Anda di halaman 1dari 29

PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN BNO-IVP DENGAN KLINIS

HIPERTROFI PROSTAT DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD DR.


CHASBULLAH ABDULMAJID KOTA BEKASI

Diajukan sebagai salah satu syarat memenuhi mata kuliah Praktik Kerja Lapangan Program
Studi Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

BILLY SATRIA PRAYOGA (TRO/14/00955)


FAZRI SHIDKI PRATAMA (TRO/14/00962)

PROGRAM DIPLOMA III


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK AL ISLAM BANDUNG

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang


Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-
Nya yang sangat besar sehingga saya pada akhirnya bisa
menyelesaikan laporan Praktikum Radiografi tepat pada
waktunya.

Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada radiographer RSUD


dr.CHASBULLAH ABDULMAJID yang selalu memberikan
dukungan serta bimbingannya sehingga Laporan Praktikum
Radiografi ini dapat disusun dengan baik.

Semoga Laporan Praktikum Radiografi yang telah kami susun ini


turut memperkaya khazanah ilmu radiologi serta bisa menambah
pengetahuan dan pengalaman para pembaca.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu


yang sempurna. Kami juga menyadari bahwa Laporan Praktikum
Radiografi ini juga masih memiliki banyak kekurangan. Maka
dari itu kami mengharapkan saran serta masukan dari para
pembaca sekalian demi penyusunan Laporan Praktikum
Radiografi dengan tema serupa yang lebih baik lagi.

Bekasi , 31 Agustus 2021

Penyusun

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan studi kasus pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) dengan judul:
PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN BNO-IVP
DENGAN KLINIS HIPERTROFI PROSTAT DI
INSTALASI RADIOLOGI RSUD DR. CHASBULLAH
ABDULMAJID KOTA BEKASI

DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr.CHASBULLAH


ABDULMADJID

Disusun oleh:

Billy Satria Prayoga TRO14/00955 Fazri Shidki Pratama TRO/14/00962

Telah disetujui oleh pembimbing dan instruktur Praktek Kerja Lapangan di


Rumah Sakit Umum Daerah dr.Chasbullah Abdulmadjid

Bekasi, 31 Agustus 2021

Instruktur dan pembimbing PKL RSUD Chasbullah Abdulmadjid

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................1

LEMBARPERSETUJUAN..................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH............................................................5
C. TUJUAN PENULISAN..............................................................5
D. MANFAAT PENULISAN..........................................................5
BAB II LANDASAN TEORI
A. ANATOMI..................................................................................6
B. PATOLOGI.................................................................................9
C. TEKNIK RADIOGRAFI............................................................9
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL.........................................................................................12
B. PEMBAHASAN.........................................................................18
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN...........................................................................19
B. SARAN.......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemeriksaan radiologi adalah cara-cara pemeriksaan
yang menghasilkan gambar bagian dalam tubuh manusia untuk
tujuan diagnostik yang dinamakan pencitraan diagnostik.
(Mehmood, 2011)

Radiologi merupakan ilmu kedokteran yang digunakan


untuk melihat bagian tubuh manusia yang menggunakan
pancaran atau radiasi gelombang elektromagnetik maupun
gelombang mekanik. Modalitas pencitraan (modality)
merupakan istilah dari alat-alat yang digunakan dalam bidang
radiologi untuk melakukan diagnosa terhadap penyakit.
Pemeriksaan radiologi memungkinan suatu penyakit terdeteksi
pada tahap awal sehingga akan meningkatkan keberhasilan
pengobatan yang dilakukan. Jenis pemeriksaan ini dilakukan
dengan menggunakan peralatan pencitraan diagnostik yang
perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kemajuan ilmu
fisika, kimia, dan biologi serta teknologi elektronika, dan
komputer (Mehmood, 2011)

