PENDAHULUAN
A. latar belakang
Target Millennium Development Goals (MDGs) 5 yaitu menurunkan
Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 pada tahun 2015 masih
memerlukan upaya khusus dan kerja keras dari seluruh pihak baik
pemerintah, sector swasta maupun masyarakat. Angka kematian ibu (AKI)
yang tinggi menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu. Angka kematian
ibu menjadi salah satu indica tor penting dalam menentukan derajat
kesehatan masyarakat. Angka kematian ibu menggambarkan jumlah wanita
yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan
kehamilan atau penangganannya(tidak termasuk kecelakaan atau kasus
insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan masa nifas tanpa
memperhitungkan/100.000 kelahiran hidup(Rikesdas,2013).
Kematian ibu di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh kasus
perdarahan (32%), hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus
lama (5%), abortus (1%), penyakit lain bukan karena kahamilan dan
persalian (32%).
Kejadian komplikasi kebidanan pada ibu seharusnya dapat ditangani
dengan melakukan tiga yaitu mewaspadai setiap komplikasi obsetri yang
dapat diprediksi sebelumnya karena setiap ibu hamil memiliki resiko
tersebut, kedua ibu seharusnya telah memppunyai akses terhadap
pelayanan kesehatan yang adekuat yang dibutuhkan saat komplikasi terjadi
dan ketiga kualitas pelayanan yang harus prioritas utama para tenaga
kesehatan khususnya 24 jam pertama masa persalinan karena kematian ibu
sebagian besar terjadi pada periode ini. Ketiga hal tersebut seringkali lalai di
lakukan disebabkan karena 3T yaitu terlambat mengambil keputusan,
terlambat mencapai rumah sakit, rujukan, dan rujukan yang tidak efektif serta
terlambat mendapat pertolongan yang adekuat di rumah sakit rujukan
(kemenkes, 2013).
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen angka kematian ibu ( AKI )
merupakan indicator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan .
AKI meliputi kematian yang terkait dengan masa kehamilan,persalinan dan
nifas. Pada tahun 2011 tercatat sebayak 12 orang yang meninggal dunia.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis mampu muelakukan asuhan kebidanan secara komprehensif
dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan pada Ibu.S
G2P1A0 dengan Atonia Uteri di BPM Nursiah,S.SiT Kecamatan Jeunieb
Kabupaten Bireuen
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian asuhan persalinan pada pada Ibu.S
G2P1A0 dengan Atonia Uteri di BPM Nursiah,S.SiT Kecamatan Jeunieb
Kabupaten Bireuen.
b. Mampu mengindentifikasi perumusan diagnosa atau masalah Asuhan
Persalinan pada Ibu.S G2P1A0 dengan Atonia Uteri di BPM
Nursiah,S.SiT Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen.
c. Mampu membuat perencanaan Asuhan Persalinan pada Ibu.S G2P1A0
dengan Atonia Uteri di BPM Nursiah,S.SiT Kecamatan Jeunieb
Kabupaten Bireuen.
d. Mampu melakukan tindakan implementasi Asuhan Persalinan pada
Ibu.S G2P1A0 dengan Atonia Uteri di BPM Nursiah,S.SiT Kecamatan
Jeunieb Kabupaten Bireuen.
e. Mampu membuat evaluasi Asuhan Persalinan pada Ibu.S G2P1A0
dengan Atonia Uteri di BPM Nursiah,S.SiT Kecamatan Jeunieb
Kabupaten Bireuen.
f. mampu melakukan pendokumentasian Asuhan Persalinan pada Ibu.S
G2P1A0 dengan Atonia Uteri di BPM Nursiah,S.SiT Kecamatan Jeunieb
Kabupaten Bireuen.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih mendalam Asuhan Persalinan dengan atonia uteri
2. Bagi Institisi
Menambah literature bagi perpustakaan sehingga dapat digunakan
sebagai bacaan dan panduan untuk penyusunan laporan untuk angkatan
selanjutnya.
