Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
Hubungan kelainan kulit dan penyakit sistemik terdiri atas dua golongan, yaitu :
1. Dermatosis yang menyebabkan keterlibatan sistemik
Contoh : kombustio dengan syok, impetigo yang di sebabkan oleh streptococcus beta
hemolitikus tipe tertentu dapat menyebabkan nefritis.
2. Manifestasi kutan akibat penyakit sistemik
Contoh : ikterus atau sianosis karena disfungsi hepar, nervus laba-laba (spider nevus)
pada serosis hepatis, ulkus pada diabetes mellitus dan akantosis nigrikans pada
keganasan gastrointestinal.
Dermadroma berarti manifestasi kulit akibat suatu kelainan interna atau merupakan
bagian kelainan kutan sebuah syndrome. Dermadroma dapat bersifat spesifik atau non
spesifik. Dermadroma non spesifik lebih sering di temukan sebagai contoh reaction cutanee .
reaction cutanee merupakan respon kutan terhadapat rangsangan patologik dan tampak
sebagai pruritus, eritema, urtikaria, ekskoriasi neurotic dan sebagainya. Karena penyebabnya
heterogen maka dermadroma non spesifik juga bersifat non diagnosis.
Di dalam praktek terdapat kelainan kulit yang dapat menjadi petunjuk adanya
penyakit sistemik, misalnya pada diabetes mellitus atau tuberculosis paru.

BAB II
1

PEMBAHASAN
KUALITAS KULIT1
Kualitas kulit terdiri atas:
1.
2.
3.
4.

Kelembaban
Turgor (elastisitas)
Emfisema subkutan
Edema

KELEMBABAN
1. Hiperhidrosis
Hiperhidrosis terdapat pada hipertiroidi, penyakit-penyakit yang di sertai demam, bila
suhu badan turun dengan cepat ( misalnya sesudah krisis pneumonia atau serangan
malaria), reuma poliartikular akut dan granuloma malignant. Keringat pada malam
hari sesudah jam 12 malam khas untuk tuberculosis. Keringan karena obat terdapat
pada preparat salisil atau fenasetin,
2. Hipohidrosis dan anhidrosis
Hipohidrosis dan anhidrosis menyebabkan kekeringan kulit. Keadaan tersebut
terdapat pada miksedema, bila suhu badan naik cepat, pada diabetes mellitus keringat
berkurang pada hiperglikemia ( sebaliknya bertambah pada hipoglikemia).
Hipohidrosis dan anhidrosis lokal terdapat pada penyakit kusta atau karena obat
atropine.
TURGOR (ELASTISITAS)
Bila lipatan kulit di angkat dan di lepaskan lagi, maka kulit akan kembali seperti semula.
Turgor berkurang pada senilitas, kekeurangan cairan, kakeksia, misalnya karena karsinoma
atau

tuberculosis,

uremia

dan

diabetes

militus

yang

berat.

bila kulit tipis atrofik, maka akan sukar di angakat. Dalam hal demikian ada dua
kemungkinan :
a. Tensi dan ketegangan bertambah, yakni pada skelroderma.
b. Ketegangan tidak bertambah, misalnya karena gangguan sirkulasi arterial (pada
tungkai, sehingga kulit tipis seperti kertas). Elastisitas yang sangat tinggi nampak
pada syndrome Ehlers-Danlos.

EMFISEMA SUBKUTAN
Emfisema subkutan dapat dirasakan dengan palpasi dan terdapat sensasi gemercik. Keadaan
tersebut misalnya pada sobekan paru-paru ( ada udara di mediastinum) atau pada gangren
gas.
EDEMA
Edema ialah akumulasi eksesif cairan di dalam sela-sela jaringan keadaan tersebut
disebabkan oleh gangguan mekanisme peredaran darah, sehingga penekanan kulit dengan
ujung

jari

mengakibatkan

terlihatnya

leku

(pitting

edema)

edema umum mempunyai berbagai kausa :


a. Extravasasi karena bendungan vena.
Contoh : edema kardial ( dalam dekompensasio kordis), yang mengakibatkan
timbulnya edema retibial dan sakral
b. Inflamasi dinding pembuluh darah
c. Rembesan cairan lewat dinding pembuluh darah bertanda.
Contoh : edema lokal alergik (urtika, edema angonerotik, dermatitis).
d. Tekanan osmotis koloid plasma menurun, hal tersebut disebabkan oleh kehilngan
protein atau kekurangan produksi protein. Contoh : edema nefrotik, edema kelaparan,
dan edema kakeksia. Pada edema karena kelaparan atau kakeksia, edema mulai pada
palpebra, edema palpebra nampak pula pada nefritis, mungkin karena terserangnya
pembuluh darah. Pada berbagai kelainan tersebut lokalisasi edema bergantung pada
posisi penderita. Pada posisi berdiri edema terdapat di kaki dan pada posisi berbaring
edema terdapat di pinggang dan daerah sacral.
e. Edema pulmonal tampak pada asma kardiale karena terdapat banyak cairan di dalam
paru-paru.
Limfadema dan miksedema bukan merupakan edema sejati, sebab pembengkakan
tidak dapat berpindah dengan tekanan. Limfedema disbebkan oleh kelainan pada sirkulasi
getah bening, misalnya karena filariasis, inflamasi atau tumor.

WARNA KULIT1
Perubahan warna kulit ialah:
1.
2.
3.
4.

Kepucatan (palor)
Eritema
Warna kuning
Sianosis
3

5. Warna coklat
6. Warna biru atau biru kecoklat-coklatan
KEPUCATAN
Kepucatan disebabkan oleh :
a. Vaskularisasi yang berkurang, yakni pada sinkop, syok, atau kekagetan.
b. Vasospasme, misalnya pada nefritis atau intoksikasi plumbum
c. Anemia, mukosa juga pucat. Pseudoanemia, kulit pucat, tetapi mukosa tidak. Anemia
hemolitik memberi warna kekuning-kuningan pada kulit
d. Klorosis mempunyai warna kuning hijau, terdapat pada anemia hipokrom mikrositer.
Pada zaman dulu disebut green sickness dan terutama pada gadis. Klorosis com rubra
terdapat pada anemia tanpa kepucatan. Hal tersebut disebabkan oleh dilatasi
pembuluh-pembuluh perifer.
ERITEMA
Merah pada muka karena tersipu di sebabkan oleh vasodilatasi temporer. Eritem
terdapat pada banyak dermatosis, penyakit infeksi (akut atau kronik) dan erupsi. Eritroderma
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit sistemik, misalnya leukemia, retikuloendoteliosis,
karsinoma dan meiloma multiple. Eritronelalgia atau akronelalgia ialah vasodilatasi lokal
kutan pada kaki dan di sebabkan oleh kelainan inervasi. Gejala terdiri atas kemerahan nyeri
neurologic dan kenaikan suhu lokal.
Muka merah dapat disebabkan oleh hipertensi, penyakit jantung ( misalnya stenosis
mitral ), diabetes militus, atau obat-obat vasodilatasi ( misalnya histamine dan nitrit). Bila
penyebabnya intoksikasi karbon monoksida, maka muka berwarna merah membara.
Sebaliknya intoksikasi poliglobulin menimbulkan warna biru merah. Pada cuaca dingin
warna muka merah kebiru-biruan.
WARNA KUNING
beberapa keadaan yang menyebabkan warna kulit menjadi kuning akan di uraikan:
1. Ikterus
Pemeriksaan harus dengan sinar matahari. Sclera akan lebih dulu menjadi kuning dari
kulit. Diagnosis banding ialah pinguecula s.pterygium pingue, yakni bercak putih
kekuning-kuningan terletak di atas konjungtiva, antara kornea dan kantus mata. Kulit
tampak kuning, karena bilirubin di dalam darah bertambah. Warna merah jerami muda
di sebabkan oleh perombakan darah yang bertambah, yakni pada ikterus hemolitikus
4

