LEMBAR PENGESAHAN
i
Nomor Induk Mahasiswa : 161141080
Sekolah Tinggi : STIKes Widya Cipta Husada
Jurusan/Program Studi : D3 Radiodiagnostik dan Radioterapi
Judul :
Teknik Pemeriksaan Radiografi Bipolar Voiding
Cystourethrography dengan Indikasi Stricture
Urethra di Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak
Tulungagung
CI Institusi CI Lapang
ME
Farida Wahyuni, S.Si, M.Si Sudjarwa, s.Tr.Rad
MENGETAHUI
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,
ii
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini dengan judul
“ TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI BIPOLAR VOIDING
CYSTOURETHROGRAPHY DENGAN INDIKASI STRICTURE URETHRA DI
INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr. ISKAK TULUNGAGUNG ”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Kerja
Lapang II, yang dilaksanakan dari tanggal 7 Mei sampai dengan 2 Juni di Instalasi
Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapat
bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Direktur RSUD dr. Iskak yang telah bersedia memberi tempat untuk
lahan PKL II.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam pembuatan Laporan Kasus ini.
iii
Tulungagung, Mei 2018
Penulis
DAFTAR ISI
iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3. Tujuan .................................................................................... 2
1.4. Manfaat... ............................................................................... 2
BAB II GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1 Profil RSUD dr. ISKAK ....................................................... 4
BAB III DASAR TEORI
3.1 Anatomi dan Fisiologi ........................................................... 11
3.2 Patologi Sticture Urethra ....................................................... 15
3.3 Teknik Radiografi .................................................................. 19
3.4 Efek Radisai ........................................................................... 26
3.5 Proteksi Radiasi ..................................................................... 27
3.6 Profil Kasus............................................................................ 28
3.7 Pembahasan Kasus ................................................................. 38
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................ 42
4.2 Saran ...................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 43
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Radiologi:
Pemeriksaan radiologi yang digunakan untuk melihat adanya lokasi
penyempitan pada urethra adalah urethrography, sedangkan untuk
melihat lokasi dan panjang penyempitan adalah bipolar voiding
cystourethrography.
Oleh karena itu, penulis membuat suatu laporan kasus dengan judul
“TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI BIPOLAR VOIDING
CYSTOURETHROGRAPHY DENGAN INDIKASI STRICTURE
URETHRA DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr. ISKAK
TULUNGAGUNG”. Penulis mencoba menjelaskan teknik radiografi
media kontras yang biasa dilakukan sehubungan dengan kasus tesebut
di instalasi ini.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah teknik pemeriksaan radiografi voiding
cystourethrography dengan indikasi stricture urethra yang dilaksanakan di
Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung ?
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan dalam Laporan Kasus ini yaitu untuk mengetahui
teknik pemeriksaan radiografi bipolar voiding cystourethrography dengan
indikasi stricture urethra yang dilaksanakan di Instalasi Radiologi RSUD
dr. Iskak Tulungagung.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana cara
pemeriksaan bipolar voiding cystourethrography. Mengetahui kelainan
yang di tampakkan pada pemeriksaan radiologis media kontras bipolar
voiding cystourethrography.
2. Bagi Akademik
Dapat dipakai sebagai literatur tambahan dan bahan acuan untuk
pemeriksaan lebih lanjut tentang pemeriksaan bipolar voiding
cystourethrography.
2
3. Bagi Pembaca
Bisa di gunakan sebagai referensi tambahan dan bahan acuan
untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang pemeriksaan bipolar voiding
cystourethrography.
3
BAB II
GAMBARAN UMUM RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG
4
berdasarkan keputusan menteri dalam negeri no: 445.35/1047/1999
tentang pengesahan perda kabupatenTulungagung no. 3 tahun 1999.
Pada tahun 2001 bertepatan dengan peringatan hari kesehatan
nasional yang ke 37, RSUD Kabupaten Tulungagung berubah nama
menjadi Badan Pelayanan Kesehatan (BPK) rumah sakit Dr.Iskak
Tulungagung sebagaimana keputusan bupati nomor 954 tahun 2001.
