Laporan Kasus
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan II
DISUSUN OLEH :
Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik
Kerja Lapangan (PKL) II pada Program Studi Diploma III Akademi Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Amal Bhakti Medan.
Nama : 1.Almufaridzi Syahri Hidayat Batubara (21.005)
2. Arya Arwianda Vidandi (21.008)
3. Rizky Jusmarian Putra (21.040)
4. Ahmad Gazaly (21.002)
5. Aulia Suzara (21.010)
Judul Laporan Kasus : Teknik Pemeriksaan Colon In Loop dengan ratakan dgn atas
Klinis Hirscprung Disease di Instalasi Radiologi
RSU Haji Medan
Puji dan syukur kita ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya,penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Teknik Pemeriksaan Colon In Loop dengan Klinis Hirscprung
Disease di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan“.
Penyusunan laporan kasus ini di maksudkan untuk memenuhi persyaratan
dalam memenuhi tugas mata kuliah PKL II.Dalam penyusunan laporan kasus ini,
kami banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari pembimbing serta
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Djamindar Simamora, S.Pd, M.Pd. selaku Direktur Akademik Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Yayasan Sinar Amal Bhakti Medan.
2. Ibu Rehulina Ginting M.Kes, selaku Direktur RSU Haji Medan.
3. Bapak dr. Jamalatief, Sp.Rad, selaku Kepala Instalasi Radiologi RSU Haji
Medan.
4. Ibu Sarifah Aini Matondang, Amd. Rad, selaku Kepala Ruangan Radiologi
RSU Haji Medan.
5. Radiografer dan staff di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan.
6. Keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan, semangat, dan doa yang
tulus.
7. Rekan sekelompok yang sudah bersedia bekerja sama dala menyelesaikan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan,di karenakan keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan penulis. Penulis juga berharap agar Laporan Kasus
ini dapat memberikan banyak manfaat bagi penulis sendiri dan pembaca.
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………i
Halaman Pengesahan………………………………………………………….....ii
Kata Pengantar…………………………………………………………………..iii
Daftar Isi……………………………………………………………………….. iv
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1
A. LATAR BELAKANG………………………………………. 1
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………. 2
C. TUJUAN PENULISAN……………………………………... 2
D. MANFAAT PENULISAN…………………………………... 2
E. SISTEMATIKA PENULISAN……………………………… 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………... 4
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN….. 4
B. INDIKASI PEMERIKSAAN COLON IN LOOP…………… 8
C. KONTRA INDIKASI COLON IN LOOP…………………… 9
D. PROSEDUR PEMERIKSAAN COLON IN LOOP………..... 9
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN ……………………… 35
A. PAPARAN KASUS ………………………………………... 35
B. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN………………………..35
C. PEMBAHASAN……………………………………………. 39
BAB IV PENUTUP …………………………………………………….. 41
A. KESIMPULAN…………………………………………….. 41
B. SARAN……………………………………………………... 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sinar-x merupakan radiasi pengion yang dapat dimanfaatkan di
dalam dunia kedokteran untuk membantu menegakkan diagnose. Sifat
sinar X adalah dapat menembus objek. Akan tetapi, hal itu juga di
pengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah ketebalan objek yang di
tembus, kerapatan jaringan, serta nomor atom dari objek yang akan
ditembus. (sumber)
Organ pada system pencernaan pada manusia memiliki kerapatan
jaringan serta nomor atom yang hampir sama sehingga akan sulit
dibedakan oleh teknik radiografi biasa dan membutuhkan media kontras
untuk memberi bentuk dari organ yang akan di periksa dan dapat
membedakan antara organ-organ yang ada pada rongga abdomen (sumber)
Pemeriksaan sinar X untuk Sistem pencernaan dapat dilakukan
dengan memasukkan media kontras secara antegrade misalnya pada
pemeriksaan OMD (Oesophagus Maag Duodenum), Small Intestine,
maupun secara Retrograde seperti pada pemeriksaan Colon In Loop. (Sumber)
Pemeriksaan Colon In Loop adalah pemeriksaan radiografi dari usus
besar (colon) dengan menggunakan media kontras yang di masukkan
melalui anal, ada yang menggunakan single kontas media dan ada juga
yang menggunakan double kontras media.Pemeriksaan ini termasuk
barium enema dan memerlukan persiapan pasien.Pemeriksaan ini juga
bertujuan untuk menggambarkan usus besar yang berisi media kontras,
sehingga dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan-kelainan yang
terjadi. (sumber)
Pada pemeriksaan ini, dilakukan dengan menggunakan fluoroskopi
yang memungkinkan radiolog untuk mengamati gastroinstestine,
menghasilkan radiograf selama pemeriksaan serta menentukan tindakan
yang tepat untuk pemeriksaan radiografi yang lengkap.( Bontrager,2014 ) .