dan anemia pernisiosa. Ikterus warna kelabu terlihat pada serosis hepatis. Ikterus
berwarna jingga seperti warna tembaga, terdapat pada penyakit weil (leptospirosis
ikterohemoragika)
2. Warna kuning karena obat terdapat pada pemberian derivate akridil.
3. Lipokromnia
Lipokromia disebabkan oleh kenaikan kadar zat-zat lipokrom di dalam darah.
Lipokrom ialah zat seperti lemak, yang mengandung pigmen atau zat perwarna
kuning dan terdapat dalam lemak alam, misalnya dalam kuning telur. Xantoma ialah
pertumbuhan baru pada kulit, yang datar atau agak berelevasi atau sebagai nodulus,
berwarna kuning, disebabkan oleh kelainan metabolisme lipoid. Xantoma berwarna
kuning atau kuning jeramih. Contoh ialah xantoma diabetikorum, yang sering
berlokalisasi ditelapak tangan dan kaki. Xantomatosis ialah terdapatnya deposit lipid
kekuning-kuningan atau kuning keratin di dalam sel retikuloendotelial. Xantelasma
adalah xantoma pada palpebra.
4. Karotinoderma
Karotinoderma s.karotinenia s. aurantiasis cutis Baelz juga disebut pseudo ikterus
tampak pada penderita yang memakan banyak karotin. Karotin terdapat pada jeruk,
wortel, papaya dan sebagainya. Pada karotinoderma terdapat diskolorisasi kulit
menjadi kuning. Hal tersebut terutama tampak pada bagian tengah muka ( hidung dan
dagu) dan telapak serta punggung tangan dan kaki.
SIANOSIS
Sianosis adalah diskolorisasi biru mukosa dan kulit ( paling tampak pada muka dan bibir)
karena ada nya hemoglobin tereduksi di dalam kapiler. Juga di dapat karena adanya
methemoglobin, meskipun jarang. Sianosis dapat di bagi dalam :
1. A. Sianosis umum
Sianosis pulmonal
misalnya di sebabkan oleh sebagian jaringan paru tidak bekerja karena
tuberculosis, pneumonia, atau penumotorak. Penyebab sianosis pulmonal ialah :
Daya ventilasi thorak berkurang, misalnya adanya emfisema pada paru-paru
Tekanan pada trakea dan bronchi utama, misalnya karena tumor mediastinal
Sinosis kardial
misalnya pada morbus coeruleus s. maladie blue ( duktus botali terbuka)
B. Sianosis lokal

Contoh nya ialah sirkulasi perifer di tungkai buruk, karena darah vena mengalir
sangat pelan.
2. Sianosis vera dan spuria
a. Keadaan tersebut disebabkan oleh hemoglobin tereduksi yang terlalu banyak di
dalam darah
b. Sianosis spuria
Hal tersebut disebabkan oleh karena sulfhemoglobin dan methemoglobin
berkurang di dalam darah. Kulit berwarna hijau, bila kekurang sulfhemoglobin,
misalnya pada intoksikasi dengan sulfanilamida. Kulit berwarna coklat, bila
kekurangan methemoglobin, misalnya pada intoksikasi nitrit, ferisianida, dan
kuinolon. Sulfhemglobinemia dan methemoglobinemia menyebabkan gelaja-gejala
sama. Kedua zat hanya dapat di bedakan secara spektroskopik.
WARNA COKLAT
Warna coklat disebabkan oleh :
1. Kadar pigmen normal yang bertambah karena tanning dengan sinar matahari,
penyinaraan dengan soluks atau sinar X.
2. Penyakit glandula suprarenalis (penyakit adison) . Dalam keadaan demikian seluruh
badan berwarna coklat, terutama pada lipatan telapak tangan (pada tanning dengan
sinar matahari hanya daerah - daerah yang tidak tertutup oleh pakaian menjadi
coklat).
Warna coklat abu-abu disebabkan oleh :
1. Obat : contoh : melanosa arsen dan arginosis s. argiria. Pada argiria ada deposit perak
pada tempak yang mengandung pigment kulit. Klinis terlihat diskolorisasi pada kulit
dan mukosa.
2. Melanosarkoma
3. Diabetes bronze, yakni ada diabetes mellitus dan hemokromatosis. Pada
hemokromatosis ada deposit pigment yang mengandung ferum secara berlebihan,
terutama di hepar dan pankreas. Pada hemokromatosis terdapat trias, yakni pigmentasi
kulit ( karena ada deposit ferum), sirosis dan diabetes militus.
WARNA BIRU ATAU BIRU KECOKLAT-COKLATAN
Pada kronosis terdapat pigmentasi biru atau kecoklat-coklatan pada tulang rawan dan
jaringan ikat, terutama di sekitar sendi. Hal tersebut di sebabkan oleh pigment melanositik
dan biasanya bersamaan dengan alkaptonuri. Penyakit timbul pada penderita yang
menggunakan fenol dalam jumlah besar, yang di oleskan pada kulit dan mukosa.
6

PRURITUS
Pruritus ialah sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk
menggaruk. Pruritus merupakan gejala dari berbagai penyakit kulit. Bila tidak disertai
penyakit kulit, maka disebut pruritus esensial atau pruritus sine materia. Pruritus esensial
disebabkan oleh atau berasosiasi dengan banyak keadaan. Ada kalanya disebut pruritus
simptomatik.1
Pruritus bervariasi dalam hal durasi, lokalisasi, dan tingkat keparahannya. Rasa gatal
dapat dirasakan hanya pada satu tempat, beberapa tempat, maupun bisa juga dirasakan di
seluruh permukaan tubuh. Pruritus yang muncul bisa hanya ringan saja, atau sangat hebat,
menetap, dan menyebabkan stress mental. Pruritus kronis dapat menurunkan kualitas hidup
seseorang.2
PATOFISIOLOGI
Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu terjadi
pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction dermoepidermal
bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia
grisea), bersinaps dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus
spinotalamikus kontralateral hingga berakhir di thalamus. Dari thalamus, terdapat neuron
ketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat persepsi di korteks serebri.
Sempat diduga bahwa pruritus memiliki fungsi untuk menarik perhatian terhadap
stimulus yang tidak terlalu berbahaya (mild surface stimuli), sehingga diharapkan ada
antisipasi untuk mencegah sesuatu terjadi. Namun demikian, seiring dengan perkembangan
ilmu kedokteran dan penemuan teknik mikroneurografi (di mana potensial aksi serabut saraf
C dapat diukur menggunakan elektroda kaca yang sangat halus) berhasil menemukan serabut
saraf yang terspesiaslisasi untuk menghantarkan impuls gatal, dan dengan demikian telah
mengubah paradigma bahwa pruritus merupakan stimulus nyeri dalam skala ringan.3
Saraf yang menghantarkan sensasi gatal (dan geli, tickling sensation) merupakan saraf
yang sama seperti yang digunakan untuk menghantarkan rangsang nyeri. Saat ini telah
ditemukan serabut saraf yang khusus menghantarkan rangsang pruritus, baik di sistem saraf
perifer, maupun di sistem saraf pusat.4 Ini merupakan serabut saraf tipe C tak termielinasi.
Hal ini dibuktikan dengan fenomena menghilangnya sensasi gatal dan geli ketika dilakukan
blokade terhadap penghantaran saraf nyeri dalam prosedur anestesi.4
Namun demikian, telah ditemukan pula saraf yang hanya menghantarkan sensasi
7

