Anda di halaman 1dari 29

REFERAT KEPANITERAAN KLINIK

LUKA

Disusun oleh:
Kevin Pinarto
11.2014.234
Pembimbing: dr. Agoes Tino, Sp.B, FICS, FINACS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSAU ESNAWAN ANTARIKSA
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode 10 Oktober 17 Desember 2016
Jakarta 2016

BAB I
PENDAHULUAN
Kulit merupakan pembungkus yang elastisk yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15%
dari berat tubuh dan luasnya 1,50 1,75 m2 . Rata- rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6
mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.
Kulit memiliki beberapa fungsi yang penting, yaitu pelindung tubuh terhadap bahaya
bahan kimia, cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Maka, jika terjadi
luka pada kulit yang terkena, sebagian fungsi penting dari kulit akan hilang.1
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengertian luka seperti klasifikasi luka
yang diklasifikasikan dalam beberapa bagian yang akan dibahas pada referat ini. Kondisi
fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan
jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah) mengakibatkan gangguan sirkualsi
dan oksigenisasi pada jaringan. Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh.
Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes mellitus.1,2
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan
pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunkan ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KULIT
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit
merupakan organ yang esensial dan vital vserta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.
Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis
kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit mempunyai berbagai fungsi
seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi eksresi.
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis
atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan
dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel
dan jaringan lemak.1

Anatomi Kulit
Epidermis
Epidermis terdiri atas 5 lapisan sel penghasil keratin (keratinosit) yaitu:1,2
a. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa
lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah
menjadi keratin (zat tanduk).
3

b. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan selsel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
c. Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin.
d. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena
banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin
dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun
terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau
keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang
disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans.
Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.
e. Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada
perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan
lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan
berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang
berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar,
dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin
atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik
dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosom).
Dermis
Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum papilare di sebelah luar
dan stratum retikular yang lebih dalam.1
a. Stratum papilar, terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas dan sel jaringan ikat
lainnya terdapat di stratum ini seperti sel mast dan makrofag. Dari lapisan ini, serabut
lapisan kolagen khusus menyelip ke dalam lamina basalis dan meluas ke dalam
dermis. Serabut kolagen tersebut mengikat dermis pada epidermis dan disebut serabut
penambat.
b. Stratum retikular, terdiri atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I),
dan oleh karena itu memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit sel daripada stratum
papilar.

Dermis kaya dengan pembuluh darah dan limfa. Di daerah kulit tertentu, darah dapat
langsung mengalir dari arteri ke dalam vena melaui anastomosis atau pirau arteriovenosa.
Pirau ini berperan sangat penting pada pengaturan suhu. Selain komponen tersebut, dermis
mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut kelenjar keringat dan kelenjar
sebasea.
Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti
terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang
dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut
panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung
saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak
mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.2
Vaskularisasi
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas
dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di
pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih
besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.1
FISIOLOGI KULIT
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D.1
Fungsi Proteksi
Fungsi proteksi Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai
berikut:1
1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.
2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi,
selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.
5

3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di
permukaan kulit.
4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum
basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen
ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik
dapat tersimpan dengan baik.
5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama
adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian
ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin
dan sel Langerhans.
Fungsi Absorbsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin
A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Permeabilitas kulit
terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian
pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4,
dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau
melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada
yang melalui muara kelenjar.1,2
Fungsi Ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:1
1. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan
ketika muskulus erektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum
dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan
campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi
menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.
2. Kelenjar keringat
6

Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan
cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja dalam
ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif
jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga
merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul
organik hasil pemecahan protein yaitu amonia dan urea.1
Fungsi Persepsi
Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil
Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel
Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan
Paccini di epidermis.1
Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara:
pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu
tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh
darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat
suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh
darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.2
DEFINISI LUKA
Luka adalah kerusakan hubungan antar jaringan-jaringan pada kulit, mukosa
membran dan tulang atau organ tubuh lain. Selain itu, menurut Koiner dan Taylan, luka
adalah terganggunya integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang terjadi secara
tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superfisial atau
dalam.3
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau
sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi
bakteri, dan kematian sel
KLASIFIKASI LUKA
7

Berdasarkan lama waktu penyembuhannya, luka dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:4

Luka Akut
Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan
biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut
adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang

diperkirakan. Contohnya adalah luka sayat, luka bakar, luka tusuk.


Luka Kronik
Luka kronik adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren)
atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh
masalah multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu
yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk
timbul kembali. Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi),
penyakit vaskular perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus.

Berdasarkan derajat kontaminasi dari luka, antara lain:4,5

Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan
luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka
tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius maupun traktus
genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih.

Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.


Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses
penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi.

Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.


Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi.
Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka
laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% -

17%.
Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan
luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat

pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses
dan trauma lama.
Klasifikasi luka berdasarkan penyebabnya, antara lain:4

Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores


Cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan
kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti

kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.
Vulnus scissum
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan.
Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau

dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur.
Vulnus laseratum atau luka robek
Luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena
tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian
kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka

bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.


Vulnus punctum atau luka tusuk
Luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada
lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan
benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam

dengan permukaan luka tidak begitu lebar.


Vulnus morsum
Luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka
yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga

menyesuaikan gigitan hewan tersebut.


Vulnus combustio
Luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus
combustio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang
lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan
epitel kulit dan mukosa.

