan sampai sedang (kurang dari tiga
kontraksi dalam periode 10 menit)
c) Dapat terjadi sebelum awitan persalinan (disfungsi fase laten primer) atau
setelah persalinan terjadi (disfungsi fase aktif sekunder)
d) Fase laten persalinan dapat memanjang ; 20 jam atau lebih lama pada
nulipara rata-rata adalah 8 jam), atau 14 jam pada multipara (rata-rata
adalah 5 jam)
e) Tonus istirahat miometrial mungkin 8 mm Hg atau kurang dan kontraksi
dapat terukur kurang dari 30 mm Hg atau dapat terjadi masing-masing
lebih dari 5 menit. Sedangkan, tonus istrahat dapat lebih besar dari 15 mm
Hg, pada peningkatan kontraksi 50 sampai 85 mm Hg dengan peningkatan
frekuensi dan penurunan intensitas.
6. Keamanan
a) Dapat mengalami versi eksternal setelah gestasi 34 minggu dalam upaya
untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala.
b) Penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam pada nulipara atau kurang
dari 2 cm/jam pada multipara (penurunan dengan durasi yang lebih lama
(protracted). Tidak ada kemajuan yang terjadi dalam 1 jam atau lebih
sampel
kulit
kepala
janin
mendeteksi
atau
mengesampingkan asidosis.
9. Prioritas masalah keperawatan
a) mengkaji dan mengatasi pola uterus abnormal
b) memantau respons fisik maternal/janin terhadap pola kontraksi dan
lamanya persalinan
c) memberikan dukungan emosional untuk klien/pasangan
d) mencegah komplikasi
B. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan yang lambat.
2. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan yang lama,
malpresentasi janin, hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu, CPD.
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi, kerentanan
pribadi, harapan/persepsi tidak realistis, ketidakadekuatan sistem pendukung.
C. Rencana keperawatan
1. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan yang lama,
malpresentasi janin, hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu, CPD.
Hasil yang diharapkan :
a)
b)
Rasional
ulang
riwayat Membantu
dalam
kemungkinan
mengidentifikasi
penyebab,
kebutuhan
tepat.
disebabkan
Disfungsi
oleh
uterus
keadaan
atonik
dapat
atau
narkotik
terlalu
kebutuhan)
dini
dapat
(atau
melebihi
menghambat
atau
menghentikan persalinan
Evaluasi
tingkat
keletihan Kelelahan
ibu
yang
disfungsi
akibat
berlebihan
sekunder
dari
atau
persalinan
lama/persalinan palsu.
risiko
komplikasi
dan
penurunan
intensitas
amnionitis.
Catat dilatasi,
menghambat
penurunan
persalinan.
Terjadinya
sel darah putih; catat bau dan amnionitis secara langsung dihubungkan
warna rabas vagina
dengan
lamanya
persalinan,sehingga
mengindentifikasi
timbulnya
penyebab
segmen
atas
dan
bawah,
baring
atau
sesuai toleransi
memperbaiki
ambulasi Ambulasi
dapat
pola
membantu
hipertonik.
kekuatan
Anjurkan
klien
kandung
uterus
dan
mempengaruhi
derajat
hidrasi.
pada
kekurangan
DK; kekurangan
cadangan
glukosa,
volume
hemoragi
pascapartum,
atau
ulang
defekasi
dan
evakuasi
kebiasaan Kepenuhan
keteraturan aktivitas
usus
uterus
dapat
dan
menghambat
mempengaruhi
penurunan janin.
Tetap bersama klien ; berikan Reduksi rangsang dari luar mungkin perlu
lingkungan yang tenang sesuai untuk
indikasi
memungkinkan
tidur
setelah
Juga
membantu
dalam
kotak
kedaruratan
Kolaborasi
Siapkan
klien
3-4 cm.
pada
tidak
adanya
disproporsi
sefalopelvik (CPD).
Gunakan rangsangan puting Oksitosin mungkin perlu untuk menambah
untuk menghasilkan oksitosin atau memulai aktivitas miometrik untuk
endogen, atau memulai infus pola
oksitosin
eksogen
uterus
hipotonik.
atau dikonindikasikan
prostaglandin.
Ini
pada
biasanya
pola
persalinan
membantu
sejkati
membedakan
dan
antara
palsu.
Pada
mengikuti
istrahat.
