Anda di halaman 1dari 59

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

RADIOLOGI INTERVENSI

Disusun Oleh :

Turi Puji Cora Gau

10542 0214 10

Pembimbing :

dr. Iriani Bahar, M.Kes, Sp.Rad

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada

Bagian Radiologi

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Turi Puji Cora Gau


Stambuk : 10542 0214 10
Judul Referat : Radiologi Intervensi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi
Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juni 2018

Pembimbing

dr. Iriani Bahar, M.Kes, Sp.Rad


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya
sehingga penulis bisa menyelesaikan Referat dengan judul Radiologi Intervensi. Tugas
ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian
Radiologi.

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas Referat ini, namun berkat
bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas
ini dapat terselesaikan.

Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada, dr. Iriani Bahar, M.Kes,
Sp.Rad, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan
sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan
tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari yang diharapkan oleh karena
itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, Juni 2018

Turi Puji Cora Gau


BAB I

PENDAHULUAN

Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan


gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang
yang sangat pendek. Sinar X bersifat heterogen, panjang gelombangnyya bervariasi dan
tidak terlihat. Perbedaan antara sinar X dengan sinar elektromagnetik lainnya juga
terletak pada panjang gelombang, dimana panjang gelombang sinar X sangat pendek
yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya yang terlihat. Karena panjang
gelombang sinar X yang pendek itu, maka sinar X dapat menembus benda-benda. 1

Untuk pembuatan sinar X diperlukan sebuah tabung rontgen hampa udara dimana
terdapat elektron-elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi pada suatu sasaran
(target). Dari proses tersebut di atas terjadi suatu keadaan dimana energi elektron
sebagian besar dirubah menjadi panas (99%) dan sebagian kecil (1%) dirubah menjadi
sinar X. 1

Jenis pemeriksaan dengan sinar roentgen (sinar X) terdiri dari dua macam yaitu
pemeriksaan sinar tembus (fluoroskopi;doorlitchting) dan pemeriksaan foto roentgen
(radiografi). Pada pemeriksaan roentgen dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan
rontgen dasar yang meliputi pemeriksaan rontgen tanpa kontras dan dengan bahan
kontras serta pemeriksaan rontgen khusus yang meliputi pemeriksaan arteriografi,
pemeriksaan flebografi, pemeriksaan angiokardiografi, pemeriksaan embolisasi,
pemeriksaan ventrikulografi, dan lainnya. Pemeriksaan rontgen khusus ini diperlukan alat
rontgen yang khusus. 2

Pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pemeriksaan radiologi dengan
menggunakan bahan kontras pada sistem gastrointestinal dan tractus urinarius.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Media Kontras

Pada diagnostik pencitraan radiografi di kenal media kontras untuk pemakaian


sinar X, media kontras paramagnetik untuk pemakaian resonansi magnetik, dan media
kontras untuk ultrasonografi. Media kontras yang di pergunakan untuk keperluan radiografi
adalah suatu bahan yang sangat radioopaq atau radiolusen apabila berinteraksi dengan sinar
X, sehingga dapat membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya. 2

Pemeriksaan denan kontras di bagi menjadi 2, yaitu:

1. Kontras positif, terdiri dari turunan barium sulfat (BaSO 4) dan turunan iodium (I).
2. Kontras negatif, terdiri dari udara O2 dan CO2.

B. PEMERIKSAAN KONTRAS UNTUK SISTEM GASTROINTESTINAL

1. Oesofagografi
Esofagografi merupakan pemeriksaan esofagus dengan memasukkan bahan
kontras. Umumnya dilakukan dengan bahan kontras (+) tunggal tetapi dapat
dilakukan juga dengan kontras ganda. Esofagografi ialah pemeriksaan sinar-X
yang digunakan untuk menentukan anatomi dari traktus digestif bagian atas.
Wanita yang sedang hamil sebaiknya memberitahu dokter yang meminta
pemeriksaan serta staf radiologi saat prosedur ini dilakukan. Pemeriksaan ini
meliputi pengisian dari esofagus dengan cairan putih (Barium). Hasilnya
disebut Esofagogram.3
a) Tujuan Esofagografi

Untuk menilai kelainan fungsi dan anatomis yang terdapat pada esofagus.

b) Teknik Pemeriksaan Esofagografi


- Media Kontras : Kontras positif (Barium Sulfat)
Merupakan kontras media positif untuk orang dewasa. Diencerkan dengan air sesuai
kebutuhan. Pada esofagus, lumen dengan aliran kuat dan cepat, konsentrasi kontras harus
tinggi (1:1 atau 1:2) atau pekat agar aliran cepat dan perlumuran dinding esofagus menjadi
tepat sehingga adanya defek dapat terdeteksi.Pada bayi kurang dari setahun, keluhan muntah
dan proyektil, digunakan cairan yang mudah diserap (water soluble), dimasukkan lewat
dot/sendok/sonde misalnya gastrografin. Dilakukan pada posis supine sehingga perlumuran
bagus.

Esofagus normal memiliki dinding lumen yang sangat jelas dan outline jelas.

Gambar: Esogafogram Normal

- Premedikasi : tidak diberikan


- Persiapan Pasien
 Tidak diperlukan persiapan secara khusus.
 Pasien minum BaSO4, 1 sendok makan ditunggu 2 menit kemudian difoto AP dan
Lateral.
- Persiapan Alat dan Bahan :

 Pesawat X-Ray + Fluoroscopy

 Baju Pasien
 Gonad Shield

 Kaset + film ukuran 30 x 40 cm

 Grid

 X-Ray marker

 Tissue / Kertas pembersih

 Bahan kontras

 Air Masak

 Sendok / Straw ( pipet )

- Posisi Pasien
 Erect di antara meja pemeriksaan yang diatur vertikal dengan layar fluoroskopi.
 Diberikan Barium Sulfat, instruksikan untuk minum beberapa teguk, proses ini
diikuti dengan posisi recumbent. Posisi ini memungkinkan pengisian esofagus
lebih sempurna terutama bagian proksimal dan diperlukan pada klinis esofagus. 3
- Teknik Pemeriksaan
 Pengambilan gambar Radiografi dilakukan secara penuh/spot foto pada daerah-
daerah yang dicurigai ada kelainan dengan posisi: AP/PA, Oblik (biasanya RAO),
Lateral.
 Bila pemeriksaan dengan kontras ganda, prosedur sama dengan yang di atas, tetapi
pada larutan Barium dimasukkan kristal-kristal CO2 atau dapat juga ditelan
sebelum meminum cairan Barium.3

c) Indikasi dan Kontra Indikasi Esofagografi

- Indikasi:
Esofagografi (Barium Swallow) dilakukan untuk memeriksa pasien yang secara
klinis diduga mengalami kelainan esofagus baik karena infeksi, kongenital, trauma,
neoplasia, maupun metabolik. Indikasi esofagografi antara lain:

 Atresia Esofagus
Biasanya diketahui pada waktu pemberian minuman pertama kali pada saat
bayi lahir. Setelah minum bayi tersebut akan muntah. Pada esofagografi akan tampak
esogafus yang buntu.