PROSES PENYEMBUHAN LUKA


Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan mamulihkan
dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing
serta perkembangan awal seluluer bagian dari proses penyembuhan luka. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan
9

dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area
luka yang bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat membantu untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan.4,5,6
Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS) sebagai suatu
yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontinuitas dan fungsi
anatomi. Berdasarkan WHS suatu penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalnya
struktur , fungsi dan anatomi kulit.
Tahap penyembuhan luka:

Hemostasis
Pada fase ini terjadi peningkatan perlekatan platelet. Platelet akan bekerja untuk
menutup kerusakan pembuluh darah. Jaringan yang rusak akan merangsang adenosin
diphosphat (ADP) membentuk platelet. Platelet yang dibentuk berfungsi untuk
merekatkan kolagen dan mensekresi faktor yang merangsang pembekuan darah.
Pembekuan darah diawali dengan produksi trombin yang akan membentuk fibrin dari
fibrinogen. Hubungan fibrin diperkuat oleh agregasi platelet menjadi hemostatik yang
stabil. Platelet juga mensekresi platelet yang terkait dengan faktor pertumbuhan
jaringan (platelet-associated growth factor). Hemostatis terjadi dalam waktu beberapa
menit setelah injuri kecuali ada gangguan faktor pembekuan.

Inflamasi
Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan debris. Respon
jaringan yang rusak : jaringan yang rusak dan sel mast melepaskan plasma dan
polimorfonuklear ke sekitar jaringan. Neutrofil memfagositosis mikroorganisme dan
berperan sebagai pertahanan awal terhadap infeksi.

10

Jaringan yang rusak juga akan menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh


darahsekeliling yang masih utuh serta meningkatkan penyediaan darah ke daerah
tersebut, sehingga menjadi merah dan hangat.
Permeabilitas kapiler-kapiler darah meningkat dan cairan yang kaya akan protein
mengalir kedalam spasium intertisial, menyebabkan edema lokal dan mungkin
hilangnya fungsi di atas sendi tersebut. Makrofag mengadakan migrasi ke luar dari
kapiler dan masuk ke dalam darah yang rusak sebagai reaksi terhadap agens
kemotaktik yang dipacu oleh adanya cedera. Makrofag mampu memfagosit bakteri.
Makrofag juga mensekresi faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibroblas
(FGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi
(TGF) dan interleukin-1 (IL-1).
Pembuluh darah terputus, menyebabkan pendarahan dan tubuh berusaha ntuk
menghentikannya (sejak terjadi luka sampai hari ke lima) dengan karakteristik dari
proses ini adalah: hari ke 0-5, respon segera setelah terjadi luka pembekuan darah
untuk mencegah kehilangan darah, dan memiliki ciri-ciri tumor, rubor, dolor, color,
functio laesa. Selanjutnya dalam fase awal terjadi haemostasis, pada fase akhir terjadi

fagositosis dan lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
Fase Proliferasi
Fibroblas meletakkan subtansi dasar dan serabut-serabut kolagen serta pembuluh
darah baru mulai menginfiltrasi luka. Begitu kolagen diletakkan, maka terjadi
peningkatan yang cepat pada kekuatan regangan luka. Kapiler-kapiler dibentuk oleh
tunas endothelial, suatu proses yang disebut angiogenesis. Bekuan fibrin yang
dihasilkan pada fase I dikeluarkan begitu kapiler baru menyediakan enzim yang
diperlukan. Tanda-tanda inflamasi mulai berkurang. Jaringan yang dibentuk dari
gelung kapiler baru, yang menopang kolagen dan subtansi dasar, disebut jaringan
granulasi karena penampakannya yang granuler dan warnanya merah terang. Fase ini

berlangsung selama 3-24 hari.


Maturasi (Remodelling)
Pada tahap maturasi terjadi proses epitelisasi, kontraksi dan reorganisasi jaringan ikat.
Setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan
sisa-sisa folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula sudorivera membelah
dan mulai bermigrasi diatas jaringan glandula baru. Karena jaringan tersebut hanya
dapat bergerak diatas jaringan yang hidup, maka mereka hidup dibawah eskar atau
dermis yang mengering. Apabila jaringan tersebut bertemu dengan sel-sel epitel lain,
yang juga mengalami migrasi, maka mitosis berhenti, akibat inhibisi kontak.

11

Kontraksi luka disebabkan karena miofibroblas kontraktil membantu menyatukan


tepi-tepi luka. Terdapat suatu penurunan progresif alam vaskularitas jaringan parut,
yang berubah dalam penampilannya dari merah kehitaman menjadi putih. Serabutserabut kolagen mengadakan reorganisasi dan kekuatan regangan meningkat.
Prinsip penyembuhan luka mengikuti fase penyembuhan luka menurut Schwatz yaitu:

Koagulasi
Terjadinya luka baik yang bersifat traumatik atau yang terbentuk pada pembedahan
menyebabkan perdarahan dari pembuluh darah yang rusak. Vasokonstriksi segera
terjadi sebagai akibat dilepaskannya katekolamin kedalam lingkungan cedera.
Brakinin, serotonin, dan histamine merupakan senyawa vasoaktif lain yang dilepas
oleh sel mast kejaringan sekitar. Senyawa-senyawa ini mengawali peristiwa
diapedesis yaitu keluarnya sel-sel intravaskular kedalam ruang ekstravaskular yang
rusak. Suatu bekuan darah terbentuk dari trombosit yang dikeluarkan dari
ekstravasasi darah.
Faktor-faktor pembekuan yang dilepaskan dari trombosit menghasilkan fibrin yang
bersifat hemostatik dan membentuk suatu jaringan yang akan menampung migrasi
lebih lanjut sel-sel inflamasi dan fibroblast. Fibrin merupakan produk akhir dari aliran
proses pembekuan. Tanpa kerja fibrin ini maka kekuatan akhir dari suatu luka akan
berkurang. Trombosit juga penting dalam menghasilkan sitokin esensial yang dapat

mempengaruhi peristiwa penyembuhan luka.