Morfin
Siapkan
untuk
melahirkan Kelelahan
ibu
yang
mengakibatkan
upaya
efektif
persalinan
pada
berlebihan,
mengejan
tahap
tidak
II,
Rasional
Mengetahui tingkat ansietas klien
klien
merasa
nyaman
dengan
keadaannya
klien
mengungkapkan
dengan keadaannya
perasaannya
Pahami
perasaan
Minta suami atau keluarga Untuk menurunkan ansietas pada klien dan
untuk mendampingi selama mengurangi rasa takut
proses
persalinan
untuk
klien
Rasional
Persalinan
yang
lama
yang
berakibat
nyeri
dilatasi/membuka
bila
serviks
dapat
tidak
menandakan
derajat
nyeri
hubungannya
dalam Ketidaknyamanan
dan
nyeri
dapat
dilatasi/penonjolan
yang
tidak
dikenali
sebagai
masalah
disfungsional.
katekolamin,
Tekankan
penyimpangan
ketersediaan
juga
glikogen,
glukosa
penurunan
menurunkan
untuk
sintesis
untuk
mengalihkan/memfokuskan
kembali
ansietas,
dan
meningkatkan
membantu
klien
Berikan
informasi
D. Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi, berdasarkan tujuan yang
hendak dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan sebelumnya.
Saat evaluasi perawat hendaknya selalu memberi kesempatan klien dan keluarga
untuk menilai keberhasilannya, kemudian diarahkan sesuai dengan kemampuan
klien dan keluarga dibidang kesehatan.
pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma,
dan koagulopati obstetri.
B. Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri
Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik, yaitu :
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya
kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore,
tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan
plasenta dan kemungkinan kematian janin. Pada abortus septik, perdarahan per
vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala
iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.
a) Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab
diantaranya :
(1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8
minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain :
kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil
pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat
yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol
dan infeksi virus.
(2) Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit
darah tinggi yang menahun.
(3) Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu
seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus
toxoplasma.
(4) Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada
mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya
ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri,
dan kelainan bawaan pada rahim.
b) Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
(1) Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan
kurang dari 20 minggu.
(2) Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang
tertinggal.
(3) Abortus Insipiens
`Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks
yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di
dalam rahim.
(4) Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam,
sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di
dalam rahim.
(5) Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih dalam kandungan.
(6) Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
(7) Abortus Infeksius
Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
(8) Abortus Septik
Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan
produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu.
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang
dibedakan menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
(1) Abortus Komplet
Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila
menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya
makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
(2) Abortus Inkomplet
c) Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah
dengan
Macrodex,
Haemaccel,
Periston,
Plasmagel,
Plasmafundin
Apabila
perubahan
hidatidosa
bersifat
fokal
dan
kurang
c) Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama,
perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).
d) Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
(1) Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
(2) Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit
bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
(3) Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan
yaitu :
(1) Kondisi penderita pada saat itu,
(2) Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
(3) Lokasi kehamilan ektopik.
(4) Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan
bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan
terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :
(1) Transfusi, infus, oksigen,
(2) Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan
antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat
mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di
rumah sakit
e) Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma
(Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir
a) Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu
dapat diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan
atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan
plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa
plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas
fungsi, memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta
tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar.
Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya,
sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
b) Gambaran klinis plasenta previa
(1) Perdarahan tanpa nyeri
(2) Perdarahan berulang
(3) Warna perdarahan merah segar
(4) Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
(5) Timbulnya perlahan-lahan
(6) Waktu terjadinya saat hamil
(7) His biasanya tidak ada
(8) Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
(9) Denyut jantung janin ada
(10)
(11)
(12)
c) Diagnosis
(1) Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada
pemeriksaan hematokrit.
(2) Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu
atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu
atas panggul.
(3) Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan
tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi
vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
(4) Tindakan setelah melahirkan.
(a)
(b)
(c)
(d)
f) Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat
praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan
infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus
pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara
perlahan.
5. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta
yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
lahir .
a) Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti.
Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya,
antara lain :
(1) Penyakit hipertensi menahun
(2) Pre-eklampsia
(3) Tali pusat yang pendek
(4) Trauma
(5) Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior uterus yang
sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir.
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
(1) Umur lanjut
(2) Multiparitas
(3) Ketuban pecah sebelum waktunya
(4) Defisiensi asam folat
(5) Merokok, alcohol, kokain
(6) Mioma uteri
b) Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
(1) Solusio placenta ringan
(2) Solusio placenta sedang
(3) Solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai
derajat terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat
pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan
akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan
perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi
berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta.
Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/tersembunyi. Kadang- kadang
darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
c) Gejala klinis
(1) Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
(2) Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
(3) Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah
dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus
teregang (uterus en bois).