1
Untuk kasus Hirscprung Disease sendiri merupakan cacat lahir
dimana beberapa sel saraf pada usus besar tidak ada ataau tidak berfungsi
dengan normal, sehingga usus pada anak tersebut tidak dapat bergerak dan
tersumbat. Jumlah kasus ini di dunia adalah 1 dari 5.000 bayi yang baru
lahir. (Ankush Gosain. Le Bonheur Children’s Hospital). Sedangkan di
Indonesia sendiri, jumlah kasus per tahun nya adalah kurang dari 150.000
kasus per tahun. Untuk mendiagnosa penyakit ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu dengan pemeriksaan fisik, manometri anus, biopsi
rectum, rontgen abdomen, dan juga dengan melakukan barium enema. (sumber)
kalimat penutup latar belakang tidak ada
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana teknik pemeriksaan Colon In Loop dengan klinis
Hirscprung Disease di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan?
2. Apakah kelebihan pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi Radiologi
RSU Haji Medan?
3. Apakah kekurangan pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi Radiologi
RSU Haji Medan?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan radiografi Colon In Loop di
Instalasi Radiologi RSU Haji Medan.
2. Untuk mengetahui kelebihan pemeriksaan pada radiografi Colon In
Loop di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan.
3. Untuk mengetahui kekurangan pemeriksaan pada teknik radiografi
Colon In Loop di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah agar dapat menambah
wawasan pembaca dan juga penulis serta dapat menjadi bekal bagi
pembaca dan penulis di dunia kerja.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, serta sistematika penulisan.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang anatomi dan fisiologi Colon In Loop, Indikasi pemeriksaaan
colon in loop,kontra indikasidan prosedur teknik pemeriksaan Colon In
Loop.
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang profil kasus, pembahasan masalah, dan hasil radiograf.
BAB IV PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keterangan gambar:
1. Rectum 14.Caecum
2. Sigmoid colon 15.Vermiform appendix
3. Epiploic appendices 16.Meso appendix
4. Semilunar folds 17.Ileum
5. Tenia coli 18.Ileocecal orifice
6. Descending colon 19. Mesentery
7. Leftcolic (splenic )flexure 20.Tenia coli
8. Transverse meso colon 21.Transverse colon
9. Haustra 22.Tenia coli
10. Greater omentum 23.Tenia coli
11. Rightcolic(hepatic)flexure 24.Haustra
12. Ascending colon 25.Sigmoid meso colon
13. Iliocecal labrum,superior inferior lips
Colon memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi ukuran dan posisi
yang bervariasi tergantung body habitus masing-masing pasien itu sendiri.
Pasien dengan body habitus jenis hypersthenic memiliki posisi colon yang
mengelilingi abdomen atau berada disekitar pinggiran abdomen,sedangkan
4
pada pasien yang memiliki body habitus jenis asthenic letaknya mengumpul
pada satu tempat dan posisinya cenderung merendahkearah inferior abdomen
(Long,Rollins dan Smith,2016).
1 2 3 4
Gambar 2.2 Ukuran, bentuk dan posisi lambung dan colon (Long Rollins
dan Smith, 2016)
Keterangan Gambar :
1. Hyperstenic
2. Sthenic
3. Hypostenic
4. Asthenic
1. Caecum
Caecum merupakan bagian pertama dari colonyang terhubung dengan
colon desenden dan ileum (Hansen, 2019).Caecum adalah sebuah kantung
usus yang memiliki panjang dan lebar sekitar 7,5 cm. Letaknya berada di
kuadran bawah kanan perut (Right Lower Quadrant) pada fossa iliaka,
inferior dari ileocecaljoint.
5
Gambar 2.3.Bagian caecum
(Moore,K.L.Dalley,A.F.Agur,2018)
Keterangan gambar:
1. Ilealorifice
2. Frenulumofileocecalvalve
3. Orificeofappendix
4. Appendix
5. Terminalileum
6. Lipsofileocecalvalve
7. Haustrum
2. Appendiks
Appendiks berbentuk tabung sempit berotot yang panjangnya sekitar
6 – 10 cm. Mengandung banyak nodul limfoid yang tersuspensi oleh
mesentrium disebut dengan meso appendiks (Hansen, 2019) .Appendiks
terdapat pada bagian posteromedial dari caecum.Organ inijuga dikatakan
sebagai organ vestigial (kehilangan seluruh fungsi awal melalui proses
evolusi),namun penelitian telah mengatakan bahwa appendiks (usus buntu)
memiliki fungsi sebagai tempat berlindung yang aman untuk bakteri baik
didalam colon (Marieb, Wilhelm danMallat,2017).
3. Colon Ascenden
Colon ascenden merupakan colon dalam posisi retroperitoneal
sekunder yang mengarah ke atas menuju ke inferior lobus liver
kanan,kemudian berbelok kekiri dan membentuk flexura hepatica kanan
(hepatic flexure) yang tingginya setara dengan costae ke 9 dan ke 10.Ukuran
colon ascendenlebih sempitdi bandingkan dengan caecum yang berada
6
dibagian posterior sisi kanan perut.Pada bagian sisi samping dan anterior
colon ascenden ditutupi oleh peritoneum, tetapi 25% orang memiliki
mesentrium yang pendek. (Moore,K.L. Dalley,A.F.Agur,2018).