Inflamasi
Fase inflamasi dimulai dengan migrasi leukosit kedalam luka. Leukosit
polimorfonuklear akan mendominasi luka dalam 24 jam pertama, diikuti oleh
makrofag dalam jumlah yang banyak, dan kemudian limfosit. Sel-sel radang ini
mengatur perbaikan matriks jaringan ikat dengan melepaskan berbagai macam sitokin,

yang sebelumnya dikenal sebagai faktor pertumbuhan.


Fibroplasia
Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen.
Sintesis kolagen dimulai 24 jam pertama setelah cedera, namun tidak akan mencapai
puncak hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesi kolagen akan berkurang secara
perlahan-lahan. Remodeling luka mengacu pada keseimbangan antara sintesis kolagen
dan degradasi kolagen. Pada saat serabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenase
jaringan, serabut baru dibentuk dengan kepadatan pengerutan yang makin bertambah.

Proses ini akan meningkatkan kekuatan potensial dari jaringan parut.


Sitokin
12

Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh interaksi antar sel. Mereka juga berperan
penting dalam penatalaksanaan penyembuhan luka. Contohnya sitokin ikut mengatur
peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka kronik, cangkokan kulit,

vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan tulang setelah perbaikan.


Metabolisme matriks ekstraseluler
Matriks ekstraseluler merupakan suatu struktur yang kompleks, dimana berbagai jenis
sel dan komponen berinteraksi. Kolagen merupakan komponen utama dari matriks

ekstraseluler, dari semua jaringan lunak, tendon, ligament dan matriks tulang.
Sintesis kolagen
Sintesis kolagen dimulai dengan transkrip DNA menjadi mRNA. Translasi mRNA
berlangsung pada ribosom di retikulum endoplasma yang kasar. Kolagen berbeda
dengan protein lain karena kolagen akan mengalami beberapa modifikasi jika telah
mencapai lingkungan ekstraseluler. Disini terjadi pengerutan kolagen untuk
membentuk fibril dan serabut kolagen. Lisil oksidase merupakan enzim yang
diperlukan untuk pengerutan kolagen. Jadi pada sintesis kolagen terjadi sintesa
protein tingkat tinggi, sehingga tubuh memerlukan asupan protein yang banyak dalam

makanan yang dimakan.


Degradasi kolagen
Degradasi kolagen atau penguraian kolagen diawali oleh enzim-enzim yang sangat
spesifik yang disebut kolagenase jaringan yang dihasilkan oleh berbagai sel, termasuk
sel radang, fibroblast dan sel epitel. Kolagenase masih dalam bentuk tidak aktif dan
harus diaktifkan oleh protein seperti plasmin. Setelah kolagenase menjadi aktif, enzim
dapat dihambat dengan menggabungkannya dengan protein plasma dan jaringan yaitu

makroglobulin alfa-2.
Substansi dasar
Substansi dasar terdiri dari proteoglikan dan glikosaminoglikan. Kombinasi kartilago
dan proteoglikan berfungsi sebagai peredam syok molekuler. Keduanya juga berperan
menjaga kelembapan dan mengeluarkan sitokin. Asam hialuronat memberikan
linkungan yang cair untuk mempermudah gerakan sel yang cepat dan diferensiasi sel.
Asam ini timbul dini dan bertahan untuk sementara waktu setelah cedera pada orang

dewasa, namun bertahan lebih lama pada kulit dan luka di janin.
Kontraksi luka
Kontraksi luka merupakan salah satu tenaga mekanis tubuh yang paling kuat. Pada
luka terbuka ditemukan sel-sel mirip fibroblast yang berkontraksi. Sel-sel ini memiliki
komponen otot polos dalam sitoplasmanya serta memiliki sifat-sifat fibroblast

lainnya.
Epitelisasi
13

Sel epitel berfungsi untuk menutupi semua permukaan kulit yang terpapar dengan
lingkungan luar. Kulit merupakan suatu contoh dari proses epitelisasi tetapi
mekanisme perbaikan epitel adalah sama diseluruh tubuh. Lapisan luar kulit yaitu
epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng yang melindungi kulit dari kehilangan
cairan, invasi bakteri dan trauma. Luka ketebalan partial akan sembuh melalui proses
epitelisasi. Terdapat dua fenomena utama dalam proses epitelisasi yaitu : migrasi dan
mitosis.
Proses migrasi selalu dimulai dari stratum basalis dari epitel dan kelenjar sebasea
serta folikel rambut yang terletak lebih dalam. Sel-sel akan memipih dan membentuk
tonjolan-tonjolan kesekitarnya. Sel ini akan kehilangan perlekatan dengan sel basal
disekitarnya dan mulai bermigrasi. Beberapa hari setelah migrasi dimulai, sel akan
istirahat dan membelah diri. Setelah permukaan kulit ditutupi oleh sel-sel epitel, selsel ini akan kembali ke fenotipik yang normal. Epitelisasi yang berhasil, diperluas

dengan mempertahankan permukaan kulit agar tetap lembab dan tidak kering.
Nutrisi
Nutrisi yang tidak adekuat dapat mengganggu proses penyembuhan. Misalnya
penghambatan respon imun dan opsonisasi bakteri. Defisiensi asam askorbat
merupakan penyebab gangguan penyembuhan luka yang paling sering. Asam askorbat
merupakan suatu kofaktor dalam hidroksilasi prolin menjadi asam aminohidroksi
prolin pada sintesis kolagen dalam penambahan molekul oksigen.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka:4