3. Bagi Masyarakat/Pasien
Menambah pengetahuan masyarakat khususnya tentang ibu bersalin
dengan atonia uteri
4. Bagi Lahan
Dapat meningkatkan kualitas standar pelayanan kesehatan
khususnya asuhan persalinan yang tepat khususnya pada ibu bersalin
dengan atonia uteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perdarahan Postpartum
1. Pengertian Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500
ml atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau
lebih setelah seksio sesaria (Leveno, 2009; WHO, 2012).
2. Etiologi Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :
a. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya
miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir.Perdarahan
postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat
miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta (Wiknjosastro,
2006).
Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat
menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah serta syok 9
hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat diakibatkan
oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan yang terlalu
cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat
anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik,
dan nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium.
Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah
rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada
solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et al.,
2013).
Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga
sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal,
persalinan operatif ataupun persalinan abdominal. Penelitian sejauh
ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi pada persalinan
abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal (Edhi, 2013).
b. Laserasi jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan
trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik
akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan
memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap.
Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan perineum,
trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi
(Prawirohardjo, 2010). Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya
robekan yaitu (Rohani, Saswita dan Marisah, 2011):
1) Derajat satu
Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum
2) Derajat dua
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum.
3) Derajat tiga
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, dan
otot sfingter ani eksternal.
4) Derajat empat
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot
sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.
c. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi
waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta
belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum
dilahirkan. Retensio plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari
perdarahan postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini harus didiagnosis
secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri
untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis.
Pada retensio plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada
persalinan normal (Ramadhani, 2011).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :
1) Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
2) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
3) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan serosa dinding uterus.
4) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus serosa dinding uterus.
5) Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
d. Koagulopati
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena kelainan pada
pembekuan darah. Penyebab tersering PPP adalah atonia uteri, yang
disusul dengan tertinggalnya sebagian plasenta. Namun, gangguan
pembekuan darah dapat pula menyebabkan PPP. Hal ini disebabkan
karena defisiensi faktor pembekuan dan penghancuran fibrin yang
berlebihan. Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit
keturunan ataupun didapat. Kelainan pembekuan darah dapat berupa
hipofibrinogenemia, trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
(ITP), HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count),Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC), dan
Dilutional coagulopathy (Wiknjosastro, 2006; Prawirohardjo, 2010).
Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa kondisi
kehamilan lain seperti solusio plasenta, preeklampsia, septikemia dan
sepsis intrauteri, kematian janin lama, emboli air ketuban, transfusi darah
inkompatibel, aborsi dengan NaCl hipertonik dan gangguan koagulasi yang
sudah diderita sebelumnya. Penyebab yang potensial menimbulkan
gangguan koagulasi sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga
persiapan untuk mencegah terjadinya PPP dapat dilakukan sebelumnya
(Anderson, 2008).
d) Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding
uterus dan juga merang sang miometrium untuk berkontraksi.
e) Evaluasi keberhasilan:
(1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan
tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama
kala empat.
(2) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian
tersebut. Segera lakukan si penjahitan jika ditemukan laserasi.
(3) Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan
keluarga untuk melakukan Kompresi Bimanual Eksternal (KBE, seperti
pada gambar diatas) kemudian terus kan dengan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk
mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBE tidak
berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
f) Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu
dengan hipertensi)
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah
lebih tinggi dari kondisi normal.
g) Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus
dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit
oksitosin.
Alasan: Jarum dengan diameter besar, memungkinkan pemberian
cairan IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu
membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan
cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat akan membantu
mengganti volume cairan yang hiking selama perdarahan.
h) Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI
Alasan: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin
dapat membantu membuat uterus-berkontraksi
i) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan
rujukan Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan
perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan
tindakan pembedahan dan transfusi darah.
j) Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBE hingga ibu tiba
di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di
fasilitas rujukan:
(1) Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
(2) Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau
hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan
kemudian berikan 125 ml/jam. (jika cairan IV tidak cukup, infuskan
botol kedua 500 ml dengan lambat dan berikan cairan secara oral
untuk asupan cairan tambahan.
2) KBE (Kompresi Bimanual Eksternal)
a) Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas
simfisis pubis.
b) Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus
uteri), usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
c) Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan
kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan
uterus di antara kedua tangan tersebut. (Pusdiknakes, Asuhan
persalinan Normal). Jika perdarahan terus berlangsung setelah
dilakukan kompresi:
(1) Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika.