Tahun 2005, RSUD Dr.IskakTulungagung telah menjadi kelas B
non pendidikan berdasarkan keputusan Menkes RI Nomor:
522/Menkes/SK/IV/2005 dan keputusan bupati Tulungagung No: 395
tahun 2005 tentang penetapan kelas RSUD Dr. Iskak Tulungagung dari
kelas C menjadi kelas B Non Pendidikan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomer 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan BLUD, RSUD Dr.Iskak Tulungagung
ditetapkan sebagai Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah dengan status penuh berdasarkan keputusan Bupati Tulungagung
Nomor: 118.45/554/031/2008 tanggal 31 Desember 2008.
Sejak 18 Mei 2015, RSUD Dr.Iskak Tulungagung ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Rujukan Regional dengan keputusan Gubernur Jawa
Timur Nomor: 188/359/KPTS/013/2015 yang mengampu rujukan dari
wilayah kabupaten Trenggalek, Kota Blitar, Kabupaten Blitar dan
Kabupaten Pacitan.
Pada tanggal 25 Mei 2016, RSUD Dr.Iskak Tulungagung
ditetapkan sebagai rumahsakit pendidikan dengan keputusan menteri
kesehatan Nomor: HK.02.03/I/1147/2016 tentang Penetapan Rumah Sakit
Umum Daerah Dr.Iskak Tulungagung Sebagai Rumah sakit Pendidikan.
B. DASAR HUKUM
Beberapa produk hukum yang melandasi status RSUD Dr.Iskak
Tulungagung sebagai berikut:
a. Keputusan Menkes RI No: 552/ Menkes/ SK/ IV/ 2005 tentang
peningkatan kelas RSD Dr.Iskak Milik Pemerintah Kabupaten
Tulungagung Provinsi Jawa Timur dan Keputusan Bupati
5
Tulungagung No 395 Tahun 2005 tentang penetapan peningkatan kelas
RSUD Dr. Iskak Tulungagung dari kelas C menjadi kelas B non
pendidikan;
b. Keputusan Menkes RI No: HK.02.03/I/1147/2016 tentang Penetapan
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Iskak Tulungagung sebagai Rumah
Sakit Pendidikan;
c. Keputusan Gubernur Jawa Timur No: 188/359/KPTS/013/2015
tentang Pelaksanaan Regional Sistem Rujukan Provinsi Jawa Timur;
d. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 8 tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Iskak Tulungagung;
e. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 9 tahun 2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah;
f. Peraturan Bupati Tulungagung Nomor 66 tahun 2008 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Iskak
Tulungagung sebagaimana telah diubah dengan peraturan bupati
nomor 3 tahun 2011.
6
Website : www.rsudtulunguagung.com
3. Status Kepemilikan : PEMDA Kabupaten Tulungagung
4. Kelas RS : Tipe B
5. Luas Lahan : 44.076 m2
6. Luas Bangunan : 36. 538,68 m2
7. Standart kualitas pelayanan RS :
Akreditasi : Memenuhi standar rumah sakit.