1. Usia
Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka daripada orang tua.
Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati yang dapat
mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi setelah
pembedahan jika mungkin. Pada pasien yang gemuk meningkatkan risiko infeksi luka
dan penyembuhan lama karena supplai darah jaringan adiposa tidak adekuat.
3. Infeksi
Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan penyembuhan
luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya infeksi maka fase-fase
dalam penyembuhan luka akan terhambat.
4. Sirkulasi dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat kondisi fisik
lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel tidak berjalan lancar.
14

Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit
pembuluh darah berpengaruh terhadap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan
sel.
5. Keadaan luka
Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan cepat. Misalnya luka kotor akan
lambat penyembuhannya dibanding dengan luka bersih.
6. Obat
Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian pengobatan luka akan
berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Faktor yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka, antara lain:
Faktor Intrinsik
Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama dan penyembuhan luka
terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada infeksi. Infeksi dapat berkembang saat
pertahanan tubuh lemah. Diagnosa dari infeksi jika nilai kultur luka melebihi nilai normal.
Kultur memerlukan waktu 24-48 jam dan selama menunggu pasien di beri antibiotika
spektrum luas.
Faktor ekstrinsik
Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi malnutrisi,
perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus. Malnutrisi dapat mempengaruhi
beberapa area dari proses penyembuhan. Kekurangan protein menurunkan sintesa dari
kolagen dan leukosit. Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase
penyembuhan luka karena protein di rubah menjadi energi selama malnutrisi. Kekurangan
Vitamin menyebabkan terlambatnya produksi dari kolagen, respon imun dan respon
koagulasi.
KOMPLIKASI PENYEMBUHAN LUKA
Menurut Potter & Perry komplikasi penyembuhan luka meliputi:

Infeksi

15

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulen, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan, bengkak disekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.

Dehisen
Dehisen adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau total. Dehisen sering
terjadi pada luka pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan mendadak,

misalnya batuk, muntah atau duduk tegak di tempat tidur.


Pendarahan
Dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi

atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing


Eviserasi
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan eviserasi (keluarnya organ
viseral melalui luka yang terbuka). Bila terjadi evisersasi, perawat meletakkan handuk
steril yang dibasahi dengan salin normal steril di atas jaringan yang keluar untuk

mencegah masuknya bakteri dan kekeringan pada jaringan tersebut.


Fistula
Fistul adalah saluran abnormal yang berada diantara dua buah organ atau diantara
organ dan bagian luar tubuh.

JENIS PENYEMBUHAN LUKA


Healing by Primary Intention (Penutupan luka primer)
Penutupan ini akan merapatkan jaringan yang terputus dengan bantuan benang, klip
dan verban perekat. Setelah beberapa waktu, maka sintesis, penempatan dan pengerutan
jaringan kolagen akan memberikan kekuatan dan integritas pada jaringan tersebut.
Pertumbuhan kolagen tersebut sangat penting pada tipe penyembuhan ini. Pada penutupan
primer tertunda, perapatan jaringan ditunda beberapa hari setelah luka di buat atau terjadi.
Penundaan penutupan luka ini bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang jelas
terkontaminasi oleh bakteri atau yang mengalami trauma jaringan yang hebat.5
Fase-fase dalam intention primer :
1. Fase inisial berlangsung 3-5 hari
2. Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel,mulai pertumbuhan sel
3. Fase granulasi (5 hari 4 mg)

16

Fibroblas bermigrasi kedalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase
granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak
granula-granula merah. Luka beresiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi.
Epitelium pada permukaan tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan
epithelium yang tipis akan bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal
dan mulai matur dan luka mulai merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi 35 hari.
4. Fase kontraktur scar (7 hari beberapa bulan)
Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling. Pergerakan
miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area penyembuhan, menutup defek
dan membawa ujung kulit tertutup bersama-sama. Skar yang matur selanjutnya
terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung pembuluh darah dan pucat, serta lebih
terasa nyeri dari pada fase granulasi.
Healing by Secondary Intention (Penutupan luka sekunder)
Luka yang terjadi dari trauma, ulserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar
eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas
menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar dari pada
penyembuhan luka. Kegagalan penutupan sekunder dari luka terbuka akan berakibat
terbentuknya luka terbuka kronis.
Healing by Tertiary Intention (Penutupan luka tertier)
Merupakan intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringan
granulasi dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi, terbuka dan
dijahit rapat setelah infeksi dikendalikan. Juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami
infeksi, terbuka dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension
tersier biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam dari pada intension
primer atau sekunder.
PERAWATAN LUKA
Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat luka agar
dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran mukosa atau jaringan lain,
fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu meliputi
pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing) luka,
17

memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan
daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban.

