Anda di halaman 1dari 15

PENYAKIT PERFORASI DAPATAN

Diterjemahkan dari : Acquired Perforating Disorders

Dalam buku: Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine,

Edisi ke-8, 2012, Chapter 69, Hal. 727-731

oleh: Julia Minocha dan Bethanee J. Schlosser

Oleh :

Bhica Wrahty Adeta

C111 13 081
PENYAKIT PERFORASI DAPATAN

SEKILAS TENTANG PENYAKIT PERFORASI DAPATAN

Penyakit perforasi dapatan mewakili sekelompok penyakit kulit yang diidentifikasikan


secara terpisah serta paling sering terjadi pada perjalanan penyakit ginjal kronik atau
diabetes mellitus
Dahulu dinyatakan sebagai Penyakit Kyrle (KD), acquired elastosis perforans
serpiginosa (AEPS), acquired reactive perforating collagenosis (ARPC), perforating
folliculitis (PF), namun sekarang diklasifikan dengan istilah dermatosis perforasi dapatan.
Lesi tampak berupa papul umbilikasi dan atau nodul dengan sumbatan keratotik sentral
atau krusta yg tersebar terutama pada permukaan ekstensor dari ekstremitas.
Pemeriksaan histopatologi lesi kulit menunjukkan invaginasi epidermis dengan ekstrusi
komponen dermis (kolagen, elastin, dan atau fibrin) melalui depresi dermis yang
berbentuk seperti mangkok.
Tantangan pengobatan berupa tidak adanya terapi efektif secara universal dan pasien
sering menunjukkan perjalanan kronis.

PENDAHULUAN

Penyakit perforasi dapatan dapat mewakili sekelompok penyakit kulit yang diidentifikasikan
secara terpisah dengan pasien dewasa, sering terdapat pada perjalanan penyakit chronic kidney
disease (CKD), atau diabetes mellitus (DM). Penyakit kyrle (KD), acquired elastosis perforans
serpiginosa (AEPS), acquired reactive perforating collagenosis (ARPC), perforating folliculitis
(PF), sebelumya dianggap sebagai penyakit yang berbeda. Berdasarkan gambaran klinis dan
histopatologi masing-masing, keempat penyakit ini sekarang diklasifikasikan dalam istilah
dermatosis perforasi dapatan (APD). APD ditandai secara klinis dengan ditemukannya papul
dengan umbilikasi dan atau nodul dengan sumbatan keratotik sentral atau krusta dan secara
histologi terlihat ekstrusi transepidermal komponen dermis (kolagen, elastin, dan atau fibrin).
Beberapa kasus menunjukkan tanda-tanda klinis dan histologi yang menandakan salah satu dari
keempat penyakit klasik tersebut, sehingga pemakaian istilah komprehensif APD tetap
dianjurkan.

EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 1916, Kyrle pertama kali mendapatkan KD pada seorang wanita muda yang
menderita diabetes dan mengistiliahkan sebagai hiperkeratosis follicularis et parafollicularis in
cutem penetrans. Pada tahun 1953, Lutz menetapkan gambaran awal dari elastosis perforans
serpiginosa (EPS) sebagai keratosis folikularis serpiginosa. Kasus pertama AEPS yang
berhubungan dengan CKD ditemukan pada tahun 1986 oleh Schamroth, Kellen, dan Grieve.
Mehregan, Schwartz dan Livingood melaporkan gambaran awal dari reactive perforating
collagenous (RPC) pada tahun 1967 dan kasus pertama yang berhubungan dengan DM
diperkenbalkan oleh Poliak dan rekan-rekan pada tahun 1982. PF pertama kali dikemukakan oleh
Mhregan dan Coskey pada tahun 1968. Pada tahun 1989, Rapini, Heber dan Drucker
memperkenalkan tanda-tanda klinis dan histopatologi penyakit-penyakit ini dan meperkenalkan
istilah dermatosis perforasi dapatan. Bermacam-macam terminologi telah digunakan dalam
kepustakaan untuk mengacu pada APD.