7
18. Gedung Sekretariat PPI, PMKP, Ruang Keperawatan, Ruang PIO
Farmasi, PPRA
19. Ruang Jaga Dokter
20. Aula Rumah Sakit
21. Gedung Pertemuan Sunaryo Sadikin
22. Ruang Skil lab
23. GudangUmum
b. Sarana Peralatan
1. CT-Scan 128 Slice
2. CT-Scan single Scan
3. Flouroskopi (fungsi organ)
4. Electro Encephalographi (EEG)
5. Echo Cardiographi (ECG)
6. Endoscopy/ colonscopy
7. Laparascopy
8. Audiometri dan BERA
9. Treadmill
10. Cath Lab mobile dan fixed
11. Digital Radiography System
12. USG 4D
13. Panoramic X-Ray
14. Electro Myography (EMG)
15. Cardio Toco Graphy (CTG)
16. Broncoscopy
17. Phaco Emulsification
18. Operating Mycroscop
19. Urologic Surgey Set
20. Orthopaedic Surgery Set
21. Neuro Surgery Operating Set
22. Electro Enchephalography (EEG)
23. Echocardiograph
c. Sarana Pengelolaan Limbah
1. Incenerator untuk pengelolaan sampah medis
8
2. Unit pengelolaan sampah non medis
3. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
d. Sarana Pengelolaan Air Bersih
1. Water Treatment Plan (WTP)
e. Sumber Daya Listrik dan Air
1. Listrik : PLN 3 X 197 kVA dan back up daya dengan
genset berdaya 1.900 kVA
2. Air : PDAM dan WTP
f. Ambulance
1. Ambulance Emergency : 3 unit
2. Ambulance Transpor : 5 unit
3. Ambulance Jenazah : 5 unit
g. FasilitasUmum:
1. Masjid
2. ATM Center
3. Kantor Kas Bank Jatim
4. Kantin
5. Koperasi
6. Toilet Umum
7. Ruang tunggu
9
“Kesembuhan, Keselamatan dan Kenyamanan Pasien Tujuanku.”
Nilai
Nilai RSUD Dr.Iskak Tulungagung dalam wujud budaya kerja
meliputi 5 (lima) citra dengan nama “Panca Karya Citra Husada”, terdiri
dari:
a. Citra Pelayanan: berupa pelayanan cepat, mudah, penuh perhatian
serta ketepatan pengobatan dan penyembuhan penyakit;
b. Citra Kebersihan: terciptanya rumah sakit yang bersih, tertib, sehat,
indah dan menarik (BERSINAR);
c. Citra Tertib Pelaksanaan: meliputi tertib pelayanan, tertib administrasi,
tertib pencatatan medis dan terti banggaran;
d. Citra Keramahan: terciptanya penampilan yang baik, sopan, murah
senyum, dan tidak mebeda-bedakan;
e. Citra Ikhlas Bekerja: terbentuknya sikap yang tulus menjalankan
amanah, tanpa pamrih dan penuh rasa tanggung jawab.
Tujuan
a. Meningkatnya mutu pelayanan rumah sakit
b. Meningkatnya mutu pendidikan, pelatihan dan penelitian di rumah
sakit.
10
BAB III
DASAR TEORI
11
posisi vesica urinaria bervariasi tergantung dari jumlah urine
yang terdapat di dalamnya. Secara umum volume kandung
kemih berkisar antara 350-500 ml. Fungsi dari kandung kemih
ialah menampung urine yang dialirkan oleh ureter dari ginjal
dan dibantu urethra kandung kemih berfungsi mendorong
kemih keluar tubuh.
12
Gambar 3.3 Prostat
(Carter, Ballentine 2012)
C. Urethra
Menurut Pearce (1999) Urethra merupakan saluran sempit
yang terdiri dari mukosa membrane dengan muskulus yang
berbentuk sphincter pada bagian bawah dari kandung kemih.
Pada vesiko urethra junction terdapat penebalan dari muskulus
detrusor yang disebut internal urethral sphincter
(involuntary). Sedangkan eksternal urethral sphincter
(voluntary) dibentuk oleh muskulus skeletal yang mengelilingi
urethra melalui diafragma urogenital. Dindingnya terdiri dari
tiga lapisan yaitu: epitel transional, columnair pseudostratified
dan squamous stratified. Letak urethra di atas dari orivisium
internal urethra pada kandung kemih dan terbentang
sepanjang 1,5 inchi ( 3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi
(18,75 cm) pada pria.
13
Gambar 3.4 Urethra
(Pearce, 1999)
Urethra pria dibagi atas urethra posterior, yang dibagi
menjadi pars prostatika dengan panjang sekitar 2,5 cm,
berjalan melalui kelenjar prostate. Pars membranacea dengan
panjang sekitar 2 cm, berjalan melalui diafragma urogenital
antara prostate dan penis. Urethra anterior, dibagi menjadi :
1. Pars bulbaris, terletak di proksimal, merupakan bagian
urethra yang melewati bulbus penis.