Alat dan Bahan pada Penjahitan dan Perawatan Luka


Pembalut luka
Pembalutan luka bertujuan untuk mengabsorsi eksudat dan melindungi luka dari
kontaminasi eksogen. Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan karakteristik luka.
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan
adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang
dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk
penyembuhan luka.
Menurut Gitaraja, alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara
lain adalah untuk mempercepat fibrinolisis dimana fibrin yang terbentuk pada luka kronis
dapat dihilangkan lebih cepat oleh neutrofil dan sel endotel dalam suasana lembab. Selain itu,
mempercepat angiogenesis dimana dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup
akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat. Selanjutnya
menurunkan resiko infeksi dengan hasil kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan perawatan kering. Alasan lain yaitu mempercepat pembentukan growth
factor karena growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk
stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat
terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka
harus memenuhi kaidah-kaidah seperti kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang
dikeluarkan oleh luka (absorbing), kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik
dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal),
meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration), melindungi dari kehilangan
panas tubuh akibat penguapan, dan kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau
pendistribusian antibiotik ke seluruh bagian luka.
Jenis-jenis balutan antara lain :
1. Balutan kering

18

Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang dipertautkan mempunyai
permukaan yang kering sehingga balutan tidak akan melekat, maka pada keadaan
seperti ini paling sering digunakan kasa dengan jala-jala yang lebar, kasa ini akan
melindungi luka dan memungkinkan sirkulasi udara yang baik melalui balutan.
Dengan demikian uap lembab dari kulit dapat menguap dan balutan tetap kering.
2. Balutan basah kering
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau
kombinasi dari serat lainnya. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk
membungkus, seperti balutan basah lembab normal salin. Kasa katun kasar, seperti
balutan basah lembab normal salin, digunakan untuk debridemen non selektif
(mengangkat debris atau jaringan yang mati).
3. Balutan modern
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam perawatan luka telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu tersebut dapat dilihat dari banyaknya
inovasi terbaru dalam perkembangan produk bahan pembalut luka modern. Bahan
pembalut luka modern adalah produk pembalut hasil teknologi tinggi yang mampu
mengontrol kelembaban disekitar luka.
Jenis-jenis balutan luka yang mampu mempertahankan kelembaban antara lain:
- Alginat
Alginat banyak terkandung dalam rumput laut cokelat dan kualitasnya bervariasi.
Polisakarida ini digunakan untuk bahan regenerasi pembuluh darah, kulit, tulang
rawan, ikatan sendi dan sebagainya. Bahan yang berasal dari alginat memiliki
daya absorpsi tinggi, dapat menutup luka, menjaga keseimbangan lembab
disekitar luka, mudah digunakan, bersifat elastis. antibakteri, dan nontoksik.
Alginat adalah balutan primer dan membutuhkan balutan sekunder seperti film
semi-permiabel, foam sebagai penutup. Hal ini disebabkan karena balutan ini
menyerap eksudat, memberi kelembaban, dan melindungi kulit di sekitarnya agar
tidak mudah rusak. Untuk memperoleh hasil yang optimal balutan ini harus
-

diganti sekali sehari.


Hidrogel
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau jel) yang tidak
berperekat yang mengandung polimer hidrofil berikatan silang yang dapat
menyerap air dalam volume yang cukup besar tanpa merusak kekompakkan atau
struktur bahan. Jel akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan
meningkatkan rasa nyaman pasien. Jel diletakkan langsung diatas permukaan
luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk
19

mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung


-

penyembuhan luka.
Foam Silikon Lunak
Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan
yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekat

pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka.


Hidrokoloid
Balutan hidrokoloid bersifat water-loving dirancang elastis dan merekat yang
mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-bahan absorben atau
penyerap lainnya. Balutan hidrokoloid bersifat semipermiabel, semipoliuretan
padat mengandung partikel hidroaktif yang akan mengembang atau membentuk
jel karena menyerap cairan luka. Bila dikenakan pada luka, drainase dari luka
berinteraksi dengan komponen-komponen dari balutan untuk membentuk seperti
jel yang menciptakan lingkungan yang lembab yang dapat merangsang

pertumbuhan jaringan sel untuk penyembuhan luka.


Hidrofiber
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau balutan
pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan
penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid. Komponenkomponen balutan akan berinteraksi dengan drainase dari luka untuk membentuk
jel yang lunak yang sangat mudah dieliminasi dari permukaan luka. Hidrofiber
digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau banyak, dan luka yang
dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber dapat juga digunakan pada
luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan
menambahkan larutan normal salin).

Larutan Pembersih
Tujuan pembersih luka adalah untuk menegeluarkan debris organik maupun
anorganik sebelum menggunakan balutan untuk mempertahankan lingkungan yang optimum
pada tempat luka untuk proses penyembuhan. Adanya debris yang terus menerus, termasuk
benda asing, jaringan lunak yang mengalami devitalisasi, krusta, dan jaringan nekrotik dapat
memperlambat penyembuhan dan menjadi fokus infeksi. Membersihkan luka dengan lembut
tetapi mantap akan membuang kontaminan yang mungkin akan menjadi sumber infeksi.
Menurut pedoman AHCPR 1994, cairan pembersih yang dianjurkan adalah Sodium
klorida. Normal salin aman digunakan pada kondisi apapun. Sodium klorida atau natrium
klorida tersusun atas Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi
20

