Anda di halaman 1dari 18

Peningkatan Angka Kejadian HIV-AIDS serta Program Penanganan dan

Pencegahannya
Disusun oleh:
Jason
102013102
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Shinejustice@hotmail.com
Telephone :(021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205 Fax: (021) 563-1731

Pendahuluan
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang sel
darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune
Deficiency Syndrome atau AIDS sekumpulan gejalan penyakit yang timbul kerana turunya
kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome) juga merupakan penyakit menular dengan angka kematian yang tinggi dan dapat
menjangkiti seluruh lapisan masyarakat dari mulai bayi sampai dewasa baik laki-laki maupun
perempuan. Akibat menurunya kekebalan tubuh, maka orang yang tersebut sangat mudah
untuk terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi opportunistik) yang sering berakibat fatal.
Pengobatan dengan kombinasi tiga atau lebih obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai
Highly active anti-retroviral therapy (HAART), telah menyebabkan penurunan dramatis
kesakitan dan peningkatan harapan hidup. Namun, manfaat ini dibatasi untuk negara-negara
yang mampu regimen obat ini dan memiliki infrastruktur untuk membebaskan mereka
dengan aman dan efektif.1
Di Indonesia, kejadian HIV AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun
1987. Hingga saat ini HIV AIDS sudah tersebar ke 386 kabupaten atau kota di seluruh
provinsi Indonesia. Menurut laporan UNAIDS (2004), diketahui jumlah penderita HIV di
Indonesia sebanyak diperkirakan 110.000 orang, sedangkan menurut harian Galamedia (28
Juli 2005) sampai Juni 2005 jumlah penderita AIDS di Indonesia tercatat 7098 orang. 1
Berbagai upaya penanggulangan yang sudah dilakukan oleh pemerintah berkerjasama dengan
berbabagai lembaga dalam negeri dan luar negeri.2
1 | PBL Blok 26

Definisi HIV dan AIDS


AIDS adalah sebuah kondisi medis di mana sistem kekebalan tubuh tidak dapat
berfungsi dengan baik dan melindungi tubuh dari penyakit .Akibatnya tubuh tidak dapat
mempertahankan diri melawan infeksi.1
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan menimbulkan
AIDS.HIV menyerang salah satu jenis dari sel sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi.Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang diebut sel T4 atau disebut juga sel
CD4.1

Pemeriksaan Lab pada HIV dan AIDS


Tes serologik untuk mendeteksi anti-HIV dapat dikelompokkan menjadi tes saring
dan tes konfirmasi. Yang termasuk tes saring yaitu; tes EIA/Elisa, dan tes rapid/sederhana, tes
konfirmasi yaitu; western blot, IFA. Setelah tes saring dapat diidentifikasi spesimen yang
kemungkinan mengandung anti-HIV, sedangkan setelah tes konfirmasi dapat diketahui bahwa
spesimen yang reaktif pada tes penyaring mengandung antibodi spesifk terhadap HIV.2

Epidemiologi
Pada tahun 1992, sekurang-kurangnya 12,9 juta penduduk dunia terinfeksi dengan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) termasuk anak-anak, dan dari jumlah ini sebanyak
2,58 juta telah menjadi penderita AIDS (Acute Immuno Deficiency Syndrome) dengan CFR
(Cost and Freight) sebesar 98,9%.1
Prevalensi pengidap HIV dewasa (15- 49 tahun) di wilayah Sub Sahara Afrika sebesar
7,4%. Benua Afrika didiami oleh 10% jumlah populasi dunia, namun di saat yang sama,
60% dari jumlah populasinya telah mengidap AIDS.1 Demikian juga dengan prevalensi
pengidap HIV dewasa (15-49 tahun) di Amerika Utara sebesar 0,6% dan di Eropa Barat
sebesar 0,3%. Prevalensi kasus AIDS secara nasional sebesar 3,47 per 100.000
penduduk dengan prevalensi kasus tertinggi dilaporkan dari Propinsi Papua yaitu

2 | PBL Blok 26

sebesar 50,94 per 100.000 penduduk dan disusul dengan Propinsi Jakarta dengan prevalensi
sebesar 28,73 per 100.000 penduduk.1
Kasus AIDS tertinggi dilaporkan berada pada golongan umur 20-39 tahun (79,98%)
dan 40-49 tahun (8,47%) sedangkan berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI
(2007), rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 4,07:1.1
Berdasarkan profil tersebut juga dinyatakan bahwa penularan HIV/AIDS terbanyak
adalah melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik bersama pada IDU(
Intravenous Drug Users). Kelompok umur 20-49 tahun merupakan kelompok umur yang
aktif dalam aktivitas seksual dan pengguna IDU juga didominasi oleh kelompok umur
produktif.1