pruritus. Setidaknya, sekitar 80% serabut saraf tipe C adalah nosiseptor polimodal
(merespons stimulus mekanik, panas, dan kimiawi); sedangkan 20% sisanya merupakan
nosiseptor mekano-insensitif, yang tidak dirangsang oleh stimulus mekanik namun oleh
stimulus kimiawi. Dari 20% serabut saraf ini, 15% tidak merangsang gatal (disebut dengan
histamin negatif), sedangkan hanya 5% yang histamin positif dan merangsang gatal. Dengan
demikian, histamin adalah pruritogen yang paling banyak dipelajari saat ini. Selain
dirangsang oleh pruritogen seperti histamin, serabut saraf yang terakhir ini juga dirangsang
oleh temperatur.3
Macam-macam penyebab pruritus:
1. Pruritus Gravidarum
Merupakan pruritus yang diinduksi oleh estrogen dan kadang kadang ada
hubungannya dengan kolestasis (obstruksi dan stasis di dalam saluran empedu).
Pruritus terutama terdapat pada trimester terakhir kehamilan, mulai pada abdomen
atau badan, kemudian menjadi generalisata. Ada kalanya pruritus disertai anoreksia,
nausea, atau muntah. Obyektif terlihat ekskoriasi akibat bekas garukan. Pruritus akan
menghilang sesudah penderita melahirkan, tetapi dapat residif pada kehamilan
berikutnya. Ikterus kolestatik timbul setelah penderita mengalami pruritus 2 4
minggu. Ikterus dan pruritus disebabkan oleh garam empedu dalam kulit.
2. Senilitas
Kulit senil yang kering dan mudah menderita fisur (chapped skin) mudah
menjadi pruritik. Pruritus dapat terjadi dengan atau tanpa reaksi inflamatorik. Rasa
gatal terjadi oleh karena stimulasi yang amat ringan, seperti gosokan dengan pakaian
atau perubahan suhu di sekitar penderita. Lokalisasi tersering ialah daerah genital
eksterna, perineal, dan perianal.
Selain pruritus senilis sine materia pada orang tua, ada pula pruritus yang
merupakan permulaan dermatitis eksfoliativa generalisata (eritroderma). Kadang
kadang terdapat genesis dermatitis seboroik atau psoriasis.
3. Penyakit Hepar
Pruritus hepatikum merupakan gejala kutan yang utama pada penyakit hati dan
biasanya disertai kolestasis. Pruritus dianggap berasosiasi dengan garam empedu,
intensitas perasaan gatal sebanding dengan konsentrasi garam empedu di dalam darah,
tidak sebanding dengan derajat warna kuning kulit.

Pruritus sebagai ekspresi kolestasis merupakan tanda adanya obstruksi pada


empedu (obstructive billiary disease). Perasaan gatal lebih banyak bila penyakit
disertai ikterus. Obstruksi dapat berlokalisasi intra atau ekstra-hepatal.
Pruritus dapat pula sebagai efek samping obat obat yang memberi obstruksi biliar
intra-hepatal,

misalnya

klorpromazin,

intra

atau

ekstra-hepatal,

misalnya

klorpromazin, metil-testosteron, dan pil kontrasepsi.


Bila ada ikterus tanpa pruritus, maka penyebabnya anemia hemolitik anhepatik
atau hepatitis infeksiosa. Pada 20% penderita sirosis hepatis dapat timbul pruritus
generalisata, yang disertai erupsi papular dan prurigo. Pada 10 40% penderita
dewasa dengan hepatitis dapat timbul pruritus yang sinkron dengan elevasi garam
asam biliar.
4. Penyakit Endokrin
Pruritus

terdapat

pada

diabetes

melitus,

tirotoksikosis,

dan

miksedema.

Hiperparatiroid sekunder pada penyakit gagal ginjal menahun sering dijumpai. Pada
keadaan tersebut, terdapat kenaikan kadar hormon paratiroid dalam plasma, yang
menyebabkan penurunan ekskresi karena Ca dalam serum tidak berubah. Pruritus
disebabkan oleh adanya deposit kalsium fosfat di kulit. Pruritus pada miksedema
jarang dilaporkan, mekanismenya belum jelas.1
5. Penyakit Ginjal
Pruritus generalisata mempunyai insidens sampai 80% pada penyakit gagal
ginjal menahun. Kulit penderita yang kering (xerosis) karena terdapat atrofi kelenjar
keringat. Selain itu terdapat pula gangguan metabolisme Ca dan Fosfor, sedangkan
kadar Magnesium dalam serum meninggi. Keadaan uremia menyebabkan pruritus,
diduga penyebabnya adalah bahan bahan yang mengalami retensi karena ginjal
gagal mengeksresinya. Hal tersebut dapat diobati dengan hemodialisis secara teratur
dan intensif. Bila dengan dialisis tidak terjadi perbaikan, maka harus dipikirkan
adanya hiperparatiroid.1
Paratiroidektomi dapat bermanfaat, namun biasanya hanya terjadi perbaikan
sementara, dan tidak berhasil pada sebagian besar pasien.2
6. Penyakit Neoplastik
Pruritus dapat merupakan keluhan pada penderita dengan keganasan intern, terutama
pada yang berasal dari sistem limforetikuler. Pada penyakit Hodgkin, insidensnya
dapat berlangsung berbulan bulan, sebelum penyakit mendasar diketahui.
7. Mikosis Fungoides
9

Mikosis fungoides merupakan limfoma maligna yang progresif. Pruritus timbul sangat
dini, yaitu pada waktu lesi kulit masih tidak khas dan belum terdapat infiltrasi
maligna. Pruritus dapat bersifat menetap dan intoleran.
8. Penyakit Lain
Pada beberapa penyakit lain, penderita dapat mengeluh adanya pruritus:1,5
a. Penyakit Pirai (Gout)
b. Hipertensi Arteriosklerotik, pruritus dirasakan seluruh tubuh sebelum timbulnya
apopleksia.
c. Polisitemia

Rubra Vera, penyakit dapat disertai pruritus dan urtikaria. Biasa

ditemukan pada usia 50-an. Pria sedikit lebih banyak daripada wanita. Biasanya
pruritus muncul terutama setelah mandi dengan air panas (pruritus akuagenik).
d. Defisiensi Besi, pruritus disebabkan oleh defisiensi besi dan tidak oleh anemia,
sebab pemberian zat besi sebelum timbulnya anemia sudah menghilangkan
pruritusnya.
9. Pruritus Neurologik
Defisit saraf sentral atau perifer dapat menyebabkan pruritus.
10. Pruritus Psikologik
Respons garukan berbeda dengan pruritus karena penyebab lain. Pada gatal
karena penyakit organik terdapat korelasi antara sensasi gatal dengan beratnya
respons garuk. Pada gatal psikologik, respons garukan lebih kecil daripada derajat
gatal subjektif. Akibatnya ialah tampak lebih sedikit efek garukan dan lebih banyak
picking (bekas cubitan), serta tidak dijumpai gangguan tidur.1
Gangguan psikologik yang paling sering menjadi penyebab adalah neurosis
ansietas, tetapi pasien pasien psikosis mono-delusional seperti parasitofobia juga
menderita pruritus. Akan tetapi, pasien pasien ini terlalu yakin dalam memberikan
penjelasan mengenai penyebab pruritus yang mereka alami.2
GRAVIDITAS
HIPERPIGMENTASI6
Sejak umur hamil sekitar 8 minggu, plasenta telah mengeluarkan proopiomelanocortin stimulating hormone, yang oleh kelenjar hipotalamus akna diubah menjadi
melanosit stimulating hormone alfa dan betha. Bekerja sama dengan estrogen, melanocyte