sel darah merah. Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering
adalah sodium klorida 0,90 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida. Normal
salin merupakan larutan isotonis yang aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi
jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembapan disekitar luka, membantu luka menjalani
proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah.
Agen topikal
Agen topikal terdiri dari antiseptik dan antibakteri. Antiseptik adalah bahan-kimia
yang dioleskan pada kulit atau jaringan yang hidup untuk menghambat dan membunuh
mikroorganisme (baik yang bersifat sementara maupun yang tinggal menetap pada luka)
dengan demikian akan mengurangi jumlah total bakteri yang ada pada luka.
Pemakaian povidone iodine hanya digunakan pada luka-luka akut maupun kronik
yang dapat menunjukkan kesembuhan (healable wound), luka yang mengalami infeksi.
Povidone iodine juga digunakan untuk mensterilkan alat dan permukaan kulit yang utuh yang
akan dioperasi. Sehingga, untuk mencegah kerusakan jaringan baru pada luka, WHO
menyarankan agar tidak lagi menggunakan antiseptik pada luka bersih, tetapi menggunakan
normal salin sebagai agen pembersih.
Agen topikal golongan antibiotik yang sering digunakan adalah bacitracin, silver
sulfadiazine, neomysin, polymyxin. Pemberian antibakteri diindikasikan pada luka yang
memiliki tanda-tanda infeksi.
Balutan sekunder (Secondary dressing)
Balutan sekunder adalah bahan perawatan luka yang memberikan efek terapi atau berfungsi
melindungi, megamankan dan menutupi balutan primer.
Jenis-jenis balutan sekunder antara lain:
Pita perekat (adhesive tape)
Beberapa pita perekat yang sering digunakan dalam perawatan luka antara lain:
1. Plester cokelat terdiri dari bahan tenunan katun dengan perekat Zinc oksida berpori
dengan daya lekat kuat namun tidak sakit saat dilepas. Plester ini diindikasikan untuk
plester serbaguna, retensi bantalan penutup luka, fiksasi infus.
2. Plester luka Non Woven, terbuat dari bahan akrilik yang hipoalergenik. Kertas
pelindung terbuat dari silikon bergaris dan memiliki crack back, yang memudahkan
pemakaian (teknik asepsis), mengikuti lekuk tubuh, perlindungan menyeluruh untuk
mencegah kontaminasi. Plester ini memiliki daya lekat optimal (tidak terlalu lengket
21

dikulit namun tidak mudah lepas). Plester ini diindikasikan untuk retensi bantalan
penutup luka, fiksasi infus. Contoh : Biopore, Hipavix.
Alat yang digunakan untuk proses penjahitan luka:
Needle Holder
Needle holder adalah sebuah instrumen dengan bentuk paruh pendek yang berfungsi
sebagai pemegang bagian distal jarum jahit dengan jarak 1/2 3/4 dari ujung jarum jahit dan
sebagai penyimpul benang. Jenis yang digunakan bervariasi, yaitu tipe Crille wood
(bentuknya seperti klem) dan tipe Mathew Kusten (bentuk segitiga).
Gunting benang
Gunting benang biasanya memiliki dua buah ring sebagai tempat masuknya jari. Cara
memegang gunting benang sama dengan cara memegang needle holder. Gunting benang
yang paling banyak digunakan adalah Dean scissors. Dean scissor memiliki pisau yang
bergerigi yang mengakibatkan pengguntingan benang menjadi lebih mudah.
Pinset Chirurgis
Pinset chirurgis biasanya memiliki susunan yang khas, yaitu terdapat semacam gigi yang
berjumlah dua buah pada sisinya dan satu buah pada sisi yang lainnya. Penggunaannya
adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberi tanda pada
kulit sebelum memulai insisi.
Jarum jahit
Jarum jahit tersedia dalam beragam bentuk, diameter, dan ukuran. Secara umum, jarum jahit
terdiri atas tiga bagian, yaitu needle point, needle body, dan swaged (press-fit) end. Needle
point berbentuk tajam dan berfungsi untuk penetrasi kedalam jaringan. Body merupakan
bagian tengah dari jarum jahit. Sedangkan swaged (press-fit) end merupakan bagian tempat
menempelnya benang. Jarum jahit memiliki bentuk dan jenis yang beragam seperti straight
needle, curved needle, eyed needle, dan eyeless needle.
Benang jahit
Ada tiga hal yang menentukan pemilihan jenis benang jahit, yaitu jenis bahannya,
kemampuan tubuh untuk menyerapnya dan susunan filamennya. Benang yang dapat diserap
melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh kini banyak dipakai Penyerapan benang oleh
22