4. Colon Transversal
Colon transversal merupakan bagian terbesar ketiga, terpanjang dan
bagian yang paling aktif bergerak, karena bebas bergerak posisinya berada
setinggi umbilicus (vertebrae lumbal3) .Colon transversal melintasi rongga
peritoneum dimulai dari fleksura hepatica kanan (hepatic cflexure) menuju
ke flexura hepatica kiri(splenic flexure), kemudian flexura hepatica kiri akan
berbelok ke arah inferior menjadi colon descenden.
5. Colon Descenden
Colon descenden juga merupakan colon dalam posisi retroperitoneal
sekunder yang mengarah kebawah pada quadran kiri abdomen dimulai dari
splenic flexure hingga ke fossa iliaca yang setelah itu disambung oleh colon
sigmoid. Pada bagian anterior dan sisi kiri colon descenden juga ditutupi
oleh peritoneum, kemudian mengikatnya ke bagian posterior dinding
abdomen.
6. Colon Sigmoid
Colon sigmoid diikat oleh mesokolon yang membentuk variable
lingkaran usus (seperti huruf S) yang menuju kearah medial dan
menghubungkan dengan rectum (Hansen, 2019).
7. Rectum
Rectum merupakan merupakan kelanjutan dari colon sigmoid, yang
memanjang hingga ke saluran anus (anal canal). Rectum menggantung
melewati panggul mengikuti kurva sacro coccygeal. Rectum memiliki
ukuran sekitar 15 cm, dimana 2,5 cm pada bagian distal dibatasi untuk
membentuk lubang anus. Bagian bawah rectum mengalami perubahan
ukuran (dilatasi) yang disebut dengan rectal ampulla (Long, Rollins dan
Smith, 2016).
7
8. Anal Canal
Anal canal merupakan saluran terakhir dari colon. Panjangnya
sekitar 3 cm, dimulai dari rectum yang melewati levator ani (otot dasar
panggul).
8
5. Atresia Anii
Atresia ani atau disebut juga anus imperforata adalah salah satu jenis
cacat atau kelainan yang terjadi sejak lahir.Kondisi ini menunjukkan
perkembangan janin mengalami gangguan sehingga bentuk rektum (bagian
akhir usus besar) sampai lubang anus umumnya tidak terbentuk dengan
sempurna.Selain itu, kelainan satu ini juga bisa terjadi di area tubuh yang
lain, seperti pada organ pencernaan, saluran kemih, hingga kelamin.
9
air).Sedangkan yang kedua adalah dengan menggunakan metode double-
contrast, yang dilakukan sebagai tahap kedua setelah pemberian suspense
barium sulfat yang telah di evakuasi kemudian di lakukan injeksi gas atau
udara.Injeksi udara pada metode double-contrast berfungsi untuk
menggembungkan lumenusus, dan dapat mem visualisasikan semua bagian
dari usus besar baik dari lapisan mukosa yang berlapis barium sertalesi
intraluminal kecil,seperti polip.melalui transparansi bayangannya
(Long,Rollins danSmith,2016).
10
karena waktu evakuasi iodine lebih cepat dibandingkan dengan barium
sulfat. Pemeriksaan usus besar pada pasien yang tidak kooperatif
sebaiknya pemberian media kontras iodine dilakukan secara oral.Waktu
yang dibutuhkan media kontras iodine untuk mencapai kolon melalui
pemberian secara oral rata-rata 3–4 jam.Penggunaan media kontras
iodine ini dapat diserap oleh mukosa gastrointestinal.Berbeda
denganpenggunaan barium sulfat yang tertelan, media kontras ini tidak
dapat mengalami pengeringan, pengelupasan dan distribusi yang tidak
merata di usus besar ( Lampignano dan Kendrick, 2018).
2. Persiapan Pasien
Persiapan pasien dilakukan 1-2 hari sebelum pemeriksaan
dilakukan,tergantung klinis dan keadaan penderita. Persiapan pasien
menurut Rasad,(2015) sebagai berikut:
a. Mengubah pola makan penderita
Pasien mengkonsumsi makanan lunak, rendah serat, dan tidak
mengandung lemak yang bertujuan untuk menghindari adanya feses yang
mengeras didalam saluran pencernaan. Makan malam terakhir pada jam
20.00 sebelum dilakukan pemeriksaan.
b. Minum sebanyak-banyaknya
Pasien dianjurkan untuk minum sebanyak banyaknya untuk menjaga
feses agar tetap lembek, menghindari dehidrasi, dan untuk menjaga
keseimbangan elektrolit.
c. Pemberian pencahar
Pemberian pencahar merupakan pelengkap pada keadaan tertentu
seperti pasien lanjut usia dan pasien sembelit kronis. Disarankan
menggunakan pencahar yang bersifat melembekkan feses,
meningkatkan peristaltis saluran pencernaan, mempunyai cita
rasayangenak.Pencahar yang dapat digunakan yaitu yang mengandung
Magnesium Sulfat (MgSO4 ) seperti garam inggris. Pencahar diberikan
pada jam 22.00,setelah itu pasien mulai puasa.
d. Mengurangi bicaradan merokok
Mengurangi bicara dan merokok bertujuan untuk menghindari
11
penumpukan udara dalam seluruh traktus gastrointestinal.
3. Persiapan alat dan Bahan
Alat dan bahan yang harus dipersiapkan untuk pencitraan Barium enema
menurut Lampignano, (2018) sebagai berikut :
a. Pesawat sinar-X yang dilengkapi dengan fluoroscopy
b. Image Reseptor (IR) sebagai media receiver hasil citra
c. Enema bag yang berfungsi sebagai tempat dari larutan bariums
ulfat (BaSO4 ). Ketika dilakukan metode double-contrast, enema
bag juga dapat membantu pada prose sevakuasi media kontras
positif barium untuk dilanjutkan pemasukkan media kontras negatif
udara.
d. Standart irrigator dan irrigator set lengkap dengan kanula dan
rectal tube yang berguna sebagai sarana aliran media kontras dari
enema bag menuju rectal.
e. Handscoon untuk menjaga tangan petugas tetap steril.
f. Klem yang berfungsi untuk mengatur laju aliran media kontras.
g. Wadah untuk mengaduk media kontras.
12
contrast, karena barium sulfat dapat menempel pada lapisan mukosa
usus besar. Pada metode double contrast, udara digunakan sebagai
media kontras negatifnya (Long, Rollins dan Smith, 2016).
Metode double-contrast menurut Long, Rollins and Smith, (2016)
dibagi menjadi dua,yaitu:
a. Teknik double-contrast 1 tingkat
Sebagian kolon diisi dengan BaSO4 sebagai kontras positif dengan
posisi sedikit trendelen burg, kemudian diisikan udara sebagai media
kontras negatif dan mengatur pasien pada posisi oblique dan lateral
yang bertujuan agar BaSO4 melapisi mukosa kolon.
b. Teknik double-contrast 2 tingkat
Barium kental dimasukkan pada kolon desenden hingga fleksura
lienalis. Setelah itu, udara dimasukkan untuk mendorong barium
sehingga melapisi seluruh bagian colon, dengan enema bag yang
diletakkan dibawah meja pemeriksaan sebagai tempat keluarnya
barium akibat udara yang masuk. Setelah dilakukan tahap pelapisan,
udara dimasukkan kembali untuk tahap pengembangan kolon.
13
35x43 cm, dan menggunakan grid dengan posisi portrait.
4) Focus Film Distance (FFD) yang digunakan adalah 102 cm.
5) Faktor eksposi:
a) kV yang digunakan pada pemeriksaan yang menggunakan
metode double-contrast adalah 90-100 kV.
b) mAs sesingkat mungkin.
6) Arah sumbu sinar-X/ Central Ray (CR) adalah vertical tegak lurus
terhadap meja pemeriksaan.
7) Titik bidik/ Central Point (CP) yaitu pada MSP tubuh setinggi
crista iliaca.
8) Respirasi dilakukan ketika pasien ekspirasi dan dipandu untuk
tahan napas, lalu ekspose.
9) Kriteria Radiograf
a) Menampakkan seluruh kontur organ abdomen, yaitu muskulus
psoas, ginjal, lambung, usus halus, usus besar dan rectum.
b) Tidak ada rotasi yang ditunjukkan oleh vertebrae lumbal dan
ala ilium tampak simetris.
c) Batas struktur organ yang tajam mengindikasikan bahwa tidak
adanya pergerakan.
d) Kolimasi mencakup dari diafragma hingga symphysis pubis.
14
Gambar 2.5 Radiograf Polos Abdomen
(Lampignano dan Kendrick,2018)
Keterangan gambar :
1. Sigmoid
2. Ascending colon
3. Caputo femoralis
15
b) mAs sesingkat mungkin
6. Arah sumbu sinar-X adalah vertikal tegak lurus terhadap meja
pemeriksaan.
7. Titik bidik pada MSP tubuh setinggi crista iliaca.
8. Respirasi dilakukan ketika pasien ekspirasi dan dipandu untuk
tahan napas, lalu ekspose.
9. KriteriaRadiograf
a) Dalam gambaran tampak usus besar yang terisi dengan
kontras, termasuk fleksura lienalis dan fleksura hepatica.
b) Pada metode double - contrast harus mampu memperlihatkan
udara yang mengisi usus besar.
c) Tidak ada rotasi yang ditunjukkan oleh vertebrae lumbal dan
ala ilium tampak simetris.
d) Batas struktur organ yang tajam mengindikasikan bahwa
tidak adanya pergerakan.
e) Kolimasi mencakup dari diafragma hingga symphysis pubis.
16
Gambar 2.7 Radiograf Proyeksi AP
(Lampignano dan Kendrick,2018)
Keterangan gambar :
1. Ascending colon
2. Right colic flexure
3. Transverse colon
4. Left colic flexure
5. Descending colon
6. Rectum
17
a. kV yang digunakan pada pemeriksaan yang
menggunakanmetodedouble-contrastadalah90-100kV.
b. mAssesingkat mungkin.
6. Arah sumbu sinar X/ Central Ray (CR) adalah vertikal tegak lurus
terhadap meja pemeriksaan.
7. Titik bidik pada MSP tubuh setinggi kedua crista iliaca.
8. Respirasi dilakukan ketika pasien ekspirasi dan dipandu untuk
tahan napas, lalu ekspose.
9. Kriteria Radiograf
a. Dalam gambaran tampak usus besar yang terisi dengan kontras,
termasuk fleksura lienalis dan fleksura hepatica. Pada posisi
PA, kolon transversal dapat terlihat jelas terisi dengan kontras
b. Pada metode double-contrast harus mampu memperlihatkan
udara yang mengisi usus besar.
c. Tidak ada rotasi yang ditunjukkan oleh vertebrae lumbal dan
alailium tampak simetris.
d. Batas struktur organ yang tajam mengindikasikan bahwa tidak
adanya pergerakan.
e. Kolimasi mencakup dari diafragma hingga symphysis pubis.
18
Gambar 2.9 Radiograf Abdomen Proyeksi PA
(Double-contrast) (Lampignano dan
Kendrick, 2018)
Keterangan gambar :
1. Ascending colon
2. Hepatic flexure
3. Lienalic flexure
4. Transverse colon
5. Descending colon
6. Sigmoid
7. Rectum
19
3) Ukuran kaset (IR) yang digunakan adalah 35x43 cm, dan
menggunakan grid dengan posisi portrait.
4) FFD yang digunakan adalah 102 cm.
5) Faktor eksposi:
a) kV yang digunakan pada pemeriksaan yang menggunakan
metode double-contrast adalah 110-125 kV.
b) mAs sesingkat mungkin.
6) Arah sumbu sinar - X vertical tegak lurus terhadap IR, lalu
ditarik sepanjang 2,5 cm disebelah kiri MSP tubuh.
7) Titik bidik 2,5 - 5 cm diatas puncak crista iliaca.
8) Respirasi dilakukan ketika pasien ekspirasi dan dipandu untuk
tahan napas, lalu ekspose.
Gambar2.10Proyeksi RAO
(Lampignano dan Kendrick, 2018)
9) Kriteria radiograf :
a) Tampak gambaran dari seluruh bagian usus besar yang terisi
dengan kontras dan udara pada metode double-contrast,
terutama untuk melihat fleksura hepatica tanpa superposisi
dengan organ yang lain, kolon asenden dan kolon sigmoid
dapat tergambar dengan baik.
b) Terlihat rectal ampula dalam radiograf pada batas bawah.
c) Tulang belakang sejajar dengan tepi radiograf (keculai
terdapat scoliosis).
d) Bentuk ala ilium kanan terlihat lebih pendek atau
foreshortening, dan alailium kiri mengalami elongasi.
e) Kolimasi yang cukup harus diterapkan.
20
f) Batas struktur organ yang tajam mengindikasikan bahwa
tidak adanya pergerakan.
Keterangan gambar:
21
b) Lengan kanan fleksi diletakkan diatas bantal, dengan lengan
kiri berada dibelakang pasien.
c) Kaki kiri ekstensi sedangkan kaki kanan fleksi.
3) Ukuran kaset (IR) yang digunakan adalah 35x43 cm, dan
menggunakan grid dengan posisi portrait.
4) FFD yang digunakan adalah 102 cm.
5) Faktoreksposi:
a) kV yang digunakan pada pemeriksaan yang menggunakan
metode double-contrast adalah 110-125kV.
b) mAs sesingkat mungkin.
6) Arah sumbu sinar-X vertical tegak lurus terhadap IR, ditarik
sepanjang 2,5 cm disebelah kanan MSP tubuh.
7) Titik bidik 2,5– 5 cm diatas puncak crista iliaca.
8) Respirasi dilakukan ketika pasien ekspirasi dan dipandu untuk
tahan napas, lalu ekspose.
9) KriteriaRadiograf
Tampak gambaran dari seluruh bagian usus besar yangterisi dengan
kontras dan udara pada metode double contrast, terutama untuk
melihat splenic flexure tanpa super posisi dengan organ yang lain,
kolon descenden juga dapat tergambar dengan baik.
a) Tulang belakang sejajar dengan tepi radiograf (kecuali terdapat
scoliosis).
b) Bentuk ala ilium kiri terlihat lebih pendek atau
foreshortening, dan alailium kanan mengalami elongasi.
22
c) Kolimasi yang cukup harus diterapkan.
d) Batas struktur organ yang tajam mengindikasikan bahwa tidak
adanya pergerakan.
Keterangan gambar:
23
MSP tubuh miring membentuk sudut 35˚-45˚ kearah
posterior kanan dan atau kiri. Pastikan batas kanan dan
kiri abdomen berjarak sama dari garis tengah meja
pemeriksaan.
b) Lengan pada bagian yang lebih tinggi difleksikan dan
diletakkan di depan kepala, sedangkan lengan yang
berada dekat dengan meja pemeriksaan diletakkan di
samping sisi tubuh pasien.
c) Kaki pada bagian yang lebih tinggi difleksikan sebagai
fiksasi.
3) Ukuran kaset (IR) yang diguna kan adalah 35x43 cm, dan
menggunakan grid dengan posisi portrait.
4) FFD yang digunakan adalah 102 cm.
5) Faktor eksposi:
a) kV yang digunakan pada pemeriksaan yang
menggunakan metode double-contrast adalah 90-100kV.
b) mAs sesingkat mungkin.
6) Arah sumbu sinar-X vertical tegak lurus terhadap IR.
7) Titik bidik pada puncak cristailiaca dan ditarik 2,5 cm
kearah dari lateral MSP yang ditinggikan.
8) Respirasi dilakukan ketika pasien ekspirasi dan dipandu
untuk tahan napas, lalu ekspose.
24
9) Kriteria Radiograf
a) Left Posterior Oblique (LPO)
Tampak gambaran dari seluruh bagian usus besar yang
terisi dengan kontras dan udara pada metode double-
contrast, terutama untuk memperlihatkan fleksura hepatica
tanpa superposisi dengan organ yang lain,serta kolon
asenden dan recto sigmoid dapat tergambar dengan baik.
(1) Tampak gambaran rectal ampulla pada batas bawah
radiograf.
(2) Vertebrae tampak parallel dengan tepi kanan dan kiri
radiograf.
(3) Alailium kiri mengalami elongasi, dan alailium
kanan mengalami foreshortening atau terlihat lebih
pendek.
(4) Batas struktur organ yang tajam mengindikasikan
bahwa tidak adanya pergerakan.
(5) Kolimasi yang cukup harus diterapkan.
Keterangan gambar:
1. Rectum
2. Sigmoid
3. Ascendingcolon
4. Descendingcolon
25
5. Rightcolicflexure
6. Leftcolicflexure
1. Rectum
2. Sigmoid
3. Ascending colon
4. Descending colon
5. Right colicf lexure
26
6. Tranverse flexure
7. Left colic flexure
27
Gambar 2.17Proyeksi Lateral Rectum kiri dan
Proyeksi Ventral Decubitus di dalam gambar
(Double-contrast) (Lampignano dan Kendrick,2018)
9) Kriteria Radiografi
a) Tampak gambaran dari recto sigmoid yang terisi dengan
kontras.
b) Tampak gambaran caputo ffemoralis yang saling
superposisi mengindikasikan bahwa tidak adanya rotasi.
Serta pelvis yang tergambarkan saling superposisi.
c) Batas struktur tepi organ yang tajam mengindikasikan
bahwa tidak adanya gerakan.
d) Kolimasi yang cukup harus diterapkan.
Keterangan gambar:
1. Sigmoid
2. Sacrum
3. Rectum
4. Symphisis pubis
28
Gambar 2.19 Radiograf Proyeksi Ventral
Decubitus (Double-contrast) ( Lampignano dan
Kendrick, 2018)
29
6) Arah sumbu sinar-X horizontal tegak lurus terhadap IR.
7) Titik bidik pada MSP setinggi cristailiaca.
8) Respirasi dilakukan ketika pasien ekspirasi dan dipandu
untuk tahan napas,lalu ekspose
30
fleksura hepatica yang berisi udara,serta kolon
asenden dan caecum.
(2) Tampak gambaran pelvis dan tulang rusuk yang
simetris mengindikasikan bahwa tidak adanya rotasi.
(3) Batas struktur organ yang tajam mengindikasikan
bahwa tidak adanya gerakan.
(4) Kolimasi yang cukup harus diterapkan.
Keterangan gambar:
31
Gambar2.23 Radiograf Proyeksi LLD
(Double-contrast)(Lampignano dan
Kendrick,2018)
Keterangan gambar:
1. Ascending colon
2. Left colic flexure
3. Right colic flexure
4. Transverse colon
5. Descending colon
6. Sigmoid colon
32
3) IR yang digunakan adalah 35 x43 cm, dan menggunakan
grid dengan posisi portrait.
4) FFD yang digunakan adalah 102 cm.
5) Faktor eksposi:
a) kV yang digunakan pada pemeriksaan yang menggunakan
metode double-contrast adalah 90-100kV.
b) mAs sesingkat mungkin.
6) Arah sumbu sinar - X adalah vertical tegak lurus terhadap
meja pemeriksaan.
7) Titik bidik pada MSP tubuh setinggi cristailiaca.
8) Respirasi dilakukan ketika pasien ekspirasi dan dipandu
untuk tahan napas, lalu ekspose.
33
9) KriteriaRadiograf
a) Tampak gambaran seluruh usus besar dengan sisa
media kontras yang masih ada didalam usus besar.
b) Tidak ada rotasi yang ditunjukkan oleh tulang
belakang yang sejajar dengan tepi radiograf (kecuali
pasien dengan scoliosis), serta vertebrae lumbal dan
alailium tampak simetris.
c) Batas struktur organ yang tajam mengindikasikan
bahwa tidak adanya pergerakan.
d) Kolimasi mencakup dari diafragma hingga
symphysis pubis.
e) Harus tampak marker pasca evakuasi dan R atau L.
Keterangan gambar:
1. Rectum
2. Descenden colon
3. Left colic flexure
4. Transverse colon
5. Rightcolic flexure
6. Ascenden colon
7. Sigmoid
34
BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Paparan Kasus
1. Identitas Pasien
a. Nama : MDS
b. Umur : 1 Tahun 5 Bulan
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
d. No. Rekam Medik : 393378
e. Pemeriksaan : Colon in Loop
f. dr. Pengirim : dr. Tity Wulandari Sp.A
2. Riwayat Klinis
Pada hari Jumat, 17 Maret 2023, seorang ibu datang membawa
anaknya ke Instalasi Radiologi RSU Haji Medan dengan membawa surat
pengantar dari dokter dengan jenis pemeriksaan Colon in Loop
dikarenakan anak tersebut tidak dapat BAB selama beberapa hari. Klinis
pada surat pengantar adalah Hirschprung Disease.
B. Pelaksanaan Pemeriksaan
a. Persiapan Pasien
1. Puasa kurang lebih 10-12 Jam sebelum pemeriksaan dan setelah
meminum obat pencahar dan puasa mulai pukul 21.00 WIB
2. Meminum obat pencahar dapat berupa garam inggris (30 gr) yang
dilarutkan dengan segelas air hangat pada pukul 20.00 WIB
3. Makan terakhir sebelum dilakukannya pemeriksaan bubur dengan
kecap ataupun garam pukul 19.00.WIB
4. Melepas segala sesuatu benda yang dapat mengganggu radiograf
setelah memasuki ruangan pemeriksaan.
b. Persiapan Alat dan Bahan
1. Spuit 100 CC
2. Folley Kateter ukuran 16
3. Gel Pelicin
35
4. Wadah Kontras Media
5. Marker
6. Mesin X-Ray dengan Fluoroskopi
- Merk : Siemens
- Type : 3345209
- SN : 406301653
- kV : maks 150 kV
7. Sarung tangan karet (handscoon)
8. IR ukuran 35 x 43 cm
c. Persiapan media kontras ( 400cc ) :
Campurkan media kontras iodine merk Iopamidol 370 dengan water
injection dengan perbandingan 1: 6 yaitu 66cc bahan media kontras
iodine merk Iopamidol 370 dan 330 cc water injection. Selanjutnya
masukkan kontras media yang sudah dicampur ke dalam spuit 100cc
dan lakukan secara bertahap dan dimasukkan melalui anus dengan
folley kateter.
d. Prosedur Pemeriksaan
1. Proyeksi AP (Polos Abdomen )
Foto Polos Abdomen dilakukan sebelum pemasukan kontras
dilakukan.
- Posisi Pasien
Tidur terlentang pada meja pemeriksaan dan pasien dibantu
keluarga untuk di pegang dikarenakan pasien tidak kooperatif.
- Posisi Objek :
1. MCP tubuh sejajar dengan meja pemeriksaan dan IR
2. Kedua lengan di pegang oleh keluarga di atas kepala, kedua
bahu sejajar sehingga berada pada bidang transversal yang
sama.
- CR : Tegak lurus film
- CP : Pada umbilkus
- FFD : 122 cm
36
- Faktor Eksposi : - kV : 70 kV
- mAs : 14 mAs
- Lakukan eksposi pada saat pasien ekspirasi
- Evaluasi radiograf:
1. Memperlihatkan keseluruhan organ abdomen
2. Tidak adanya rotasi ditandai dengan vertebrae lumbal
dan ala ilium simetris
3. Kolimasi mencakup diafragma hingga simfisis pubis.
2. Proyeksi AP setelah pemasukan media kontras
Setelah media kontras dimasukkan melalui anus sebanyak
400cc dengan menggunakan kateter yang diikuti dengan
menggunakan fluoroskopi dan media kontras sudah mencapai
caecum, maka lakukan pemotretan dengan proyeksi ini.
- Posisi Pasien : Tidur terlentang pada meja pemeriksaan
- Posisi Objek :
1. MCP sejajar dengan meja pemeriksaan dan IR.
2. Kedua lengan di pegang oleh keluarga di atas kepala,
kedua bahu sejajar sehingga berada pada bidang
transversal yang sama.
- CR : Tegak lurus film
- CP : Pada L3/ pada umbilikus
- FFD : 122 cm
37
- Faktor Eksposi : - kV : 70 kV
- mAs : 14 mAs
- Lakukan eksposi pada saat pasien ekspirasi
- Evaluasi radiograf :
1. Terlihat media kontras memenuhi kolon
2. Tidak adanya rotasi ditandai dengan ala ilium simetris
3. Batas struktur organ terlihat tajam mengindikasikan tidak
adanya peergerakan.