10

stimulating hormone akan meningkatkan pimentasi berupa timbunan melanin dan dermal
makrofag di dalam kulit sehingga memberikan warna hitam.
Hiperpigmentasi bersifat difusa terutama pada muka, areola mame, linea alba, lipatan
paha dan ketiak, dan pipi dalam bentuk chloasma gravidarum atau molasma gravidarum.
Pada muka tampak hiperpigmentasi difus atau sebagai bercak-bercak disebut sebagai kloasma
gravidarum. Nevi yang berpigmen dapat dijumpai di seluruh badan. Pengobatan yang dapat
dicoba untuk menguranginya adalah 2-5% hydroxyquinone dan 0,1% tretonin.
PRURITUS1
Pruritus gravidarum mungkin diinduksi oleh estrogen dan biasanya mulai pada
trimester ketiga. Ada kalanya pruritus disertai ikterus. Keluhan gatal pada waktu hamil terjadi
sekitar 3-10% ibu hamil yang dapat disebabkan oleh penyakit sistemik bersamaan dengan
kehamilan, misalnya diabetes melitus, disfungsi tiroid, parasit, keganasan, dan alergi terhadap
obat, dan dapat pula disebabkan karena murni dalam kehamilan sebagai akibat dari
kolelitiasis intrahepatik sehingga sebagian garam empedu dalam kulit.
Angka kejadiannya adalah 0,5%, terjadi pada trimester ketiga, dan manifestasi
kliniknya adalah ikterus dan segera menghilang postpartum.
URTIKARIA GRAVIDARUM1
Terdapat eritema polimorfi kulit dan sangat gatal. Erupsi kulit karena garukan kuku dan ada
kemungkinan terjadi sekunder infeksi. Keadaan eritema pada urtikaria ini karena terdapat
timbunan sel janin pada kulit ibu hamil. Terdapat timbunan limfosit perivaskuler dan
komponen

eosinofil.

Pengobatannya

adalah

dengan

pemberian

antihistamin

atau

kortikosteroid krim untuk lokal.


HERPES GESTASIONIS1
Erupsi kulit dengan gejala melepuh pada kulit, sebagian besar multipara sejak hamil
permulaan sampai beberapa minggu postpartum. Gejala klinis yang ditemukan adalah kulit
melepuh seperti mengelupas, sangat gatal, erupsi kulit menyebar dengan cepat, dan erupsi
mulai dari bentuk eritema kulit kemudian terjadi perubahan gejala kulit, yaitu papula
edematosa sampai berbentuk gelembung besar, vesikel tegang karena isinya penuh, tersebar
di sekitar abdomen dan tangan, dan pembentukan nanah sebagai isi papular karena terjadi
infeksi sekunder.
Sebab terjadi herpes gestasionis darah :
11

1. Reaksi autoantigen-antibodi, khususnya pada antibodi basal membrane zone (anti


BMZ).
2. Bersifat herediter dengan dijumpainya Human Leukosit Assosiasi (HLA-DR3 dan
HLA-DR4) yang merupakan mayor histokompatibilitas kompleks (MHC) yang
terdapat pada kromosom 6, merupakan antigen klas II, dan dengan dijumpainya HLA,
ada kemungkinan akan terjadi reaksi autoantibodi.
3. Pemeriksaan histopatologinya didapatkan infiltrasi (limfosit, histiosit, eosinofil, dan
edema meningkat), dan terdapat deposit IgG.
Sindrom Pruritic Urtivaria Papules and Plaques of Pregnancy (PUPPP)6
Sindrom Pruritic Urtivaria papules and plaques of pregnancy (PUPPP) mulai dari
eritema di sekitar abdomen dengan papul kecil 1-2 mm. Lesi menyebar ke paha, bokong, dan
tangan setelah 2-3 hari. Terdapat sedikit peninggian kulit.
Bentuk kelainan kulitnya :
1. Eritema di sekitar abdomen, bokong, dan paha.
2. Penonjolan setinggi 1-2 mm yang dikelilingi oleh daerah pucat, dapat berupa plak
urtikari bersatu atau bergerombol.
3. Terasa sangat gatal yang segera hilang setelah persalinan.
4. Gambaran patologi anatomi didapatkan epidermis normal disertai infiltrasi limfosit
dan histiosit perivaskuler, dan disertai edema pada papil epidermisnya.
5. Tempat defek kulit adalah sekitar abdomen, bokong, dan tangan.
Pengaruhnya terdapat kehamilan praktis tidak ada karena penyakitnya bersifat lokal. Bentuk
klinisnya dipicu oleh pembesaran uterus, kehamilan ganda, dan hidramnion.
PRURIGO GESTASIONIS (PAPULER DERMATITIS) 1
Kelainan ini didapatkan 1 dalam 50-200 kasus. Kelainan kulit berupa rasa gatal dengan
tonjolan kecil sekitar 1-2 mm, terutama pada ekstensor ekstremitas yang tersebar simetris.
Dapat disebabkan karena meningkatnya chorionic gonadotrophin, dan menurunnya
konsentrasi kortikosteroid dalam plasma. Bentuk klinis terdapat 2 macam, yaitu early
prurigo gestasionis (tumbuh bagian proksima ekstremitas sampai ke tubuh dan terjadi pada
umur hamil 25-29 minggu), dan late prurigo gestasionis (umur hamil lebih dari 30 minggu,
dan tumbuh sekitar striae abdominal). Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan infiltrasi
dari limfosit dan histiosit abnormal.
DIABETES MELITUS

12

KADAR GULA KULIT


Kadar gula kulit (glukosa kulit) merupakan 55% kadar gula darah (glukosa darah) pada orang
biasa. Pada diabetes, rasio meningkat sampai 69-71% dari glukosa darah yang sudah
meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio melebihi 55%.
Gula kulit berkonsentrasi tinggi di daerah intertriginosa dan interdigitalis. Hal tersebut
mempermudah timbulnya dermatitis, infeksi bakterial (terutama furunkel), dan infeksi jamur
(terutama kandidosis). Kandidosis sering ditemukan sebagai kolpitis. Keadaan itu dinamakan
diabetes kulit (skin disease).
PRURITUS
Pruritus pada diabetes melitus merupakan keluhan yang sering terdengar, tetapi tidak
selalu ada. Sensasi tersebut tidak hanya disebabkan oleh hiperglikemi, tetapi juga oleh
iratibilitas ujung-ujung saraf dan kelainan-kelainan metabolik di kulit.
Pruritus terutama berlokalisasi di daerah anogenital (pruritus ani/vulvae/skroti) dan
daerah-daerah intertriginosa (terutama submama pada wanita dengan adipositas). Kadar
glikogen pada sel epitel kulit dan vagina meningkat hingga menimbulkan diabetes kulit.
Banyak orang yang terkena diabetes mellitus menderita infeksi bakteri dan jamur atau
keduanya.7 Keadaan tersebut merupakan faktor predisposisi timbulnya dermatitis, kandidosis,
dan furunkulosis.
AKANTOSIS NIGRICANS
Akantosis nigricans merupakan salah satu lesi kulit non spesifik pada diabetes
mellitus selain pruritus, sehingga keadaan ini bisa di jumpai pada keluhan penyakit yang
lainnya. Akantosis nigricans adalah kehitaman yang ada pada kulit atau hiperpigmentasi kulit
pada daerah lipatan tubuh. Biasanya terjadi pada ketiak, belakang leher, lipatan tangan, dan
pusar.
Akantosis nigricans ditandai oleh adanya penebalan kulit sepertiu beludru yang
berwarna kehitaman pada daerah ketiak, lipat paha, dan leher bagian belakang. Karakteristik
dari akantosis nigricans yaitu plak hiperpigmentasi, hiperkeratosis, dan terjadi simetris.
Warna gelap adalah karena penebalan keratin yang mengandung epitel superficial. Meskipun
lesi umumnya asimtomatik, namun kadang dapat terasa nyeri, berbau busuk, atau maserasi.
Karena kelainan ini merupakan lesi yang nonspesifik dari diabetes, maka akantosis
nigricans dapat pula ditemukan pada efek samping obat tertentu (misalnya asam nikotinat,
kortikosteroid), dan di berbagai masalah endokrinopati (misalnya akromegali, sindrom
cushing) dan juga sebagai tanda neoplasma (terutama pada kanker lambung).
13

Tinggi kadar plasma insulin diperkirakan untuk berkontribusi pada pengembangan


akantosis nigricans. Hal ini terjadi karena jumlah insulin yang tidak berikatan dengan
reseptornya meningkat sehingga insulin banyak berikatan dengan reseptor yang mirip dengan
reseptor insulin sehingga terjadi resisten insulin, yang kemudian tumbuh jaringan baru yang
menyebabkan penebalan kulit dan perubahan warna (hiperpigmentasi).
BULA DIABETIKUM
Diabetes bula, juga dikenal sebagai bullosis diabeticorum dengan adanya bentuk
lepuh blister yang besar, longgar, tanpa rasa nyeri dan non-inflammatoris, sering terjadi pada
ekstremitas bawah tapi terkadang juga bisa ditemui pada tangan dan jari.
Penyebab terbentuknya bula diabetikum belum diketahui secara pasti. Bula biasanya
muncul secara tiba-tiba dan kelainan ini bukan akibat dari trauma maupun infeksi. Diabetes
bula tampaknya lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan terjadi antara usia 17-84
tahun.
Sering terjadi pada pasien yang memiliki diabetes yang berlangsung lama, diabetes
tipe 1 atau dengan komplikasi diabetes ganda dengan neuropati perifer.
Terdapat 2 tipe bula diabetikum yaitu intraepidermal dan subepidermal. Bula
intraepidermal terdiri dari cairan jernih, steril, non hemoragik, dan umumnya sembuh sendiri
dalam waktu 2 sampai 5 minggu tanpa skar atrofi. Tipe bula subepidermal memiliki ciri yang
sama dengan bula intraepidermal hanya saja kadang tipe subepidermal berupa bula
hemoragik dan penyembuhannya menimbulkan skar atrofi. Diabetes bula biasanya spontan
sembuh dalam 2-6 minggu.
MANIFESTASI PADA LAPISAN KUTANEUS KULIT
Neuropati sensorik, penyakit vaskular aterosklerotik, dan hiperglikemia semua
mempengaruhi pasien diabetes untuk terjadinya infeksi pada jaringan kulit dan jaringan
lunak.
Pasien dengan diabetes yang berlangsung lama atau kronis cenderung memiliki
mikrovaskuler dan penyakit makrovaskular dengan perfusi jaringan yang dihasilkan sedikit
dan peningkatan risiko infeksi. Selain itu, kemampuan kulit untuk bertindak sebagai
penghalang terjadap infeksi tidak terjadi akibat adanya neuropati diabetes sehingga
memungkinkan penderita tidak sadar telah terjadi cedera atau luka.

14

Adanya hiperglikemia dan asidemia juga memperburuk gangguan dalam kekebalan


humoral dan leukosit polimorfonuklear. Beberapa infeksi kutaneus yang terjadi pada
penderita diabetes mellitus adalah :
1. Infeksi kandida
Perleche adalah tanda klasik diabetes pada anak, dan infeksi kandida lokal dari
alat kelamin perempuan (kandidosis vulva-vaginalis), pada pria berupa candida
balanitis, balanospothitis, dan intertrigo dapat memberikan petunjuk tanda memiliki
hubungan kuat dengan diabetes.
Kandidosis vulva-vaginalis merupakan masalah yang sering menimpa wanita
yang mengidap diabetes. Hal ini merupakan penyebab tersering timbulnya pruritus
vulva selama glukosuria. Klinisnya dapat berupa eritem pada vulva yang dapat
disertai fissure dengan atau tanpa satelit pustule. Vaginitis biasanya ditunjukkan
dengan adanya discharge berwarna putih.
Kandidosis oral sering ditemukan pada penderita diabetes mellitus yang tidak
terkontrol. Secara klinis kandidosis oral memberikan gambaran berwarna putih, ada
bagian eritematous, daerah dengan fissure terutama pada sudut multu atau patch
berwarna putih pada buccal dan palatum.
Selain itu infeksi juga dapat terjadi pada kaki dan tangan, misalnya Candida
paronychia yang umumnya terjadi pada diabetes merupakan Candida paronychia
kroniki dan biasanya melibatkan tangan tetapi mungkin terjadi pada kaki. Sering
dimulai pada lipatan kuku lateral tampak eritema, bengkak, dan pemisahan lipat dari
batas lateral kuku. Infeksi lebih lanjut dapat mengakibatkan keterlibatan lipatan kuku
proksimal dan pemisahan kutikula dari kuku.
2. Dermatofitosis
Diabetes mellitus dikenal sebagai faktor predisposisi terjadinya infeksi
dermatofita meskipun hal ini tidak umum yang melibatkan kuku dan area
intertriginosa. Infeksi dangkal yang umum disebabkan oleh Tricophyton rubrum, T.
mentagrophytes, dan Epidermophyton floccosum. Pada pasien diabetes, onikomikosis
atau tinea pedis perlu untuk dipantau dan dirawat karena dapat menjadi tempat masuk
kuman yang menyebabkan infeksi. Hal ini terutama berlaku untuk pasien dengan
komplikasi neurovascular dan intertrigo.
3. Gangren diabetikum
Kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya gangguan
pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi. Gangren adalah kerusakan dan
kematian jaringan pada tubuh yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian tubuh