Table 69-1
Sinonim Dermatosis Perforasi
Dapatan

Acquired reactive perforating


collagenosis
Hiperkeratosis follicularis et parafollicularis in cutem
penetrans
Hiperkeratosis penetrans
Keratosis foliccularis serpiginosa
Kyrle's disease
Kyrle-like
lesions
Perforating
disorders
Perforating folliculitis
Perforating folliculitis of
hemodialysis
Receive perforating collagenosis of diabetes mellitus (DM) dan
Gagal Ginjal
Uremic follicular
hyperkeratosis

APD terjadi di seluruh dunia tanpa kecenderungan pada jenis kelamin tertentu. Penyakit sistemik
yang paling umum berkaitan dengan APD adalah CKD dan DM. APD telah tercatat 4,5%-10%
terjadi pada pasien hemodilisis di AMerika Utara dan 11% pada populasi dialisis (baik
hemodialisis maupun dialisis peritoneum) di Inggris Raya. APD juga terjadi pada pasien CKD
yang tidak menjalani dialisis serta pada pasien yang mendapat transplantasi ginjal. Penyebab
paling umum dari CKD pada pasien APD adalah nefropati diabetik. Tabel 69-2 berisis tentang
kondisi-kondisi yang jarang dilaporkan. APD jarang dikaitkan dengan pemakaian beberapa obat,
termasuk inhibitor tumor nekrosis faktor-, indinavir dan sorafenib. Pasien berkulit hitam
mendominasi di antara pasien hemodialisis dengan APD yang dilaporkan dalam suatu studi,
tetapi tidak dikonfirmasi dalam studi lainnya. AEPS juga diketahui efek samping dari terapi D-
penicillamine yang berlangsung lama. AEPS juga telah dilaporkan pada pasien CKD tanpa
paparan penicillamine atau keadaan yang terkait lainnya.
Table 69-2
Kondisi-Kondisi yang Berkaitan dengan Dermatosis Perforasi
Dapatan

Kondisi Umum
Penyakit ginjal
kronik
Diabetes mellitus (tergantung insulin dan tidak tergantung
insulin)
Skabies

Kondisi Jarang
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Gigitan serangga
Dermatitis atopik
Infeksi kutaneus sitomegalovirus
Hiperparatiroidisme
Penyakit hati (hepatitis C, hepatitis B, steatohepatitis, sirosis kandung empedu
primer
Lupus vulgaris
Sidroma mielomadisplastik
Keganasan (limfoma Hodgkin, limfoma campuran histiositik-limfositik,
karsinoma
hepatoseluer, karsinoma pankreas, karsinoma prostat, karsinoma tiroid papiler
Penyakit Mikulicz
Neurodermatitis
Sindroma Polandia
Kolangitis sklerosis primer
Aspergilosis paru
Fibrosis paru
Pemakaian air
garam
Penyakit tiroid (hipotiroid, sick euthyroid syndrome, tiroiditis
Hashimoto)
Defisiensi vitamin
A

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Etiologi dan patogenesis APD yang tepat belum diketahui. Patologi APD kemungkinan besar
melibatkan interaksi kompleks antara epitel, jaringan konektif dan mediator inflamasi. Trauma
superfisial terhadap epidermis mungkin menjadi faktor pencetus utama pada pasien-pasien yang
rentan. Kondisi-kondisi predisposisi seperti vaskulopati/angiopati (berkaitan dengan DM),
mikrodeposisi bahan-bahan eksogen di dalam dermis (termasuk garam-garam kalsium dan
silikon, berhubungan dengan frekuensi APD pada pasien dialisis) dan perubahan pada epidermis
atau dermis berkaitan dengan gangguan metabolik seperti defisiensi vitamin A.