(4) Palpasi sukar karena rahim keras.
(5) Fundus uteri makin lama makin naik
(6) Bunyi jantung biasanya tidak ada
(7) Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus
bertambah
(8) Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
d) Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum
yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir,
Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana
keadaan umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio
placenta dapat ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000ml.
b)
Pemberian O2
c)
Pemberian antibiotik.
d)
yang
mengandung
kira-kira
gram
fibrinogen
per
1000ml.Sehingga
dengan
transfusi
darah
lebih
dari
2000ml,
(b)
pada
dinding
uterus
berikut
peritoneumnya
Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas
SC, miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan
plasenta secara manual
ii.
(b) Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain
seperti:
i.
ekstraksi forsef
ii.
iii.
Embriotomi
iv.
v.
vi.
Manual plasenta
vii.
Curetase
viii.
Ekspresi kisteler/cred
ix.
x.
i.
ii.
b) Etiologi
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
(1) Tindakan obstetri
(2) Ketidakseimbangan fetopelvik
(3) Letak lintang yang diabaikan
(4) Kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan
(5) Jaringan parut pada uterus
(6) Kecelakaan.
8. Perdarahan Pasca persalinan
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan
pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Penyebab gangguan ini adalah
kelainan pelepasan dan kontraksi, rupture serviks dan vagina (lebih jarang
laserasi perineum), retensio sisa plasenta, dan koagulopati.
Perdarahan pascapersalinan tidak lebih dari 500 ml selama 24 jam
pertama, kehilangan darah 500 ml atau lebih berarti bahaya syok. Perdarahan
yang terjadi bersifat mendadak sangat parah (jarang), perdarahan sedang (pada
kebanyakan kasus), dan perdarahan sedang menetap (terutama pada ruptur).
Peningkatan anemia akan mengancam terjadinya syok, kegelisahan, mual,
peningkatan frekuensi nadi, dan penurunan tekanan darah.
a) Klasifikasi Klinis
(1) Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau
Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama.
Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Terbanyak dalam 2 jam pertama.
(2) Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder
atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan
pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan
35
tahun
merupakan
faktor
risiko
terjadinya
perdarahan
pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali
lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia
20-29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia
30-35tahun.
(2) Perdarahan pascapersalinan dan gravida
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk
multigravida mempunyai
fungsi
reproduksi
mengalami
penurunan
sehingga
pascapersalinan
yang
dapat
mengakibatkan
kematian
maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka
kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang
rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan
yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil
dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan
dan nifas.
(4) Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin
fisik dan mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan
nifas sehingga angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat
diturunkan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas
rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin
terjadi setelah persalinan yang mengakibatkan kematian maternal dapat
diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya antenatal care
tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat dideteksi dan
ditanggulangi dengan cepat.
(5) Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai
hemoglobin dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin
kurang
dari
gr%.
Perdarahan
pascapersalinan
mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal
ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat akan
mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.
e) Komplikasi perdarahan pascapersalinan
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita
berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi
insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi,
anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan
fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan
ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan
fungsi laktasi.
(1) Penanganan perdarahan pascapersalinan
Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya
adalah :
(a) Hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan
diberi infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander,
Dextran-L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen.
(b) Pada perdarahan sekunder atonik:
a) Beri Syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan
dosis 20 unit atau lebih dalam larutan glukosa 500 ml.
b) Pegang dari luar dan gerakkan uterus ke arah atas.
c) Kompresi uterus bimanual.
d) Kompresi aorta abdominalis.
e) Lakukan hiserektomi sebagai tindakan akhir.
9. Syok Hemoragik
Semua keadaan perdarahan diatas, dapat menyebabkan syok pada
penderita, khususnya syok hemoragik yang di sebabkan oleh berkurangnya
volume darah yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi.
a) Penyebab gangguan ini.
gangguan
metabolic,
kekurangan
oksigen
jaringan
dan
beberapa jam, jarang terjadi hipotermi. Tanda lain adalah takikardia dan
hipotensi yang jika tidak diobati hamper selalu berlanjut ke syok yang tidak
reversible.
Gangguan
pikiran
sementara
(disorientasi)
sering
tidak
diperhatikan. Nyeri pada abdomen (obstruksi portal dan ekstremitas yang tidak
tegas). Ketidakcocokan antara gambaran setempat dan keparahan keadaan
umum. Jika ada gagal ginjal akut dapat berlanjut ke anuria.Trobopenia sering
terjadi hanya sementara.
a) Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah tindakan segera selama fase awal.