jaringan dapat berlangsung antara tiga hari sampai tiga bulan bergantung pada jenis benang
dan kondisi jaringan yang dijahit. Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang
terbuat dari usus domba (catgut) dan dibedakan dalam catgut murni yang tanpa campuran dan
catgut kromik yang bahannya bercampur larutan asam kromat.
Catgut murni cepat diserap, kira-kira dalam waktu satu minggu, sedangkan catgut
cromik diserap lebih lama, kira-kira 2-3 minggu. Disamping itu, ada benang yang terbuat dari
bahan sintetik, baik dari asam poliglikolik maupun dari poliglaktin dan memiliki daya tegang
yang besar. Benang ini dapat dipakai pada semua jaringan termasuk kulit. Benang yang dapat
diserap menimbulkan reaksi jaringan setempat yang dapat menyebabkan fistel benang atau
infiltrat jaringan yang mungkin ditandai indurasi.
Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh umumnya tidak menimbulkan reaksi
jaringan karena bukan merupakan bahan biologik. Benang ini dapat berasal dari sutra yang
sangat kuat dan liat, dari kapas yang kurang kuat dan mudah terurai, dan dari poliester yang
merupakan bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi teflon.selain itu terdapat pula
benang nilon yang berdaya tegang besar, yang dibuat dari polipropilen, dan baja yang terbuat
dari baja tahan karat. Karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan
tubuh. Benang jenis ini biasanya dipakai pada jaringan yang sukar sembuh. Bila terjadi
infeksi akan terbentuk fistel yang baru dapat sembuh setelah benang yang bersifat benda
asing, dikeluarkan. Benang alami terbuat dari bahan sutra atau kapas. Kedua bahan alami ini
dapat bereaksi dengan jaringan tubuh meskipun minimal karena mengandung juga bahan
kimia alami. Daya tegangnya cukup dan dapat diperkuat bila dibasahi terlebih dahulu dengan
larutan garam sebelum digunakan. Benang sintetik terbuat dari poliester, nilon, atau
polipropilen yang umumnya dilapisi oleh bahan pelapis teflon atau dakron. Dengan lapisan
ini permukaannya lebih mulus sehingga tidak mudah bergulung atau terurai. Benang ini
mempunyai daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan kekuatan
penyatuan yang besar.
Menurut bentuk untaian seratnya, benang dapat berupa monofilamen bila hanya
terdiri atas satu serat saja dan polifilamen bila terdiri atas banyak serat yang diuntai menjadi
satu. Ukuran benang merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan jahitan. Oleh
karena itu, pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah bergantung pada jaringan apa
yang dijahit dan dengan mempertimbangkan faktor kosmetik. Sedangkan kekuatan jaringan
ini ditentukan oleh jumlah jahitan yang dibuat, jarak jahitan, dan jenis benangnya. Pada
daerah wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau 6,0).

23

Prinsip penanganan luka


Mengontrol infeksi
Isolasi substansi tubuh dan teknik cuci tangan yang baik dan benar. Sarung tangan
yang bersih atau steril dan balutan steril. Instrumen steril untuk mengganti balutan.
Moist wound healing (penyembuhan luka dengan kondisi lembab)
Kondisi fisiologis jaringan adalah dengan kondisi hidrasi yang seimbang untuk
mempertahankan kelembaban. Kondisi yang lembab memfasilitasi pertumbuhan jaringan
yang baru (granulasi). Keadaan ini biasanya dapat terjaga dengan baik bila kondisi kulit utuh.
Namun inilah masalahnya dimana kulit sudah mengalami kerusakan dan gagal melakukan
fungsinya. Untuk itu seorang perawat memikirkan bagai mana mempertahankan kondisi
hidrasi luka yang sudah kehilangan perlindungan yaitu kulit, dan bahan apa yang dapat
menggantikan kulit tersebut.
Pengkajian Luka
Lokasi
Lokasi luka dapat mempengaruhi penyembuhan luka, dimana tidak semua lokasi
tubuh mendapatkan peredaran darah yang sama. Ditinjau dari prinsip fisiologis, pada bagian
tubuh yang memiliki pembuluh darah yang banyak akan mendapatkan aliran darah yang
banyak. Hal ini akan mendukung penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan dari bagian
tubuh yang lebih sedikit mendapat aliran darah.
24

Ukuran luka
Diukur panjang, lebar dan diameternya bila bentuk luka bulat dengan sentimeter,
gambarkan bentuk luka tersebut dengan lembar transparan yang telah dicatat berpola kotakkotak berukuran sentimeter.
Kedalaman luka
Kedalaman luka dapat diukur dengan kapas lidi steril yang sudah dilembabkan
dengan normal salin, masukan dengan hati-hati kedalam luka dengan posisi tegak lurus (90o)
hingga kedasar luka. Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Ukur
dengan penggaris.
Terowongan
Terowongan dapat diketahui dengan melakukan palpasi jaringan disekeliling pinggir
luka, dimana akan teraba tenderness/perlunakan. Masukan saline melalui mulut lubang ke
dasar luka/ujung terowongan. Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar
luka. Beri tekanan /palpasi dengan hati-hati dan kaji saluran yang abnormal tersebut.
Warna dasar luka
Warna dasar luka sangat penting dikaji karena berhububungan dengan penentuan
terapi topikal dan jenis balutan luka.

Nekrotik
Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras disebut keropeng. Kering tidak
berarti jaringan dibawahnya tidak terinfeksi atau tidak ada sksudat, ini tidak dapat
dipastikan tanpa dilakukan palpasi terlebih dahulu. Untuk luka seperti ini
membutuhkan suasana yang lembab sehingga nekrotik yang kering tersebut dapat
lepas dengan sendirinya. Jenis balutan yang baik adalah hidrogel. Diatasnya diletakan

kasa dan balutan transparan.


Sloughy
Warna dasar luka ini tampak kekuningan, sangat eksudatif atau tampak berair/basah.
Sloughy ini harus diangkat dari permukaan luka karena jaringan ini juga sedang
mengalami nekrotik, dengan demikian pada dasar luka akan tumbuh jaringan
granulasi buntuk proses penyembuhan. Untuk luka seperti ini dibutuhkan hydrogen
untuk melepas jaringan nekroit. Gunakan hydrofiber untuk menyerap eksudat yang

berlebihan sehingga tercipta lingkungan yang kondusif.