Blass Nier Overziecht atau disingkat dengan BNO


(Blass = Buli-buli, Nier = Ginjal, Overziecht = Penelitian) dan
pielografi intravena / intravenous pyelography merupakan salah
satu pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk
menegakkan batu saluran kemih karena dapat memperlihatkan
ginjal dan ureter setelah bahan kontras diinjeksikan melalui
intavena. Setelah injeksi, kontras bergerak melalui ginjal, ureter
dan buli-buli.Foto diambil dalam beberapa interval waktu untuk
melihat pergerakan kontras tersebut.BNO-IVP dapat
memperlihatkan ukuran, bentuk, dan struktur ginjal, ureter dan
buli-buli.BNO-IVP juga dapat melakukan evaluasi fungsi
ginjal, deteksi penyakit ginjal, batu ureter, buli-buli,
pembesaran prostat, trauma dan tumor.(S, 2012)

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan

4
membuat laporan kasus yang berjudul
“Penatalaksanaan Pemeriksaan Bno-Ivp Dengan Klinis
Hipertrofi Prostat Di Instalasi Radiologi Rsud Dr. Chasbullah
Abdulmajid Kota Bekasi”

B. RUMUSAN MASALAH

Sejalan dengan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan


rumusan masalah sebagai berikut.
Bagaimana penatalaksanaan pemeriksaan BNO-IVP mulai dari
teknik pemeriksaan hingga hasil gambar pada klinis Hipertrofi
prostat di instalasi radiologi RSUD dr. Chasbullah Abdulmajid Kota
Bekasi?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui kasus di bidang radiologi konvensional


dengan klinis Hipertrofi prostat pada pemeriksaan BNO-
IVP.
2. Untuk mengetahui apa saja proyeksi pada pemeriksaan BNO-
IVP
3. Untuk memahami lebih detail bagaimana teknik pemeriksaan
BNO-IVP dari persiapan pasien sampai dengan kriteria
gambarannya.

D. MANFAAT PENULISAN
Mengembangkan pengetahuan dan wawasan teknik
radiografi khususnya pemeriksaan BNO-IVP pada kasus
Hipertrofi prostat yang bermanfaat bagi institusi pendidikan
radiografi serta pembelajaran radiografi.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

1. Anatomi

1. ANATOMI GINJAL / RENAL (Kidney)


Ginjal merupakan bagian dari sistem urinaria yang
terletak pada ruang retroperitoneal pada binding belakang
abdomen. Letak ginjal kanan lebih rendah dibanding ginjal
kiri karena adanya hepar (sistem anatomi ginjal, 2014)
Bentuk ginjal menyerupai kacang kedelai. Ginjal
memiliki ukuran panjang ±11,5 cm, lebar 5-7,6-10 cm, dan
ketebalan ± 3 cm. Posisi ginjal berada pada abdomen
posterior setinggi L3 (sistem anatomi ginjal, 2014)
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan
mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal,
yang melekat pada parenkim ginjal (sistem anatomi ginjal,
2014)
Fungsi ginjal sebagai berikut :
1) Menyaring dan membuang zat sisa metabolisme dan toxin
dalam darah.
2) Pengatur keseimbangan ion kalsium dan vitamin dalam
tubuh.
3) Organ untuk mengatur kadar air dalam tubuh.(sistem
anatomi ginjal, 2014)

gambar 2 2 gambar 2 1

6
2. Ureter
Ureter merupakan salah satu organ dari sistem
urinaria yang ada. Ureter memiliki panjang ± 25-30 cm
dan diameter 3-4 mm (sistem anatomi ginjal, 2014)
Ureter membentang dari peritoneum, kedepan
psoas, melewati posterior inferior sakral wing, dan
berakhir pada kandung kemih. Ureter memiliki fungsi
sebagai jalur sekresi dari ginjal menuju kandung kemih,
ureter juga memiliki gerak peristaltik meski tidak
sebesar gerak peristaltik pada kerongkongan (sistem
anatomi ginjal, 2014)
Pada ureterovesical junction merupakan bagian
tersempit dari ureter. Batu ginjal yang turun ke dalam
ureter sering tersangkut pada bagian ini (sistem anatomi
ginjal, 2014)

3. Kandung Kemih
Kantung kemih merupakan organ berongga
yang terdiri dari tiga lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Lapisan paling dalam disebut Mukosa,
lapisan tengah terdiri dari otot polos, dan lapisan paling
luar adalah jaringan fibrosa.(sistem anatomi ginjal,
2014)
Kandung kemih dalam sistem urinaria yang
berfungsi sebagai penampung sementara urine yang
telah di produksi oleh ginjal sebelum dikeluarkan dari
tubuh melalui uretra. Letak posisi kandung kemih
berada pada anterior abdomen(sistem anatomi ginjal,
2014)
Ukuran urine yang sanggup ditampung oleh
kandung kemih adalah sekitar 500 ml, tetapi saat sudah
terisi 250 ml maka akan dikeluarkan oleh tubuh (sistem
anatomi ginjal, 2014)
Bentuk, ukuran, dan posisi kandung kemih
(Vesica Urinaria) tiap orang berbeda-beda. Bentuk
tersebut dipengaruhi umur dan urine di dalam vesica
urinaria tersebut. Pada orang dewasa kandung kemih
(vesica urinaria) saat kosong berbentuk agak bundar
dan 12 keseluruhannya terletak dalam rongga pelvis.

0
Bila terisi penuh posisi kandung kemih dapat setinggi
umbilicus.(sistem anatomi ginjal, 2014)
Keterangan :
1. Ureter
kanan
2. Uretra
opening
3. Uretra
4. Prostat
gland
5. Trigone

gambar 2 3

4. Uretra
Uretra merupakan sebuah saluran yang berfungsi
sebagai saluran keluaran urine yang tertampung dari
vesika urinaria. Secara anatomis uretra dibagi menjadi
dua bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior.
(sistem anatomi ginjal, 2014)
Pada pria, saluran ini berfungsi juga dalam
menyalurkan air mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter
uretra interna yang terletak pada perbatasan vesika
urinaria dan uretra, serta terdapat sfingter uretra eksterna
yang terletak pada perbatasan uretra posterior dan
anterior. (sistem anatomi ginjal, 2014)
Sfingter uretra interna tersusun atas otot polos
yang dipersyarafi oleh sistem simpatik sehingga saat
vesika urinaria penuh, sfingter ini akan membuka.
Sfingter eksterna tersusun atas otot bergaris yang
dipersyarafi oleh sistem syaraf somatik. (sistem anatomi
ginjal, 2014)
Aktifitas sfingter eksterna ini dapat dikontrol
sesuai kemauan orang. Pada saat ingin kencing maka
sfingter ini terbuka dan akan tetap menutup saat

1
menahan kencing. Panjang uretra wanita kurang lebih 3-
5 cm, sedangkan pada pria dewasa bisa memiliki
panjang kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan inilah yang
menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih
sering terjadi pada pria dibanding dengan wanita (sistem
anatomi ginjal, 2014)

2
B. PATOFISIOLOGI
Menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998, umumnya
gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan
hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya
adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau
mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang
menghasilkan kapsula bedah.

Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung


tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin.
Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan
kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi,
yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa
kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung
kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi
secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan
infeksi dan batu kandung kemih.

Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi


progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat.
Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska
operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis
setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan
beban solut lainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan
yang progresif bias merusakkan kemampuan ginjal untuk
mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan
cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.

Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara


perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi
pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang
mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Akibatnya serat
detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke
dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balokbalok yang tampai
(trabekulasi).

Dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat


menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan
mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut
diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi

3
retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas.

C. Alat dan Bahan

Spuit 10cc

Media Kontras Water Soluble

Spuit 20cc

D. TEKNIK PEMERIKSAAN

BNO-IVP adalah pemeriksaan radiografi dari traktus

4
urinarius (Renal, Ureter, vesica urinaria, dan urethra) dengan
penyuntikkan kontras media positif secara intra vena.
Proyeksi dari setiap proyeksi tentu memiliki
perbedaan, yaitu perbedaan anatomi yang tampak. Untuk itu,
proyeksi yang digunakan dalam suatu pemeriksaan haruslah
tepat dan baik guna menghasilkan diagnosa yang tepat dan
akurat. Pemeriksaan BNO-IVP memiliki berbagai interval
waktu dan proyekI yang di lakukan untuk citra anatomi
renal agar dapat menunjang diagnosis dengan tepat . berikut
beberapa tahapan dalam Radiografi BNO-IVP.

a. Persiapan Pasien
i. Dua hari sebelum pemeriksaan pasien makan
makanan rendah serat, rendah lemak dan rendah
kolesterol seperti bubur kecap, mie tanpa
minyak dengan tujuan mengurangi persentasi
fermentasi didalam usus. (Lampignano &
Kendrick, 2018)
ii. Kemudian dua belas jam sebelum pemeriksaan
merupakan makan malam terakhir pasien dan
pasien mengkonsumsi obat pencahar, 1 tablet
per 10 kg berat badan. (Lampignano &
Kendrick, 2018)
iii. Pasien diperbolehkan banyak minum air putih.
iv. Pagi harinya, tiga jam sebelum pemeriksaan
pasien diberi pencahar eksternal 1-2 buah
dimasukkan melalui anal. (Lampignano &
Kendrick, 2018)
v. Pagi hari atau pada saat akan pemeriksaan
pasien diminta untuk buang air kecil terlebih
dahulu. Dan selama proses persiapan ini pasien
dianjurkan untuk tidak boleh merokok dan
mengurangi bicara.(Lampignano & Kendrick,
2018)

b. Pembuatan foto pendahuluan (Abdomen supine)


Foto pendahuluan dari abdomen AP
dilakukan bila pasien telah menjalani
persiapan dan telah diketahui kandungan

5
ureum dan kreatinin dalam darah dengan
menggunakan film ukuran 30 X 40 cm.
(Lampignano & Kendrick, 2018)
Foto pendahuluan dibuat untuk :
a) Mengecek persiapan pasien
b) Menilai abdomen secara umum
c) Mengetahui letak ginjal
d) Menentukan faktor eksposi selanjutnya
c. Pemberian bahan kontras
a) Bahan kontras disuntikkan secara intravena,
biasanya pada vena cubiti, pasien dalam
posisi supine
b) Volume bahan kontras :
c) Untuk 70 Kg orang dewasa sekitar : 20 ml
urografin 76 % (atau sejenisnya) atau 40 ml
Hypaque untuk dosis rendah
d) Untuk anak-anak : 2 ml per Kg berat badan
e) (Bila ada dugaan kegagalan ginjal, dosis 4
ml per Kg berat badan). (Lampignano &
Kendrick, 2018)
d. Pembuatan foto setelah meminum bahan kontras
a) Film
30 x 40cm mencakup processus xyphoideus
sampaicrista iliaca.
b) Eksposi pada saat pasien tahan napas setelah
ekspirasi penuh

Untuk menilai sistem pelvis calyses,


foto diambil 5 menit setelah penyuntikkan
bahan kontras, menggunakan film yang sama
dengan kompresi ureter, tetapi belum
diketatkan. Kompresi ureter diketatkan setelah
dilakukan pengambilan foto menit ke-5.
Bila penggambaran sistem pelvi-calyses kurang
baik pada menit ke-5, foto diambil Kembali

6
pada menit ke-10, sebaiknya dengan zonografi
untuk memperjelas bayangan. (Long et al.,
2016)
Kemudian kompresor ureter dibuka
pada pengambilan foto menit ke-15 dan menit
ke-30. Pembukaan kompresor tergantung hasil
gambaran menit sebelumnya. Bila bahan
kontras lambat mengisi ureter atau vesica
urinaria, maka dapat dilakukan foto abdomen
dengan posisi prone. (Long et al., 2016)
Pengambilan foto pada menit ke-5
bertujuan untuk melihat sistem pelvis calyces
apakah sudah dalam fase nefrogram, menit ke-
15 untuk melihat urethra dan sedangkan menit
30 untuk melihat terisinya vesica urinaria.
Setelah itu, foto post-mixi dibuat setelah
pasien mixi dengan tujuan untuk menilai
pengosongan vesica urinaria.
e. Posisi AP/PA dengan film ukuran 30 cm X 40 cm
a) Foto mencakup kedua ginjal, vesica
urinaria dan simfisis pubis
b) CV lumbalis tergambar pada pertengahan film
c) Foto setelah penyuntikkann kontras
media mengisi ginjal, ureter, dan
vesica urinaria
d) Tampak marker dan penunjuk interval waktu

f. Posisi oblique
a) Vesica urinaria tampak terisi bahan kontras
b) Pada pasien laki-laki harus tampak gambaran
daerah prostat
c) Untuk post mixi (post voiding), diberi tanda
(misal PV)(Lampignano & Kendrick, 2018)

7
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Data Pasien
Nama Pasien dan Umur : Tn. X
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Foto : 2106xxxx
Permintaan Foto : BNO - IVP
Klinis : Hipertrofi prostat

2. PROSEDUR PEMERIKSAAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilakukan
di lapangan, prosedur pemeriksaan radiografi BNO-IVP
dengan klinis Hipertrofi prostat di Instalasi Radiologi
RSUD dr. Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi adalah
sebagai berikut :
i. Pasien datang bersama keluarga dengan
membawa surat rujukan permintaan Radiografi
ke Instalasi Radiologi dengan klinis awal, lalu
surat tersebut diberikan ke administrasi untuk
didata. Setelah terdata maka pasien diminta
untuk melakukan persiapan. Persiapan tersebut
meliputi :
ii. Persiapan Pemeriksaan Awal BNO-IVP
a. Pasien menyerahkan hasil
pemeriksaan laboratorium
(ureum,creatinine dan egfr) dan hasil
tekanan darah
(hasil tersebut diwajibkan
diserahkan sebelum pemeriksaan
karena dari hasil tersebut dapat
memperlihatkan fungsi kinerja
ginjal pasien )
b. Hasil pemeriksaan laboratorium
pasien tidak boleh lebih dari 2
minggu .

8
iii. Persiapan Satu Hari Sebelum Pemeriksaan
a. . Pasien diwajibkan makan rendah
serat (bubur nasi dan kecap ) dan hanya
minum air putih saja
b. Makan terkahir pasien pukul 6
sore
c. 3jam kemudian setelah makan
terakhir / pada pukul 9 malam pasien
diwajibkan memakan garam inggris
d. Efek samping dengan minum
garam inggris adalah pasien akan sering
buang air besar , karena fungsi garam
inggris untuk membersihkan makanan yg
tersisa di usus
e. Setelah itu pasien puasa, tidak
boleh makan , merokok ataupun banyak
bicara supaya perut tetap bersih dari
makanan dan udara

iv. Kemudian pasien datang di hari pemeriksaan


dengan persiapan yang telah dilakukan dan
dalam kondisi puasa.
v. Data dari administrasi diberikan ke Radiografer
untuk dimasukkan data informasi pasien
kedalam Image Console, dilanjutkan dengan
Radiografer menyiapkan alat-alat untuk
pemeriksaan.
vi. Setelah itu pasien akan dipanggil masuk ke
ruang pemeriksaan untuk mulai dilakukan
pemeriksaan. Pertama-tama identitas pasien
akan dikonfirmasi, setelah benar maka pasien
akan dijelaskan mengenai pemeriksaan yang
akan dilakukan dan dipersilahkan untuk
mengganti baju mengenakan baju pasien yang
telah disediakan serta melepaskan barang-
barang logam yang ada pada bagian yang

9
akan dilakukan pemeriksaan.
vii. Pasien diberikan penjelasan tentang jalannya
pemeriksaan.
viii. Pasien diwajibkan mengisi/menandatangani
inform consent pemerisaan bno-ivp hal ini
wajib dilakukan karena dengan mengisi
informed consent pasien menyetujui resiko dari
pemeriksaan yang akan dilakukan dan
manfaatnya
ix. Pasien supine di atas meja pemeriksaan untuk
dilakukan foto pendahuluan dengan proyeksi
AP supine untuk melihat persiapan
pemeriksaan apakah telah dilakukan dengan
benar serta melihat usus apakah sudah bersih
dari kotoran dan udara.
x. Kemudian dilakukan penyuntikkan kontras
media ultravist oleh perawat ke dalam vena
cubiti pasien. Tujuan disuntikkan media
kontras tersebut yaitu untuk memperlihatkan
gambar/organ yang akan diperiksa supaya
dapat terlihat dengan jelas
xi. Setelah itu, foto pertama diambil setelah 5 menit
penyuntikkan kontras untuk melihat sistem
pelvis calyces, kemudian 15 menit setelah
penyuntikkan kontras untuk melihat urethra dan
yang terakhir 30 menit setelah penyuntikkan
kontras untuk melihat kondisi vesica urinaria.
xii. Pengambilan foto proyeksi prone jika kontras
lambat dalam mengisi urethra dan vesica
urinaria. Setelah itu pengambilan foto post-
mixi.
xiii. Pengecekan hasil gambaran di Computer
Radiography (CR).

3. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN

Pada pemeriksaan kali ini alat dan bahan yang digunakan yaitu
a. Pesawat General X-Ray Shimadzu 500 mA

10
Gambar 3.1 Gambar 3.2

Gambar 3.3

b. Kaset Pb ‘Fuji IP Cassette type CC’ 35.4 x 43.0

Gambar 3.4

11
c. Kontras dan Air

d. Spuit

12
e. Fujifilm Image Reader dan printer

Gambar 3.5 Gambar 3.6

4. TEKNIK RADIOGRAFI

1. Foto BNO Polos


a. Posisi pasien :Terlentang diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan disamping tubuh.
b. Posisi objek :atur pasien sehingga Mid Sagital Plane
berada di tengah meja pemeriksaan,
c. Kaset :ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang
sejajar tubuh dengan batas atas kaset pada
proccecus xypoideus dan batas bawah
pada sympisis pubis.
d. Central Ray :vertikal tegak lurus terhadap kaset.
e. Titik bidik :pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi
garis yang menghubungkan crista iliaca
kanan dan kiri.
f. FFD :100 cm.
g. Eksposi :dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan
nafas.
h. Faktor Eksposi : Kv : 74 mAs:20
Bila pasien telah menjalani persiapan dan telah
diketahui kandungan ureum dan kreatinin dalam
darah, dilakukan foto pendahuluan abdomen

13
dengan posisi AP, menggunakan film 35 x 43 cm.
Tujuan foto pendahuluan : -  Mengecek persiapan
pasien -  Menilai abdomen secara umum,
mengetahui letak ginjal -  Menentukan faktor
eksposi selanjutnya. Cek foto pendahuluan, bila
persiapan bagus bahan kontras disuntikkan secara
intra vena, biasanya pada vena cubiti, pasien
dalam keadaan supine.      

2. Foto menit ke-5 setelah kontras di injeksikan


a. Posisi Pasien : berbaring terlentang diatas meja
pemeriksaan, kedua lengan
disamping tubuh.
b. Posisi objek : batas atas processus xypoideus dan
batas bawah crista iliaca.
c. Kaset : ukuran 35 cm x 43 cm diatur
melintang tubuh.
d. CR : vertikal tegak lurus terhadap kaset.
e. Titik bidik : ditujukan pada Mid Sagital Plane
tubuh setinggi 10 cm diatas crista
iliaca.
f. FFD : 100 cm.
g. Eksposi : dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
h. Faktor Eksposi : Kv : 74 mAs:20

Foto menit ke - 5 setelah dimasukan bahan


kontras. Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan
area jangkauan pada pertengahan proc. xiphoideus
dan umbilikus. Foto ini untuk melihat perjalanan

Gambar 3.8

14
kontras mengisi sistem calyces pada ginjal. Memakai
ukuran kaset 35 x 43 cm dengan posisi AP sama
seperti foto Abdomen dan CR nya vertikal

3. Foto menit ke 15 setelah kontras diinjeksikan . tujuanya


untuk melihat pengisian media kontrs pada ureter .
a. Posisi pasien : berbaring terlentang diatas meja
pemeriksaan, kedua lengan disamping tubuh.
b. Posisi objek : batas atas processus xypoideus dan
batas bawah crista iliaca.
c. Kaset : ukuran 35 x 43 cm
d. CR : vertikal tegak lurus terhadap kaset.
e. Titik bidik : ditujukan pada Mid Sagital Plane
tubuh setinggi 10 cm diatas crista iliaca.
f. FFD : 100 cm.
g. Eksposi : dilakukan pada saat ekspirasi tahan
nafas
h. Faktor eksposi : KV 75 mAs 20

Gambar 3.Gambar
9 3.9

4. Foto menit ke 30 setelah kontras diinjeksikan bertujuan


untuk melihat pengisian ureter dan kandung kencing.
a. Posisi Pasien : terlentang diatas meja
pemeriksaan
b. Posisi objek : atur pasien sehingga Mid Sagital
Plane berada di tengah meja pemeriksaan

15
c. Kaset : ukuran 35 cm x 43 cm diatur
memanjang sejajar tubuh dengan batas atas kaset pada
proccecus xypoideus dan batas bawah pada sympisis
pubis.
d. Titik bidik : ditujukan pada Mid Sagital Plane
tubuh setinggi garis yang menghubungkan crista iliaca
kanan dan kiri.
e. CR : vertikal tegak lurus terhadap
kaset.
f. FFD : 100 cm.
g. Eksposi : Dilakukan Pada Saat Ekspirasi
dan tahan nafas
h. Faktor Eksposi : Kv : 75 mAs : 20
*Apabila pada pengambilan radiograf tujuan pengambilan
radiograf belum terpenuhi maka dibuat radiograf 60 menit,
90 menit, 120 menit. Dan apabila dalam waktu 120 menit
belum terpenuhi maka pemeriksaan dianggap selesai.

Gambar 4.0

5. Posisi prone :
Posisi ini dilakukan ketika fase setelah 30 menit,
normalnya proyeksi ini dilakukan pada waktu sekitar 45
menit setelah kontras diinjeksikan tujuan dari pemeriksaan
ini adalah lebih melihat bagian ureter distalnya karena
pada proyeksi ini posisi ureter lebih dekat dengan kaset
sehingga gambaran ureter distal lebih terlihat
Teknik Pemeriksaannya sebagai berikut :
a.Posisi pasien : tengkurap/prone di atas meja
pemeriksaan

16
b. Posisi objek :atur pasien sehingga Mid
Sagital Plane beradadi tengah meja pemeriksaan
c.Kaset :ukuran 35 cm x 43 cm diatur memanjang
sejajar tubuh dengan batas atas kaset pada proccecus
xypoideus dan batas bawah pada sympisis pubis.
d. Titik bidik :ditujukan pada Mid Sagital
Plane tubuh setinggi garis yang menghubungkan
crista
e.CR : vertikal tegak lurus terhadap kaset.
f. FFD : 100 cm.
g. Eksposi: dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan
nafas
h. Faktor Eksposi : KV 75 mAs 20
.

Gambar 4.1

6. Foto post-void
Tujuan dari pembuatan foto post miksi adalah untuk
menilai kemampuan dan daya kontraksi dari kandung
kemih setelah media kontras dikeluarkan.
Teknik pemeriksaanya sebagai berikut :
a. Posisi Pasien :Pasien tidur telentang diatas
meja pemeriksan dengan kedua tangan berada
disamping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah.
b. Posisi Obyek : Bidang MSP tubuh diatur
sedemikian rupa sehingga berada pada garis
tengah bucky table.
c. Ukuran Kaset : Kaset CR 35 X 43 cm diatur
membujur dengan batas atas kaset pada processus

17
xypoideus dan batas bawah kaset pada simpisis
pubis.
d. Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh
setinggi garis yang menghubungkan antara
crista illiaka kanan dan kiri
e. Arah sinar : tegak lurus terhadap kaset.
f. Eksposi :Pada saat pasien ekspirasi
dan tahan nafas.
g. Faktor Eksposi : KV 74 mAs 20

7. Hasil Ekspertise
Gambar 4.2

gambar 4.3 Gambar 4.4

18
B. PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan BNO-IVP dengan klinis


hipertrofi prostat di RS dr. Chasbullah Abdulmajid
Kota Bekasi dengan persiapan puasa 14 jam dan
meminum obat pencahar setelah 3 jam dimulainya
puasa, tampak sistem pelvis calyces yang telah terisi
kontras pada foto radiografi abdomen menit ke 5.