15

yang terkena terputus karena berbagai faktor. Gangren diabetikum biasanya terlihat di
jari kaki atau tangan, kadang di tempat yang terkena (daerah sakral dan trokanter).
Faktor predisposisi ialah trauma ringan, infeksi lokal, atau tindakan lokal
(misalnya ekstraksi kuku). Gangren terutama terlihat pada penderita yang berusia
setengah tua atau lebih.
Ada tiga jenis gangren, yaitu gangren kering, basah, atau gas. Gangren kering
adalah salah satu yang paling sering mempengaruhi orang dengan diabetes. Gangren
kering terjadi karena kendala atau memperlambatnya aliran darah ke organ atau
bagian dari tubuh yang terpengaruh.
Gejalanya berupa rasa sakit, dingin, jika ada luka sukar sembuh karena aliran
darah ke bagian tersebut sudah berkurang. Nadi kaki sukar diraba, kulit pucat atau
kebiru-biruan kemudian dapat menjadi gangren atau jaringan busuk kemudian
terinfeksi dan kuman tumbuh subur. Hal ini akan membahayakan pasien karena
infeksi bisa menjalar ke seluruh tubuh (sepsis).
Gangren diabetic merupakan dampak jangka panjang arteriosklerosis dan
emboli trombus kecil. Angiopati diabetic hampir selalu juga mengakibatkan neuropati
perifer. Neuropati diabetic ini berupa gangguan motorik, sensorik, dan autonom yang
masing-masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki.
4. Infeksi bakteri
Infeksi pyoderma seperti impetigo, folikulitis, karbunkel, furunkulosis, ektima,
dan erisipelas bisa menjadi parah dan meluas pada pasien diabetes. Karbunkel
merupakan infeksi bakteri mendalam folikel rambut (abses) dan selulitis yang
merupakan infeksi kulit yang mendalam. Selulitis sering muncul seabgai merah panas
dan lembut pembengkakan kaki.
Eritrasma disebabkan oleh Corynebacterium minutissimum, terjadi dengan
frekuensi yang meningkat

pada pasien diabetes dengan obesitas. Daerah

intertriginosa adalah tempat yang terkena dampak utama. Eritrasma klinisnya sebagai
lesi eritroskuama, patch hiperpigmentasi dengan perbatasan aktif.
Infeksi pseudomonas juga dapat nampak pada pasien diabetes, terutama pada
pasien yang tua. Biasanya infeksi yang terjadi adalah otitis eksternal maligna yang
merupakan infeksi saluran telinga eksternal oleh Pseudomonas dengan gambaran
klinis berupa nyeri pada saluran telinga eksternal oleh Pseudomonas, dengan
gambaran klinis berupa nyeri pada saluran telinga eksternal dan discharge purulen.
MANIFESTASI PADA LAPISAN DERMAL KULIT6
16

1. Diabetic thick skin (kulit tebal)


Penderita diabetes memiliki kulit yang lebih tebal daripada pasien non
diabetic. Ada 3 bentuk dari diabetik thick skin yaitu perubahan kulit seperti
scleroderma pada jari dan punggung tangan yang berkaitan dengan persendian,
gambaran klinis yang tidak tampak tapi penebalan kulit dapat diukur dan
dibandingkan dengan kontrol,k dan skleredema adult.
Penebalan kulit pada dorsum tangan terjadi pada 20% sampai 30% dari semua
pasien diabetes, terlepas dari jenis diabetes. Prevalensi sindrom tangan diabetes
bervariasi dari 8% menjadi 50%, ini dimulai dengan kekakuan sendi interphalangeal
metacarpophalangeal dan proksimal dan berkembang untuk membatasi mobilitas
sendi. Duyputen contracture (atau penebalan fasia Palmaris) lebih lanjut dapat
mempersulit sindrom tangan diabetes.
Diabetic thick skin syndrome, secara klinis tampak sebagai pengerasan kulit,
dikaitkan degnan diabetic neuropathy, dan terjadi secara independent tidak tergantung
pada tingkat keparahan penyakit yang mendasarinya, usia pasien, atau regimen terapi.
2. Skleredema
Skleredema adultorum pada diabetes merupakan sindrom yang ditandai
dengan adanya penambahan ketebalan kulit terutama pada bagian punggung dan leher
pada penderita paruh baya, kelebihan berat badan, yang tidak mengontrol dengan baik
diabetes tipe II nya.
Skleredema diabeticorum ditandai dengan penebalan dari kulit leher posterior
dan punggung atas, kadang meluas ke daerah deltoid dan lumbal, sering dengan
penurunan sensitivitas terjadap rasa sakit dan sentuhan. Skleredema terjadi pada 2,5%
sampai 14% dari penderita diabetes dan kadang sulit dibedakan dengan skleredema
karena penyakit Busckhe, yang merupakan gangguan langka dimana daerah
penebalan kulit terjadi terutama pada wajah, lengan, dan tangan sering setelah infeksi
saluran pernapasa atas.
3. Yellow skin (kulit kuning)
Orang dengan diabetes sering memiliki warna kuning pada kulit, yang
biasanya sering terlihat pada telapak tangan dan telapak kaki karena pada daerah
tersebut jarang pigmen melanocytic.
Akibat berkurangnya kemampuan metabolisme hepatic dari karotenoid, sekitar
10% dari penderita diabetes yang kronik mengalami perubahan warna kulit
kekuningan (yellowish discoloration) yang dikenal sebagai aurantiasis.
Namun ada juga yang berpendapat bahwa salah satu kemungkinan penyebab
kulit kuning mungkin glikosilasi produk akhir. Hal ini diketahui bahwa protein yang
17

memiliki waktu perputaran yang lama, seperti kolagen kulit, menjalani glikosilasi dan
menjadi kuning.
4. Pigmented purpura
Purpura diabetikum adalah suatu kondisi kulit pada ekstremitas bagian bawah
yang merupakan hasil dari ekstravasasi sel darah merah dari pleksus vaskular
superficial. Kelainan ini ditandai dengan makula kecil sampai patch, multiple yang
berwarna coklat kemerahan sampai orange. Kelainan ini sering diderita pada pasien
diabetic usia tua.
Diperkirakan bahwa sekitar satu setengah dari orang dengan kondisi ini juga
memiliki dermopati diabetes. Dalam sebagian besar pasien, dekompensasi jantung
dengan edema pada kaki diperkirakan menjadi faktor pencetus bagi purpura.
5. Periungual telangiektasia
Penyakit mikrovaskuler adalah komplikasi utama dari diabetes mellitus. Pada
tingkat kapiler, hal ini dapat disebabkan masalah structural (dinding kapiler misalnya
menebal) dan masalah fungsional (viskositas darah meningkat).
Periungual telangiektasia adalah warna kemerahan disekitar daerah lipatan
kuku, dimana warna merah disebabkan oleh darah yang terdapat didalam pembuluh
darah akibat kapiler yang berdilatasi yang dekat dengan permukaan kulit pada daerah
lipatan kuku.
Lesi dari telangiektasia periungual muncul sebagai merah, melebar atau
dilatasi kapiler yang mudah terlihat dengan mata telanjang dan merupakan hasil dari
hilangnya loop kapiler dan pelebaran kapiler yang tersisa. Periungual telangiektasia
lebih banyak dijumpai pada penderita diabetes mellitus tipe I.
ERUPSI XANTOMA6
Xantoma diabetikorum tampak sebagai papul bulat yang berwarna kuning kemerahan
dan kadang disertai telangiektasis atau dilatasi kapiler serta dapat menimbulkan rasa gatal.
Beberapa xantoma bisa bergabung dan membentuk xantoma tuberous. Kondisi ini dapat
terjadi ketika trigliserida yang kaya lipoprotein naik ke tingkat yang sangat tinggi. Resistensi
terhadap insulin yang parah membuat sulit bagi tubuh untuk membersihkan lemak dari darah.
Tempat predileksi ialah bokong, siku, dan lutut. Xantoma terutama terlihat pada wanita
berusia 20-50 tahun dengan obesitas. Trauma merupakan faktor predisposisi.
Erupsi xantoma terjadi pada 0,1% dari pasien diabetes. Histologis utama adalah
pembentukan sel busa dalam dermis superficial yang bercampur dengan infiltrate limfositik
dan neutrofilik.
18