2. Pars pendulum atau cavernosa atau spongiosa, dengan
panjang sekitar 15 cm, berjalan melalui penis (berfungsi
juga sebagai transport semen).
3. Pars glandis, bagian urethra di gland penis. Urethra ini
sangat pendek dan epitelnya sangat berupa squamosa
(squamous complex noncornificatum).
4. Urethra berfungsi untuk transport urine dari kandung
kemih ke meatus eksterna, urethra merupakan sebuah
saluran yang berjalan dari leher kandung kemih hingga
lubang air.
14
3.2 Patologi Stricture Urethra
Pengertian stricture urethra adalah penyempitan lumen urethra
disertai menurunnya (hilangnya) elastisitas urethra karena fibrosis
jaringan.
15
Kateterisasi juga bisa menyebabkan stricture urethra bila diameter
kateter dan diameter lumen urethra tidak proporsional.
3. Infeksi
Seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO,
TBC). Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien
harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Jadi
obatnya harus dibeli semuanya, jangan hanya setengah apalagi
sepertiganya. Kalau pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa
menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan
penggantinya sama dengan jaringan asal. Jadi kalau asalnya epitel
squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau
pada uretritis kronik, setelah penyembuhan, jaringan penggantinya
adalah jaringan fibrous. Akibatnya lumen urethra menjadi sempit,
dan elastisitas ureter menghilang. Itulah sebabnya pasien harus
benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobat.
4. Tumor
Tumor bisa menyebabkan stricturea melalui dua cara, yaitu
proses penyembuhan tumor yang menyebabkan stricture urethra,
ataupun tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan
urethra.
5. Keluhan atau gejala
Pancaran air kencing lemah pancaran air kencing bercabang.
Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana
pancaran urine nya. Normalnya, pancaran urine jauh dan
diameternya besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena stricture,
maka pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran
di westafel kalau ditutup sebagian.
6. Frekuensi
Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal,
yaitu lebih dari tuiuh kali. Apabila sering kencing di malam hari
disebut nocturia. Dikatakan nocturia apabila di malam hari,
kencing lebih dari satu kali, dan keinginan kencingnya itu sampai
membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya.
16
Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal) Terjadi karena
meningkatnya tekanan di vesica urinariaaakibat penumpukan urine
yang terus menerus. Tekanan di vesica urinariaamenjadi lebih
tinggi daripada tekanan di urethra. Akibatnya urine dapat keluar
sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan
antara overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan
flow incontinentia. Pada flow incontinenntia, misalnya akibat
paralisis musculus sphincter urethra, urine keluar tanpa adanya
keinginan untuk kencing. Kalau pada overflow incontinence, pasien
merasa ingin kencing (karena vesica nya penuh), namun urine
keluar tanpa bisa dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia
paradoxal. dysuria dan hematuria.
B. Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada urethra akan
menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada urethra. Rangkaian
patologi yang terjadi di sekitar urethra adalah:
1. Proses radang akibat trauma dan infeksi pada urethra.
2. Jaringan sikatriks dinding urethra (stricture urethra).
3. Hambatan aliran urine dan urine mencari jalan lain untuk keluar
mengumpul di suatu tempat di luar urethra (peri urethra).
4. Jika terinfeksi timbul abses urethra, yang kemudian pecah fistula
uretro kutan-fistula multiple.
Rangkaian pemeriksaan yang dilakukan pada kasus stricture
urethra. Diagnosis pada kasus pasien mengalami kesulitan untuk miksi
ditegakkan pertama kali berdasarkan pemeriksaan fisik, yang meliputi
pemeriksaan penis dan urethra yang kemungkinan adanya meatus
urethra yang sempit, vesica dapat teraba menonjol diatas simfisis pubis
karena adanya retensio urine. Untuk membantu jalannya pengeluaran
urine yaitu dipasang kateter melalui saluran urethra. Jika dalam masa
terapi pasien masih mengalami retensio urine, maka dilakukan operasi
pembedah. Sebelum dilakukan pembedahan yaitu dilakukan diagnosa
untuk mengetahui panjang dan lokasi stricture yaitu dengan
pemeriksaan radiologi bipolar voiding cystourethrography. Kontras
17
bisa lewat atas (vesica urinaria) ataupun lewat bawah (urethra),
sehingga panjang dan ketebalan stricture dapat diketahui. Dikatakan
stricture kontras tidak bisa mengisi seluruh saluran pada urethra.
C. Indikasi dan Kontra indikasi
1. Indikasi
- Stricture, stricture urethra adalah penyempitan lumen urethra
karena fibrosis pada dindingnya. Penyempitan lumen ini
disebabkan karena dinding urethra mengalami fibrosis dan
pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus
spongiosum.
- Retensi urine, kesulitan dalam berkemih.
- Kelainan kongenital, kelainan bawaan dari lahir, hal ini jarang
terjadi.
- Fistule, Saluran abnormal yang terbentuk antara dua buah
organ yang seharusnya tidak berhubung.
- Tumor.
2. Kontra indikasi
- Infeksi akut
- Recent instrumentation
18
3.3 Teknik Radiografi
3.3.1 Teknik Pemeriksaan Cystography
Menurut Bontrager (2001) pemeriksaan cystography adalah
pemeriksaan radiologi untuk vesica urinaria dengan menggunakan
media kontras positif yang diinjeksikan ke vesica urinaria secara
antergrade, dengan tujuan untuk melihat anatomi, fungsi dan
kelainan pada vesica urinaria. Teknik pemeriksaan pada
cystography yaitu :
A. Persiapan pasien
Pada dasarnya pemeriksaan cystography tidak
membutuhkan persiapan khusus, hanya saja pasien dianjurkan
untuk mengkosongkan vesica urinaria semaksimal mungkin
dan melepas benda – benda asing yang berada di sekitar
pinggul tujuannya agar tidak menimbulkan gambaran
radioopaque pada gambaran radiograf.
Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus
memberitahu prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak
terjadi kesalahpahamaan dari pasien tersebut.
B. Persiapan alat
Alat untuk pemeriksaan cystography yang harus di
persiapkan yaitu pesawat sinar x, kaset ukuran 43 x 35, marker
R dan L, media kontras ultravist 300 cc, aquadest 20 cc, spuit,
sarung tangan, kassa steril, kapas alkohol, plaster.
C. Prosedur pemeriksaan
Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan, setelah
buang air kecil daerah orifisium urethra diolesi dengan gliserin
masukkan media kontras yang telah diencerkan dengan cairan
infus sebanyak 150-500 cc melalui kateter, secara perlahan
sampai ke vesica urinarias ehingga residu urine keluar melalui
kateter. Setelah media kontras mengisi vesica urinaria, maka
lakukan pemotretan dengan beberapa proyeksi.
Proyeksi yang digunakan untuk pemeriksaan cystography
adalah :
19
1. Proyeksi Anterior posterior (AP)
Tujuan pemeriksaan cystography proyeksi AP
(anteroposterior) yaitu untuk melihat vesica urinariadari
sisi anterior (depan).
a. Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid
sagital plane (MSP) berada di tengah meja.
b. Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan tidak
ada rotasi pada pinggul pasien.
c. Arah sinar
Arah sinar (central ray) yang digunakan yaitu 15
derajat caudad pada kaset, jarak antara tube dan kaset
(focus film distance) yaitu 100 cm, titik bidik (central
point) 5cm di atas simfisis pubis atau pada pertengahan
pelvis.
20
d. Kriteria radiograf
Tampak distal ureter, vesica urinaria dan proximal
urethra, vesica urinaria tidak super posisi dengan
tulang pubis.
21
Gambar 3.8 Teknik Pemeriksaan Cystography
Proyeksi RPO (right posterior oblique) (Bontrager,
Kenneth 2014)
d. Kriteria radiograf
Tampak distal ureter, vesica urinariadan proximal
urethra.