4. Kolimasi mencakup dari diafragma hingga symphisis
pubis.
3. Proyeksi Lateral
- Posisi Pasien :1.Lateral recumbent pada meja pemeriksaan
2. Kedua lutut di fleksi kan dan superposisi
3. Kedua siku fleksi dan kedua tangan
dipegangi oleh keluarga di atas kepala.
- Posisi Objek: Pada pertengahan IR dan tepi anterior
abdomen berada di tengah meja
pemeriksaan dan juga IR
- CP : Tegak lurus IR
- CR : Garis pertemuan antara MCP dengan
umbilikus yang ditarik ke posterior.
38
- FFD : 122
- FE : - kV :70 kV
- mAs : 14 mAs
- Kriteria Radiografi :
1. Terlihat colon terisi dengan contras media dari sisi lateral
2. Illiaca superimposisi
3. Marker terlihat pada anus
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis, dapat di hasilkan
pembahasan sebagai berikut : perbandingan
dengan
1. Bagaimana teknik pemeriksaan Colon In Loop dengan klinis literatur tidak
ada
Hirscprung Disease di instalasi Radiologi RSU Haji Medan?
Pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi Radiologi
RSU Haji Medan menggunakan kontras media berbentuk liquid
berbasis iodine yang di campur dengan menggunakan water injection
dengan perbandingan 1:6 guna untuk memberikan bentuk anatomi dari
colon serta memperlihatkan fungsi dari organ tersebut.Pada
pemeriksaan ini, pesawat X-Ray RSU Haji Medan sudah di lengkapi
oleh fluoroskopi sehingga dapat melihat perjalanan kontras media pada
39
saat di masukkan.Pada pemeriksaan ini, pemasukan kontras
menggunakan spuit.
Proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah proyeksi AP
yang bertujuan untuk memperlihatkan keseluruhan colon termasuk
juga fleksura lienalis dan fleksura hepatica dan juga menggunakan
proyeksi Lateral yang bertujuan untuk memperjelas bagian rectum.
Dengan menggunakan dua proyeksi ini, sudah dapat menegakkan
diagnosa dengan tepat.
2. Apakah kelebihan pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi Radiologi
RSU Haji Medan?
Kelebihan pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi Radiologi
RSU Haji Medan adalah pesawat X-Ray sudah dilengkapi dengan
fluoroskopi sehingga dapat mengikuti perjalanan kontras dan pekerjaan
menjadi lebih efisien. Dan juga proyeksi yang digunakan hanyalah
Polos Abdomen, Proyeksi AP Supine, dan Lateral Recumbent sudah
dapat menegakkan diagnosa dengan baik, sehingga dosis radiasi yang
diterima oleh pasien dan radiografer menjadi kebih sedikit
dibandingkan dengan proyeksi yang di anjurkan oleh Lampignano
(2018)
3. Apakah kekurangan pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi Radiologi
RSU Haji Medan?
Kekurangan pemeriksaan Colon In Loop di instalasi Radiologi
RSU Haji Medan adalah dosis radiasi yang diterima oleh pasien dan
radiografer masih terlalu besar dikarenakan menggunakan fluoroskopi
dalam pengambilan citra.
40
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan penulis terhadap kasus Pemeriksaan Colon in
Loop dengan klinis Hisprungs Disease adalah sebagai berikut :
1.Pemeriksaan Colon In Loop di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan
menggunakan kontras media berbentuk liquid yang di campur dengan
menggunakan water injection dengan perbandingan 1:6 guna untuk
memberikan bentuk anatomi dari colon serta memperlihatkan fungsi dari organ
tersebut.Pada pemeriksaan ini, pesawat X-Ray RSU Haji Medan sudah di
lengkapi oleh fluoroskopi sehingga dapat melihat perjalanan kontras media
pada saat di masukkan
2. Kelebihan pemeriksaan Colon In Loop di instalasi Radiologi RSU Haji Medan
adalah pesawat X-Ray sudah dilengkapi dengan fluoroskopi sehingga dapat
mengikuti perjalanan kontras dan pekerjaan menjadi lebih efisien. Dan hanya
menggunakan 3 proyeksi pemeriksaan dan hal ini sangat baik dalam menekan
dosis radiasi yang diterima oleh pasien, keluarga pasien yang menemani, dan
juga radiografer.
3. Kekurangan pemeriksaan Colon In Loop di instalasi Radiologi RSU Haji
Medan adalah dosis radiasi yang diterima oleh pasien dan radiographer masih
terlalu besar dikarenakan menggunakan fluoroskopi dalam pengambilan citra.
B. Saran
Saran dari penulis terhadap Instalasi Radiologi RSU Haji Medan pada
pemeriksaan Colon in Loop adalah pada saat pengambilan citra radiografi,
menggunakan kolimasi secukupnya sehingga dapat mengurangi dosis radiasi
yang diterima oleh pasien.
41
DAFTAR PUSTAKA