Xantelasma merupakan bentuk xantoma yang paling sering dijumpai. Xantelasma


adalah kumpulan kolesterol di bawah kulit dengan batas tegas berwarna kekuningan biasanya
di sekitar mata seperti benjolan, sehingga sering disebut xantelasma palpebra. Xantelasma
atau plak kekuningan yang sering ditemukan di dekat kantus bagian dalam kelopak mata,
terutama sering ditemukan di kelopak mata atas daripada di kelopak mata bawah. Benjolan
tersebut berwarna kuning atau putih, berbentuk datar atau bergelombang dan lembut jika
disentuh. Selain pada mata, dapat ditemukan pada lutut, siku, dan telapak tangan. Xantelasma
mungkin terlihat seperti jerawat, tetapi ketika ditekan tidak ada nanah yang keluar.
Xantelasma tersusun atas sel xantoma. Sel ini merupakan histiosit dengan deposit
lemak intraseluler terutama dalam retikuler dermis atas. Lipid utama yang disimpan pada
hiperlipidemia dan xantelasma normolipid adalah kolesterol. Kebanyakan kolesterol ini
adalah yang teresterifikasi.
DERMATOPATIA1
Nama dermatopatia sejajar dengan nama retinopatia, neuropatia, dan nefropatia pada sindrom
diabetes melitus. Pada dermatopatia tampak papul miliar bulat, tersusun secara linear dan
terdapat di bagian ekstensor ekstremitas. Lesi menyembuh sebagai sikatriks dengan lekukan
sentral. Lesi primer terlihat pada penderita yang berusia 30 tahun ke atas.
BERCAK TIBIAL (SHIN SPOT)1
Makula hiperpigmentasi tampak pada daerah anterolateral tungkai bawah. Bercak tersebut
berkorelasi dengan neuropatia dolenta dan arefleksi.
PIGMENTED PRETIBIAL PATCHES (PPP)1
Nama PPP mencakup bercak tibial (shin spots) dan lesi bulat, atrofik, dan dengan lekukan
(depresi). Lesi terakhir ini terdapat di bagian ekstensor tungkai bawah, terutama di daerah
maleolus internus da pretibial.
NEKROBIOSIS LIPOIDIKA DIABETIKORUM (NLD)1,6
NLD adalah gangguan degenerasi kolagen dengan respon granulomatosa, penebalan
dinding pembuluh darah, dan penumpukan lemak. Ini juga merupakan kelainan non spesifik
sebab dapat ditemukan pada penyakit lain. Kejadiannya adalah 0,3% pada penderita diabetes
dan sangat jarang di non penderita diabetes.

19

NLD mirip dengan dermopati diabetes. Perbedaannya adalah bahwa tempat yang
sedikit, namun lebih besar dan lebih dalam. Gambaran klinisnya berupa bercak numular yang
nyeri atau plak eritem dengan warna kuning pada bagian sentral yang menandakan akumulasi
dari lipid. Lesi secara perlahan dapat membesar. Dengan bentukkan plak yang irregular, tepi
lesi terkadang sedikit meninggi dan kulit disekitar lesi berwarna merah kebiruan dengan
pembuluh darah yang menonjol (telangiektasis).
Biasanya NLD berlokalisasi di kedua tungkai,pretibial, bagian medial maleolus, dan
15% terdapat di tangan, pergelangan tangan, badan, wajah, dan kulit kepala dimana NLD
dapat menyebabkan atrofi dan alopesia. NLD jarang sekali terjadi di badan.
Patogenesis dari NLD belum diketahui secara pasti. Ada pendapat yang
menghubungkan mikroangiopati diabetikum yang berkaitan dengan neuropati dengan
terjadinya NLD. Biopsy kulit dapat dilakukan untuk mengkonfirmasikan diagnosis.
Pemeriksaan histologik menunjukkan reaksi inflamasi granulomatous sekitar kolagen yang
hancur, terdapat degenerasi jaringan pekat dengan fokus nekrobiotik di korium. Kolagen dan
elastin berubah menjadi lipid, oleh karena itu NLD juga dinamakan dermatitis atrophicans
diabetica.
MALUM PERFORANS PEDIS1
Ulkus perforans disebabkan oleh perubahan degeneratif pada saraf dan terdapat pada
penderita yang lemah, terutama pada tabes dorsalis, lepra, dan diabetes melitus.
FURUNKULOSIS
Furunkulosis dapat timbul dimana-mana, sedangkan karbunkel biasanya berlokalisasi di
tengkuk. Psoriasis dan diabetes melitus kadang terdapat bersama-sama pada satu keluarga.
Akantosis nigrtkans kadang didapati, namun sebabnya belum diketahui. Akantosis nigrikans
ialah dermatosis yang terdiri atas hiperpigmentasi dan hipertrofi papular yang berlokalisasi
simetrik.
KOMPLIKASI DERMATOLOGIK PADA PENGOBATAN DIABETES MELITUS
Komplikasi dermatologik dapat timbul pada pemberian tiga jenis obat, yaitu
sulfonilurea yang hipoglikemik, obat senyawa biguanidin, dan insulin.
1. Sulfonilurea yang hipoglikemik
Sulfonilurea yang hipoglikemik dapat menimbulkan reaksi alergik, misalnya
pruritus, eritema, urtika, bahkan dermatitis generalisata dengan febris. Biasanya reaksi
20

timbul sesudah 1-3 minggu. Kadang timbul fotosensitisasi (fotodermatitis bulosa) atau
purpura.Kebanyakan reaksi kulit terhadap obat hipoglikemik oral telah dilaporkan
dengan generasi pertama sulfonil urea.
Antara 1% dan 5% dari pasien yang meminum generasi pertama sulfonilurea
mengalami reaksi kulit dalam 2 bulan pertama pengobatan. Letusan makulopapular
adalah reaksi yang paling umum dan sering menghilang dengan penghentian obat.
Reaksi kulit lainnya adalah eritema umum, urtikaria, erupsi likenoid, eritema
multiform eksudativum, dermatitis eksfoliatif, eritema nodosum, dan reaksi
fotosensitifitas.
Generasi kedua sulfonilurea seperti glipzide dan glimepiride juga telah
dikaitkan dengan reaksi kulit. Reaksi yang paling sering dikaitkan yaitu
fotosensitivitas, ruam, urtikaria, dan pruritus.
2. Senyawa biguanidin
Senyawa biguanidin dapat menyebabkan reaksi dermatologik, tetapi jauh lebih jarang
daripada reaksi dalam alat cerna.
3. Insulin
Insulin dapat menimbulkan lipodistrofi, obesitas, reaksi alergik (biasanya
urtika), atau kadang juga keloid. Lipodistrofi hipertrofik menimbulkan penonjolan
yang menyerupai lipoma dan tidak nyeri. Penonjolan akan menghilang dalam
beberapa minggu atau bulan, bila pemberian insulin dihentikan. Lipodistrofi atrofik
tampak sebagai kulit yang lekuk dan atrofik. Kelainan tersebut jarang mengalami
regresi spontan.
Alergi insulin mungkin bersifat lokal atau sistemik dan biasanya terjadi dalam
bulan pertama dari terapi insulin. Gambaran alergi lokal berupa eritematosa atau
nodul pruritus, urtikaria pada tempat suntikan, mungkin muncul segera, dalam 15
menit sampai 2 jam setelah infeksi, atau tertunda dengan onset 4 atau lebih jam
setelah injeksi.
Gambaran reaksi alergi sistemik insulin dapat berupa urtikaria umum dan
jarang terjadi syok anafilaktik. Pada alergi lokal biasanya tidak memerlukan
pengobatan karena resolusi spontan,s edangkan alergi sistemik dapat diatasi dengan
penghentian insulin untuk bentuk lain dari terapi atau mungkiin memerlukan
desensitisasi.
4. Metformin
Efek samping yang dilaporkan termasuk dermal psoriatiform erupsi obat, eritema
multiforme eksudativum, dan vasculitis leukositoklastik. Dilaporkan juga terjadi
eritema, eksantema, pruritus, dan urtikaria.
5. Akarbose
21

Menurut penelitian melaporkan kasus akarbose menyebabkan terjadinya eritema


multiforme. Obat induced stimulasi limfosit dan uji patch test untuk akarbose negatif.