Gambar : Atresia Esofagus

 Fistula Trakheo-Esofagei
Fistula Trakeo-Esofagei ialah terdapatnya hubungan antara esofagus dan
trakhea. Pada bayi ini, saat pertama kali diberi minum ASI akan terjadi refleks batuk
dan muntah. Pada pemeriksaan ini tidak boleh menggunakan kontras BaSO 4 karena
tidak larut dalam air, yang dapat masuk ke trakea menuju paru-paru dan merangsang
terjadinya pneumonia. Bahan kontras yang dipakai harus larut dalam air, seperti:
dionosil, gastrografin.
\ Gambar : Fistula Trakheo-Esofagei

 Ulkus Esofagus
Ulkus esofagus merupakan ulkus pada dinding esofagus yang disebabkan
oleh asam lambung yang disekresi oleh sel-sel lambung. Pembentukan ulkus juga
berhubungan dengan bakteri H. Pylori di lambung, obat-obat anti inflamasi, dan
merokok. Nyeri pada ulkus biasanya tidak berhubungan dengan luas atau beratnya
lesi.

Dapat dijumpai dalam bentuk bentuk: additional defect, star formation,


dan spastik (mengkerut). Bila terdapat ulkus pada esofagus misalnya pada posisi jam
12 dan bila difoto dengan posisi jam 3 atau 9 akan terlihat penonjolan ke luar dinding
(additonal defect), sedang bila difoto pada posis jam 6 tampak lubang dengan garis-
garis di sekitarnya dan membentuk gambaran bintang (star formation), di mana garis-
garis tersebut sebenarnya adalah sikatriks. Selain itu dapat pula terlihat di sekitar
dinding ulkus terdapat dinding esofagus yang tidak mau berkontraksi (spastik).
Gambar : Ulkus Esofagus

 Divertikula Esofagus
Pada foto dengan kontras BaSO4 terlihat gambaran additional defect
berupa kantong-kantong pada dinding esofagus. Divertikula disebabkan oleh traction
atau tarikan keluar, yaitu bila ada radang/abses yang sudah sembuh dan kemudian
terjadi jaringan fibrotik. Jaringan fibrotik inilah yang akan menarik dinding esofagus.
Selain itu divertikula dapat disebabkan oleh pulsion atau dorongan dari dalam, yaitu
jika ada proses radang atau benda asing yang tidak diambil setelah beberapa bulan.

Gambar : Divertikula Esofagus

 Spasme Esofagus
Penyempitan esofagus bagian distal, biasanya terdapat pada dewasa muda.
Terjadinya spasme ini disebabkan oleh faktor psikis. Jadi, tidak ada kelainan anatomis.
Letak spasme biasanya pada 1/3 distal esofagus.
Gambar: Spasme Esofagus

 Sriktur Esofagus
Dapat terjadi pada semua umur. Terjadi kelainan anatomis dengan
gambaran pada foto berupa mouse tail appearance (ekor tikus). Untuk membedakan
striktur dengan spasme dapat diberikan muscle relaxan (buscopan i.v). jika melebar
berarti spasme sedangkan bila tetap kecil atau sempit berarti striktura. Selain itu pada
striktura, dinding tidak licin. Penyebab striktur esofagus dapat berupa peradangan,
trauma, atau proses keganasan.

Gambar : Striktur Esofagus

 Achalasia Esofagus
Striktura dengan kelainan anatomis kongenital. Kelainan terjadi pada
Pleksus Aeurbachi Mesentericus, bila letaknya lebih bawah disebut achlasia gastrik.
Terdapat gambaran mouse tail appearance karena tidak terjadi peristaltik dan dilatasi
regio diatas bagian yang aganglionik. Kelainan ini mirip dengan megakolon
kongenital.

Gambar : Achalasia
Esofagus

 Varises
Esofagus

Biasanya terjadi pada orang dewasa tua, keadaan sirosis hepatis, gizi
buruk, kurus, dan muntah darah. Predileksi letak tersering ialah pada 1/3 distal
esofagus. Terjadi susunan yang berbentuk batu bata disebut cobble stone appearance.
Terdapat filling defect berupa lusensi. Pada valsava test tampak gambaran di atas yang
menetap. Caranya lubang hidung ditutup kemudian berusaha mengeluarkan nafas
sehingga rongga Thoraks membesar, akibatnya vasa esofagus juga membesar sehingga
tampak gambaran cobble stone appearance.

Varises esofagus disebabkan oleh Hipertensi portal. Di sini tekanan


menjadi meningkat sehingga terjadi bendungan sirkulasi portal dan cabang-cabang
berikutnya membentuk lingkaran yang memberi gambaran bentuk cacing (worm like).
Varises esofagus merupakan komplikasi tersering dari sirosis hepatis.
Gambar : Varises Esofagus

 Massa (tumor) Esofagus


a) Tumor Jinak
Berupa polip (tunggal), poliposis (banyak), batas tepi jelas, dan tidak terjadi erosi
dasar.

b) Tumor Ganas (Carcinoma Esofagus)


Biasanya terdapat pada orang tua, laki-laki > wanita, pada esofagus 1/3 distal.
Tipe yang terbanyak berupa adenokarsinoma.

Gambaran Radiologis:

 Outline mukosa menjadi ireguler dan terjadi defek multipel pada


lumen.
 Bila tumornya pada satu sisi disebut fungioid, dua sisi disebut
annulair, bila pertumbuhannya menyerupai polip disebut polipoid.
 Bagian esofagus sebelah proksimal dari tumor akan melebar
sedangkan bagian yang ada tumornya menyempit. Daerah lesi bila
diberi buscopan tidak melebar.
 Bagian esofagus yang tersering ialah pada anastomose anterior
esofagus dan gaster (esofagogaastric junction).
 terjadi pada 1/3 distal esofagus karena terjadi perubahan epitel dari
squamos-kolumner yang menjadi tidak terkendali dan mengalami
perubahan ke arah keganasan. 3,4
Gambar : Tumor Esofagus

- Kontra Indikasi :
 Megaesofagus
 Regurgitasi
 Pasien dengan suspek perforasi

d) Komplikasi Esofagografi
Esofagografi biasanya merupakan pemeriksaan yang aman, namun seperti
pemeriksaan lainnya, kadang-kadang dapat ditemui komplikasi. Dokter sebaiknya dapat
mengenali gejalanya sehingga dapat segera diberikan terapi.