Mengacu pada kondisi umum APD dengan CKD, penggarukan karena pruritus kronis diduga
mengakibatkan mikrotrauma dan diikuti keluarnya trasepidermis komponen-komponen dermis.
Koebnerisasi, terutama berlokasi di daerah yang mudah mengalami trauma dan penyembuhan
lesi APD dengan penghentian manipulasi/trauma mendukung mekanisme ini. Vaskulopati
diabetikum telah diusulkan sebagai faktor predisposisi tambahan untuk APD pada pasien dengan
DM dengan menciptakan suatu lingkungan hipoksia dimana trauma yang berasal dari garukan
menyebabkan nekrosis dermis. Dengan pengecatan PAS memperlihatkan adanya penebalan
dinding pembuluh darah di atas lapisan dermis pada pasien diabetes dengan APD yang
mendukung hipotesis ini, tetapi belum pernah tercatat pada semua studi. Ketidakseimbangan
fibronektin,transforming growth factor -3 (TGF-3) dan matriks metalloproteinase juga telah
ditunjukkan pada lesi APD, molekul-molekul ini penting untuk diferensiasi epitel normal dan
penyembuhan luka serta kelainan-kelainan pada molekul-molekul tersebut mendukung pada
perkembangan lesi APD. PAda hipotesis AEPS menyatakan bahwa penicillamine merubah serat
elastis dermis pada pasien yang terkena. Kelainan serat elasticv, termasuk gambaran bramble-
bush, serat dengan ketebalan yang berbeda-beda dan peningkatan, jumlah serat pada dermis
papilerdan retikuler, telah dijelaskan pada pasien dengan AEPS yang diinduksi penicillamine.

TEMUAN KLINIS

SEJARAH

Sebagian besar pasie melaporkan lesi kulit yang pruritus, bervariasi dari yang ringan sampai
berat dan sukar sembuh. Lesi dapat juga terasa nyeri.

LESI KULIT

APD memiliki manifestasi khas sebagai bentuk bulat, dengan umbilikasi, papul yang eritematosa
atau hiperpigmentasi dan nodul dengan krusta sentral atau sumbatan keratotik, sebagian besar
mengenai permukaan ekstensor ekstremitas dan badan (gambar 69-1). Lesi jarang mengenai
wajah atau kulit kepala. Pada kasus jarang, ditemukan plak annular keunguan atau pustula
bergabung dengan papul. Beberapa lesi dapat berupa folikuler (PF) (Gambar 69-2). Lesi AEPS
menunjukkan papul-papul dalam sebuah susunan serpiginous sering dengan atrofi sentral dan
biasanya terjadi pada leher, badan, dan ekstremitas (Gambar 69-3). Garukan dapat
mengakibatkan koebnerisasi dengan papul-papul umbilikasi linier yang muncul pada kulit
ekskoriasi.

Gambar 69-1 Dermatosis perforans dapatan. Multiple, bulat, papul-papul hiperpigmentasi,


masing-masing dengan sumatan keratotik sentral, tersebar pada sisi ekstensor tangan dan
pergelangan tangan pada pasien dengan penyakit ginjal kronik.
Gambar 69-2 Perforating folliculitis. Folikuler multipel, eritematosa, papul keras dengan
bermacam-macam krusta sentral

Gambar 69-3 Acquired elastosis perforans serpiginosa pada pasien yang mengkonsumsi
penicillamine untuk indikasi penyakit Wilson. Plak annular dengan papul eritematosa berkrusta
yang berubah-ubah pada perifer dan jaringan parut kribriformis sentral.

TEMUAN FISIK YANG BERHUBUNGAN

Pasien dengan hemodialisis teruatama untuk nefropati diabetikum paling banyak ditemukan,
namun APD juga didapatkan pada pasien CKD tanpa hemodialisis atau pasien yang telah
menjalani transplantasi ginjal. Tabel 69-2 memuat kondisi-kondisi medis yang sedikit
berhubungan dengan APD.
HISTOPATOLOGI

Diagnosis APD berdasarkan pada temuan klinis dan histopatologi. Folikulitis dan prurigo
nodularis dapat terjadi bersamaan, khususnya pada pasien dengan CKD, beberapa biopsi harus
dilakukan bila lesi menunjukkan morfologi klinis yang berbeda. APD secara histologi ditandai
oleh keluarnya transepidermis komponen dermis melalui invaginasi epidermis, baik pada folikel
atau perifolikular. Lesi menunjukkan sumbatan keratotik sentral dengan krusta atau
hiperkeratosis, pankeratosis yang berubah-ubah. Dermis yang mengelilingi perforasi sering
terdapat infiltrat inflamasi fokal dengan neutrofil mendominasi lesi awal dan limfosit, makrofag
atau multinucleated giant cells tampak pada lesi yang lebih lama.

