Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak zaman dahulu vitiligo telah dikenal dengan beberapa istilah yakni
shwetekusta, suitra, behak, dan beras1.Kata vitiligo sendiri berasal dan bahasa
latin, yakni vitellus yang berarti anak sapi, disebabkan karena kulit penderita
berwarna putih seperti kulit anak sapi yang berbercak putih. Istilah vitiligo
mulai diperkenalkan oleh Celsus, ia adalah seorang dokter Romawi pada abad
kedua2.
Vitiligo adalah gangguan depigmentasi idiopatik didapat yang ditandai
dengan gambaran macula putih tidak bersisik, hasil dari hancurnya melanosit
kulit secara selektif5,6.
Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi mencapai 1%3.
Survey epidemiologi pada kepulauan Bornholm di Denmark menemukan
prevalensi vitiligo mencapai 0,38%. Kemungkinan bahwa angka ini juga
berlaku untuk negara-negara lain di utara-barat Eropa4.
Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa
muda, dengan puncak onsetnya (50% kasus) pada usia 10-30 tahun, tetapi
kelainan ini dapat terjadi pada semua usia.Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan
perbandingan laki-laki sama dengan perempuan. Pernah dilaporkan bahwa
vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat dari pada laki-laki, tetapi
perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan
oleh karena masalah kosmetik3.
Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun,
beberapa faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada
seseorang, diantaranya : factor mekanis (10-70%), factor sinar matahari (7-
15%), factor psikis dan hormonal (20%). 2
Vitiligo merupakan anomali pigmentasi kulit didapat. Kulit vitiligo
menunjukan gejala depigmentasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh
warna kulit normal atau oleh hiperpigmentasi 9. Pada vitiligo, ditemukan
makula dengan gambaran seperti “Kapur” atau putih pucat dengan tepi yang
tajam.

Case Report “Vitiligo” 1


Progres dari penyakit ini bisa merupakan suatu pengembangan bertahap
dari makula lama atau pengembangan dari makula baru. Trichrome vitiligo
(tiga warna: putih,coklat muda,coklat tua) mewakili tahapan yang berbeda
dalam evolusi vitiligo3,9.
Tangan, pergelangan tangan, lutut, leher dan daerah sekitar lubang
(misalnya mulut) merupakan daerah-daerah yangsering ditemukan vitiligo5,6.
Kadang dapat juga ditemukan gambaran rambut yang memutih atau uban
prematur. Gambaran rambut putih pada vitiligo, dianalogikan dengan makula
putih, disebut dengan poliosis3.
Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis, serta ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik serta pemeriksaan
dengan lampu Wood.
Biasanya, diagnosis vitiligo dapat dibuat dengan mudah pada
pemeriksaan klinis pasien, dengan ditemukannya gambaran bercak “kapur
putih”, bilateral (biasanya simetris), makula berbatas tajam pada lokasi yang
khas.
Pada pemeriksaan dengan lampu wood, lesi vitiligo tampak putih
berkilau dan hal ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya.
Dalam kasus-kasus tertentu, pemeriksaan histopatologik diperlukan
untuk melihat ada tidaknya melanosit dan granul melanin di epidermis3.
Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan
vitiligo. Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada
kulit (Repigmentasi). Seluruh pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian
masing-masing, dan tidak semua terapi dapat sesuai dengan masing-masing
penderita.
Repigmentasi dapat diberikan dengan berbagai cara diantaranya :
Glukokortikoid topical (betametason valerat 0,1% atau klobetasol propionat
0,05%, Topikal inhibitor Kalsineurin (Tacrolimus dan pimecrolimus), Topikal
fotokemoterapi (8-methoxypsoralen (8-MOP) dan PUVA), Immunomudulator
sistemik (methylprednisolon), Topikal analog Vitamin D (Calcipotriol),
Topikal 5-Fluorouracil. UVB Narrow-band(311nm), Laser Excimer (308nm),
Minigrafting, dan Depigmentasi.1,3,9,10,11,12

Case Report “Vitiligo” 2


Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan, tetapi
prognosisnya masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran dan
kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan2

Case Report “Vitiligo” 3


BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. M. Faisal

Usia : 7 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku : Sunda

Alamat : Cihaur, RT 02/02 Majalengka

Nama Ibu : Ny. Euis

Usia : 26 Tahun

II. Anamnesa (Alloanamnesa)

Keluhan Utama : warna kulit memutih

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD 45 kuningan diantar ibunya untuk
kontrol, menurut keterangan ibu pasien, warna kulit anaknya menjadi memutih
sejak ± 8 bulan SMRS, warna kulit yang memutih berada di bagian punggung
kaki kanan pasien, keluhan tersebut didahului dengan adanya luka setelah terjatuh,
setelah luka mengering timbul warna putih dikulit sekitar bekas luka dan semakin
melebar ± seukuran uang koin, keluhan tersebut dirasa terus menerus.

± 2 bulan SMRS bercak warna putih dikulit bertambah banyak, keluhan tersebut
tidak disertai dengan rasa gatal, panas, dan kebas.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mempunyai riwayat penyakit serupa

Case Report “Vitiligo” 4


Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien belum pernah mempunyai riwayat penyakit keluarga serupa

Riwayat Pengobatan :

Pasien sudah melakukan pengobatan selama 8 bulan

Riwayat Alergi :

Pasien belum pernah mempunyai riwayat alegi makanan dan obat-obatan

Riwayat Habituasi :

Pasien sering bermain di tempat yang panas

III. Pemeriksaan Fisik

Tanggal Pemeriksaan : 18 Februari 2014

Keadaan Umun : Sehat

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign : Dalam Batas Normal

Status Generalis :

Kepala : DBN

Wajah : DBN

Leher : DBN

Thorax : DBN

Abdomen : DBN

Ekstremitas : Lihat Status lokalis

Case Report “Vitiligo” 5


Status Dermatologis :

Lokasi : dorsum pedis dextra

Efloresensi : hipopigmentasi, makula, batas tegas

Test senbilitas : DBN

Resume :

 Warna kulit memutih di punggung kaki kanan berukuran ± sebesar koin,


sejak ± 8 bulan SMRS

 Keluhan tersebut timbul didahului adanya luka setelah terjatuh,

 ± 2 bulan SMRS warna putih bertambah banyak,

 Keluhan tersebut tidak disertai dengan rasa gatal, panas, dan kebas.

 Pasien sering bermain ditempat yang panas

 Test sensibilitas : tidak ditemukan kelainan

Case Report “Vitiligo” 6


IV. Usulan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan KOH

Lampu Wood

V. Diagnosa Banding

Vitiligo

Morbus Hansen

Tinea pedis

VI. Diagnosa Kerja

Vitiligo

VII. Penatalaksanaan

Umum :

Edukasi : melakukan aktifitas ditempat teduh

Medikamentosa :

Glukokortikoid Topical :
Floucinolone Acetonide cream 3X1

Lain-lainnya :

Thiamin HCL 50mg 2X1

Pyridoxin HCL 10mg 2X1

Vit B12 2X1

VIII. Prognosis
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanatorium : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticum : dubia ad bonam

Case Report “Vitiligo” 7


BAB III
PEMBAHASAN

A. Anamnesis
Pada kasus ini terbukti bahwa usia pasien berpontesi untuk terkena vitiligo
karena berdasarkan epidemiologi, pada kasus vitiligo umumnya dimulai pada
masa anak-anak atau usia dewasa muda, dengan puncak onsetnya (50% kasus)
pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan ini dapat terjadi pada semua usia. Diagnosis
penyakit pada seorang pasien dapat ditegakkan melalui anamnesis serta
pemeriksaan baik fisik maupun penunjang. Dari data anamnesis ditemukan
terdapat bercak putih dengan batas tegas pada pinggang kri & kanan 5,6,yang tidak
disertai dengan gejala gatal, panas, ataupun kebas, yang timbul didahului oleh
adanya luka setelah terjatuh.2
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pada pasien ini didapat macula hipopigmentasi
yang berbatas tegas pada dorsum pedis dextra, dengan uji sensibilitas dalam batas
normal.3,9

C. Penatalaksanaan
Pada pasien ini diberikan glukokortikoid topical sesui dengan teori bahwa
penatalaksanaan pada vitiligo bertujuan untuk repegmentasi1. Karena dilihat dari
sisi etiologi yang masih belum diketahui secara pasti, namun salah satu hipotesis
adalah autoimun. 3,4:

Case Report “Vitiligo” 8


DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Edisi 5. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
296-298.
2. Hidayat D. 1997. Vitiligo. Cermin Dunia Kedokteran. 117: 33-35.
3. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of
Clinical Dermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical: Newyork. 335-341.
4. Rook A, Wilkinson DS, Ebling FJG. 1998. Textbook of Dermatology. 6th ed.
Blackwell Science: Malden. 1802-1805.
5. Gawkrodger DJ. 2003. Dermatology an Ilustrated Colour Text. 3rd ed.
Churchill Livingstone: London. 70.
6. Boissy RE, Manga P. 2004. Review On the Etiology of Contact/Occupational
Vitiligo. Pigment Cell Res. 17: 208–214.
7. Moretti S. 2003. Vitiligo. Orphanet Encyclopedia.
http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-vitiligo.pdf.
8. Shimizu H. 2007. Shimizu's Textbook of Dermatology. Hokkaido University
Press: Japan. 9.
9. James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrews’ Disease of The Skin. 10th
ed. Saunders Elsevier: Philadelpia. 86
10. Majid I. 2010. Vitiligo Management : an Update. BJMP. 3(3): a332.
11. 0-862.
12. Coskun B, Saral Y, Turgut D. 2005. Topical 0.05% clobetasol propionate
versus 1% pimecrolimus ointment in vitiligo.Eur J Dermatol. 15 (2): 88-91.
13. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. 2008.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. Mc Graw Hill:New
York. 616-622.

Case Report “Vitiligo” 9

Anda mungkin juga menyukai