(2)Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa
setelah ligasi.
Standar 1 : pengkajian
a. Pernyataan Standar
Bidan mengumpulkan semua informasi yangt akurat, relevan, dan
lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
b. Kriteria Pengkajian
1) Data tepat, akurat dan lengkap
2) Terdiri dari data subyektif (hasil anamnesa, biodata, keluhanutama,
riwayat obstetric, riwayat kesehatan dan latar belakang social budaya).
3) Data obyektif (hasil pemeriksaan fisik,psikologi dan pemeriksaan
penunjang).
Standar V : Evaluasi
a. Bidan melakukan secara sismatis dan berkesinambungan untuk melibatkan
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan
perkembangan kondisi pasien.
b. Kriteria Evaluasi
1) Penilaian dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan sesuai kondisi
klien.
2) Hasil evaluasi segera di catat dan dikomunikasikan kepada
klien/keluarga.
3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
4) Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.
Standar VI : pencatatan asuhan kebidanan.
a. Pernyataan Standar
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat singkat dan jelas
mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam
memberikan asuhan kebidanan.
b. Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan
1) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir
yang tersedia ( rekam medis/KMS/status pasien/buku KIA).
2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
3) S adalah data subyektif,mencatat hasil anamnesa
4) O adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
5) A adalah hasil analisa,mencatat diagnose dan masalah kebidanan.
6) P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
pelaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan
segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi,
evaluasi, follow up dan rujukan .
BAB III
TINJAUAN KASUS
14. Riwayat spiritual : ibu melakukan shalat 5 waktu, mengaji dan berzikir
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : composmentis
3. Keadaan emosional : stabil
4. Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmhg denyut nadi : 95 x/menit
Suhu tubuh : 37 C penafasan : 25 x/menit
5. Tinggi badan : 152 cm berat badan : 54 kg
6. Pemeriksaan fisik (head toe to)
a. Kepala : tidak ada ketombe dan sedikit bau keringat, mata
konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik, dan tidak strabismus, telinga
bersih tidak ada serumen, hidung bersih, mulut normal gigi berlubang.
b. Leher : pembekakan kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
c. Dada : payudara simetris, putting menonjol dan ada
pengeluaran kolestrum
d. Abdomen : tidak ada bekas operasi, terdapat linea alba
Leopold I : TFU 33 cm ,dan pada perabaan teraba bagian lunak,
bulat tidak melenting( Bokong)
Leopold II : pada perabaan teraba bagian panjang keras seperti papa
(punggung ) berada sebelah kanan ibu (PUKA), dan sebelah kiri
teraba bagian kecil-kecil ,kosong dan bagian ekstremitas
Leopold III: pada perabaan teraba bagian terbawah janin bulat, keras,
melenting (kepala)
Leopold IV: pada perabaan teraba bagian terbawah janin kepala dan
sudah masuk PAP (divergen) penurunan kepala sudah mencapai 2/5.
e. Punggung : Lordosis gravidarum
f. Ekstremitas : Normal
g. Anogenital : Blooding show, ketuban pecah (jernih), VT 4cm
7. Usia kehamilan : 40 minggu 2 hari
8. Tafsiran berat janin : 3.200 gram
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah :O USG : Ada UH: 29 mg, UH: 40 mg
Urine : (-) lain-lain : HB: 9 gr/% UH: 29 minggu
II. PERUMUSAN DIAGNOSA/MASALAH KEBIDANAN
Ibu. S G2P1A0 inpartu kala I fase laten pembukaan 1 cm
III. RENCANA TINDAKAN/INTERVENSI
1. Bina hubungan baik dengan pasien dan keluarga
2. Informasikan keadaan umum pasien ,TD, nadi, R, dan VT
3. Penuhi nutrisi ibu
4. Pastikan ibu untuk tidak mengedan sebelum pembukaan lengkap
5. Anjurkan ibu untuk miring kiri dan jalan-jalan
6. Pasang infuse pada pasien jika sudah pembukaan 4 cm
7. Beri support kepada ibu dan pujian
8. Persiapkan peralatan bayi ,baju, popok, dan persiapan lainnya
9. Lakukan pendokumentasian menggunakan partograf
IV. PELAKSANAAN TINDAKAN/IMPLEMENTASI
1. Membina hubungan baik dengan pasien dan keluarga untuk
mendapatkan hasil yang maksimal
2. Mengimformasikan keadaan umum pasien TD:110/70 mmHg, nadi
:95x/m, R: 25x/m, dan VT : 1 cm.