Kemudian pada menit ke 15 setelah pemasukkan


kontras, tampak ureter bagian proksimal mulai terisi
kontras serta vesica urinaria yang juga terisi kontras
seperempat dari bagiannya. Terakhir pada menit ke-30
terlihat kontras yang sudah meninggalkan daerah sistem
pelvis calyces dan mulai mengisi penuh bagian vesica
urinaria.
Klinis hipertrofi prostat dengan ciri penekanan
dinding vesica urinaria ini bisa kita teliti pada gambaran
radiografi abdomen menit ke 15 dan 30 ketika vesica
urinaria telah terisi setengah dari bagiannya. Radiograf
tersebut memperlihatkan cekungan pada dinding VU
pada bagian posterior. Hal ini disebabkan letak anatomis
dari kelenjar prostat berada pada bagian bawah dari VU
sehingga ketika pembesaran pada prostat itu terjadi,
penekanan pun akan terlihat di bagian posterior dari
vesica urinaria.
Ketika kita bandingkan dengan gambaran normal
tanpa adanya pembesaran prostat dari radiograf BNO-
IVP, maka gambaran tersebut akan memperlihatkan
bentuk VU yang menyerupai lingkaran normal tanpa ada
cekungan .

19
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan Laporan Penatalaksanaan


Pemeriksaan BNO-IVP Dengan Klinis Hipertrofi Prostat
Di Instalasi Radiologi Rsud Dr. Chasbullah Abdulmajid
Kota Bekasi bahwa untuk melakukan teknik
pemeriksaan BNO-IVP pada kasus pasien hipertrofi
prostat dilakukan dengan 6 kali proyeksi yaitu foto BNO
polos , BNO setelah 5 menit pasca kontras diinjeksikan
kedalam tubuh , foto BNO 15 menit pasca diinjekisan ke
dalam tubuh , foto BNO 30 menit pasca diinnjeksikan
ke dalam tubuh , foto PRONE , lalu foto POST-VOID .
Alasannya adalah dengan 6 proyeksi tersebut ,
Dokter Spesialis Radiologi sudah dapat mendiagnosa
saluran urinaria pada pasien dengan baik , karena
gambaran yang dihasilkan / didapatkan sudah memenuhi
kriteria gambaran BNO-IVP yang baik seperti gambaran
ren yang tidak terpotong , lalu tidak ada kotoran pada
colon pasien yang dapat menghalangi saluran urinaria ,
lalu saluran ureter terlihat cukup jelas dan vesica
urinaria terlihat jelas dan tidak terpotong.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penatalaksanaan BNO-IVP


yang sudah dilakukan, perlu diperhatikan bahwa
persiapan pasien yang baik, faktor ekposi dan proyeksi
yang tepat guna serta penentuan waktu interval setelah
pemberian kontras sangat berpengaruh untuk
membuktikan kesesuaian klinis awal dan mendapatkan
diagnosis banding yang relevan sehingga terjadi
penegakkan diagnosis yang akurat.

20
Daftar Pustaka

Lampignano, J. P., & Kendrick, L. E. (2018). Bontrager’s Handbook of


Radiographic Positioning and Technique (Ninth). Elsevier.
Long, B. W., Rollins, J. H., & Smith, B. J. (2016). Merrill’s Atlas Of
Radigraphic Positioning and Procedures. In Elsevier.
Mehmood, S. &. (2011). Pemeriksaan Radiologi. 16(22), 119–128.
S, M. A. (2012). Hubungan Antara Gejala Klinis Dengan Gambaran Hasil
Foto Bno-Ivp Pada Penderita Dengan Sangkaan Batu Saluran Kemih
Di Rumah Sakit Umum Pusat (Rsup) Haji Adam Malik Medan.
sistem anatomi ginjal, jurnal poltekes semarang. (2014). Jurnal poltekes
semarang. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents,
9–36.

21

Anda mungkin juga menyukai