Terapi tambahan untuk pengobatan syok septic (bakteri) selalu bersifat syok
hipovolemik (hipovolemia relatif) adalah terapi infuse secepat mungkin
yang diarahkan pada asidosis metabolik. Terapi untuk infeksi adalah
antibiotika (Leucomycin, kloramfenikol 2-3 mg/hari, penisilin sampai 80
juta satuan/ hari). Pengobatan insufisiensi ginjal dengan pengenalan dini
bagi perkembangan insufisiensi ginjal, manitol (Osmofundin). Jika
insufisiensi ginjal berlanjut 24 jam setelah kegagalan sirkulasi, diperlukan
dialysis peritoneal.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pemeriksaan klinik lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
pemeriksaan obstetri termasuk pemeriksaan panggul secara sistematis meliputi
sebagai berikut :
1. Anamnesis
Diajukan kepada pasien atau keluarganya beberapa hal berikut dan
jawabannya dicatatat dalam catatan medik.
a. Masalah atau keluhan utama yang menjadi alasan pasien datang ke klinik.
b. Riwayat penyakit atau masalah tersebut, termasuk obat-obatan yang sudah
didapat.
c. Tanggal hari pertama haid yang terakhir dan riwayat haid.
d. Riwayat kehamilan sekarang.
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu termasuk kondisi
anaknya.
f. Riwayat penyakit yang pernah diderita dan penyakit dalam keluarga.
g. Riwayat pembedahan.
h. Riwayat alergi terhadap obat.
2. Pemeriksaan fisik umum
a. Penilaian keadaan umum dan kesadaran penderita.
b. Penilaian tanda vital.
c. Pemeriksaan kepala dan leher.
d. Pemeriksaan dada (pemeriksaan jantung dan paru-paru).
e. Pemeriksaan perut ( kembung, nyeri tekan atau nyeri lepas, tanda abdomen
akut, cairan bebas dalam rongga perut).
f. Pemeriksaan anggota gerak (edema tungkai bawah dan kakai)
3. Pemeriksaan obstetri
a. Pemeriksaan vulva dan perineum
b. Pemeriksaan vagina
c. Pemeriksaan servik
d. Pemeriksaan rahim (besarnya, kelainan bentuk, tumor dan sebagainya)
e. Pemeriksaan adneksa
f. Pemeriksaan his (frekuensi, lama, kekuatan, relaksasi, simetri dan dominasi
fundus)
g. Pemeriksaan janin :
1) Didalam atau diluar rahim
2) Jumlah janin
3) Letak janin
4) Presentasi janin dan turunnya presentasi seberapa jauh
5) Posisi janin, moulage dan kaput suksedaneum
6) Bagian kecil janin disamping presentasi (tangan, tali pusat)
7) Anomali kongenital pada janin
8) Tafsiran berat janin
9) Janin mati atau hidup, gawat janin atau tidak
4. Pemeriksaan panggul
a. Penialaian pintu atas panggul :
1) Promontorium teraba atau tidak
2) Ukuran konjugata diagonalis dan konjugata vera
3) Penilaian linea inominata teraba berapa bagian atau seluruhnya
b. Penilaian ruang tengah panggul
1) Penilaian tulang sakrum (cekung atau datar)
2) Penilaian dinding samping (lurus atau konvergen)
Intervensi :
a.Observasi tanda-tanda vital
b.
Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )
c.Cek Hb
d.
Cek golongan darah
e.Beri O2 jika diperlukan
f. Pemasangan vaginal tampon.
g.
Therapi IV
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara
mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami
Kriteria hasil :
a.Klien dapat menyebutkan cara-cara mengurangi nyeri yang dirasakan
b. Intensitas nyeri berkurangnya
c.Ekpresi muka dan tubuh rileks
Intervensi :
a.Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
b. Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala
nyeri.
c.Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
d. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
e.Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri
4. Cemas yang berhubungan dengan terdiagnose kanker serviks sekunder
kurangnya pengetahuan tentang kaker serviks, penanganan dan prognosenya.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi
tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya.
Kriteria hasil :
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Distosia di definisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau
abnormal, yang timbul akibat sebagai kondisi yang berhubungan dengan berbagai
macam keadaan. (editor renata komalasari, 2005)
Klasifikasi :
1. Distosia karena kelainan tenaga/his
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, et all, 2005. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E., 2001. Rencana Perawatan Maternal atau Bayi. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde., 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC