Anda di halaman 1dari 47

TEKNIK PEMERIKSAAN LOPOGRAFI

DENGAN KLINIS SUSPECT HIRSCHSPRUNG DESEASES


DI INSTALASI RADIOLOGI RSU HAJI MEDAN

Laporan Kasus
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan II

Disusun Oleh
Kelompok 4 :

AMELYA LEO PRIGUS NIM 21006


HARUN ARRASYID ADNAN NIM 21022
PUSPITA DEWI NIM 21035
ROMAITO POHAN NIM 21041
YARUSHI AKASI TOURBINA LUBIS NIM 21051

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
YAYASAN AMAL BAKTI MEDAN
2023
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Kerja
Lapangan (PKL) II pada Program Studi Diploma III Akademi Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Sinar Amal Bakti Medan.

Nama : AMELYA LEO PRIGUS 21006


HARUN ARRASYID ADNAN 21022
PUSPITA DEWI 21035
ROMAITO POHAN 21041
YARUSHI AKASI TOURBINA LUBIS 21051

Judul Laporan Kasus : Teknik Pemeriksaan Lopografi dengan Klinis


Hischsprung
Deseas di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan

Medan, 06 Maret 2023


Pembimbing

Sarifah Aini Matondang, Amd. Rad

II
KATA PENGANTAR

Penulis ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Teknik Pemeriksaan Lopografi dengan Klinis Suspect
Hirschsprung Desease di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan”.
Penyusunan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
dalam memenuhi tugas mata kuliah PKL II. Dalam penyusunan laporan kasus ini
penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari pembimbing serta
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :

1. Bapak Djamiandar, DFM, S.Pd, M. Pd, selaku Direktur Akademi


Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Sinar Amal Bakti Medan.
2. Ibu dr. Rehulina Ginting M. Kes, selaku Direktur RSU Haji Medan.
3. Bapak dr. Jmalatief, Sp. Rad, selaku Kepala Instalasi
Radiologi RSU Haji Medan.
4. Ibu Sarifah Aini Matondang, Amd. Rad, selaku Kepala Ruang di
Instalasi Radiologi RSU Haji Medan.
5. Radiografer dan staf di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan.
6. Keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan, semangat dan doa
dengan tulus.
7. Rekan-rekan mahasiswa Akademi Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Sinar Amal Bakti Medan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, mengingat keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan penulis. Penulis juga berharap semoga Laporan Kasus ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun pembaca yang budiman.

Medan, 06 Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................3
C. TUJUAN PENULISAN..............................................................3
D. MANFAAT PENULISAN..........................................................3
E. SISTEMATIKA PENULISAN...................................................3
BAB II TIJAUAN PUSTAKA.......................................................................4
A. ANATOMI SISTEM PENCERNAAN.......................................4
B. PATOLOGI HIRSCHPRUNG DESEASE...................................12
C. PROSEDUR TEKNIK PEMERIKSAAN LOPOGRAFI...........16
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN........................................23
A. PAPARAN KASUS....................................................................23
B. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN..........................................23
C. PEMBAHASAN..........................................................................33
BAB IV PENUTUP........................................................................................35
A. KESIMPULAN...........................................................................35
B. SARAN........................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indrati (2017), Ilmu pengetahuan dibidang kedokteran semakin
berkembang yaitu dengan ditemukannya alat dan metode yang dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosa terhadap penderita dilakukan
dengan berbagai cara antara lain Pemeriksaan Radiografi dengan
menggunakan Sinar-X.
Imran (2013), Sinar-X merupakan salah satu jenis radiasi pengion
dimana gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombangnya yang
cendrung sangat pendek, akan tetapi memiliki energi yang sangat besar.
Selain itu Sinar-X juga mempunyai sifat daya tembus yang sangat tinggi,
karena sifat ini lah Sinar-X bermanfaat untuk mengetahui kelainan fisik
dan organ yang tidak dapat dilihat dari luar. Salah satu alat Kesehatan
yang menggunakan Sinar-X adalah Fluoroskopi.
Kartika (2011), Fluoroskopi merupakan suatu Teknik pencitraan
real-time dengan resolusi temporal yang tinggi. Teknik Fluoroskopi
digunakan untuk melihat citra struktur, organ atau cairan dalam tubuh
pasien. Fluoroskopi menghasilkan citra langsung dan kontinyu yang
berguna khususnya untuk memandu suatu prosedur melihat bagian dalam
tubuh atau meneliti fungsi organ yang ada didalam tubuh.
John P. Lampignano,dkk (2014), Media kontras adalah bahan yang
dapat digunakan dalam radiologi untuk menampakkan struktur gambar
suatu organ tubuh (baik anatomi maupun fisiologi) dalam pemeriksaan
radiologi dimana dengan foto polos biasa organ tersebut kurang dapat
dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena mempunyai densitas yang
relatif sama. Bahan media kontras merupakan senyawa-senyawa yang
digunakan untuk meningkatkan visualisasi struktur-struktur internal pada
sebuah pencitraan diagnostik medis. Bahan kontras dipakai pada
pencitraan dengan Sinar-X untuk meningkatkan daya atenuasi Sinar-X
(bahan kontras positif) atau menurunkan daya atenuasi Sinar-X (bahan

6
kontras negatif dengan bahan dasar udara atau gas). Ada berbagai macam
jenis media kontras berdasarkan bahannya yaitu salah satunya media
kontras berbahan iodine .
Sari,dkk (2019), Teknik pemeriksaan Lopografi adalah teknik
pemeriksaan secara radiologis pada saluran pencernaan bagian bawah
(colon) dengan memasukkan media kontras positif ke dalam colon melalui
lubang buatan pada daerah abdomen. Pemeriksaan Lopografi
menggunakan media kontras positif dengan jenis water soluble, kontras
media jenis ini mudah diserap oleh tubuh serta mudah dilarutkan dan tidak
mengakibatkan banyak kompilasi, NaCl dicampurkan terlebih dahulu
sebelum media kontras digunakan dengan perbandingan 1:3 kemudian
dimasukkan kedalam stoma atau colostomy (lubang buatan) pada dinding
abdomen. Colostomy dibuat secara pembedahan diantara dua bagian dari
usus besar yang dimasukkan sebagai pengganti tempat pengeluaran feses.
John P. Lampignano, dkk (2018), Colostomy (ka-los′-ta-me) adalah
pembentukan bedah buatan atau sambungan bedah antara dua bagian usus
besar. Dalam kasus penyakit, tumor, atau proses inflamasi, bagian dari
usus besar mungkin telah dihapus atau diubah. Seringkali, karena tumor di
colon sigmoid atau rectum, bagian usus bawah ini diangkat. Ujung
terminal usus dibawa ke permukaan anterior perut, di mana lubang buatan
dibuat. Pembukaan buatan ini disebut stoma. Dalam beberapa kasus,
colostomy sementara dilakukan untuk memungkinkan penyembuhan
bagian yang terlibat dari usus besar. Daerah yang terlibat dilewati melalui
penggunaan colostomy. Setelah penyembuhan selesai, kedua bagian usus
besar dihubungkan kembali.
Dari hasil pengamatan penulis dalam pemeriksaan Lopografi di
Instalasi Radiologi RSU Haji Medan menggunakan pesawat radiografi
fluoroskopi cukup sering dijumpai. Maka dari itu penulis merasa tertarik
untuk membahas tentang teknik pemeriksaan radiografi Lopografi yang
dilakukan di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan dalam pembuatan
laporan kasus PKL II yang berjudul “Teknik Pemeriksaan Lopografi
Dengan Klinis Suspect Hirschsprung Deseases di Instalasi Radiologi RSU

7
Haji Medan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah Teknik pemeriksaan Lopografi dengan klinis Riwayat
Suspect Hirschsprung Desease di RSU Haji Medan ?
2. Apa kekurangan dari pemeriksaan Lopografi yang
dilakukan
di RSU Haji Medan ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk memahami bagaimana Teknik pemeriksaan Lopografi dengan
klinis Suspect Hirschsprung Desease di RSU Haji Medan.
2. Untuk mengetahui kekurangan dari pemeriksaan Lopografi yang
dilakukan di RSU Haji Medan.

D. MANFAAT PENULISAN
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang Teknik
pemeriksaan Lopografi dengan klinis Suspect Hirschsprung Desease serta
sebagai bekal bagi penulis dalam dunia kerja.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang anatomi dan fisiologi dari Colon (usus besar) dan prosedur
pemeriksaan Lopografi.
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang profil kasus, pembahasan masalah dan hasil radiografi.
BAB IV PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Pencernaan (Digestive System)


W.Long Bruce (2016), Sistem pencernaan terdiri dari dua bagian
yaitu kelenjar aksesoris dan saluran pencernaan. Kelenjar aksesori
yang meliputi kelenjar ludah (salivary glands), hati (liver), kantong
empedu (gallbladder), dan pancreas. Bagian-bagian saluran
pencernaan adalah mulut tempat makanan dikunyah dan diubah
menjadi bolus melalui insalivasi, pharynx dan kerongkongan
(esophagus) yang merupakan organ
menelan, perut tempat proses
pencernaan dimulai dari
lambung, usus kecil (small-
intestine) tempat proses pencernaan
selesai dan usus besar (large
intestine/ colon), yang merupakan
organ egestion dan penyerapan air
yang berakhir di anus.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan (Merrills Atlas, 2016)

9
Keterangan gambar :
1. Mulut
2. Faring
3. Kerongkongan (eshophagus)
4. Lambung
5. Usus besar (large intestine/ colon)
6. Usus kecil (small- intestine)
7. Anus
1. Mulut
W.Long Bruce (2016, Mulut atau rongga mulut adalah bagian

pertama dari sistem pencernaan. Mulut membungkus lengkung gigi


dan menerima air liur yang dikeluarkan oleh kelenjar ludah. Rongga
mulut dibagi menjadi beberapa bagian yaitu ruang depan mulut,
ruang antara gigi dan pipi, dan rongga mulut, ruang di dalam
lengkung gigi. Atap rongga mulut dibentuk oleh langit-langit keras
(hard palate) dan lunak (soft palate).

10
Gambar 2.1 Anatomi Mulut (Merrills Atlas, 2016)

Keterangan gambar :
1. Posterior arch
2. Anterior arch
3. Tonsil
4. Langit-langit keras (hard palate)
5. Uvula
6. Langit-langit lunak (soft palate)
7. Apex
8. Orifice of submandibular duct
9. Sublingual space
10.

Tongue
11. Frenulum of tongue
12. Sublingual fold

2. Faring
W.Long Bruce (2016), Faring berfungsi sebagai jalan untuk
udara dan makanan dan umum untuk sistem pernapasan dan
pencernaan. Faring adalah struktur tubular muskulomembran yang
terletak di depan tulang belakang dan di belakang hidung, mulut,
dan laring. Panjangnya kira-kira 5 inci (13 cm), faring memanjang
dari permukaan bawah tubuh tulang sphenoid dan bagian basilar
tulang oksipital secara inferior ke-tingkat diskus antara vertebra

11
serviks keenam dan ketujuh, di mana ia berada. berlanjut dengan
esophagus. Rongga faring dibagi menjadi bagian hidung, mulut, dan
laring.

Gambar 2.3 Faring (Merrills Atlas, 2016)

Keterangan gambar :
1. Soft palate 10. Hyoid bone
2. Pharyngeal tonsil 11. Laryngeal pharynx
3. Nasopharynx 12. Trachea
4. Uvula 13. Thyroid cartilage
5. Oropharynx 14. Esophagus
6. Epigiottis 15. Nasal septum
7. Vocal cord 16. Piriform reces
8. Larynx 17. Rima glottidis
9. hard palate

3. Esophagus
W.Long Bruce (2016), Esophagus adalah tabung panjang
berotot yang membawa makanan dan air liur dari Faring laring ke
perut. Esophagus dewasa memiliki panjang sekitar 10 inci (24 cm)
dan diameter 3/4 inci (1,9 cm). Mirip dengan saluran pencernaan
lainnya, esopagus memiliki dinding yang terdiri dari empat lapisan.
Dimulai dengan lapisan terluar dan bergerak ke dalam, lapisan-

12
lapisannya adalah lapisan Fibros, lapisan Muskular, lapisan
Submukosa dan lapisan Mukosa.

Gambar 2.4
Esophagus (Merrills Atlas, 2016)

Keterangan gambar :
1. Cervical 6
2. Aorta
3. Thoracal 12
4. Esophagus
5. Jantung
6. Diafragma
7. Fundus

4. Lambung
W.Long Bruce (2016), Lambung adalah bagian saluran
pencernaan yang melebar seperti kantung yang membentang antara
kerongkongan dan usus kecil. Dindingnya terdiri dari empat lapisan
yang sama dengan kerongkongan. Lambung dibagi menjadi empat
bagian yaitu Cardia, Fundus, Body dan Pyloric.
Fungsi lambung yaitu :

13
1) Menyimpan makanan dalam kurun waktu 2 – 5 jam.
2) Mengaduk makanan (dengan gerakan meremas).
3) Mencerna makanan dengan bantuan enzim.
4) Menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk
jangka waktu pendek.

Gambar
2.5Anatomi Lambung (Merrills Atlas,
2016)

Keterangan gambar :
1. Cardiac notch
2. Cardiac antrum
3. Fundus
4. Angular notc
5. Pyloric spinchter
6. Duodenum
7. Pyloric canal
8. Pyloric antrum

5. Usus Kecil (Small Intestine)


W.Long Bruce (2016), Usus kecil memanjang dari sfingter
pilorus lambung ke katup ileocecal, di mana ia bergabung dengan
usus besar di sudut kanan. Pencernaan dan penyerapan makanan

terjadi di bagian saluran pencernaan ini. Panjang dari usus halus

14
orang dewasa rata-rata sekitar 22 kaki (6,5 m), dan diameternya
secara bertahap berkurang dari sekitar 1/2 inci (3,8 cm) di bagian
proksimal menjadi kira-kira 1 inci (2,5 cm) di bagian distal. Dinding
usus kecil mengandung empat lapisan yang sama dengan dinding
kerongkongan dan lambung. Mukosa usus kecil mengandung
serangkaian tonjolan seperti jari yang disebut vili, yang membantu
proses pencernaan dan penyerapan.

Gambar
2.6 Anatomi Usus Kecil
(Merrills Atlas, 2016)

Keterangan gambar :
1. Duodenum
2. Jejenum
3. Ileum

6. Usus Besar (Large Intestine/ Colon)


W.Long Bruce (2016), Usus besar dimulai di daerah iliaka

15
kanan, di mana ia bergabung dengan ileum usus kecil, membentuk
lengkungan yang mengelilingi lengkung usus kecil, dan berakhir di
anus. Usus besar memiliki panjang sekitar 5 kaki (1,5 m) dan
diameternya lebih besar dari usus kecil. Dinding usus besar
mengandung empat lapisan yang sama dengan dinding
kerongkongan, lambung, dan usus kecil. Bagian otot dinding usus
berisi pita eksternal otot longitudinal yang terbentuk menjadi tiga
pita tebal yang disebut taeniae coli. Satu band diposisikan anterior,
dan dua diposisikan posterior. Band ini menciptakan tonus otot yang
menarik yang membentuk serangkaian kantong yang disebut
haustra. Fungsi utama usus besar adalah reabsorpsi cairan dan
pembuangan produk limbah.

Gambar 2.7 Anatomi Usus


Besar (Merrills Atlas, 2016)

Keterangan gambar :
1. Right colic flexure 8. Transverse colon
2. Ascending colon 9. Left colic flexure
3. Ileocecal valve 10. Descending colon
4. Cecum 11. Taenia coli
5. Vermiform 12. Haustra
appendix 13. Sigmoid colon
6. Rectum 14. Anal canal
7. Ileum 15. Anus

16
7. Anus
W.Long Bruce (2016), Anus adalah lubang di mana saluran
pencernaan berakhir dan kotoran akhirnya dikeluarkan dari tubuh.
Anus atau dubur dimulai dari bagian bawah rektum. Garis anorektal
adalah garis yang memisahkan anus dan rektum. Semua sisa
makanan yang tidak dapat dicerna atau diserap oleh tubuh akan
diolah oleh usus besar menjadi kotoran. Pada akhirnya, kotoran itu
akan dikeluarkan oleh tubuh melalui anus.

Gambar
2.8 Anatomi Anus (Merrills Atlas, 2016)

Keterangan gambar :
1. Rectum
2. Anal kanal
3. Anus
4. Sigmoid colon

17
B. Patologi Hirschsprung Desease
1. Definis Hirschsprung Desease
Novita (2022), Penyakit hirschsprung (Megakolon Kongenital)
adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak adanya ganglion pada
usus besar, mulai dari sfingter ani interna kearah proximal,
termasuk rectum, dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus.
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus,
dan paling sering pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada
usus secara ritmis akan menekan feses hingga ke rectum.

Gambar 2.9  Kelainan Hirschsprung (IDNmedis, 2020)

Pada penyakit Hirschsprung, saraf (sel ganglion) yang


berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan.
Hal ini mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti
fungsi fisiologis seharusnya. Penyakit Hirschsprung adalah
penyebab obstruksi usus yang paling sering dialami oleh neonatus.
Demikian pula, kebanyakan kasus Hirschsprung terdiagnosis pada
bayi, walaupun beberapa kasus baru dapat terdiagnosis hingga usia
remaja atau dewasa muda. Beberapa kondisi abnormal pada proses
penurunan neural tube menuju distal rectum diantaranya terjadi
perubahan matrix protein ekstraseluler, interaksi intra sel yang
abnormal (tidak adanya molekul adhesi sel neural) dan tidak adanya
faktor neurotropik menyebabkan terjadinya kondisi aganglionik

18
kolon.
Penyakit Hirschprung dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori:
1) Penyakit hirschprung segmen pendek / short-segment HSCR
(80%) segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid.
Merupakan 80% dari kasus penyakit Hirschprung dan sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
2) Penyakit Hirschprung segmen panjang / long-segment HSCR
(15%) daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid bahkan
dapat mengenai seluruh kolon dan sampai usus halus.
Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan.
3) Total colonic aganglionosis (5%) bila segmen mengenai seluruh
kolon. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Harold
Hirschsprung pada tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Pada tahun 1940,
Robertson dan Kernohan mempublikasikan penyebab penyakit
Hirschsprung adalah tidak dijumpai pleksus auerbach dan
pleksus meissneri pada rektum. Penyakit ini harus dicurigai
apabila seorang bayi cukup bulan dengan berat lahir ≥ 3kg yang
terlambat mengeluarkan tinja, hal ini juga dapat dialami oleh
bayi yang lahir kurang bulan. Penyakit Hirschsprung dapat
berkembang menjadi buruk dan dapat mengancam jiwa
pasien, apabila terjadinya keterlambatan dalam mendiagnosis
penyakit ini. Manifestasi klinis penyakit Hirschsprung terbagi
menjadi dua periode, yaitu periode neonatal dan periode anak-
anak, yaitu :
 Periode neonatus.
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni
pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah bilious
(hijau) dan distensi abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi
dengan penyakit Hirchsprung tidak dapat mengeluarkan
mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan
mengeluarkan meconium setelah 24 jam pertama (24-48

19
jam). Muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen biasanya
dapat berkurang apabila mekonium dapat dikeluarkan
segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami
konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan karena
tingginya kadar laktosa pada payudara, yang akan
mengakibatkan feses jadi berair dan dapat dikeluarkan
dengan mudah.
 Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi,
namun ada beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut
tidak muncul hingga usia kanak-kanak. Gejala yang biasanya
timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis,
gagal tumbuh, dan malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus
dapat terlihat pada dinding abdomen disebabkan
oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain
obstruksi usus yang komplit, perforasi sekum, fecal
impaction atau enterocolitis akut yang dapat mengancam
jiwa dan sepsis juga dapat terjadi

2. Gejala Hischsprung Desease :


dr. Pittara (2022), Gejala penyakit Hirschsprung tergantung pada
tingkat keparahannya. Umumnya, gejala sudah dapat dideteksi sejak
bayi lahir, yaitu bayi tidak buang air besar (BAB) dalam 48 jam setelah
lahir. Selain bayi tidak BAB, gejala lain penyakit Hirschsprung pada
bayi baru lahir adalah:
 Muntah berwarna coklat atau hijau
 Perut membesar
 Rewel
 Demam
 Diare cair dan berbau busuk

Pada penyakit Hirschsprung yang ringan, gejala baru muncul saat usia

20
anak lebih besar. Gejalanya antara lain:
 Mudah Lelah
 Perut kembung dan terlihat buncit
 Sembelit yang terjadi dalam jangka panjang (kronis)
 Hilang nafsu makan
 Berat badan tidak bertambah
 Gangguan tumbuh kembang

3. Diagnosis Hirschsprung Desease


Ambartsumyan L (2021), Dokter mendiagnosis penyakit
Hirschsprung dengan mengambil riwayat medis dan keluarga,
melakukan pemeriksaan fisik, dan tes rujukan. Meskipun penyakit
Hirschsprung berkembang sebelum kelahiran, dokter tidak dapat
mendiagnosa penyakit ini sampai bayi lahir. Sekitar separuh orang
dengan penyakit Hirschsprung didiagnosis pada tahun pertama
kehidupan mereka.9,10 Sekitar 80% orang dengan penyakit
Hirschsprung didiagnosis pada usia 7 tahun, dan lebih dari 90%
didiagnosis pada usia 13,9,10. Jika dokter anak mencurigai mungkin
adanya penyakit Hirschsprung, dia mungkin akan merujuk anak ke
ahli gastroenterologi anak, dokter spesialis penyakit pencernaan
pada anak-anak, atau ahli bedah anak.
1) Riwayat kesehatan dan keluarga, Untuk mendiagnosis penyakit
Hirschsprung, dokter akan memulai dengan menanyakan
tentang riwayat medis dan keluarga pasien tersebut. Dokter juga
akan menanyakan gejala yang dialami dan kapan gejala tersebut
dimulai.
2) Pemeriksaan fisik, Selama pemeriksaan fisik, dokter biasanya
mengulas tinggi dan berat badan pasien, memeriksa perut
apakah ada pembengkakan, melakukan pemeriksaan colok
dubur,tidak ada tinja di dubur atau tinja yang meledak setelah
pemeriksaan dubur mungkin merupakan tanda penyakit
Hirschsprung. Seorang dokter memeriksa perut bayi untuk

21
pembengkakan.
Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat, beberapa metode
pemeriksaan lanjutan berikut ini dapat dilakukan :
1) Tes pencitraan, Untuk memeriksa tanda-tanda penyakit
Hirschsprung, dokter mungkin menggunakan tes pencitraan
seperti seri GI rendah, atau enema kontras, yang menggunakan
sinar-x dan barium atau media kontras yang larut dalam air
untuk melihat usus besar.
2) Manometri anorectal, Manometri anorektal adalah tes yang
memeriksa seberapa baik rektum anak bekerja. Selama
prosedur, dokter mengembangkan balon kecil di dalam rectum.
Normalnya, otot-otot di rektum akan mengendur. Jika otot tidak
rileks, dokter mungkin mencurigai terkena penyakit
Hirschsprung.
3) Biopsi rektal, Dokter biasanya menggunakan biopsi dubur
untuk memastikan atau mengesampingkan diagnosis penyakit
Hirschsprung. Selama prosedur biopsi rektal, dokter akan
mengambil potongan kecil jaringan dari rektum. Seorang ahli
patologi akan memeriksa jaringan di bawah mikroskop untuk
mencari tanda-tanda penyakit Hirschsprung. Dua jenis biopsi
rektal adalah biopsi hisap dubur dan biopsi rektal ketebalan

C. Prosedur Teknik Pemeriksaan Lopografi (Bontrager’s Handbook Of


Radiographic Positioning And Techniques, Eighth Edition, 2018)
1. Definisi
Lopografi adalah Teknik pemeriksaan radiografi terhadap colon
(usus besar) dengan cara memasukkan media kontras melalui
”Colostomy atau Stoma”.

22
Gambar 2. 10 Stoma (Admin,2020)

Colostomi (ka-los′-ta-me) adalah pembentukan bedah buatan atau


sambungan bedah antara dua bagian usus besar. Seringkali, karena
adanya tumor di colon sigmoid atau rectum, usus bagian bawah
dibuang. Ujung terminal usus dibawa ke permukaan anterior perut,
di mana pembukaan buatan dibuat. Pembukaan buatan ini disebut
stoma. Dalam beberapa kasus, colostomy sementara dilakukan
untuk memungkinkan penyembuhan bagian usus besar yang
terlibat. Daerah yang terlibat dilewati melalui penggunaan
colostomy. Setelah penyembuhan selesai, kedua bagian usus besar
dihubungkan kembali. Kotoran dikeluarkan dari tubuh melalui
stoma ke dalam kantong alat khusus yang menempel pada kulit di
atas stoma. Ketika penyembuhan selesai, anastomosis
(penyambungan kembali) dari dua bagian usus besar dilakukan
pembedahan. Untuk pasien tertentu, colostomy bersifat permanen
karena jumlah usus besar yang
diangkat atau faktor lainnya.

23
Gambar 2.11
Colostomy Kit
(Bontrager’ s, 2018)

Gambar 2.12 Colostomy tip (Bontrager’s, 2018)

1. Indikasi
 Hischsprung Desease
 Colitis
 Invaginasi
 Atresi ani
2. Kontra indikasi
 Perforasi
 Obstruksi
 Refluks vagal
 Diare akut.
3. Persiapan Pasien
Jika lopografi digunakan untuk alasan nonakut, pasien diminta untuk
mengairi colostomy sebelum menjalani prosedur. Pasien mungkin
diminta untuk membawa alat irigasi dan tambahan tas peralatan. Pasien
harus mengikuti pembatasan diet yang sama diperlukan untuk enema
barium standar.
4. Persiapan Alat dan Bahan
 Pesawat X-ray dilengkapi dengan fluoroskopi
 IP (Imaging Plate) ukuran 35 x 43 cm

24
 Marker
 Vaselin atau jeli
 Handscoon
 Kateter dan spuit
 Kain kassa
 Apron
 Plester
 Media kontras positif
5. Teknik pemeriksaan (Bontrager’s, 2018)
1) Foto polos Abdomen (Plain abdomen)
Tujuan dilakukannya foto polos adalah untuk melihat persiapan
pasien sudah maksimal atau belum sebelum media kontras
diberikan, jika pada foto polos hasilnya kurang baik dan terdapat
gambaran feses maka persiapan kurang maksimal, dan tindakan
harus ditunda agar tidak mengganggu hasil dari radiograf. Foto
polos juga digunakan untuk menentukan faktor eksposi yang akan
diberikan pada saat pemeriksaan lopografi.
2) Teknik pemberian kontras
Barium sulfat tetap menjadi media kontras pilihan. Prosedur media
kontras tunggal atau kontras ganda dapat dilakukan seperti pada
enema barium rutin lainnya. Media kontras beriodium, water-
soluble dapat digunakan jika diindikasikan. Campurkan media
kontras sesuai dengan spesifikasi departemen. Kenakan sarung
tangan, lepas dan buang balutan yang menutupi stoma. Setelah ahli
radiologi memasukkan ujung irigasi ke dalam stoma, pita tabung
enema di tempat. Barium enema colostomy membutuhkan media
kontras untuk mengambil rute yang berbeda melalui stoma.
Sebagai hasil dari reseksi usus, struktur anatomi dan landmark
sering diubah.
3) Proyeksi Antero Posterior (AP)
Posisi pasien : Berbaring terlentang di atas meja pemeriksaan
Posisi objek : Mid Sagital Plane (MSP) dipertengahan garis

25
meja pemeriksan.
Batas atas objek adalah processus xypoideus dan
untuk batas bawah simpisis pubis tidak terpotong
serta kedua crista iliaka berada dipertengahan film.
Central ray : Tegak
lurus pada IP
Central point :

Dipertengahan antara processus xypoideus dan


crista Iliaca
Focus Film
Distance (FFD): 120 cm

Gambar 2.13 Proyeksi Anteroposterior (AP)


(Bontrager’s, 2018)

4) Proyeksi Lateral
Posisi pasien : Terlentang menyamping diatas meja pemeriksaan
dengan bantalan kepala.
Posisi objek : Sejajarkan bidang mid axillaris dengan garis
tengah
meja.
Lenturkan dan tumpang tindih lutut dengan
meletakkan lengan di depan kepala, pastikan tidak
ada rotasi.

26
Central ray : Tegak lurus terhadap IP
Central point : Dipertengahan antara processus xypoideus dan
crista Iliaca
FFD :120cm

Gambar 2. 14 Proyeksi Lateral (Bontrager’s, 2018)


5) Proyeksi Right Posterior Oblique
(RPO)
Posisi pasien : Terlentang diatas
meja pemeriksaan
Posisi objek : Rotasikan tubuh
pasien kurang lebih 35-45
derajat
terhadap meja
pemeriksaan.
Pastikan posisi MSP berada dipertengahan meja
Lutut pasien di fleksikan.
Central ray : Tegak lurus terhadap IP
Central Point : Berada pada 1-2 inchi ke arah lateral kiri dari titik
tengah kedua crista iliaca.
FFD : 120 cm

27
Gambar 2.15
Proyeksi RPO (Bontrager’s,
2018)

6) Proyeksi Left Posterior Oblique


(LPO)
Posisi pasien : Terlentang diatas meja pemeriksaan
Posisi Objek : Rotasikan tubuh pasien kurang lebih 35-40 derajat
terhadap meja pemeriksaan
MSP berada dipertengahan meja
Lutut pasien di fleksikan.
Central ray : Tegak lurus terhadap IP
Central Point : 1-2 icnhi ke arah lateral kanan dari tiitk tengah
kedua crista iliaca.
FFD : 120 cm

Gambar 2.16 Proyeksi LPO (Bontrager’s, 2018)

28
BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Kasus
1. Identitas Pasien
a) Nama : An. AS
b) Umur : 5 Tahun
c) Jenis Kelamin : Perempuan
d) Alamat : Jl. Nusantara Gg. Perbatasan No. 7 Tembung
e) No. RM : 392658
f) Pemeriksaan : Lopografi Distal
g) Dokter Pengirim: dr. Erjan Fikri, SpBA(K)
2. Riwayat klinis
Pada hari Selasa 07 Maret 2023 pasien datang bersama orang tua

29
pasien ke Instalasi Radiologi RSU Haji Medan dengan menggunakan
kursi roda. Beliau pasien dari Poli Bedah dengan klinis Suspect
Hirschspung Desease.
B. Pelaksanaan Pemeriksaan
1. Persiapan Pasien
 Satu hari sebelum pemeriksaan, pasien diminta minum Dulcolax 1
tablet jam 17.00 WIB.
 Bersihkan usus dengan spuid 100 cc jam 21.00 WIB dengan cara
ambil air
hangat,

semprotkan ke usus yang mengeluarkan kotoran dengan spuit.


 Minum Dulcolax 1 tablet jam 21. 00 WIB.
 Bersihkan Kembali usus dengan cara yang sama seperti cara
sebelumnya.
 Pasien datang ke Instalasi Radiologi RSU Haji Medan jam 08.30
WIB.
 Petugas meminta pasien untuk melepas pakaian pasien dan
menggantinya dengan pakaian khusus pasien yang telah disediakan
oleh petugas.
 Minta orang tua pasien untuk menyingkirkan semua benda-benda
dapat menimbulkan artefak dari citra radiografi.
2. Persiapan Alat dan Bahan
a) Pesawat X-ray dilengkapi dengan fluoroskopi
Tipe : Luminos Fusion II VE 10/OPTITOP 150/40/80
Merk : Siemens
SN : 2207/ 40630165
Daya : 150 kV, 80 kW

30
Gambar 3.1 Pesawat X-ray dilengkapi dengan
Fluoroskopi
di Intalasi Radiologi RSU Haji Medan

b) Computer Radiography (CR), Merk Carestream K5801-1002

Gambar 3.2
Alat CR di Intalasi
Radiologi
RSU Haji Medan

c) Image Plate (IP) Ukuran 35 x 43 cm

31
Gambar 3.3 IP Carestream di
Intalasi Radiologi RSU
Haji Medan

d) Media kontras water soluble Iopamiro 370

Gambar 3.4 Media


kontras di Intalasi Radiologi RSU Haji Medan

e) Bengkok

Gambar 3.5 Bengkok di Intalasi Radiologi RSU Haji Medan

32
f) Handscoon

Gambar 3.6 Handscoon di Intalasi Radiologi RSU Haji


Medan

g) Spuid ukuran 120 ml

Gambar 3.7 Spuid di Intalasi Radiologi RSU Haji Medan

h) Kateter ukuran 16

Gambar 3.8 Kateter di Intalasi Radiologi RSU Haji Medan

33
i) Water Injection

Gambar 3.9 Water injection di Intalasi Radiologi RSU Haji


Medan

j) Apron

Gambar 3.9 Apron di Intalasi


Radiologi RSU Haji Medan

k) Jeli

Gambar 3.10 Jeli di Intalasi Radiologi RSU Haji Medan

34
l) Baju pasien

Gambar 3.11 Baju pasien di


Intalasi Radiologi RSU
Haji Medan

m) Marker

Gambar 3.12
Marker Kecil di Instalasi
Radiologi RSU
Haji Medan

n) Plester

35
Gambar 3.13 Plaster di Instalasi RSU Haji Medan

3. Prosedur Pemeriksaan
a. Pemeriksaan sebelum memasukkan media kontras
1) Foto Plain Abdomen
IP : 35 x 43 cm
Posisi pasien : Terlentang diatas meja pemeriksaan
Posisi objek :
Tempatkan pasien
tepat di bawah tube X-ray

Kedua tangan berada disisi atas kanan kiri


tubuh pasien
Central ray : Tegak lurus terhadap IP
Central point : Pada Lumbal 3 atau sejajar pada umbilikus
FFD : 120 cm
Faktor Eksposi : 70 kV, 20 mAs
Respirasi : Tidak ada aba-aba

36
Gambar 3.14 Plain Foto Lopografi
(Instalasi Radiologi RSU Haji Medan, 2023)
Kriteria Evaluasi :
1. Tampak tulang vertebra Torakal 9-12 dan Lumbal 1-5.
2. Tampak pelvic simetris
3. Tampak bayangan udara pada Ascenden colon
4. Tampak marker R
5. Tampak udara pada usus

2) Tempelkan marker pada anus guna untuk mengetahui jarak


antara ujung media kontras dengan anus.
3) Pemasukan media kontras 50 ml yang sudah dicampur dengan
cairan injeksi 250 ml dilakukan dengan cara memasukkan
kateter pada stoma distal dan sambungkan spuid pada kateter
ukuran 16. Masukkan media kontras perlahan sebanyak 300 cc.

b. Pemeriksaan setelah memasukkan media kontras


1) Proyeksi Abdomen AP post pemasukan media kontras
IP : 35 x 43 cm
Posisi pasien : Terlentang diatas meja pemeriksaan
Posisi objek : Tempatkan pasien tepat di bawah tube X-
ray
Kedua tangan berada disisi atas kanan kiri
tubuh pasien
Central ray : Tegak lurus terhadap IP

37
Central point : Pada Lumbal 3 atau sejajar pada umbilikus
FFD : 120 cm
Faktor Eksposi : 70 kV, 20 mAs
Respirasi : Tidak ada aba-aba

Gambar 3.15 Radiografi Proyeksi AP


(Instalasi Radiologi RSU Haji Medan, 2023)

Kriteria Evaluasi :
1. Tampak tulang vertebra
Torakal 9- 12 dan Lumbal
1-5.
2. Tampak pelvic simetris
3. Tampak marker timbal
terpasang pada anus
4. Tampak marker R
5. Tampak kontras mengisi
colon descenden,
colon sigmoid hingga rectum
6. Tampak artefak pada thorax dan abdomen
7. Tampak proximal femur

38
2) Proyeksi Abdomen Lateral
IP : 35 x 43 cm
Posisi pasien : Tempatkan pasien pada posisi recumbent
lateral di sisi kanan.
Posisi objek : Pusatkan bidang midcoronal tepat dibawah
tube X-ray
Tekuk lutut pasien
Sesuaikan bahu dan pinggul pasien agar
rata
Central ray : Tegak lurus terhadap IP
Central point : Pada krista iliaka
FFD : 120 cm
Faktor Eksposi : 70 kV, 20 mAs
Respirasi : Tidak ada aba-aba

39
Gambar 3.16 Radiografi
Proyeksi Lateral
(Instalasi Radiologi RSU Haji Medan, 2023)

Kriteria evaluasi :
1. Tampak kontras mengisi colon descenden, colon sigmoid,
hingga rectum
2. Tampak marker terpasang pada anus
3. Tak tampak kontras keluar melalui anus, jarak ujung kontras
dengan marker di anus ± 3,3 cm.
4. Tampak artefak
5. Tampak marker R

3) Hasil Baca Radiolog


Radiolog di RSU Haji Medan telah membaca radiografi An. AS,
yaitu :
Pada plain foto tampak terpasang marker di anus.
Kontras Water-soluble sebanyak 300 cc dimasukkan kedalam
stoma menggunakan folley catheter.
Tampak kontras mengisi lumen colon descenden, colon sigmoid,
rectosigmoid hingga rectum, kontras dimasukkan kembali hingga
pasien kesakitan dan kontras back flow.
Tak tampak kontras keluar melalui anus, jarak ujung kontras

40
dengan marker di anus ± 3,3 cm.
Tak tampak filling defect/ additional shadow.
Tak tampak leakage contrast
Rectosigmoid ratio = 1
Keimpulan :
Temuan di atas masih mungkin hirchsprung short segment.

C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan penulis dihasilkan pembahasan :
1. Bagaimanakah Teknik pemeriksaan Lopografi dengan klinis Suspect
Hirschsprung Desease di RSU Haji Medan ?
Pemeriksaan radiografi pada colon yang dilakukan post colostomy
yang menggunakan kateter, dan dimasukkan melalui lubang anus
buatan yang tidak mengeluarkan feses. Colostomy adalah tindakan
bedah pembuatan saluran dari colon ke dinding abdomen sebagai
pengganti fungsi anus. Untuk pemeriksaan lopografi ini tidak
diperlukan persiapan khusus seperti pemeriksaan colon in loop yang
mengharuskan pasiennya harus puasa 1 hari sebelum pemeriksaan
dimulai. Hal ini dikarenakan lopografi hanya digunakan untuk
mengevaluasi saluran cerna post colostomy.
Pemeriksaan Lopografi di Instalasi Radiologi RSU Haji Medan
menggunakan media kontras water-soluble Iopamiro sebanyak 50 ml
dan di campur water injection 250 ml. Setelah melakukan plain foto,
pasang marker pada anus yang bertujuan untuk mengetahui jarak
antara ujung media kontras dengan anus. Menurut Bontrager’s 2018
tidak ada dilakukannya pemasangan marker pada anus pasien.
Adapun proyeksi yang dilakukan dalam pemeriksaan Lopografi
dengan klinis Suspect Hirschsprung Desease di RSU Haji Medan
adalah Proyeksi AP (plain abdomen) untuk melihat apakah masih ada
sisa feses pada colon, proyeksi AP dan Lateral setelah pemasukkan
media kontras sudah cukup untuk menegakkan diagnosa dokter.
Sedangkan menurut Bontrager’s 2018 pemeriksaan lopografi

41
menggunakan 4 royeksi yaitu AP, Lateral, Oblique (RPO) dan oblique
(LPO). Adapun tujuan dari masing-masing proyeksi yaitu pada
proyeksi AP dapat menampakkan keseluruhan dari colon, Proyeksi
Lateral dapat menampakkan rectum dan colon sigmoid bagian distal
secara optimal, serta dapat menampakkan kelainan yang mungkin
dapat muncul setelah pembedahan pada daerah rectum dari colon
sigmoid bagian distal, proyeksi oblique (RPO) digunakan untuk
memperlihatkan gambaran fleksura lienalis dan bagian colon
descending tidak superposisi, dan untuk proyeksi oblique (LPO)
bertujuan untuk memperlihatkan gambaran fleksura hepatic, colon
ascenden dan rectosigmoid tidak superposisi.
2. Apa kekurangan dari pemeriksaan Lopografi yang
dilakukan
di RSU Haji Medan ?
Kekurangan pada pemeriksaan Lopografi dengan klinis Suspect
Hirschsprung Desease di RSU Haji Medan adalah tidak adanya inform
concent diawal pemeriksaan dan juga penggunaan kolimasi yang
terlalu luas dalam melakukan pemeriksaan Lopografi dengan batas atas
pada torakal 9 dan batas bawah pada 1/2 dari os femur. Sedangkan
menurut Bontrager’s 2018 batas atas kolimasi pada processus
xypoideus dan batas bawah pada simpisis pubis.

42
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan kasus pemeriksaan Lopografi dengan Suspect
Hirschsprung Desease di RSU Haji Medan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan radiografi Lopografi di Instalasi Radiologi RSU Haji
Medan menggunakan media kontras water-soluble 50 ml dan di
campur cairan injeksi 250 ml. Setelah melakukan plain foto media
kontras dimasukkan perlahan menggunakan kateter yang
disambungkan ke stoma distal. Sebelumnya dipasang marker pada
anus untuk mengetahui jarak antara ujung kontras dan anus.
Pengambilan foto Lopografi dilakukan sebanyak tiga kali dengan
proyeksi AP untuk plain foto, proyeksi AP setelah dimasukkan media
kontras dan proyeksi Lateral. Penggunaan faktor eksposi yang sama 70
kV dan 20 mAs dan IP dengan ukuran 35 x 43 cm.
2. Kekurangan dari pemeriksaan Lopografi yang dilakukan di
RSU Haji Medan adalah tidak adanya inform concent yang seharusnya
dilakukakan pada setiap pemeriksaan yang menggunakan media
kontras, karena pemeriksaan yang menggunakan media kontras
memiliki efek samping yang harus diketahui dan disetujui oleh pasien
atau anggota keluarga pasien. Pengaturan kolimasi yang terlalu luas
dapat memberikan dampak pada organ-organ disekeliling objek yang
seharusnya tidak terkena radiasi.
B. Saran
1. Sebelum melakukan kegiatan radiografi sebaiknya petugas dapat
memastikan alat dalam keadaan baik dan steril.
2. Komunikasi kepada pasien lebih diperhatikan untuk mencegah missed
komunikasi.
3. Tetap melakukan inform consent disetiap melakukan pemeriksaan

43
yang beresiko.
4. Harus lebih memperhatikan proteksi radiasi untuk pasien seperti
mengecilkan kolimasi sesuai dengan objek yang ingin diperlihatkan.

44
DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2021, https://www.niddk.nih.gov/health-information/digestive


diseases/hirschsprung-disease/diagnosis
Bontrager, Kenneth L. 2014, Bontrager’s Handbook of Radiographic Positioning
and Tecnichues, Eighth Edition, Mosby
dr. Pittara,2022, https://www.alodokter.com/penyakit-hirschsprung
Kartika,Titik,2011,Fluoroskopi,https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20280301T
%2029084-Distribusi%20dosis-full%20text.pdf
Sari, Gando dkk. 2019. Pemeriksaan lopografi untuk kasus kanker kolon di RSU
Kabupaten Tangerang. Jurnal teknologi dan seni kesehatan. 10(2) : 117-
127
Surya. I Gede,2013, https://images.app.goo.gl/QbuFJbk7gwWBsuNa7
W. Long, Bruce dkk, 2016, Merrill’s Atlas of Radiographic Positioning &
Radiologic Procedures, Volume One, Thirteenth Edition, Mosby Year
Book, Amerika

45
LAMPIRAN I
Surat Pengantar

46
LAMPIRAN II
Hasil Bacaan Radiolog

47
48

Anda mungkin juga menyukai