Komplikasi esofagografi di antaranya:

 Reaksi alergi atau anafilaksis dapat terjadi pada orang yang alergi terhadap Barium
yang diminum.
 Konstipasi.
 Aspirasi Barium pada trakea.
2. OMD (Oesophagus Maag Duodenum)
a) Definisi
Pemeriksaan secara radiografi dengan menggunakan media kontras (positif
dan negatif) untuk menampakkan kelainan pada lambung.

b) Indikasi
- Disfagia
- Suspek refluks gastroesophagus
- Post operasi esophagus
- Dispepsia
- Suspek neoplasma esophagus, gaster dan duodenum
- Hernia hiatal
- Stenosis pylorus
- Tukak lambung

c) Kontraindikasi
- Suspek perforasi tidak boleh menggunakan BaSO4 tetapi menggunakan water
soluble kontras (urografin, iopamiro )
- Obstruksi usus besar
d) Persiapan Pemeriksaan
- Persiapan Pasien
 Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan
(kooperatif). Dua hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk
mencegah pembentukan gas akibat fermentasi
 Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air, pasien puasa
8-9 jam sebelum pemeriksaan
 Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat - obatan yang
mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi,dll.
 Sebaiknya colon bebas dari fecal material dan udara bila perlu diberikan
zat laksatif.
 Tidak boleh merokok (nikotin merangsang sekresi saliva). 3,4
- Prosedur Pemeriksaan
a. Single Kontras
Pada pemeriksaan kontras tunggal (Single Contras), pasien diminta minum
suspensi barium sulfat kental. Dengan fluoroskopi, kontras tersebut diikuti
sewaktu melewati esophagus sampai tercapai persambungan esofagogastrik
kemudian dibuat potret isi penuh. Pada foto isi penuh ini terdapat dua
indentasi, yaitu oleh arkus aorta dan oleh cabang-cabang bronkus besar.
Esophagus isi penuh

Setelah menunggu kontras sudah hampir habis, dibuat potret lagi dan akan
memberikan gambaran selaput lendir esophagus yang normalnya sejajar. Jika terdapat
tumor pada lumen esophagus akan terdapat gambaran SOL (space occupying lesion).
Pinggir SOL yang rata menandakan benignitas sedangkan pinggir yang tidak rata
menandakan malignitas.

Selaput lendir sejajar bila normal

b. Double Kontras
Foto kontras ganda baik digunakan untuk memperlihatkan ulkus atau
tumor yang kecil. Pasien diminta minum suspensi yang lebih encer. Foto
harus dibuat dalam berbagai posisi agar sesedikit mungkin membuat
kesalahan diagnosis, yaitu dalam keadaan tegak (erect), terlentang
(supine) agak miring, telungkup (prone) agak miring.

Posisi tegak (erect)

Posisi telentang

Posisi telungkup
Sketsa foto lambung

3. Apendikogram
a) Definisi
Teknik radiografi untuk menunjukkan anatomi appendiks menggunakan
media kontras positif Barium Sulfat yang dapat membantu melihat terjadinya
sumbatan atau skibala. 5
b) Tujuan
• Melihat lumen dan mukosa appendik
• Penebalan dinding mukosa appendik
• Penyempitan lumen appendik
• Sumbatan usus oleh fekalit
• Kontras dengan mengisi lumen (filling), mengisi sebagian (partial filling),
tidak dapat mengisi (non-filling)
c) Indikasi
Appendicitis akut atau kronis
d) Kontraindikasi
• Hamil
• Pasien yang dicurigai adanya perforasi
e) Media Kontras
– Barium sulfat (±250 gram) + 120-200cc air atau bahan kontras dengan
perbandingan BaSO4 dengan perbandingan 1:4 sampai 1:8
f) Persiapan
– 48 jam sebelum pemeriksaan => makan makanan lunak tidak berserat (bubur
kecap)
– Sehari sebelum pemeriksaan, diberi BaSO4 yang dilarutkan dalam air masak,
diminum pada jam 20.00 WIB setelah itu puasa. Sebelum minum obat, pasien
BAB dulu
– Setelah minum obat, pasien puasa sampai pemeriksaan dilakukan. Selama ini
pasien tidak boleh BAB
– Pagi hari berikutnya, pasien datang ke bagian radiologi jam 08.00 WIB untuk
dilakukan pemeriksaan.
– Dihindari banyak bicara dan merokok
g) Posisi pemeriksaan
a. PA/AP
Struktur yang tampak

– Colon bagian transversum harus diutamakan terisi barium pada posisi PA dan
terisi udara pada posisi AP dengan teknik double contras
– Seluruh luas usus harus nampak termasuk flexura coli sinistra

b. RPO
Struktur yang tampak :

– Flexura colica sinistra dan Descending portion harus terlihat terbuka tanpa
superimposition yang significant
c. LPO

Temuan appendicogram pada appendicitis :

 Non filling appendiks


 Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan
gambaran edema mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut
 Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan. 3,4

Normal apendiks
4. Colon in Loop
Definisi

Teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras.

Tujuan Pemeriksaan

Untuk mendapatkan gambaran anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan
diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon. 1,5

Indikasi
1. Colitis, adalah penyakit-penyakit inflamasi pada colon, termasuk didalamnya
colitis ulseratif dan colitis crohn.
2. Carsinoma atau keganasan.
3. Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding colon, terdiri atas
lapisan mukosa dan muskularis mukosa.
4. Mega colon adalah suatu kelainan kongenital yang terjadi karena tidak adanya
sel ganglion dipleksus mienterik dan sub mukosa pada segmen colon distal.
5. Obstruksi atau Ileus adalah penyumbatan pada daerah usus besar.
6. Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke bagian usus itu sendiri.
7. Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.
8. Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus ke
bagian usus yang lain.
9. Atresia adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya ada.
10. Intussusepsi adalah gangguan mekanis pada bayi yang sering disebabkan oleh
cacat kelahiran dimana adanya pembesaran saluran usus didaerah distal.
Kontra Indikasi
1. Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara mendadak dan dengan
tekanan tinggi, juga terjadi karena pengembangan yang berlebihan.
2. Obstruksi akut atau penyumbatan.
Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in Loop adalah
untuk membersihkan colon dari feases, karena bayangan dari feases dapat
mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal sehingga dapat
memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect.
Menurut Rasad (1999), prinsip dasar pemeriksaan Colon in Loop memerlukan
beberapa persiapan pasien, yaitu :
1. Mengubah pola makanan pasien
Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah serat dan rendah
lemak untuk menghindari terbentuknya bongkahan-bongkahan tinja yang keras
(48 jam sebelum pemeriksaan)
2. Minum sebanyak-banyaknya
Absorbi air terbanyak terjadi pada kolon, dengan pemberian air minum yang
banyak dapat menjaga tinja selalu dalam keadaan lembek
3. Pemberian obat pencahar
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian obat
pencahar hanya sebagai pelengkap saja. Pencahar mutlak diberikan pada pasien
dengan keadaan : rawat baring yang lama, sambelit kronis, orang tua (18 jam
sebelum pemeriksaan dan 4 jam sebelum pemeriksaan)
4. Seterusnya puasa sampai pemeriksaan agar kolon kosong sehingga gambaran
anatomi dari kolon terlihat dengan jelas
5. 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25–1mg/oral
untuk mengurangi pembentukan lendir
6. 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi injeksi obat yang menurunkan
peristaltic usus sehingga saat memasukan barium tidak dikeluarkan kembali. 3,4

Persiapan bahan

1. Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan konsentrasi
antara 12-25% W/V untuk kontras tunggal dan 70 – 80 % W/V (Weight
/Volume) untuk kontras ganda. Banyaknya larutan (ml) tergantung pada
panjang pendeknya colon, kurang lebih 600 – 800 ml
2. Air hangat untuk membuat larutan barium
3. Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat kanula dimasukkan
kedalam anus.
Proyeksi Radiograf
Pemeriksaan Colon in Loop untuk proyeksi awal cukup dilakukan degan posisi
full filling AP-PA, seteah itu bila ditemukan kelainan atau kejanggalan baru
dilakukan positioning sesuai dengan letak kelainan yang ditemukan.
1. Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA)
Posisi pasien : Pasien diposisikan supine/prone di atas meja pemeriksaan
dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat pada
garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di
samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah.