PENYAKIT HEPAR
PRURITUS
Pruritus merupakan keluhan yang sering terdengar dan lebih berat, bila juga ada kolesteatosis
(kenaikan kolesterol atau ester-esternya). Walaupun asosiasi dengan garam empedu sering
diperkirakan, tetapi korelasi antara konsentrasi zat tersebut di darah dengan beratnya pruritus
tidak selalu ada. Beberapa zat empedu telah terbukti ada di dalam kulit pada penderita
pruritus. Iritasi mungkin mendahului perkembangan gejala lain dari penyakit hati kolestatik,
terutama sirosis bilier primer.
WARNA KULIT
Ikterus tampak pada kerusakan hepatoselular akut dan pada hemolisis. Warna kulit
pada sirosis biliar berlainan, yaitu coklat kehijauan. Pada hemokromatosis warna kulit coklat
abu-abu.
Hiperpigmentasi karena melanin terdapat pada sirosis portal, sedangkan lebih jelas
lagi pada sirosis biliar dan pada hemokromatosis. Hiperpigmentasi bersifat difus.
Abnormalitas vaskular (nervus laba-laba) terutama terlihat pada anak dan wanita hamil.
Lokalisasi biasanya di bagian atas tubuh. Palmar flush, vaskulitis, atau purpura kadang ada.
Livedo atau bier spots yaitu bercak putih karena vasokonstriksi di ekstremitas bawah, tampak
bila penderita di tempat dingin.
XANTOMATOSIS
Disebabkan oleh hiperlipidemia yang ada pada sirosis biliar menahun. Xantoma datar
nampak pada telapak tangan dan kaki, xantelasma pada palpebra, sedangkan yang tuberosa
berlokalisasi di atas tendon dan di daerah yang banyak tekanan.
PERUBAHAN RAMBUT

22

Rambut kepala menipis. Rambut primer seksual menghilang yaitu di daerah jenggot, aksila,
dan pubis.
AKNE
Kulit di bagian atas toraks seringkali berlemak dan nampak ada akne vulgaris.
PENYAKIT GINJAL1
PRURITUS
Pruritus renal dapat terjadi walaupun tidak selalu pada kegagalan ginjal. Pruritus bersifat
generalisata dan kadang berat.
Mekanismenya adalah sebagai berikut:
1. Retensi zat yang terdiri atas berbagai konstituen di dalam darah. Hal ini disebabkan
karena ginjal gagal mengekskresikannya. Bila berat timbul uremia. Biasanya jika
dialisis dimulai pruritus menghilang.
2. Hiperparatiroidia sekunder, dalam hal demikian pruritus akan timbul lagi sesudah
dialisis.
3. Retensi pruritogen, yang terdiri atas berbagai zat dengan berat molekul menengah.
4. Ekskresi zat yang mengandung nitrogen ke permukaan kulit.
Pruritus secara klinis akan mengakibatkan ekskoriasi dan likenifikasi. Nodus pruritik jarang
tampak, bila ada maka berlokalisasi di bagian ekstensor ekstremitas.
KEKERINGAN KULIT
Kekeringan kulit menyerupai iktiosis didapat dan terutama terlihat pada bagian ekstensor
tungkai bawah. Asebia atau berkurangnya produksi sebum.
PERUBAHAN RAMBUT
Rontoknya rambut androgenik di daerah jenggot, aksila, dan pubis. Purpura karena disfungsi
trombosit dan juga karena terapi kortikosteroid.
WARNA KULIT
Warna kulit berubah yaitu terlihat kombinasi kepucatan dan hiperpigmentasi. Hipermelanosis
yang difus tampak pada kulti dan mukosa bukal.

23

Beberapa penyakit yang berasosiasi dan sindrom kutaneorenal ialah adenoma sebaseum,
vaskulitis, dan penyakit vaskular kolagen, serta penyakit metabolik (misalnya
lipoangiokeratoma). Sebaliknya ada pula nefropatia yang sekunder tehadap penyakit kulit
yaitu nefropatia dermatogenik dan glomerulonefritis sesudah infeksi kutan karena
streptokokus A 12.

KELAINAN HEMATOLOGIS8
Defisiensi zat besi yang kronis mungkin diakibatkan oleh kehilangan darah (misalnya akibat
menoragia atau karsinoma usus). Banyak pasien berusia lanjut atau kaum vegetarian
menderita defisiensi zat besi karena melakukan diet. Polisitemia rubra vera secara
karakteristik dikaitkan dengan pruritus yang timbul akibat mandi.
PENYAKIT TIROID8
Baik tirotoksikosis maupun miksedema mungkin disertai dengan pruritus. Pada miksedema,
berubahnya kulit menjadi kering secara menyeluruh mungkin menjadi penyebab pruritus.
KANKER8
Yang dianggap menyebabkan terjadinya pruritus terutama adalah keganasan limforetikular,
walaupun pruritus bisa juga terjadi berkaitan dengan berbagai macam karsinoma. Hampir
30% dari pasien penyakit Hodgkin menderita pruritus menyeluruh.

24

BAB III
KESIMPULAN

Penyakit kulit merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor, yaitu parasit, bakteri,
virus, autoimmun, jamur, trauma fisik dan trauma kimia. Namun selain itu penyakit kulit juga
bisa merupakan tanda adanya penyakit sistemik, misalnya pada penyakit diabetes mellitus,
penyakit hati, penyakit ginjal. Terdapat beberapa hal penting untuk mengetahui apakah
adanya suatu kelainan kulit, yaitu bisa di lihat dari kualitas kulit, warna kulit, pruritus,
graviditas, diabetes mellitus, penyakit hepar dan penyakit ginjal. Untuk mengetahui apakah
ada nya suatu kelaini kulit yang berhubungan dengan penyakit sistemik tentu nya di butuh
kan anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik yang benar, dan pemeriksaan penunjang yang
akurat untuk membantu menegak diagnosis kerja yang akurat.

25

Daftar Pustaka
1. Djuanda S. Hubungan kelainan kulit dan penyakit sistemik. Dalam Djuanda A (editor).
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013. Hlm 318-26.
2. Brown RG, Burns T. Lecture notes: dermatology. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga.2005.
Hlm 180-5.
3. Greaves MW. Recent advances in pathophysiology and current management of itch.
Ann Acad Mes Singapore. 2007 Sep;36(9):788-92
4. Burns T. Breathnach S. Cox N. Griffiths C. (editor). Rooks textbook of dermatology:
volume 1, eight edition. Oxford: Wiley-Blackwell Publishers; 2010. p.931-48.
5. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga.2006. Hlm 321.
6. Manuaba IAC, Manuaba IBG, Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC;
2007. Hlm 626-8.
7. Casanas R, Flaw B, Kuchinski L. The treatment of diabetes mellitus. Beijing: Blue
Poppy Press; 2002. Hlm 239.
8. Brown RG, Burns T. Lecture notes on dermatology. Jakarta: Erlangga; 2006. Hlm 180-5.

26

Anda mungkin juga menyukai