Keempat penyakit perforasi dapatan yang dikenali sejak awal [(1) RPC, (2) AEPS, (3) KD, dan
(4) PF], secara klasik dibedakan histopatologi berdasarkan sifat komponen dermis yang
terelimnasi. Pada RPC, ikatan-ikatan kolagen terdeteksi di dalam sumbatan (gambar 69-4), pada
AEPS yang terlihat adalah serat-serat elastis (gambar 69-5). Pada KD, komponen dermis amorf
dan atau daru bahan yang terekstrusi. PF ditandai oleh perforasi epitel folikular melalui
degenerasi kolagen dan matriks ekstraseluler (gambar 69-6). Identifikasi yang jelas terhadap
komponen yang tereliminasi mungkin mustahil dan disamping itu beberapa komponen
(contohnya kolagen dan serat elastis) dapat dideteksi secara bersamaan, sehingga mendorong
temuan klinis dan histopatologi yang saling melengkapi APD.
Gambar 69-4 Reactive perforating collagenosis. Ikatan-ikatan kolagen dapat terlihat menyilang
dari lapisan dermis retikuler melalui epidermis menjadi depresi epidermis yang mengandung
debris nekrotik. (pewarnaan hematoxylin dan eosin)

Gambar 69-5 Acquired elastosis perforans serpiginosa. A. Struktur folikel yang berdilatasi
dengan eliminasi transepidermal dari ikatan-ikatan eosinofilik tebal yang memanjang.
(pewarnaan Hematoxylin dan eosin). B Ikatan memanjang yang tereliminasi secara
transepidermal adalah serat-serat elastin (pewarnaan elastin)
Gambar 69-6 Perforating folliculitis. Dilatasi dari unit folikuler menunjukkan nekross dan
gangguan epitel

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Evaluasi laboratorium untuk penyakit penyerta harus mencakup glukosa darah puasa, tes
toleransi glukosa, serum kreatinin, laju filtrasi glomerulus atau klirens kreatinin, asam urat
serum, tes fungsi hati dan tes fungsi tiroid. Riwayat medis masa lalu yang menyeluruh dan
tinjauan kembali dari sistem harus dilengkapi. Tes diagnostik tambahan untuk kondisi-kondisi
yang berhubungan (tab;e 69-2) harus dilakukan bila ada indikasi.

Diagnosis bbanding APD luas dan mencakup penyakit infeksi dan penyakit inflamasi, termasuk
koebnerisasi (kotak 69-1). APD dapat sulit dibedakan dari prurigo nodularis. Perforating
pseudoxanthoma elasticum harus dibedakan dari AEPS.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan APD sebagian besar berasal dari penyakit sistemik
yang mendasari. Pasien harus dimonitor terhadap infeksi sekunder (bakteri, jamur, dan virus)
serta infeksi parasit. Upaya yang dilakukan untuk meringankan pruritus, pasien mungkin
memakai produk-produk untuk kulitnya sehingga dapat menyebabkan iritasi atau dermatitis
kontak alergi. Pasien yang berkulit gelap dengan ekskoriasi yang berlebihan, perubahan
pigmentasi pasca inflamasi dan pembentukan jaringan parut dapat terjadi secara signifikan.
PROGNOSIS

Prognosis APD berhubungan erat dengan adanya penyakit yang mendasari. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa APD dapat mengalami perbaikan dengan keberhasilan terapi pada
penyakit yang mendasari. Sebagian besar kasus APD berlangsung terus selama bertahun-tahun
jika tidak diobati.