Posisi objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas processus


xypoideus dan batas bawah adalah symphisis pubis.
2. Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO)
Posisi pasien : Posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan kemudian
dirotasikan ke kanan kurang lebih 35˚-45˚ terhadap meja
pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan
tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi
meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di
tekuk untuk fiksasi.

Posisi objek : MSP pada petengahan meja

3. Proyeksi LAO
Posisi pasien : Pasien ditidurkan telungkup di atas meja pemeriksaan
kemudian dirotasikan kurang lebih 35˚ - 45˚ terhadap meja
pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan tangan di
depan tubuh berpegangan pada meja pemeriksaan, kaki
kanan ditekuk sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus

Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.

4. Proyeksi LPO
Posisi pasien : Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih
35 - 45 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri digunakan
untuk bantalan dan tangan kanan di depan tubuh
berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri lurus
sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.

Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.

5. Proyeksi RPO.
Posisi pasien : Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan kemudian
dirotasikan ke kanan kurang lebih 35-45 terhadap meja
pemeriksaan.Tangan kanan lurus di samping tubuh dan
tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi
meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit
ditekuk untuk fiksasi.

Posisi objek : MSP pada petengahan meja, lutut fleksi.

6. Proyeksi Lateral.
Posisi pasien : Pasien diposisikan lateral atau tidur miring

Posisi Objek : Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada pertengahan grid,
genu sedikit fleksi untuk fiksasi.

7. Proyeksi Left Lateral Dicubitus (LLD)


Posisi pasien : Pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke kiri
dengan bagian abdomen belakang menempel dan sejajar
dengan kaset.

Posisi objek : MSP tubuh berada tepat pada garis tengah grid.

8. Proyeksi Antero Posterior Aksial.


Posisi pasien : Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan

Posisi objek : MSP tepat pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan
lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Atur
pertengahan kaset dengan menentukan batas atas pada puncak
illium dan batas bawah symphisis pubis.

9. Proyeksi Postero Anterior Aksial.


Posisi pasien : Pasien tidur telungkup di atas meja pemeriksaan

Posisi objek : MSP tubuh berada tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan. Kedua tangan lurus disamping tubuh dan kaki
lurus kebawah. MSP objek sejajar dengan garis tengah grid,
pertengahan kaset pada puncak illium. 3,4

5. Lopografi

Definisi

Teknik pemeriksaan secara radiologis pada daerah colon dari colostomy


dengan memasukkan kateter Foley beberapa centimeter pada daerah stoma

Tujuan Pemeriksaan

Untuk melihat anatomi dan fisiologi colon sehingga dapat membantu


menentukan tindakan medis selanjutnya. 5

Persiapan Pasien

Pemeriksaan Lopografi tidak memerlukan persiapan khusus. Hanya saja pada


saat pemeriksaan diharuskan untuk membebaskan daerah yang diperiksa dari benda-
benda yang dapat menimbulkan artefak.

Media kontras

Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium sulfat dengan
konsentrasi antara 70 – 80 W/V % Weight /Volume. Banyaknya larutan (ml) tergantung
pada panjang pendeknya colon distal.

Teknik Pemeriksaan
Proyeksi Radiograf yang digunakan pada pemeriksaan lopografi adalah sebagai
berikut:

1). Proyeksi Antero posterior


Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan

Posisi objek :

 MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada pada pertengahan meja


pemeriksaan.
 Kedua tangan lurus disamping tubuh atau dilipat ke arah dada.
Batas atas : Processus Xypoideus

Batas bawah : Sympisis pubis

Central Ray : Vertikal terhadap kaset

Central point: Pertengahan kedua crista iliaka

FFD : 100 cm

Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan nafas.

Kriteria :menunjukkan seluruh kolon terlihat, termasuk fleksura dan kolon


sigmoid.

Posisi Pasien Pada Proyeksi Antero Posterior

2). Proyeksi Postero Anterior


Posisi pasien : Prone diatas meja pemeriksaan

Posisi objek :

 MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan.


 Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke
bawah.
Batas atas : Processus Xypoideus

Batas bawah : Sympisis pubis

Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

Central point : Pertengahan kedua crista iliaka

FFD : 100 cm

Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan nafas.

Kriteria :seluruh kolon terlihat termasuk fleksura dan rektum.

Posisi Pasien Pada Proyeksi Postero Anterior

3). Proyeksi LPO


Posisi pasien : Supine di atas meja pemeriksaan lalu pasien diposisikan 35 0-
450 tehadap meja pemeriksaan.
Posisi objek :

 MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan.


Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke
bawah.
 Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan tangan kanan di
depan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan.
 Kaki kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.
Batas atas : Processus Xypoideus

Batas bawah : Sympisis pubis

Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

Central point: Titik bidik 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik tengah
kedua crista illiaca

Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan nafas.

Posisi Pasien Pada Proyeksi Left Posterior Obliq

4). Proyeksi RPO

Posisi pasien : Supine di atas meja pemeriksaan kemudian pasien diposisikan


350-450 tehadap meja pemeriksaan

Posisi objek :
 MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan.
Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke
bawah.
 Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja.
 Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk
fiksasi.
Batas atas : Processus Xypoideus

Batas bawah : Sympisis pubis

Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

Central point: 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah antara kedua
krista iliaka

Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.

Kriteria : menunjukkan tampak gambaran fleksura lienalis dan kolon


asenden.

Posisi Pasien Pada Proyeksi Right Posterior Obliq

5). Proyeksi RAO


Posisi pasien : Prone di atas meja pemeriksaan lalu pasien diposisikan 35 0-
450 tehadap meja pemeriksaan

Posisi objek :

 MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan.


Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke
bawah.
 Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja.
 Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk
fiksasi.

Batas atas : Processus Xypoideus

Batas bawah : Sympisis pubis

Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

Central point: Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik tengah
kedua krista illiaka

Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.

Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan terlihat sedikit


superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi PA dan tampak juga daerah
sigmoid dan kolon asenden.
Posisi Pasien Pada
Proyeksi Right Anterior Obliq

6). Proyeksi LAO

Posisi pasien : Prone di atas meja pemeriksaan

kemudian pasien diposisikan 350-450 tehadap meja

pemeriksaan

Posisi objek :

 MSP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan.


Kedua tangan lurus di samping atas tubuh dan kaki lurus ke
bawah.
 Tangan kiri lurus di samping tubuh dan tangan tangan
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja.
 Kaki kiri lurus ke bawah dan kanan sedikit ditekuk untuk
fiksasi.
Batas atas: Processus Xypoideus

Batas bawah : Sympisis pubis

Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

Central point: Titik bidik pada 1-2 inchi ke arah lateral kanan dari titik
tengah kedua krista illiaka

Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas.


Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak sedikit
superposisi bila dibanding pada proyeksi PA, dan daerah kolon
desenden tampak.

Posisi Pasien Pada Proyeksi Leftt Anterior Obliq

7). Proyeksi Lateral

Posisi pasien : Lateral di atas meja pemeriksaan

Posisi objek :

 MCP tubuh berada tepat di garis tengah meja pemeriksan.


 Genu sedikit di flexikan untuk fiksasi,
Batas atas : Processus Xypoideus

Batas bawah : Sympisis pubis

Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset

Central point:: Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior superior
(SIAS).

Ekposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas

Kriteria : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rectosigmoid pada


pertengahan radiograf.
Posisi Pasien Pada Proyeksi Lateral

8). Proyeksi AP Axial (Butterfly Positions)

Posisi pasien : Supine diatas meja pemeriksaan

Posisi objek :

 MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada pada pertengahan meja


pemeriksaan.
 Kaki diluruskan, tangan diletakan di dada pasien.
Batas atas : Processus Xypoideus

Batas bawah : Sympisis pubis

Central Ray : 300 – 400 chepalad

Central point: Titik 2 inchi inferior pertengahan kedua crista iliaka pada MSP

FFD : 100 cm

Eksposi pada saat ekspirasi kemudian tahan nafas.

Kriteria :memperlihatkan daerah rectosigmoid lebih jelas, dengan


superposisi yang berkurang dibandingkan proyeksi AP. 3,4
Posisi Pasien Pada Proyeksi AP Axial

B. PEMERIKSAAN KONTRAS UNTUK TRAKTUS URINARIUS

1. Intravenous Pyelography (IVP)


Definisi

Suatu tipe X-ray yang memvisualisasikan ginjal dan ureter setelah injeksi bahan kontras
intravena. Setelah injeksi, kontras bergerak melalui ginjal, ureter dan vesica urinaria. Foto
di ambil dalam beberapa interval waktu untuk melihat pergerakan ini. IVP dapat
memperlihatkan ukuran, bentuk dan struktur ginjal, ureter dan VU. 3,6

Tujuan Pemeriksaan
Mengevaluasi fungsi ginjal, deteksi penyakit ginjal, batu ureter dan VU,
pembesaran prostat, trauma dan tumor.
Indikasi
Indikasi dari dilakukanya pemeriksaan radiologi dengan IVP adalah :
1. Flank pain
2. Hematuria
3. Frequency
4. Dysuria
5. Suspected renal calculus
6. Renal tumor

Kontraindikasi

Kontraindikasi IVP adalah adanya alergi terhadap kontras yang akan diberikan, penyakit
jantung dan kegagalan fungsi jantung, asma, diabetes, kegagalan fungsi hepar dan ginjal,
metformin harus dihentikan 48 jam sebelum dan setelah prosedur, tirotoksikosis, dan
kehamilan. 6

Kontras yang digunakan


a. Conray (Meglumine ionathalamat 60% atau hypaque sodium/sodium
diatrizoate 50%)
b. Urografin 60 atau 76mg% (methyl glucamine diatrizoate)
c. Urografin 60-70 mg%
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan
a. Feces atau udara di colon
b. Aliran darah yang sedikit ke ginjal
c. Barium di saluran cerna dari prosedur sebelumnya.
Persiapan
a. Pemeriksaan ureum kreatinin (kreatinin maksimal 2)
b. Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksantia untuk membersihkan
kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal
c. Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemeriksaan
untuk mendapatkan keadaan dehidrasi ringan
d. Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok (untuk
menghindari gangguan udara usus saat pemeriksaan)
e. Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement
Prosedur Pemeriksaan

a. Bila pasien sudah menjalani puasa sebagai langkah persiapannya, pasien


harus menjalani pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam tubuhnya.
Setelah itu dibuat foto pendahuluan dengan menggunakan kaset & film
ukuran 30 x 40 cm mencakup seluruh abdomen dengan posisi AP. Foto
pendahuluan ini berguna untuk mengecek persiapan pasien, mengevaluasi
keseluruhan abdomen, mengetahui keadaan ginjal pasien, dan menentukan
faktor eksposi selanjutnya.
b. Media kontras disuntikkan secara intra vena, biasanya pada vena cubiti
dengan pasien dalam posisi supine.
c. Volume media kontras sebagai berikut:
1) Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana
jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yaitu 1-2 cc/kg berat
badan.
2) Untuk anak-anak kira-kira 2 ml/kg berat badan.
3) Bila ada dugaan kegagalan ginjal dosis 4 ml/ kg berat badan.

Pengambilan Gambar Radiografi

a. Foto menit ke-5 setelah disuntikkan media kontras

Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan area jangkauan pada pertengahan Processus
Xypoideus dan Umbilicus. Foto ini untuk melihat perjalanan kontras mengisi sistem
Calyces pada ginjal. Memakai kaset dan film ukuran 24 x 30 cm dengan posisi AP sama
seperti foto abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus terhadap kaset. Kompresi ureter
dilakukan dengan tujuan untuk menahan kontras media tetap berada pada sistem Pelvis
Calyces dan bagian Ureter proximal. Kompresi ureter diketatkan setelah dilakukan
pengambilan foto menit ke-5

b. Foto menit ke-10 atau ke-15 bila pada foto menit ke-5 kurang
baik

Bila pengambilan gambar pada Pelvis Calyces di menit ke-5 kurang baik, foto diambil
kembali pada menit ke-10 dengan zonografi untuk memperjelas bayangan. Menggunakan
kaset dan film ukuran 24 x 30 cm mencakup gambaran Pelviocalyseal, Ureter, dan
Bladder mulai terisi media kontras dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen, CP
berada di antara Processus Xypoideus dengan Umbilicus dan CRnya vertikal tegak lurus
kaset.
c. Foto menit ke-30
Setelah menit ke-30 kompresi dibuka dan diambil gambar dengan menggunakan
kaset dan film ukuran 30 x 40 cm. Di beberapa rumah sakit setelah menit ke-30
diharuskan meminum air yang banyak. Foto ini digunakan untuk mengevaluasi
kemampuan ginjal mengsekresikan media kontras. Dengan posisi AP sama seperti
foto Abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus kaset.
d. Foto menit ke-60
Setelah masuk menit ke-60 dibuat foto BNO lagi dengan kaset dan film ukuran 30
x 40 cm. Setelah hasil rontgen dikonsultasikan pada radiolog dan dinyatakan
normal maka pasien diharuskan mixi kemudian difoto kembali. Jika radiolog
menyatakan ada gangguan biasanya dilakukan foto 2 jam. Dengan posisi AP sama
seperti foto Abdomen dan CRnya vertikal.
e. Foto Post Void
Melakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat
kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat
menunjukkan adalanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada
kasus post haematuri. Dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan CRnya
vertikal tegak lurus kaset.

Meni Uraian
t

0 Foto polos perut

5 Melihat fungsi ekskresi ginjal. Pada ginjal normal system pelvikaliseal sudah
tampak

Kontras sudah mengisi ureter dan buli-buli


15
Foto dalam keadaan berdiri, dimaksudkan untuk menilai kemungkinan terdapat
30
perubahan posisi ginjal ( ren mobilis)

Melihat keseluruhan anatomi saluran kemih antara lain : filling defect,


60 hidronefrosis, double system, atau kelinan lain. Pada buli-buli diperhatikan
adanya indentasi prostat, trabekulasi, penebalan otot detrusor, dan sakulasi buli-
buli.

Menilai sisa kontras (residu urin) dan divertikel pada buli-buli.

PM

Gambar
a. Foto BNO

b. Foto menit ke 5
Pada menit ke-5, organ yang dinilai meliputi nefrogram dan sistem pyelocalices
(SPC). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras.
Warnanya semiopaque.
Yang diamati pada menit ke-5 ini yaitu :

 Letak/posisi ren.
Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren kiri. Letak keduanya yaitu setinggi
V.T12 – V.L3

 Ukuran ren
 Sistem pyelocalices (SPC)
Normalnya berbentuk seperti mangkuk (cupping). Namun apabila terjadi
hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung pada derajat hidronefrosisnya.

 Ada 4 grade hidronefrosis,


1) Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul.
2) Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias mendatar.
3) Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias menonjol.
4) Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias menggembung. 7
 Gambaran batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu, khasnya yaitu ada
filling defek.
 Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit yang
ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.
Pada menit ke-15 sampai 30, yang nampak yaitu SPC, kedua ureter, dan vesika
urinaria. Tapi difokuskan pada pencitraan ureter dan vesika urinaria. Pada ureter, yang
diamati yaitu ;

1) Jumlah ureter.
2) Posisi ureter
3) Kaliber ureter.
Diameternya, ukurannya normal atau tidak, atau mengalami pembesaran.

4) Dinding ureter.
Apakah dindingnya licin atau tidak, reguler atau irreguler.

5) Ada tidaknya sumbatan/obstruksi


6) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque.
Kemudian nyatakan bentuk, jumlah, ukuran, dan letak batu.

c. foto 15 menit

Contoh penyakit pada menit ke 15-30 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis,


ureteritis, cystitis, pembesaran prostat, massa vesikolithiasis, dll.

d. Foto 30 menit
2. Cystography
Definisi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras, dimana dapat
dilakukan beberapa cara antara lain: (1) melalui foto IVP, (2) memasukkan
kontras melalui kateter uretra langsung ke buli-buli, dan (3) memasukkan kontras
melalui kateter sistostomi atau melalui pungsi suprapubik.

Dari sistogram dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah didalam
buli-buli yang ditunjukkan oleh adanya filling defect, adanya robekan buli-buli
yang terlihat sebagai ekstravasasi kontras keluar dari buli-buli yang lain.
Pemeriksaan ini dapat untuk menilai adanya inkontinensia stress pada wanita dan
untuk menilai adanya refluks vesiko-ureter. 9

Tujuan pemeriksaan
Menampilkan struktur kandung kemih, struktur infravesika dan organ
sekitarnya.

Persiapan
Rektum dikosongkan kecuali pada keadaan akut

Indikasi
a. Tumor vesika urinaria
b. Ruptur vesika urinaria
c. Divertikel
d. Neurogenic bladder
e. Hipertrofi prostat
f. Sistitis kronik
g. Tumor-tumor vesika urinaria
Kontraindikasi
Infeksi akut saluran kemih

Teknik

a. Kateterisasi (dengan balon (fooley)/tanpa balon, ukuran tergantung


keadaan, biasanya 16 atau 18F), transuretra dan cara pungsi supra
pubik
b. Kandung kemih dikosongkan
c. Menggunakan kontras dengan kepekaan 15%-20% dalam larutan Nacl
fisiologis sebanyak 150-250cc
d. Foto dibuat pada posisi AP oblik
Macam-macam pemeriksaan cystography
a. Antegrade cystography
1. Pada pemeriksaan IVP menit ke-30 sesudah kontras masuk
2. Dipasang kateter pada sistotom
b. Retrograde cystogrphy
Kontras dimasukan ke vesica urinaria melalui urethra dengan kateter. 6,9

3. Uretrografi

Definisi

Pemeriksaan radiologi untuk uretra dengan menggunakan media kontras


positif yang diinjeksikan ke uretra proksimal secara retrograde

Tujuan

Untuk melihat anatomi, fungsi dan kelainan pada uretra.

Indikasi

 Striktur

 Retensi urine

 Kelainan kongenital

 Fistule
 Tumor

 Batu uretra

Kontra indikasi

 Infeksi akut

 Radang uretritis akut

 Radang prostat

 Penderita terdapat riwayat alergi kontras

Persiapan Pasien

• Informed consent

• Tidak perlu perubahan diet dan aktivitas

• Mengganti pakaian dgn pakaian khusus

Media kontras

Media kontras yang digunakan adalah media kontras positif iodine water
souluble. Media kontras dicampur larutan fisiologis dengan perbandingan 1 : 1.

Teknik Pemeriksaan Uretrografi

1. Foto Pendahuluan (Polos)

Dilakukan sebelum media kontras dimasukkan dengan tujuan untuk mengetahui


persiapan pasien, mengetahui struktur keseluruhan organ sebelum dimasukkan media
kontras, mengetahui ketepatan posisi dan menentukan faktor eksposi selanjutnya.
Posisi Pasien : Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP
diatur tepat diatas pada garis tengah meja pemeriksaan, dua kaki lurus dan kedua tangan
disamping tubuh. Posisi Objek batas atas kaset krista iliaka dan batas bawah kaset
sympisis pubis.

Kaset : ukuran kaset 24×30 cm Arah sinar tegak lurus dengan kaset. Titik bidik 5
cm diatas symphisis pubis. Jarak fokus dengan film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat
ekspirasi dan tahan nafas.

Kriteria : Terlihat seluruh bagian dari kandung kemih, uretra dan gambaran dari
tulang pelvis.

Setelah dilakukan foto pendahuluan (polos) , langkah selanjutnya yang dilakukan


adalah pemasukan media kontras yaitu dengan cara media kontras dimasukkan kandung
kemih dengan menggunakan kateter yang telah terpasang melalui uretra kemudian media
kontras dimasukkan perlahan dengan spuit. Pengambilan radiograf dilakukan pada saat
bersamaan media kontras dimasukkan ke uretra. Proyeksi yang digunakan adalah AP
(antero posterior), oblik kanan dan kiri.

2. Proyeksi AP
Tujuan dari proyeksi AP adalah untuk melihat kandung kemih dan seluruh bagian
uretra dari pandangan anterior.

Posisi pasien : supine diatas meja pemeriksaan, MSP diatur tetap diatas garis
tengah pemeriksaan. Posisi objek batas atas kaset krista iliaka, batas bawah kaset
sympisis pubis.

Kaset : ukuran 24 x 30 cm, dengan arah sinar tegak lurus kaset atau film, titik
pusat sinar 5 cm di atas symphisis pubis. Jarak fokus dengan film 100 cm. Eksposi
dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.

Kriteria : Tampak tulang pelvis, ilium, ischium, sacrum dan symphisis pubis.
Tampak rongga pelvis, tampak kandung kemih dan uretra yang terisi media kontras
dengan kandung kemih tidak superposisi dengan symphisis pubis.

3. Proyeksi Oblik kanan dan kiri

Tujuan dari proyeksi oblik kanan atau kiri adalah untuk menilai bagian uretra dan
kandung kemih tidak superposisi dengan simpisis pubis.

Posisi Pasien : tidur terlentang (supine) di atas meja pemeriksaan daerah panggul
diatur miring kira-kira 35–40 derajat, kekanan/kekiri sesuai dengan posisi oblik yang
dimaksud. Salah satu tangan berada di samping tubuh, lengan lainnya di tempatkan
menyilang sambil berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Batas atas kaset pada krista
iliaka, batas bawah kaset 2 cm di bawah simpisis pubis

Kaset : ukuran 24 x 30 cm dengan arah sinar vertikal tegak lurus kaset. Titik
bidik 2 cm arah lateral kanan-kiri dari pertengahan garis yang menghubungkan kedua
SIAS dengan MSP menuju tengah kaset atau sejajar dengan border symphisis pubis. Jarak
fokus ke film 100 cm. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.

4. Uretrocystography
Definisi
Pemeriksaan radiologi untuk melihat fungsi dari uretra dan vesica urinaria
yang mengalami gangguan berupa penyempitan dan sumbatan sehingga
menimbulkan gangguan pada uretra dan vesica urinaria. 1,7,9

Tujuan
Untuk melihat kelainan pada uretra pars cavernosa, pars membranacea, dan pars
prostatica serta VU dengan cara memasukkan kontras melalui kateter atau dapat juga
melalui pungsi (menusuk) suprapubik.

Indikasi

1. Striktur
Striktur Uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada
dindingnya. penyempitan lumen ini disebabkan karena dinding uretra
mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus
spongiosum.
2. Retensi urine
3. Kelainan kongenital
4. Fistule
Saluran abnormal yang terbentuk antara dua buah organ yang seharusnya tidak
berhubumg.

5. Tumor

Kontraindikasi

1. Infeksi akut
2. Recent instrumentation

Persiapan Media Kontras

Media kontras yang digunakan pada pemeriksaan bipolar uretrocystografi adalah


urografin 76%. Alasan digunakan urografin bukan media kontras jenis non ionik seperti
iopamiro,omnipague dan sebagainya adalah kontras di masukkan kedalam vesica urinaria
dan uretra tidak melalui aliran pembuluh darah sehingga penggunaan media kontras non
ionik pun tidak menimbulkan resiko.

Banyaknya media kontras yang digunakan yaitu 350-500cc untuk kontras yang
dimasukkan pada vesica urinaria dan 12cc untuk kontras yang dimasukkan pada uretra.
Media kontras yang disiapkan untuk kontras yang dimasukkan ke dalam vesica urinaria
melalui kateter cystostomi yaitu urografin dengan perbandingan 1:4 volume 200 cc
dengan pertimbangan jumlah tersebut sudah mampu mengisi VU secara penuh dan 20cc
dengan perbandingan 1:1 untuk kontras yang dimasukkan melalui uretra dengan
petimbangan pada volume 20 cc kontras yang dimasukkan melalui uretra jika tidak
terdapat sumbatan akan masuk pula kedalam vesica urinaria.

Terdapat perbedaan perbandingan konsentrasi antara kontras yang dimasukkan


kedalam vesica urinaria dan uretra. Alasan terdapatnya perbedaan itu adalah untuk
kontras yang masuk vesica urinaria digunakan lebih encer dengan alasan kandung kemih
berupa kantung sehingga media kontras akan tertampung dan dengan pengenceran
tersebut sudah dapat memberikan gambaran yang jelas dan menghemat penggunaan
media kontras. Sedangkan pada saat dimasukkan lewat uretra, kontras yang dimasukkan
lebih pekat, yaitu perbandingan 1:1, alasannya yaitu melihat anatomi dari uretra, jika
media kontras yang digunakan pekat diharapkan kontras akan menempel pada mukosa
dibandingkan jika media kontras yang diberikan encer, maka kontras tidak bisa
menempel pada mukosa dan akan kembali lagi, maka gambaran tidak jelas.

Pemasukan Media Kontras

Uretrocystografi bipolar menggunakan 2 arah pemasukan media kontras yaitu


cystografi secara antegrade melalui kateter cystotomi dan uretrografi secara retograde
yaitu melalui uretra. Kontras yang dimasukkan ke dalam vesica urinaria melalui kateter
cystostomy yaitu 200 cc, sedangkan untuk pemasukan kontras kedalam uretra yaitu
kontras yang ada pada spuit sebanyak 20 cc didorong secara perlahan melalui meatus
uretra eksterna, tetapi kontras hanya mengisi uretra sebanyak 8 cc. pada pemeriksaan
bipola uretrocystografi, saat pemasukan kontras kedalam vesica urinaria pasien disuruh
mengejan jika vesica urinaria terasa penuh. Untuk pemasukan media kontras kedalam
uretra pasien juga disuruh mengejan kemudian pasien difoto dan media kontras tetap
didorong sampai terasa berat untuk mengetahui daerah sumbatan.

Gambar
Tampak penyempitan pada urethra pars cavernosa
Kesan : stricture urethra

5. Retrograd Pielography (RPG)


Definisi

Pencitraan system urinaria bagian atas (dari ginjal hingga ureter) dengan cara
memasukkan bahan kontras radio-opak langsung melalui kateter ureter yang dimasukan
transuretra.

Pemeriksaan ini di kerjakan bila pada IVP gambaran ginjal tidak nampak
(avisualized/non fungsi). 7,9

Tujuan

Melihat SPC dan ureter, dapat pula untuk melihat “fistula”.

Indikasi

- Jika ada kontra indikasi pembuatan foto PIV atau


- PIV belum bias menjelaskan keadaan ginjal maupun ureter, antara lain
pada ginjal non visualized.
Cara pemeriksaan

Pada RPG dipasang “ureter katether” oleh “urolog”, kemudian dimasukan


“kontras” oleh “radiolog”

Komplikasi

1. Injuri Uretra
Penggunaan cystoscopy dengan ukuran besar dan tidak digunakan lubricant
(jelly) memungkinkan injuri terjadi.
2. Bladder Injuri
Apabila tekanan keras dengan paksaan dilakukan, maka perforasi bladder
mungkin terjadi. Hal ini jarang terjadi.
3. Paraphimosis
Mungkin terjadi pada pasien yang tidak dicircumsisi.
4. Stricture Urethra
Tidak digunakannya lubricant yang cukup dapat menyebabkan lukan dan
stricture kemudian.

5. Meatal Stricture
Ada stricture urethra.
6. Cystitis
Jika tidak dilakukan aseptic maka terjadi peradangan

6. Antegrad Pyelografi (APG)


Definisi
Pencitraan system urinaria bagian atas dengan cara memasukkan kontras
melalui system saluran (kaliks) ginjal. Bahan kontras dimasukkan melalui kateter
nefrostomi yang sebelumnya sudah tepasang, atau dapat pula dimasukkan melalui
pungsi pada kaliks ginjal. 7,8,9

Tujuan

- Memperlihatkan anatomi dan lesi-lesi traktus urinarius bagian proximal


- Dilakukan setelah IVP gagal menghasilkan suatu diagnosa yang kurang
akurat/metode retrograd pyelografi tidak memungkinkan
- Untuk menunjukkan gambar pelvis renalis dan ureter
- Menunjukkan obstruksi ureter akibat batu
Indikasi pemeriksaan

- Nephrolitiasis
- Urethrolitiasis
- Pyelonephritis
- Hydronephritis

Cara Pemeriksaan

Dipasang “katether” dalam ren oleh “Urolog”, kemudian dimasukan kontras


melalui katether oleh “Radiolog”.

Gambaran yang dilihat : SPC, Ureter dan Vesica urinaria

Terdapat 3 seri pemotretan dengan proyeksi AP dan oblique dengan menggunakan kaset
dan film 30 x 40 cm.

- Foto 1 fokus pada renogram dan sistem Pelviocalyceal.


- Foto 2 fokus pada ureter bagian proximal dan sistem Pelviocalyceal.
- Foto 3 fokus pada ureter distal dan Vesica Urinaria.
- Foto terakhir dibuat untuk melihat sekresi ginjal.
Proyek di Pemeriksaan Antegrade Pyelografi (APG) 8,9,10

1. Proyeksi AP

- Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan.


- MSP sejajar dengan pertengahan bucky.
- Kedua tangan pasien diletakkan di samping tubuh.
- CRnya tegak lurus terhadap kaset.
- CP berada pada MSP setinggi Crista Illiaca.
- FFD=100 cm.
2. Proyeksi AP Oblique
- Pasien diposisikan semisupine di atas meja pemeriksaan.
- Atur tubuh pasien sehingga membentuk sudut 45°terhadap meja
pemeriksaan.
- Tekuk lutut yang jauh dari meja pemeriksaan, luruskan kaki yang dekat
dengan meja pemeriksaan, tangan yang dekat dengan meja pemeriksaan
digunakan sebagai ganjalan kepala, tangan yang jauh dari meja
pemeriksaan diletakkan di depan tubuh.
- CRnya tegak lurus terhadap kaset.
- CP berada pada 2 inci (5 cm) medial dari SIAS dan 1½ inci (3,8 cm) di
atas Crista Illiaca.
- FFD=100 cm.

Hasil Gambaran Radiografi

Terlihat gambaran ginjal yang tidak terpotong dan gambaran dimulai dari
nefron sampai blass tetapi tidak ada rentang waktu seperti pemeriksaan BNP-
IVP. 6,8,9

BAB III

KESIMPULAN

Jenis pemeriksaan dengan sinar roentgen (sinar X) terdiri dari dua macam yaitu
pemeriksaan sinar tembus (fluoroskopi;doorlitchting) dan pemeriksaan foto roentgen (radiografi).
Pada pemeriksaan roentgen dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan rontgen dasar yang
meliputi pemeriksaan rontgen tanpa kontras dan dengan bahan kontras serta pemeriksaan rontgen
khusus. Media kontras yang di pergunakan untuk keperluan radiografi adalah suatu bahan yang
sangat radioopaq atau radiolusen apabila berinteraksi dengan sinar X, sehingga dapat
membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya.

Berbagai teknik pencitraan organ tubuh dapat dilakukan dengan menggunakan kontras
dengan memperhatikan indikasinya sehingga pemeriksaan radiologi yang bertindak sebagai
pemeriksaan penunjang ini dapat membantu menegakan diagnosis suatu kelainan.

BAB IV
KAJIAN ISLAM

Hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian
merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik
dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang
menyenangkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan
dan kebaikansebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah
kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiyaa’: 35).

Sahabat Ibnu ‘Abbas yang diberi keluasan ilmu dalam tafsir al-Qur’an-
menafsirkan ayat ini: “Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan
kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan
dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir Ibnu Jarir). Dari ayat ini, kita tahu
bahwa berbagai macam penyakit juga merupakan bagian dari cobaan Allah yang
diberikan kepada hamba-Nya. Namun di balik cobaan ini, terdapat berbagai
rahasia/hikmah yang tidak dapat di nalar oleh akal manusia.

Sakit menjadi kebaikan bagi seorang muslim jika dia bersabar.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya


merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia
mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya,
dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya.
(HR. Muslim)

Sakit akan menghapuskan dosa. Ketahuilah wahai saudaraku, penyakit


merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang pernah engkau lakukan
dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh anggota tubuhmu.
Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang pernah dilakukan.
Sebagaimana firman Allah ta’ala:

“Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuura: 30).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan,
penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang
menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim)11

DAFTAR PUSTAKA

1. Bontrager., 2001. Tex Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy Edisi ke-5. St.
Louis, Amerika:Mosby Inc.

2. Rassad, S., 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta : FK UI.

3. Sutton , D., 1980. A textbook of radiology and imaging Third edition. Churchill livingstone,
Edinburg, London, Melbourne and New York.

4. Gammil SL., 1977. A programmed introduction to upper gastrointestinal radiology. Boston:


Little Brown and Coy.

5. Kartoleksono, S., 1979. Pemeriksaan lambung kontras ganda (double contrast examination)
disesuaikan dengan keadaan kita.

6. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. 2016.

7. Mohammad Taghi Niknejad. Rim Sign (Chronic Hydronephrosis).


https://radiopaedia.org/cases/rim-sign-chronic-hydronephrosis.

8. John R. Leyendecker. MR Urography: Technique and Clinical Applications. 2008

9. Weissleder et al. Primer of Diagnostic Imaging Fourth Edition. Mosby Elsevier.

10. Wolfgang. Radiology Review Manual. USA: Library of Congress Cataloging in Publication
Data. 1993.

11. Anonymous. Rahasia Sakit. http://muslim.or.id/547-rahasia-sakit.html (diakses tanggal 5


April 2018)

Anda mungkin juga menyukai