3. Memenuhi nutrisi ibu memberikan minum air putih, air gula dan
makan roti
4. Memastikan ibu untuk tidak mengedan sebelum pembukaan lengkap
5. Menganjurkan ibu untuk mengambil posisi yang nyaman miring kiri
dan jalan-jalan
6. Memasang imfuse untuk memenuhi cairan ibu
7. Memberi support dan pujian kepada ibu untuk memperlancar proses
persalinan
8. Mempersiapkan peralatan bayi ,baju, popok, kain bedong dan
persiapan lainnya.
V. PENILAIAN/EVALUASI
Ibu. S berusia 32 thn G2P1A0 inpartu kala I fase laten
pembukaan 1 cm ibu sudah mengerti tentang apa yang di sampaikan
oleh bidan dan mau melaksankannya .
KALA II
Evaluasi : Ibu dan keluarga sudah mengetahui keadaan ibu dan janinnya
3. mengatur posisi yang nyaman untuk ibu (posisi litotomi) dan membantu
ibu untuk mengedan
Evaluasi : ibu sudah tidur dengan posisi litotomi dan ibu sudah mengerti
dengan cara mengedan yang benar
Evaluasi : bayi lahir letak belakang kepala dan terlilit tali pusat 1 kali
lilitan, bahu, dan badan bayi sudah keluar dan bayi menagis spontan
8. meletakkan bayi didepan vulva ibu dan menilai sepintas keadaan bayi
kemudian mengeringkannya dan melakukan jepit potong tali pusat
9. meletakkan bayi diatas perut ibu untuk IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
secara skin to skin menutup bayi dengan kain bedong dan memakai topi
dilakukan selama 1 jam.
Evaluasi: bayi sudah di letakkan diatas perut dan dilakukan IMD selam 1
jam
KALA III
KALA IV
S : Ibu mengatakan lemas dan nyeri di bagian perut dan bagian perineum
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital
Kontraksi : Ada
Pendarahan : sedikit
1. Pengkajian/pengumpulan data
Setelah dilakukannya pengkajian pda ibu s dengan atonia uteri di BPM
Nursiah,S.SiT kecamatan jeunieb kabupaten bireuen yaitu antara teori
dan tindakan yang dilakukan tidak adanya kesenjangan.
2. Perumusan diagnosa/masalah kebidanan
Diagnose yang ditegakkan sesuai dengan teori yang dipelajari yang tidak
terdapat kesenjangan.
3. Rencana tindakan/Intervensi
Pada langkah ini juga tidak ditemukan kesenjangan,karena langkah ini
merupakan uraian rencana yang akan dilakukan terhadap pasien yang
berguna untuk kesembuhan pasien.
4. Pelaksanaan tindakan/implementasi
pada langkah ini tidak ada kesenjangan karena semua tindakan yang
diberikan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
5. Evaluasi
Pada langkah evaluasi juga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
dilahan praktek.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. kesimpulan
Dari hasil Asuhan Kebidanan Persalinan Pada Ibu S G2PIA0 dengan
atonia uteri di bidan Praktik Mandiri Nursiah,S.SiT kecamatan jeunieb
kabuapaten bireuen yang penulis lakukan dengan menggunakan pedoman
standar asuhan kebudanan didapatkan kesimpulan, yaitu :
5.Evaluasinya yaitu ibu s telah diberikan tindakan KBI karena atonia uteri
dan tindakan yang dilakukan berhasil,maka ibu s tidak perlu dirujuk ke
tenaga kesehatan lainnya.
B. Saran
1. Bagi Penulis
2. Bagi Institusi
3. Bagi Masyarakat
4. Bagi Lahan