Etiologi
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya
yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia
masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel limfosit T, karena ia mempunyai reseptor
untuk virus HIV yang disebut CD-4.
Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti dan bagian
selubung. Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA. Enzim reverse
transkriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikogen (gp
41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptro limfosit (T4) yang rentan. Karena
bagian luar virus (lemak) yang tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus
sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah
dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, iodium hipoklorit dan
sebagainya, tetapi relatif resisten dengan radiasi dan sinar ultraviolet.3

Patogenesis
Secara kontak seksual, ano-genital cara hubungan seksual ini merupakan perilaku
seksual dengan resiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi kaum mitra seksual yang
pasif menerima ejakulasi semen dari pengidap HIV; oro-genital,cara hubungan ini merupakan
3 | PBL Blok 26

tingkat resiko kedua, termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV; genitogenital / Heteroseksual Penularan secara heteroseksual ini merupakan tingkat penularan
ketiga, hubungan suami istri yang mengidap HIV, resiko penularannya, berbeda-beda antara
satu peneliti dengan peneliti lainnya.3
Secara non seksual, transmisi parental penggunaan jarum dan alat tusuk lain (alat
tindik, tatto) yang telah terkontaminasi, terutama pada penyalahgunaan narkotik dengan
mempergunakan jarum suntik yang telah tercemar secara bersama-sama. Penularan parental
lainnya, melalui transfusi darah atau pemakai produk dari donor dengan HIV positif,
mengandung resiko yang sangat tinggi. 3
Transmisi Transplasental, Transmisi ini adalah penularan dari ibu yang mengandung
HIV positif ke anak, mempunyai resiko sebesar 50%.3

Pelaporan SP2TP
SP2TP adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan
upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas yang bertujuan agar didapatnya semua data hasil
kegiatan Puskesmas (termasuk Puskesmas dengan tempat tidur, Puskesmas Pembantu,
Puskesmas keliling, bidan di Desa dan Posyandu) dan data yang berkaitan, serta
dilaporkannya data tersebut kepada jenjang administrasi diatasnya sesuai kebutuhan secara
benar, berkala dan teratur, guna menunjang pengelolaan upaya kesehatan masyarakat. Tujuan
Sistem Informasi Manajemen di Puskesmas adalah untuk meningkatkan kualitas manajemen
Puskesmas secara lebih berhasil guna dan berdaya guna, melalui pemanfaatan secara optimal
data SP2TP dan informasi lain yang menunjang.4
Pelaporan terpadu Puskesmas menggunakan tahun kalender yaitu dari bulan Januari
sampai dengan Desember dalam tahun yang sama. Adapun formulir Laporan yang digunakan
untuk kegiatan SP2TP adalah: 1) Laporan bulanan, yang mencakup: Data Kesakitan (LB.1),
Data Obat-Obatan (LB.2), Gizi, KIA, Imunisasi dan Pengamatan Penyakit menular (LB.3)
serta Data Kegiatan Puskesmas (LB.4); 2) laporan Sentinel, yang mencakup: Laporan
Bulanan Sentinel (LB1S) dan, Laporan Bulanan Sentinel (LB2S); 3) Laporan Tahunan, yang
mencakup: Data dasar Puskesmas (LT-1), Data Kepegawaian (LT-2) dan, Data Peralatan (LT3).4

4 | PBL Blok 26

Ada juga jenis laporan lain seperti laporan triwulan, laporan semester dan laporan
tahunan yang mencakup data kegiatan progam yang sifatnya lebih komprehensif disertai
penjelasan secara naratif. Yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan semua jenis data
yang telah dibuat dalam laporan sebagai masukan atau input untuk menyusun perencanaan
puskesmas ( micro planning) dan lokakarya mini puskesmas (LKMP).4
Analisis data hasil kegiatan progam puskesmas akan diolah dengan menggunakan
statistic sederhana dan distribusi masalah dianalisis menggunakan pendekatan epidemiologis
deskriptif. Data tersebut akan disusun dalam bentuk tabel dan grafik informasi kesehatan dan
digunakan sebagai masukkan untuk perencanaan pengembangan progam puskesmas. Data
yang digunakan dapat bersumber dari pencatatan masing-masing kegiatan progam kemudian
data dari pimpinan puskesmas yang merupakan hasil supervisi lapangan. Dinas kesehatan
kabupaten/kota mengolah kembali laporan puskesmas dan mengirimkan umpan baliknya ke
Dinkes Provinsi dan Depkes Pusat. Feed back terhadap laporan puskesmas harus dikirimkan
kembali secara rutin ke puskesmas untuk dapat dijadikan evaluasi keberhasilan program.
Sejak otonomi daerah mulai dilaksanakan, puskesmas tidak wajib lagi mengirimkan laporan
ke Depkes Pusat. Dinkes kabupaten/kotalah yang mempunyai kewajiban menyampaikan
laporan rutinnya ke Depkes Pusat.4

Upaya Pencegahan Penyakit


Program VCT (Volantary Counseling Test)
VCT untuk HIV biasanya melibatkan dua sesi konseling: satu sebelum mengambil tes
yang dikenal sebagai "konseling pre-test" dan satu mengikuti tes HIV ketika hasilnya
diberikan, sering disebut sebagai "konseling pasca tes".7 Konseling berfokus pada infeksi
HIV, penyakit AIDS, tes, dan perubahan perilaku positif. VCT telah menjadi populer di
banyak bagian Afrika sebagai cara bagi seseorang untuk mempelajari status HIV mereka.
Pusat VCT dan konselor sering menggunakan tes HIV cepat yang membutuhkan setetes darah
atau beberapa sel dari bagian dalam pipi seseorang; tes yang murah, memerlukan pelatihan
yang minimal, dan memberikan hasil yang akurat dalam waktu sekitar 15 menit.5
Layanan tes HIV (HTS) termasuk berbagai layanan yang harus disediakan bersama
dengan tes HIV. Semua layanan tes HIV harus terus diberikan dalam WHO penting 5Cs:

5 | PBL Blok 26

Consent, Kerahasiaan, Konseling, hasil tes yang benar dan Connection (linkage untuk
pencegahan, perawatan dan pengobatan). Ini termasuk informasi pra-tes, konseling pasca tes,
linkage untuk mencadangkan HIV pencegahan, perawatan dan pengobatan dan pelayanan
klinis dan dukungan lainnya, kualitas tes HIV, hasil tes yang akurat dan diagnosis, dan
koordinasi dengan layanan laboratorium untuk mendukung jaminan kualitas.5
Pengembangan dan penggunaan tes diagnostik cepat HIV di akhir 1990-an telah
memfasilitasi perluasan layanan tes HIV. Tes diagnostik cepat dapat dilakukan dengan sampel
darah jari-tusukan dikumpulkan dan diproses oleh pekerja masyarakat terlatih dan dapat
dilakukan di luar fasilitas kesehatan dan situs pengujian tradisional.6
WHO mendefinisikan lima komponen-kunci "5 Cs" -yang harus dihormati dan ditaati
oleh semua layanan HTC. Komponen ini adalah: persetujuan, kerahasiaan, koneksi, hasil tes
yang benar, koneksi / hubungan dengan pencegahan, perawatan dan pengobatan. Informasi
lebih lanjut tentang pendekatan pengujian standar tersedia di 2015 Pedoman WHO
Konsolidasi pada layanan tes HIV.6

Langkah Promotif HIV/AIDS


Strategi sosial tidak memerlukan obat atau objek efektif, melainkan membutuhkan
orang untuk mengubah perilaku mereka untuk mendapatkan perlindungan dari HIV. Beberapa
strategi sosial yang orang menganggap sebagai berikut:
-

Pendidikan seks
Pendidikan seks untuk LGBT
Program pertukaran jarum
Situs injeksi yang aman
Seks yang aman
Pantang seksual

Masing-masing strategi telah banyak berbeda tingkat keberhasilan, penerimaan sosial dan
penerimaan dalam komunitas medis dan ilmiah.1
Iklan dan kampanye pesan persuasif yang disampaikan melalui iklan kesehatan dan
pemasaran sosial kampanye yang dirancang untuk mendidik masyarakat tentang bahaya
HIV / AIDS dan strategi pencegahan sederhana juga merupakan cara penting untuk mencegah
HIV / AIDS. Pesan-pesan persuasif telah berhasil meningkatkan pengetahuan masyarakat
6 | PBL Blok 26

tentang HIV. Lebih penting lagi, informasi yang dikirim melalui iklan dan pemasaran sosial
juga terbukti efektif dalam mempromosikan sikap yang lebih menguntungkan dan niat ke
arah penggunaan kondom masa depan meskipun mereka tidak membawa perubahan
signifikan dalam perilaku aktual kecuali yang menargetkan pada keterampilan perilaku
tertentu.7

Langkah Preventif HIV/AIDS


1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini diberikan
pada seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat
terapeutik; tidak menggunakan tindakan yang terapeutik; dan tidak menggunakan
identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu; peningkatan
kesehatan, misalnya: dengan pendidikan kesehatan reproduksi tentang HIV/AIDS;
standarisasi

nutrisi;

menghindari

seks

bebas;

secreening,

dan

sebagainya.

Perlindungan khusus, misalnya: imunisasi; kebersihan pribadi; atau pemakaian


kondom.7
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar tidak
mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan
melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga dapat
mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap bertahan melawan
penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan
penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda
keparahan akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan
potensi tertularnya penyakit lain.7
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS
dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan.
Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan
melaluiintervensiyangbertujuanmencegahkomplikasidanpenurunankesehatan.
Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada
pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan
7 | PBL Blok 26

untukmembantuODHAmencapaitingkatfungsisetinggimungkin,sesuaidengan
keterbatasanyangadaakibatHIV/AIDS.7

Strategi Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatannya.

Proses pemberdayaan dilakukan dengan pembelajaran

yaitu upaya untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam bidang
kesehatan Proses pemberdayaan dilakukan: dari, oleh dan untuk masyarakat, melalui
kelompok potensial, bahkan semua komponen masyarakat Proses pemberdayaan dilakukan
sesuai dengan sosial budaya setempat, artinya sesuai dengan keadaan, permasalahan dan
potensi setempat Proses pembelajaran dibarengi dengan upaya mempengaruhi lingkungan,
baik fisik, non fisik, maupun kebijakan.
Menurut Depkes RI (2005), kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan
3 strategi dasar promosi kesehatan, yaitu: Gerakan pemberdayaan adalah proses pemberian
informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran,
serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tahu menjadi tahu atau
sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mahu (aspek attitude), dan dari mau menjadi
mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama
pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat;
Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan social yang
mendorong individu anggota masyarakat mau melakukan perilaku yang diperkenalkan.
Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu apabila lingkungan social di mana pun
dia berada memiliki opini positif terhadap perilaku tersebut. Terdapat 3 pendekatan suasana :
Bina suasana individu ditujukan kepada individu-individu tokoh masyarakat; Bina suasana
kelompok ditujukan kepada kelompok masyarakat seperti Kepala Lingkungan, majelis
pengajian, organisasi pemuda dan lain-lain; Bina suasana masyarakat dilakukan terhadap
masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi.
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis atau terencana untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan
untuk mendapatkan dukungan yang berupa kebijakan, dana, sarana dan lain-lain.
8 | PBL Blok 26

Stakeholders yang dimaksudkan bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya
berperan sebagai penentu kebijakan pemerintah dan penyandang dana pemerintah, tokoh
agama, tokoh adat dan lain-lain.
Kemitraan harus digalang dalam rangka pemberdayaan maupun bina suasana dan
advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian
kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang
terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa
dan lain-lain.8

Kerja Sama dengan Unsur Lain


Kerja Sama Lintas Program
Kerja sama lintas program merupakan kerja sama yang dilakukan antara beberapa
program dalam bidang yang sama untuk mencapai tujuan yang sama. Kerja sama lintas
program yang diterapkan di puskesmas berarti melibatkan beberapa program terkait yang ada
di puskesmas. Tujuan khusus kerja sama lintas program adalah untuk menggalang kerja sama
dalam tim dan selanjutnya menggalang kerja sama lintas sektoral.8
Contoh keterpaduan lintas program antara lain: Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, gizi, promosi kesehatan, pengobatan;Upaya
Kesehatan Sekolah (UKS); keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan,
pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa.8

Kerja Sama Lintas Sektor


Kerja sama lintas sektor melibatkan dinas dan orang-orang di luar sektor kesehatan
yang merupakan usaha bersama mempengaruhi faktor yang secara langsung atau tidak
langsung terhadap kesehatan manusia. Prinsip kerja sama lintas sektor melalui pertalian
dengan program di dalam dan di luar sektor kesehatan untuk mencapai kesadaran yang lebih
besar terhadap konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan dan praktek organisasi
sektor-sektor yang berbeda.8

9 | PBL Blok 26

Contoh keterpaduan lintas sektor antara lain;Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan


sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama; Upaya promosi
kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan,
agama, pertanian.8

Surveilans
Tujuan surveilans HIV/AIDS adalah untuk memperoleh gambaran epidemiologi
tentang infeksi HIV/AIDS di Indonesia untuk keperluan perencanaan, pelaksanaan, dan
pemantauan program. Surveilans HIV/AIDS adalah metode untuk mengetahui tingkat
masalah melalui pengumpulan data yang sistematis dan terus menerus terhadap distribusi dan
kecenderungan infeksi HIVdan penyakit terkait lainnya.9
Cara pencatatan kasus surveilans AIDS yaitu yang pertama malakukan
pemeriksaan fisik terhadap penderita yang mencurigakan terkena AIDS seperti terdapat 2
tanda mayor serta 1 tanda minor, kedua yaitu pemeriksaan laboratorium untuk menguatkan
dugaan terhadap penderita, selanjutnya pemeriksaan laboratorium akan menghasilkan data
apakah penderita positif AIDS atau tidak. Apabila penderita positif menderita AIDS maka
wajib mengisi formulir penderita AIDS agar semua kasus dapat dilaporkan baik yang sudah
meninggal atau yang masih hidup, untuk yang sudah meninggal meskipun sebelumnya sudah
lapor pada saat meninggal juga wajib lapor, karena penguburan mayat positif AIDS berbeda
dengan yang biasa.9
Pengumpulan Data
Data kasus HIV dapat diperoleh melalui laporan hasil pemeriksaan HIV oleh
Laboratorium yang meliputi kode spesimen yaitu : Kabupaten/ Kota, sub-populasi sasaran,
golongan umur, jenis kelamin, bulan dan tahun pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan HIV
dan sifilis dikirim dengan memakai formulir HIV.9
Kemudian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mengirimkan laporan tersebut
dari kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan ke Ditjen PPM & PL minat
Subdit AIDS & IMS langsung setelah menerima hasil laboratorium. Dinas Kesehatan
Provinsi akan memakai Laporan Surveilans Sentinel HIV tersebut sebagai data dasar untuk

10 | P B L B l o k 2 6

dimasukkan kedalam program komputer SSHIV yang menjadi pusat pengolahan data
surveilans sentinel HIV di provinsi.
Data yang dikumpulkan tersebut pada umumnya bukan merupakan populasi sasaran
surveilans sentinel HIV misalnya: Data darah donor dari UTD/ UTDP dan Data dari Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) yang berangkat ke luar negeri.9
Kompilasi Data
Semua data yang dikumpulkan dari lapangan (dari masing-masing sub- populasi
sentinel) diolah dengan menggunakan SSHIV oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan
Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi akan melakukan kompilasi hasil
pengumpulan data dari lapangan dan dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi di tingkat
Provinsi. Hasil olahan ini akan dikirimkan ke Ditjen PPM& PL - Dit P2ML, cq Subdit
AIDS& IMS untuk dilakukan analisis di tingkat nasional.9
Analisis Data
Di kabupaten/ kota dan provinsi pengelola program PMS dan HIV/AIDS melakukan
analisis sederhana supaya bisa menunjukkan tren/ kecenderungan prevalens HIV pada setiap
sub- populasi sentinel menurut waktu dan tempat dengan menggunakan grafik-grafik
sederhana. Di tingkat pusat, data yang terkumpul dari semua daerah akan disimpan di Subdit
AIDS & PMS Ditjen PPM & PL DepKes RI. Data tersebut akan dianalisis untuk melihat tren/
kecenderungan prevalens infeksi HIV berdasarkan orang, waktu dan tempat dalam bentuk
grafik dan ditambahkan penjelasan.9
Interprestasi Data
Data surveilans sentinel HIV harus diinterpretasikan untuk menilai seberapa cepat
peningkatan atau penurunan prevalens HIV pada berbagai sub-populasi sasaran di daerah
masing-masing (populasi sentinel).10
Umpan Balik Data
Subdit AIDS dan PMS akan memantau pelaporan pelaksanaan kegiatan surveilans
HIV di seluruh wilayah yang melaksanakan kegiatan surveilans sentinel HIV. Selanjutnya
mereka akan membuat laporan singkat hasil surveilans sentinel. Laporan singkat tersebut
akan dikirimkan kepada semua pihak yang terkait baik di tingkat nasional maupun di tingkat
11 | P B L B l o k 2 6

provinsi/kabupaten/kota yang terkait. Dinas Kesehatan Provinsi juga perlu membuat laporan
singkat yang berasal dari kabupaten/ kota setempat, dan mengirimkannya kepada semua
pihak yang terkait di provinsi tersebut. Laporan umpan balik tersebut memuat interpretasi
analisis data sentinel surveilans HIV:

Ringkasan hasil prevalens HIV menurut populasi sentinel dan waktu:


tren/kecenderungan peningkatan atau penurunan prevalens infeksi-HIV pada
masing-masing populasi sentinel yang dipilih pada masing-masing wilayah.

Bila tersedia, hasil surveilans perilaku dilaporkan bersamaan hasil sero


surveilans sentinel HIV.

Monitoring
Monitoring merupakan pengawasan rutin terhadap informasi penting dari kegiatan
surveilans sentinel yang sedang dilaksanakan dan hasil-hasil program yang harus dicapai.
Pada pelaksanaan surveilans sentinel, monitoring dilakukan pada prosesnya melalui sistem
pencatatan dan pelaporan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, BLK dan Subdit AIDS& PMS sesuai dengan
protap.10
Evaluasi
Evaluasi kegiatan surveilans sentinel dilakukan pada tahap input, proses pelaksanaan dan
output.10

Pada evaluasi input pemegang program HIV dari semua tingkat admisnistratif perlu
mengevaluasi berbagai kebutuhan. Petugas tersebut perlu melaksanakan kerangka
sampel yang benar dan pelaksanaan pemetaan lokasi sentinel. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah jumlah petugas kesehatan yang bermutu, materi dan peralatan
serta biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan lapangan. Selain itu perlu diantisipasi
masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan di lapangan.

Evaluasi proses pelaksanaan perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas


pelaksanaan kegiatan. Pada tahap ini evaluasi dilakukan terhadap siapa melakukan
apa dan bagaimana caranya. Evaluasi ini dilakukan untuk semua petugas yang

12 | P B L B l o k 2 6

dilibatkan, seperti misalnya petugas pencatatan dan pelaporan, petugas laboratorium.


Misalnya apakah petugas pengambil spesimen darah telah menggunakan prosedur
yang benar dan telah melakukan pengkodean pada setiap venoject berisi spesimen
darah.

Evaluasi output mencerminkan evaluasi terhadap kegunaan data, kualitas data dan
cakupan surveilans sentinel. Evaluasi terhadap kegunaan hasil surveilans dilakukan
oleh setiap tingkat administrasi. Evaluasi ini dilakukan dengan mengintrepretasikan
tren/kecenderungan prevelans HIV pada sub-populasi yang diamati. Sedangkan
evaluasi terhadap kualitas surveilans sentinel ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa valid data yang dihasilkan kegiatan sentinel tersebut. Evaluasi tahap ini lebih
dititip beratkan pada proses pelaksanaan kegiatan. Evaluasi terhadap cakupan
surveilans ini meliputi hal-hal yang menghambat pelaksanaan sentinel seperti jarak
antara petugas kesehatan dan sentinel site, jadwal pelaksanaan, biaya pelaksanaan dan
sosial budaya setempat.10

Prosedur pelaksanaan Surveilans Sentinel HIV adalah sebagai berikut :11


1. Menentukan populasi sentinel berdasarkan sub-populasi sasaran dan lokasi tertentu
(misalnya : PSK (pekerja seks komersial), pengguna NAPZA suntik, narapidana pria,
waria, ibu hamil pengunjung klinik KIA yang ditetapkan sebagai lokasi sentinel,
pasien IMS pria pada klinik IMS, pria dengan mobilitas tinggi).
2. Menentukan jumlah sampel yang akan diperiksa dari spesimen yang rutin diambil
pada sub-populasi dan lokasi tertentu tersebut. Spesimen rutin adalah sample darah
yang diambil untuk pemeriksaan rutin untuk tujuan lain, misanya pada pemeriksaan
sifilis rutin pada PSK atau pasien di klinik IMS.
3. Tes HIV/AIDS tersebut dilaksanakan secara unlinked anonymous (tanpa nama dan
tidak dapat dikaitkan dengan pemilik spesimennya) untuk mengurangi bias partisipasi.
Dengan cara ini identitas pasien tidak dapat diketahui, sehingga hasil tes tidak dapat
diberitahukan kepada pasien tersebut. Dengan kata lain hasil yang didapatkan hanya
jumlah yang positif bukan siapa yang positif.
13 | P B L B l o k 2 6

4. Surveilans sentinel HIV/AIDS dimulai pada beberapa lokasi dan dikembangkan


berdasarkan kebutuhan.
5. Surveilans HIV/AIDS tidak dapat dan tidak boleh digunakan untuk pencarian kasus
HIV/AIDS.
6. Surveillans HIV/AIDS harus menjamin kerahasiaan identitas sasaran dengan cara
menghilangkan identitas masing-masing sasaran dari specimen yang diambil untuk
pemeriksaan HIV/AIDS.

Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah


Dalam usaha melaksanankan program-program atau dimana saja pusat kesehatan
harus dimulai dengan manajemen atau administrasi. Manajemen adalah ilmu dan seni tentang
bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Tiga prinsip pokok penerapan
manajemen adalah; Efisien, dalam pemanfaatan sumberny; Efektif, dalam memilih alternatif
kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi; Rasional, dalam pengambilan keputuan
manajerial
Proses manajemen dapat dikaji dari proses pemecahan masalah yang dikembangkan
oleh semua unit kerja di dalam organisasi. Langkah praktisnya terdiri dari identifikasi
(perumusan) masalah dan langkah langkah pemecahannya. Untuk itu diperlukan
penguasaan teknik-teknik identifikasi masalah dan pemilihan alternatif terbaik pemecahan
masalah (analisis situasi). Untuk menganalisis masalah kesehatan masyarakat seorang
manajemen puskesmas dapat menggunakan ;Pendekatan epidemiologi; Prinsip prinsip
public health; Kedokteran pencegahan; Paradigma hidup sehat; dan Analisis sistem.3
Sedangkan administrasi adalah proses penyelenggaraan kerja yang dilakukan secara
bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Administrasi baik dalam
pengertian luas maupun sempit didalam penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsifungsi manajemen, yang terdiri dari prencanaan, perorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan.

14 | P B L B l o k 2 6

Masukan merupakan suatu struktur yang berupa sumber daya manusia (man), dana
(money), sarana fisik perlengkapa dan peralatan (material), organisasi dan manajemen
(method). Proses meliputi perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan, pencatatan, dan
pelaporan, serta pengawasan.
Perencanaan merupakan proses penyusunan rencana tahuan Puskesmas untuk
mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Perencana akan memberikan pola
pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan
melakukan dan kapan akan dilakukan. Puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan
kesehatan masyarakat tingkat 1 yang dibina oleh DKK, yang bertanggung kawab untuk
melaksanakan identifikasi kondisi maslah kesehatan masyarakat dan lingkungan serta
fasilitas pelayanan kesehatan meliputi cakupan mutu pelayanan, identifikasi mutu sumber
daya manusia dan provider, serta menetapkan kegiatan untuk menyelesaikan masalah.
Perencanaan meliputi kegiatan program dan kegiatan rutin puskesmas yang berdasarkan visi
dan misi puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan primer dimana visi dan misi
digunakan sebagai acuan dalam melakukan setiap kegiatan pokok puskesmas.
Budgeting dalam perencanaan manajemen keuangan dikelola sendiri oleh puskesmas
sesuai tatacara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan. Adapun sumber biaya
didapatkan dari pemerintah daerah, retribusi puskesamas, swasta ataupun lembaga sosial
masyarakat dan pemerintah yang ditujukan untuk jenis pembiayaan layanan kesehatan yang
mempunyai ciri-ciri barang atau jasa publik seperti penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi,
dan pelayanan kesehatan.
Pengorganisasian, Dinas Kesehatan Kota mempunyai tugas untuk menentukan
menetapkan struktur organisasi puskesmas dengan pertimbangan sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat tingkat 1. Pada organisasi meliputi kepala, wakil kepala, unit tata
usaha, unit fungsional agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksaaan kegiatan yang
nantinya akan berpengaruh terhadap kualitas program yang ditangani.Struktur organisasi
puskesmas: Unsur pimpinan yaitu kepala Puskesmas; Unsur pembantu pimpinan yaitu Tata
usaha; Unsur pelaksana yaitu Unit I, II, III, IV, VI, VII.12
Pelaksanaan merupakan fungsi penggerak semua kegiatan yang telah dituangkan
dalam fungsi pengorganisasian untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dirumuskan pada
fungsi perencanaan. Fungsi manajemen ini lebih menekankan tentang bagaimana manajer
15 | P B L B l o k 2 6

mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati. Dalam menggerakan dan mengarahkan sumber daya manusia dalam suatu
organisasi, peranan pemimpin, motivasi staf, kerjasama dan komunikasi antar staf merupakan
hal-hal pokok yang perlu diperhatikan oleh seorang manajer.
Secara praktis fungsi pelaksanaan ini merupakan usaha untuk menciptakan iklim
kerjasama diatara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi tercapai secara efektif
dan efisien. Fungsi pelaksaan ini haruslah dimulai dari manajer, dimana manajer harus
menunjukan kepada stafnya bahwa ia mempunyai tekad untuk mencapai kemajuan dan peka
terhadap lingkungannya. Ia harus mempunyai kemampuan bekerjasama denga orang lain
secara harmonis.
Pengawasan (controling) dalam manajemen puskesmas merupakan fungsi terakhir
yang berkait erat dengan fungsi manajemen yang lainnya. Melalui fungsi pengawasan dan
pengendalian, standar keberhasilan selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau
yang mampu dikerjakan. Jika ada penyimpangan maka diupayakan dapat terdeteksi secara
dini, dicegah, dikendali atau dikurangi. Tindakan pengewasan ini bertujuan agar efisiensi
penggunaan sumber daya dapat lebih berkembang, dan efektifitas tugas-tugas staf untuk
mencapai tujuan program dapat lebih terjamin.
Tiga langkah untuk melakukan pengawasan: Mengukur hasil yang telah dicapai;
Membandingkan hasil yang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya;
Memperbaiki penyimpangan yang dijumpai berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya
penyimpangan. Jika ditemukan penyimpngan maka pimpinan lebih dulu berusaha untuk
mencari faktor penyebabnya dan mengatasinya.
Keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional
terhadap pasien atau terhadap suatu program yang dilaksanakan.Sasaran merupakan golongan
yang menjadi tumpuan terhadap pelaksanaan suatu program yang direncanakan. Sasaran
dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Dampak adalah hasil dari pelaksaan yang dijadikan indikator apakah kebutuhan dan
tuntutan kelompok sasaran terpenuhi atau tidak. Dampak merupakan indikator yang sulit
untuk dinilai. Umpan balik, merupakan hasil dari keluaran yang menjadi masukan dari suatu
sistem. Lingkungan fisik (faktor kesulitan geografis, iklim, transport, dan lain-lain) dan non
16 | P B L B l o k 2 6

fisik (sosial budaya, tingkat pendapatan ekonomi masyarakat, pendidikan masyarakat, dan
lain-lain).12

Kesimpulan
Untuk mengatasi masalah dipuskesmas kita perlu memilih prioritas masalah terlebih
dahulu, kemudian menganalisanya, menentukan kesenjangan yang terjadi (input, proses,
keluaran, dan sebagainya) kemudian mencari solusi yang tepat sehingga masalah cakupan
program puskesmas yang tidak terpenuhi dapat terselesaikan. Diperlukan penanganan secara
keseluruhan dalam seluruh lapisan masyarakat karena HIV AIDS bukan hanya masalah
nasional tetapi merupakan masalah global. Dalam hal ini diperlukan kerja sama berbagai
sector terutama dari pendidikan dan agama.

Daftar Pustaka
1. Giesecke J. Modern infectious disease epidemiology. London: Arnold.2006. h. 11-3.
2. Muninjaya, Gde. Ebook Masalah AIDS di Indonesia : Masalah dan Kebijakan
Penanggulangannya. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007.h.7-8.
3. Leveno KJ, Cunningham FG, Gant NF, dkk. Obstetri williams : panduan ringkas.
ed.21.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2009.h.729.
4. Rajab
W.
Buku
ajar
epidemiologi
untuk
mahasiswa

kebidanan.

Jakarta:EGC.2008.h.169-70.
5. Sloan PD, MacFarqubar JK, Sickbert-Bennett E, et al. Syndromic surveillance for
emerging infections in office practice using billing data. Ann Fam Med.2006 h.351-8.
6. Disaster medicine. Edisi ke-3. Philadepphia: Mosby Elseiver.2006.h.259.
7. Menkes. Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual Menteri
Kesehatan

Republik

Indonesia;

2002.

http://www.aidsindonesia.or.id/uploads/20130802143002.Kepmenkes_Nomor_1285_MENK
ES_SK_X_2002_Tentang_Pedoman_Penanggulangan_HIVAIDS_dan_Penyakit_Menular_Se
ksual.pdf. Diakses tanggal 17 Juli 2016.

8. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA. Direktorat


Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2005.h.61-70.
9. Fatah, Abdul. Sistem surveilans sentinel HIV. Kewaspadaan Global Terhadap Keadaan
Darurat: Flu Burung / Hiv Dan Aids. Edisi ke- 4; Oktober 2006, h. 08.

17 | P B L B l o k 2 6

Dalamhttp://www.amifrance.org/IMG/pdf_HM_IV_FINAL_VERSION_0806.pdf.

Diakses

pada tanggal 17 Juli 2016.

10. Muninjaya. Masalah AIDS di Indonesia : Masalah dan Kebijakan Penanggulangannya.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2006. h.21- 4.

11. Depkes RI.2006. Surveilans HIV Generasi Kedua Pedoman Nasional Surveilans Sentinel
HIV. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

available

in

http://share.pdfonline.com/b2aaca3caf8844d3bc7713dbd8d6d390/BUKU%20SURVEILANS
%20HIV%20GENERASI%20KEDUA%5B1%5D.htm diakses pada tanggal 17 Juli 2016.
12. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Jakarta: EGC; 2009.h.74-90.

18 | P B L B l o k 2 6

Anda mungkin juga menyukai