DIAGNOSIS BANDING

(Kotak 69-1)

Kotak 69-1 DIAGNOSIS BANDING DERMATOSIS PERFORASI DAPATAN

Granuloma aktinik
Gigitan serangga
Lupus eritematous diskoid
Penyakit flegel (hyperkeratosis follicularis perstans)
Folikulitis (bakteri, jamur)
Keratosis folikularis ( Penyakit Darier)
Keratosis pilaris
Liken planus
Keratoakantoma multiple ( Ferguson-Smith familial keratoacanthomas, Grzybowski
eruptive
keratoacanthoma )
Perforating granuloma annulare
Perforating periumbilical calcific elastosis
Perforating pseudoxanthoma elasticum
Porokeratosis
Prurigo nodularis
Psoriasis
Sarkoidosis
Scabies

PENGOBATAN

Pengobatan APD sulit. Tabel 69-3 menjelaskan secar terperinci pilihan-pilhan terapi yang telah
dicantumkan dalam kepustakaan terbaru. Belum ada satupun percobaan klinik yang dirancang
dengan baik pada APD dan strategi pengobatan saat ini sebagian besar berdasarkan laporan
anekdot. Pasien dengan CKD, perbaikan lesi APD telah dilaporkan setelah merubah tpe pipa
dialisis atau modifikasi dari prosedur dialisis. APD pada beberapa kasus dapat sembuh setelah
menerima transplantasi ginjal. Pengobatan yang paling banyak digunakan untuk APD adalah
retinoid topikal dan oral, kortikosteroid topikal dan intradermal dan fototerapi UVB. Fototerapi
telah terbukti efektif untuk pruritus uremik dan karena itu mungkin sangat bermanfaat bagi
pasien CKD dengan cara mengurangi koebnerisasi. Beberapa penulis telah melaporkan
peningkatan perbaikan APD setelah pengobatan dengan allopurinol pada kasus dengan kadar
asam urat serum yang tinggi atau normal.Saat ini tersedia pilihan-pilihan terapi yang mungkin
tidak memberikan penyembuhan sempurna atas lesi APD atau gejala-gejala yangmenyertai.

TABEL 69-3

Pengobatan Dermatosis Perforasi Dapatan

Obat Aksi Dosis


Terapi topical
Asam retinoida Retinoid 0,025% gel
Tretinoida Retinoid 0,1% krim 103x/hari
Tazarotena Retinoid 0,1% gel setiap hari
Beklametasona Kortikosteroid 0,1% krim
Triamsinolon
asetonida Kortikosteroid 10 mg/ml injeksi intralesi
Immune response
Imiquimod modifier Setiap hatri selama 6 minggu
kemudian 3x/minggu selama
4 minggu
0,5% fenol dengan 10%
Fenol Antipruritus gliserin
dalam krim sorbolene
Capsaicin Capsacinoid 0,025%-0,075%
Terapi Sistemik
Isotretinoinb Retinoid Isotretinoin 0,5 mg/kg/hari
Asitretinb Retinoid 25-30 mg/hari
Prednisolonb Kortikosteroid 30 mg/hari
Penghambat xantin
Allupurinolb oksidase 100 mg/hari
Doksisiklin Antibiotik 100 mg/hari
Metronidazole Antibiotik 500 mg 2x/hari
Klindamisin Antibiotik 300 mg 3x/hari
Hidroksikloroquin Antimalaria 200 mg/hri
Sarana Fisik
MED selama 2 menit setiap
UVBa Fototerapi hari
sekali dengan tambahan 30
detik
selama 2-4 minggu
3x seminggu selama 2-3 bulan
NUVBa Fototerapi 400
mJ/cm dinaikkan sampai 1500
mJ/cm, 2-3 kali per minggu,
10-
15 paparan
4x per minggu hingga total
Cairan nitrogenb Fototerapi 326J/cm
10 detik pada 5 kali
Krioterapi kesempatan
selama 4 bulan, 1 kesempatan
dalam 3 bulan kemudian
Laser karbon
dioksida Laser 5 lesi dengan 300 J (susunan 5,
ukuran 7, ketebalan 7), diikuti
oleh
3 kali lapisan lagi dengan 300 J
(susunan 2, ukuran 8, ketebalan
5)
kekuatan 80 W
TENS Lain-lain 1 jam/hari selama 3 minggu
Surgical
Debridement

UVB = ultraviolet B; NUVB = ultraviolet B yang dipipihkan; PUVA = psoralent dan ultraviolet
A; TENS = stimulasi saraf elektrik transkutaneus

a
Terapi lini pertama

b
Terapi lini kedua

Anda mungkin juga menyukai