Granulasi
25

Warna dasar luka ini adalah merah. Perlu diketahui bahwa ini merupakan
pertumbuhan jaringan yang baik, namun tidak dapay dibiarkan tanpa pambalut. Tetap
harus diberi pelindung sebagai pengganti kulit utuk mencegah kontaminasi dari dunia
luar dan menciptakan kondisi lingkungan luka yang baru untuk pertumbuhan sel
granulasi tersebut. Biasanya luka ini sangat mudah berdarah. Boleh diberikan balutan
hydrogen dan apabila eksudat banyak dapat digunakan hydrofiber yang mengandung

Kalsium Alginat lebih efektif.


Epitelisasi
Warna dasarnya adalah pink, kadang-kadang sebagian luka ini masih dalam proses
glanulasi. Untuk itu perlu pemilihan balutan yang dapat mendukung mutasi sel yaitu
douderm tipis (extra thin).

Perawatan Luka Berdasarkan Karakteristik Luka


Perawatan luka yang memiliki jaringan nekrotik
Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus iskemi, ulkus
neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus. Debridemen adalah pengangkatan jaringan yang
sudah mengalami nekrosis yang bertujuan untuk menyokong pemulihan luka.
Menurut Suriadi ada beberapa cara debridemen diantaranya:
1. Debridemen mekanik, yaitu dengan kompres basah kering (wet to dry), hidroterapi,
dan irigasi luka. Metode debridemen mekanik ini diindikasikan untuk luka dengan
jumlah jaringan nekrotik yang banyak dan luka infeksi. Dengan demikian
pemantauaan untuk daerah yang terkena mudah untuk dilakukan.
2. Debridemen pembedahan (surgical), yaitu dengan bedah insisi. Metode ini
merupakan cara yang paling cepat untuk membuang jaringan nekrotik dalam jumlah
banyak. Dampak negatif dari debridemen ini adalah peningkatan resiko pasien
terhadap perdarahan, anestesi, dan sepsis. Fakta yang sering terjadi adalah banyak
infeksi yang terjadi setelah operasi terutama pada orang-orang yang memiliki status
kesehatan yang tidak optimal.
3. Debridemen autolisis, yaitu lisisnya jaringan nekrotik dengan sendirinya oleh enzim
badan sel darah putih, yang memasuki daerah luka selama proses inflamasi.
Debridemen autolisis hanya digunakan pada klien yang tidak terinfeksi dengan jumlah
jaringan nekrotik yang terbatas. Debridemen autolisis ini dapat dilakukan dengan
menggunakan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban seperti hidrokoloid,
hidrogel, alginat.

26

Penatalaksanaan luka yang terinfeksi


Kebanyakan luka kronis dikontaminasi oleh mikroorganisme yang sangat banyak
yang tampaknya tidak memperlambat proses penyembuhan. Pada luka infeksi yang
menghasilkan bau dapat menggunakan balutan arang aktif (Activated charcoal dressing)
sebagai penghilang rasa bau (deodoriser) yang efektif. Jika terdapat eksudat dalam jumlah
yang tidak terlalu banyak, maka balutan busa yang menyerap dan dilapisi arang.
Penatalaksanaan luka dengan banyak eksudat
Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari
bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang dapat
menembus balutan non-oklusif dan meningkatkan risiko infeksi luka.
Untuk luka-luka superfisial dengan eksudat sedikit sampai sedang, pemilihan balutan
meliputi: Lembaran hidrokoloid. Lembar balutan ini tidak memerlukan balutan sekunder dan
cukup mudah untuk melihat kapan balutan tersebut perlu diganti. Untuk luka superfisial
dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan seperti balutan alginat. Untuk luka
dalam dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan meliputi: granula atau pasta
hidrokoloid, hidrogel yang bergranulasi balutan alginat, balutan alginat dalam bentuk pita
atau tali sangat berguna untuk membungkus luka yang sempit, balutan busa.
Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat
Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu cara
pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih berbentuk
cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas didaerah sakrum.
Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi perawatan, dapat melakukan
desinfeksi dua kali sehari dengan foam stent atau menutup luka tersebut.

BAB III
KESIMPULAN

27

Kulit merupakan pembungkus yang elastisk yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan. Kulit memiliki beberapa fungsi yang penting, yaitu pelindung tubuh terhadap
bahaya bahan kimia, cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Maka, jika terjadi
luka pada kulit yang terkena, sebagian fungsi penting dari kulit akan hilang.
Luka adalah kerusakan hubungan antar jaringan-jaringan pada kulit, mukosa
membran dan tulang atau organ tubuh lain. Luka dapat diklasifikasikan menurut waktunya,
derajat kontaminasi luka tersebut, dan berdasarkan penyebabnya. Proses penyembuhan luka
memiliki beberapa fase-fase dan penanganan tiap jenis luka berbeda. Oleh karena itu,
pemilihan benang untuk menjahit luka, bahan penutup luka, serta pemberian agen topikal
perlu dipertimbangkan untuk setiap pasien karena setiap pasien memiliki karakteristik dan
kecepatan penyembuhan luka yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: Penerbit UI. h.10-30.
2. Wibowo DS. Anatomi tubuh manusia. Jakarta:Grasindo. 2011. h.13-25.
28

3. Brown GR, Burns T. Lecture notes: dermatology. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga. 2010.
4.
5.
6.
7.

h.1-10.
Sabiston. Buku ajar bedah. Jakarta:EGC. 2000. h.145-50, 185-88.
Morison MJ. Manajemen luka. Jakarta:EGC. 2004. h.5-70.
Wound Healing Society. Chronic wound care guidelines. 2006. h.16-21.
De jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta:EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai