Anda di halaman 1dari 24

Referat

KANDIDIASIS

Disusun oleh:
Jason (11.2016.276)

Pembimbing:
dr. Endang Soekmawati Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
PERIODE 18 JUNI 2018 – 21 JULI 2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi jamur dewasa ini semakin sering terjadi seiring dengan meningkatnya penggunaan
antibiotika berspektrum luas, steroid, obat-obat sitostatika, penyakit kronik, keganasan, bayi- bayi
dengan berat badan lahir rendah dan penderita-penderita dengan penurunan daya tahan tubuh.
Antara tahun 1980-1990 dari data rumah sakit di Amerika Serikat yang melakukan surveillance
terhadap patogen nosokomial didapati 7,9% (22,200 kasus) disebabkan oleh infeksi jamur,
sekitar 79% infeksi jamur ini disebabkan oleh spesies kandida. Sekitar 8,8% bayi prematur (berat
kurang dari 1500 gram) yang dirawat di NICU, Universitas Gottingen, dan pemeriksaan
mukokutaneus didapati adanya kotoni jamur kandida. Di Indonesia, dilaporkan 84% penderita
AIDS yang dirawat di RSCM juga menderita kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur
oportunistik candida albicans.1
Spesies jamur yang paling sering dijumpai pada penderita immunokompromi yaitu infeksi
kandida. Jamur kandida merupakan flora mikrobial dan merupakan jamur komensal normal
rongga mulut, saluran pencernaan dan vagina, bersifat invasif/patogen bila daya tahan host
(pejamu) terganggu dan keseimbangan flora normal seseorang terganggu maka sifat komensal
candida ini d ini dapat berubah menjadi pathogen. Infeksi jamur ini umumnya terjadi di daerah
mukokutaneus, tetapi dapat pula terjadi pada organ- organ lain di dalam tubuh seperti esofagus,
ginjal, hati, jantung, mata, otak dan paru. Beberapa spesies antara lain C. albicans, C.
stellatoidea, dan C. tropicalis yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Dari beberapa
spesies tersebut, C. albicans dianggap sebagai spesies paling pathogen dan menjadi penyebab
utama terjadinya kandidiasis.1
Kandidiasis (atau kandidosis, monoliasis, trush) merupakan berbagai macam penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans dan anggota genus kandida lainnya. Organisme
ini dapat menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa dan traktus gastrointestinal, dan bahkan
dapat menyebabkan penyakit sistemik.2 Meningkatnya prevalensi kendidiasis juga disebabkan
oleh berbagai faktor predisposisi, seperti rendahnya daya tahan tubuh hospes; pasien menjalani
pengobatan dengan antibiotik spectrum luas dalam jangka lama; iritasi kronik akibat pemakaian
protesa yang tidak sesuai.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh jamur
intermediate Candida sp., biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut,
vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, dengan berbagai manifestasi klinisnya yang bisa
berlangsung akut, kronis atau episodik, kadang-kadang dapat menyebabkan septicemia,
endokarditis atau meningitis.1

EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insidensi diduga lebih
tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi.1,3 Infeksi superfisialis pada umumnya disebabkan oleh Candida
albicans, sedangkan infeksi sistemik lebih bervariasi, kurang dari 50 % disebabkan oleh Candida
non Candida albicans.4

ETIOLOGI
Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit,
mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Genus Candida merupakan sel ragi
uniseluler yang termasuk ke dalam Fungi imperfecti atau Deuteromycota, kelas Blastomycetes
yang memperbanyak diri dengan cara bertunas, famili Cryptococcaceae. Sebagai penyebab
endokarditis kandidiasis ialah C. parapsilosis dan penyebab kandidiasis septicemia adalah C.
tropikalis.5
Candida adalah penyebab tersering ruam bokong pada bayi, dimana daerah tersebut
sangat lembab. Infeksi kandida umumnya terjadi terutama pada penderita diabetes dan obesitas.
Antibiotik dan kontrasepsi oral meningkatkan risiko terjadinya kandidiasis kutaneus.6
Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval. Jumlahnya sekitar 80
spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari semua spesies yang ditemukan pada
manusia, C.albicans lah yang paling pathogen. Candida sp. memperbanyak diri dengan

3
membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan saling bersambung dan bertambah
panjang sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif daripada
spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar sehingga lebih sulit difagositosis
oleh makrofag. Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-titik blastokonidia multipel pada satu
filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.7
Sel jamur kandida berbentuk bulat, lonjong, dengan ukuran 25µ x 36 µ hingga 25 µ x 5-
28,5 µ Spesies-spesies kandida dapat dibedakan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
asimilasi terhadap larutan glukosa, maltosa, sakarosa, galaktosa dan laktosa. Jamur kandida dapat
hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan kelainan apapun di dalam berbagai alat tubuh baik
manusia maupun hewan.7
Candida albicans merupakan spesies jamur kandida yang paling sering menyebabkan
kandidiasis pada manusia, baik kandidiasis superfisialis maupun sistemik. Pada media agar
khusus akan terlihat struktur hyphae, pseudohyphae dan ragi.7

Gambar 1. Candida albicans

FAKTOR RESIKO
Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun
eksogen.
1. Faktor endogen

4
a. Perubahan fisiologik:
 Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
Kondisi vagina selama masa kehamilan menunjukkan kepekaan yang tinggi
terhadap infeksi kandida, hal ini tampak dengan ditemukannya kolonisasi
candida spp yang tinggi pada masa ini sejalan dengan tingginya simtomatik
vaginitis. Keluhan ini paling sering timbul pada usia kehamilan trimester
ketiga. Bagaimana mekanisme hormon-hormon reproduksi dapat
meningkatkan kepekaan vagina terhadap infeksi kandida masih belum jelas.
 Kegemukan, karena banyak keringat
 Debilitas
 Iatrogenik
 Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit
Pada penderita diabetes mellitus juga ditemukan kolonisasi candida spp dalam
vagina mungkin karena peningkatan kadar glukosa dalam darah, jaringan dan
urin. Akan tetapi mekanismenya juga tidak diketahui.
 Penyakit kronik: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang
buruk.
b. Umur
Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya
tidak sempurna.
c. Imunologik: penyakit genetik.
2. Faktor eksogen
a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat.
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan
memudahkan masuknya jamur.
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.1
Faktor risiko berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta memudahkan
invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan
tubuh.4

5
KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat yang terkena CONANT dkk. (1971), mambaginya sebagai berikut:
1. Kandidiasis selaput lendir
e. Kandidiasis oral (thrush)
f. Perleche
g. Vulvovaginitis
h. Balanitis atau balanopostitis
i. Kandidiasis mukokutan kronik
j. Kandidiasis bronkopulmonar dan paru
3. Kandidiasis kutis
a. Lokalisata
 daerah intertriginosa
 daerah perianal
b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidiasis kutis granulomatosa
3. Kandidiasis sistemik
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia
4. Reaksi id (kandidid)

PATOGENESIS
Kandida di dalam tubuh manusia dapat bersifat 2 macam. Kandida sebagai saprofit
terdapat dalam tubuh manusia tanpa menimbulkan gejala apapun, baik subyektif maupun
obyektif. Dapat dijumpai di kulit, selaput lendir mulut, saluran pencernaan, saluran pernafasan,
vagina dan kuku. Kandida sebagai jamur dapat menimbulkan infeksi primer maupun sekunder
dari kelainan yang telah ada.

6
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang komplek
antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu. Terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan gejala klinis, yaitu:
1. Faktor penentu patogenitas kandida adalah:8
a. Spesies
Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat menyebabkan
proses pathogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang paling tinggi
patogenitasnya.
b. Daya lekat
Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang germtube melekat
lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu
glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu
lingkungan.
c. Dimorfisme
C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam kultur sebagai
blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam patogenitas
kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan
dengan mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi
baru terbentuk hifa yang melakukan invasi.
d. Toksin
Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik. Glikoprotein
khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam kolonisasi jamur.
Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara
mekanik.
e. Enzim
Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh C.
albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.

7
2. Mekanisme pertahanan pejamu:1
 Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida.
Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi
terjadinya kandidiasis.
 Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan cairan
dalam mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik
menghambat atau membunuh mikroba.
 Fagositosis dan intracellular killing
Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk memakan dan membunuh spesies
kandida merupakan mekanisme yang sangat penting untuk menghilangkan atau
memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida yang siap difagosit
oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah difagosit.
Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag berperan
dalam melawan kandida melalui pembunuhan intraseluler melalui system
mieloperoksidase (MPO).
 Respon imun spesifik
Imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan melawan infeksi kandida.
Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas seluler pada penderita
kandidiasi mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan
infeksi HIV. Sistem imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta
yang memperlihatkan titer antibodi antikandida yang tinggi dapat menghambat
fagositosis.
 Mekanisme imun seluler dan humoral
Tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya kandida pada
sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein permukaan kandida
dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat keratinolitik
(fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk
pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam
jaringan kandida mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan
menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar kandida mengandung
mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan mengaktifasi komplemen

8
dan merangsang terbentuknya imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan
membentuk kompleks antigen-antibodi di permukaan sel kandida, yang dapat
melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga
akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.1

 Mekanisme non imun


Interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat
mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi
antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik
dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan
manoprotein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai
aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding
sel Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Pada
umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan
infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu.1

Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta


memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam
sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu
tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan
oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim
yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase
dan fosfolipase.
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di
bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam
biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan
sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit patogen yang
menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat
patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastospora
atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya

9
nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang
menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh,
maka dibentuk hifa.10
Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan untuk memulai
suatu lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi. Dengan
proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut biasanya hanya terdapat
blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan miselium. Kandidiasis di permukaan alat
dalam biasanya hanya mengandung blastospora yang berjumlah besar, pada stadium lanjut
tampak hifa. Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan klinik, misalnya
dahak, urin untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan jaringan yang disebabkan oleh
Candida albicans dapat berupa peradangan, abses kecil atau granuloma.10

GEJALA KLINIS
Kandidiasis selaput lendir
1. Thrush
Biasanya mengenai Jenis ini biasanya dijumpai pada bayi dan orang yang sangat
lemah. Thrush pada dewasa bisa merupakan pertanda adanya gangguan kekebalan,
kemungkinan akibat diabetes atau AIDS. Jenis ini juga dijumpai pada orang yang
melakukan terapi kortikosteroid dan yang mengalami penurunan sistem imun seperti HIV.
Gejalanya tampak pseudomembran putih coklat muda kelabu yang menutup lidah,
palatum mole, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut yang lain. Lesi dapat
terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu pada rongga mulut. Bila pseudomembran
terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah dan merah. Lesi ini umumnya tidak
nyeri dan dapat dilepaskan dengan mudah akan tetapi meninggalkan permukaan yang
berdarah. Pada orang dewasa lebih sering terjadi inflamasi, eritema, dan terkikisnya
bagian mulut yang menimbulkan rasa menyakitkan.1
Gejala lain yang dialami pasien yang timbul akibat pseudomembranous
candidiasis ini yaitu rasa makanan buruk dan terkadang tidak berasa serta sensasi terbakar
pada mulut dan kerongkongan. Selain itu, lesi putih tersebut sering hilang secara spontan
sebagai akibat dari meningkatnya kondisi pasien.9

10
Pada glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang atrofik atau lesi
berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak putih tidak tampak jelas
bila penderita sering merokok.

Gambar 2. Oral Thrush

2. Perleche
Perleche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang menyebabkan
retakan dan sayatan kecil. Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami
maserasi, erosi, basah, dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisnya ialah defisiensi
riboflavin.1

Gambaer 3. Perleche

3. Vulvovaginitis

11
Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes mellitus karena kadar gula darah
dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam epitel
vagina.
Keluhan yang paling sering adalah rasa gatal pada daerah vulva dan adanya duh
tubuh. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan homogen
dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu yang disertai
gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti susu basi/pecah dan tidak berbau.
Akan tetapi lebih sering sekret hanya minimal saja. Pada yang berat terdapat pula rasa
panas, nyeri sesudah miksi, dan dispaneuria.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan
vulva, juga dapat ditemukan lesi papulopustular di sekitarnya. Pada pemeriksaan yang
ringan tampak hiperemia di labia menora, introitus vagina, dan vagina terutamanya 1/3
bagian bawah. Servik tampak normal sedangkan mukosa vagina tampak kemerahan.
Sering pula terdapat kelainan yang khas bercak-bercak putih kekuningan. Bila ditemukan
keluhan dan tanda-tanda vaginitis serta pH vagina < 4,5 dapat diduga adanya infeksi
kandida.
Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia menora dan ulkus-ulkus
yang dangkal pada labia menora dan sekitar introitus vaginal.
Fluor albus pada kandidosis vagina bewarna kekuningan. Tanda yang khas ialah
disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu bewarna putih kekuningan. Gumpalan
tersebut berasal dari massa yang terlepas dari dinding vulva atau vagina terdiri atas bahan
nekrotik, sel-sel epitel, dan jamur.1

12
Gambaer 4. Kandidiasis Vulvovaginitis

4. Balanitis
Sering terjadi pada penderita diabetes atau pria yang pasangannya menderita
infeksi vagina. Penderita mendapat infeksi karena kontak seksual dengan wanitanya yang
menderita vulvovaginitis, lesi berupa ruam bersisik pada bagian bawah penis, dan
menimbulkan nyeri, gatal, timbulnya bercak putih pada glans penis, dan mudah berdarah.1

Gambar 5. Kandidasis Balanitis

5. Kandidiasis mukokutan kronik


Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit atau sistem
hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan bermacam-macam defisiensi yang
bersifat genetik, umumnya terdapat pada anak-anak. Gambaran klinisnya mirip penderita
dengan defek poliendokrin. Tandanya berupa infeksi persisten dan rekuren pada orofaring,
kulit dan kuku.

13
Gambar 6. Kandidiasis mukokutan kronik

Kandidiasis kutis
1. Kandidiasis intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara
jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak yang berbatas tegas,
bersisik, basah dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-
vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang
erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.1

14
Gambaer 7. Kandidiasis Intertriginosa

2. Kandidiasis perianal
Lesi berupa eritema, oozing, dan maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah.
Penyakit ini menimbulkan pruritus ani. Biasanya pasien mengalami pruritus dan adanya
rasa terbakar.

Gambaer 8. Kandidiasis Perianal

15
3. Kandidiasis kutis generalisata
Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal, dan
umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid,
dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin
karena ibunya menderita kandidosis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik.1

Gambar 9. Kandidiasis Kutis Generalisata

4. Paronikia dan Onikomikosis


Infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitarnya ini menyebabkan rasa nyeri dan
peradangan sekitar kuku. Kadang-kadang kuku rusak dan menebal. Sering diderita oleh
orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air, bentuk ini tersering didapat.
Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal,
mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang berwarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap
berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium.

Gambar 10. Paronikia dan Onikomikosis

5. Diaper-rash

16
Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti sehingga
dapat menimbulkan dermatitis iritan (perdadangan kulit karena kontak dengan bahan
yang menyebabkan iritasi), juga sering diderita bayi sebagai gejala sisa peradangan kulit
di mulut atau sekitar anus.

Gambar 11. Diaper-rash

6. Kandidiasis granulomatosa
Kelainan ini merupakan bentuk yang jarang dijumpai. Manifestasi kulit berupa
pembentukan granuloma yang terjadi akibat penumpukan krusta serta hipertrofi setempat.
Houser dan Rothman melaporkan bahwa penyakit ini sering menyerang anak-anak, lesi
berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat
erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm,
lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan tenggorokan.1

Kandidiasis sistemik
1. Endokarditis
Sering terdapat pada penderita morfinis sebagai akibat komplikasi penyuntikan
yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh penderita sesudah operasi jantung.
2. Meningitis
Terjadi karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama dengan meningitis
tuberkulosis atau karena bakteri lain.

17
Reaksi id (kandidid)
Reaksi yang terjadi akibat adanya metabolit kandida, klinisnya berupa vesikel-vesikel
yang bergerombol, terdapat pada sela jari tangan atau bagian badan lainnya, mirip dermatofitoid.
Di tempat tersebut tidak ada elemen jamur. Bila lesi kandidosis diobati, kandidid akan
menyembuh. Jika dilakukan uji kulit dengan kandidin (antigen kandida) memberi hasil positif.

Gambar 12. Reaksi id (Kandidid)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis klinis kandidiasis dibuat berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan biakan jamur,
selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina untuk kandidiasis vulvovaginalis.
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan
pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.1
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat pula
agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37°C, koloni tumbuh setelah
24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan
membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.1

18
3. Pemeriksaan pH vagina
Pada kandidiasis vulvovaginalis pH vagina normal berkisar antara 4,0-4,5 bila ditemukan
pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya bakterial vaginosis, trikhomoniasis
atau adanya infeksi campuran.1

PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis kandidiasis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis dapat diketahui faktor predisposisi dan gejala klinis
pada pasien. Tergantung dari jenis kandidiasis yang dialami.
Dari hasil anamnesis biasanya didapatkan pasien mengeluh gatal-gatal disertai
kemerahan. Gatal-gatal yang dirasakan muncul tiba-tiba dan semakin lama semakin meluas.
Gatal diikuti dengan adanya rasa perih dan awalnya basah. Karakteristik dari kandidiasis plak
eritem batas tegas disertai lesi papul eritem disekelilingnya (lesi satelit), pseudomembran (pada
mukosa/intertriginosa/interdigitalis).
Efloresensi atau sifat-sifatnya yaitu kulit berupa daerah eritematosa, erosif, kadang-
kadang dengan papula dan bersisik. Pada keadaan kronik, daerah-daerah likenifikasi,
hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang berfisura. Sedangkan pada kuku berupa kuku tak
bercahaya, berwarna hitam coklat, menebal, kadang-kadang bersisik. Sekitar kuku eritematosa,
erosif dengan vesikel.11

DIAGNOSIS BANDING
Kandidiasis kutis lokalisata
 Eritrasma : lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada satelit,
pemeriksaan dengan sinar Wood positif bewarna merah bata.
 Dermatitis intertriginosa
 Dermatofitosis (tinea)

Kandidiasis kuku
 Tinea unguium

Kandidiasis vulvovaginitis

19
 Trikomoniasis vaginalis
 Gonore akut
 Leukoplakia
 Liken planus

PENATALAKSANAAN
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal
maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini
adalah pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi.
Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya krim,
lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan bentuk obat
topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita sebelum memilih bentuk
yang lebih nyaman untuk pasien. Untuk keradangan pada vulva yang ekstensi mungkin lebih baik
dipilih aplikasi lokal bentuk krim. Hendaklah mengingatkan pasien untuk menghindari atau
menghilangkan faktor predisposisi.
Topikal:
 Larutan ungu gentian ½ - 1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit, dioleskan sehari 2
kali selama 3 hari.
 Nistatin: berupa krim, salap, emulsi
 Amfoterisin B
 Grup azol antara lain:
i. Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
ii. Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
iii. Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
iv. Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
v. Antimikotik yang lain yang berspektrum luas
Sistemik:
 Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak
diserap usus.
 Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik

20
 Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis tunggal,
sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2
x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
 Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x
100 mg sehari, selama 3 hari.

Khusus :
a. Kandidiasis intertriginosa : pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit tetap kering
dengan penambahan bedak nistatin topikal, klotrimazol atau mikonazol 2 kali
sehari. Pasien dengan infeksi yang luas ditambahkan dengan flukonazol oral 100
mg selama 1-2 minggu atau itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.
b. Diaper disease : Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas dan lembab.
Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan selalu menggunakan bedak bayi
atau pasta zinc oxide merupakan tindakan pencegahan yang adekuat. Terapi topikal
yang efektif yaitu dengan nistatin, amfoterisin B, mikonazol atau klotrimazol.
c. Paronikia : pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif tetapi dapat
dicoba untuk paronikia kandida yang kronis. Solusio kering atau solusio antifungi
dapat digunakan.Terapi oral yang dianjurkan dengan itrakonazol atau terbinafin
(Lies, 2005).12

KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :
1. Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit
2. Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan mungkin
menginfeksi daerah di sekitar kuku
3. Disseminated candidiasis yang mungkin terjadi pada tubuh yang immunocompromised.6

PENCEGAHAN
Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu pencegahan infeksi kandida,
yaitu dengan menjaga kulit selalu bersih dan kering. Bedak yang kering mungkin membantu

21
pencegahan infeksi jamur pada orang yang mudah terkena. Penurunan berat badan dan kontrol
gula yang baik pada penderita diabetes mungkin membantu pencegahan infeksi tersebut.6

PROGNOSIS
Prognosis kandidiasis superfisialis pada pasien imunokompeten cukup baik, sedangkan
pada penderita HIV/AIDS, penggunaan obat antiretroviral menurunkan angka kandidiasis
orofaring secara bermakna. Pada kandidiasis sistemik, diagnosis dini dan pemberian dosis
antifungi yang sesuai memberikan prognosis cukup baik, kecuali bila keadaan penyakit sudah
lanjut.1

22
BAB III
KESIMPULAN

1. Kandidiasis merupakan penyakit infeksi primer atau sekunder yang menyerang kulit,
kuku, selaput lendir dan alat dalam yang disebabkan oleh berbagai spesies Candida
2. Penyebab tersering dari Candida albicans adalah yang dapat diisolasi dari kulit, mulut,
selaput mukosa vagina.
3. Faktor risiko yang berperan dalam perubahan sifat Candida dari komensal menjadi
patogen meliputi faktor endogen dan faktor eksogen.
4. Gejala klinis yang muncul dapat berupa gatal dan terdapat lesi kulit yang kemerahan atau
terjadi peradangan semakin meluas, makula atau papul. Lesi terlokalisasi di daerah lipatan
kulit, genital, bokong, di bawah payudara atau di daerah kulit yang lain.
5. Penatalaksanaan terpenting dari kandidiasis adalah menghindari atau menghilangkan
faktor predisposisi yang meliputi pemakaian antibiotik secara hati-hati, menghindari
obesitas, dan menghindari bekerja pada tempat-tempat yang lembab atau banyak air.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kuswadji. 2006. Kandidiasis. Dalam: Djuanda A., Hamzah M., Aishah A., Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakulats Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.2006.h.103-6.
2. Janik MP, Heffernan MP. Yeast infection: candidiasis and tinea (pityriasis) versicolor. In:
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York: The McGraw-Hill
Companies.2008.p.1822-8.
3. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. ECG. Jakarta.2004.h.83-4.
4. Sutanto, I., Ismid I.S., Sjarifuddin P.K. dan Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran Edisi 4. Balai Penerbit FK UI.Jakarta.2008.h.109-12.
5. Syarifuddin. Epidemologi Kandidosis. J Mikol Ked Indon Vol 3, No.1 dan No.2,
Desember.2007.h.20-3.
6. Scott L F. 2009. Cutaneous Candidiasis. Available from http:// www. emedicine. com/
(2009).
7. Unandar B. Kandidosis. dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S. (eds), Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th ed, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.Jakarta.2007.h.106-9.
8. Conny, Riana. Karakteristik Candida Albicans. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran,
Volume 151.2006.h.33-5.
9. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral & Maxillofacial Pathology. 2nd ed.
Pennsylvania: Saunders.2007.h.187-99.
10. Madgalena, Maria. Candida Albicans. Departemen Mikrobiologi: Fakultas Kedokteran
USU.2009.h.45-9.
11. Siregar, R.S. Kandidiasis. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.2005.h.31-4.
12. Lies Marlysa Ramali, Sri Wardani. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam:
Dermatomikosis superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.h.55-66.

24

Anda mungkin juga menyukai