22
A. Persiapan pasien
Pada dasarnya pemeriksaan urethrography tidak
membutuhkan persiapan khusus, hanya saja pasien dianjurkan
untuk mengkosongkan vesica urinaria semaksimal mungkin
dan melepas benda – benda asing yang berada di sekitar
pinggul tujuannya agar tidak menimbulkan gambaran
radiopooque pada gambaran radiograf.
Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus
memberitahu prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak
terjadi kesalahpahamaan dari pasien tersebut.
B. Persiapan alat
Alat untuk pemeriksaan urethrography yang harus di
persiapkan yaitu pesawat sinar x, kaset ukuran 43 x 35, marker
R dan L, media kontras ultravist 300 cc, aquadest 20 cc, spuit,
sarung tangan, kassa steril, kapas alkohol, plaster.
C. Prosedur pemeriksaan
Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan, setelah
disuruh buang air kecil daerah orifisium uretra diolesi dengan
gliserin masukkan media kontras melalui kateter, sebanyak 12
cc.
Proyeksi yang digunakan untuk pemeriksaan
urethrography adalah :
1. Proyeksi Anterior posterior (AP)
Tujuan pemeriksaan urethrography proyeksi AP
(anteroposterior) yaitu untuk melihat urethra dari sisi
anterior (depan).
a. Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid
sagital plane (MSP) berada di tengah meja.
b. Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan tidak
ada rotasi pada pinggul pasien.
c. Arah sinar
23
Arah sinar tegak lurus pada kaset, jarak antara tube
dan kaset (focus film distance) yaitu 100 cm, titik bidik
(central point) 5 cm di atas simfisis pubis atau pada
pertengahan pelvis.
d. Kriteria radiograf
Tampak tulang pelvis, ilium, ischium, sacrum dan
simfisis pubis. Tampak rongga pelvis, tampak kandung
kemih dan uretra yang terisi media kontras dengan
kandung kemih tidak superposisi dengan simfisis pubis.
2. Proyeksi Right posterior oblique (RPO)
Tujuan pemeriksaan urethrography proyeksi RPO
(right posterior oblique) yaitu untuk melihat urethra dari
sisi oblique agar tidak super posisi dengan simfisis pubis.
a. Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid
sagital plane (MSP) berada di tengah meja.
b. Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan
dirotasikan sebesar 45 derajat ke kanan dan ke kiri.
c. Arah sinar
Arah sinar (central ray) yang digunakan yaitu
vertikal tegak lurus terhadap kaset, jarak antara tube
dan kaset (focus film distance) yaitu 100 cm, titik
bidik (central point) 5cm di atas simfisis pubis atau
pada pertengahan pelvis.
24
Gambar 3.10 Teknik Pemeriksaan Urethrography
Proyeksi RPO (right posterior oblique) (Bontrager,
Kenneth 2001)
d. Kriteria radiograf
Tampak tulang pelvis, ilium, ischium, sacrum dan
simfisis pubis. Tampak rongga pelvis, tampak
kandung kemih dan uretra yang terisi media kontras
dengan kandung kemih superposisi dengan simfisis
pubis.
25
3.4 Efek Radiasi
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetik dan sel somatik. Sel
genetik adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki,
sedangkan sel somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik
dan efek somatik. Efek genetik adalah efek yang dirasakan oleh keturunan
dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah
efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat
bervariasi sehingga dapat dibedakan menjadi efek segera dan tertunda.
Efek segera adalah efek kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati
pada individu dalam waktu singkat setelah individu terpapar radiasi seperti
eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah.
Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan paska
radiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan radiasi yang baru timbul
setelah waktu yang lama (bulanan atau tahunan) setelah terpapar radiasi,
seperti katarak atau kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi, efek radiasi dapat di bedakan menjadi
efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang
disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek
stokastik adalah efek yang terjadi akibat paparan radiasi dengan dosis yang
menyebabkan terjadinya perubahan sel (BATAN, 2008).Secara garis besar
radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion,
(BATAN, 2008).
1. Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan
proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila
berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion
adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan
neutron.Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus.Yang
termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar
26
gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
2. Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan
menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi
non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita.Yang
termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang
radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan
televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven
dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan
energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar
ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
27
Asas ini menghendaki agar dosis radiasi yang diterima oleh
seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh
melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh instalasi yang
berwenang.
28
memberikan informasi edukasi mengenai tata laksana pemeriksaan
dengan media kontras dan menanyakan riwayat alergi pasien.
Saat pemberian informasi edukasi tersebut pasien diberi
kesempatan untuk bertanya sejelas – jelasnya kepada petugas
radiologi lalu formulir pemberian informasi ditandatangani oleh
penerima informasi atau keluarga pasien atau pasien yang
bersangkutan. Isi dari formulir pemberian informasi antara lain :
a. Tata cara pemeriksaan bipolar voiding cystourethrography
dengan media kontras.
b. Tujuan dari pemeriksaan bipolar voiding cystourethrography
dengan menggunakan media kontras yakni untuk melihat
anatomi pada Urethra dan kandung kencing yang tidak dapat
dilihat dengan jelas apabila dilakukan dengan foto polos biasa.
c. Resiko dari pemeriksaan bipolar voiding cystourethrography,
yakni :
1. Sakit saat pemasangan canul.
2. Kegagalan perlakuan sehingga dilakukan penusukan ulang
3. Pendarahan atau hematoma
Pada 21 Mei 2018 Tn. Y datang ke instalasi radiologi RSUD
dr. Iskak kemudian oleh petugas diarahkan untuk memasuki
ruangan untuk dilakukan tindakan. Selama pemeriksaan pasien
menceritakan keluhannya bahwa tidak bisa kencing akhirnya Tn. Y
periksa kepoli bedah sehingga dokter yang menangani meminta
agar Tn. Y melakukan foto bipolar voiding cystourethrography di
Instalasi radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung.
29
kV maximum : 150 Kv
mA maximum : 630 mA
Tahun pembuatan : 2010
2. Image Plate
30
3. Image Reader
31
5. Printer
a. Model : Fuji Film
b. Seri No : 4000
32
Gambar 4.6 Bahan Penunjang
A. Persiapan pasien
Pada dasarnya pemeriksaan cystography dan urethrography tidak
membutuhkan persiapan khusus, hanya saja pasien dianjurkan untuk
mengkosongkan vesica urinaria semaksimal mungkin dan melepas
benda – benda asing yang berada di sekitar pinggul tujuannya agar
tidak menimbulkan gambaran radioopaque pada gambaran radiograf.
Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus memberitahu
prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak terjadi
kesalahpahamaan dari pasien tersebut.
33
B. Teknik Pemeriksaan Cystography
Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan, setelah buang air
kecil, media kontras metacosfar dengan kosentrasi 1 : 3 dimasukan ke
kateter yang tersambung pada buli-buli sampai pasien full feeling
(terasa mau kencing) saat pasien mau kencing pasien disuruh kencing
dan diekspose.
1. Proyeksi AP (anteroposterior)
- Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid sagital
plane (MSP) berada di tengah meja.
- Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan tidak ada rotasi
pada pinggul pasien.
- Arah sinar
Arah sinar (central ray) yang digunakan yaitu vertikal
tegak lurus pada kaset, jarak antara tube dan kaset (focus film
distance) yaitu 100 cm, titik bidik (central point) 5cm di atas
symphysis pubis atau pada pertengahan pelvis.
- Kriteria radiograf
Tampak distal ureter, vesica urinaria dan proximal
urethra, vesica urinaria tidak super posisi dengan tulang pubis.
- Marker R
- Faktor eksposi kV dan mAs
- Ekspos saat pasien tidak bergerak.
34
Gambar 3.8 Hasil Radiograf Cystography Proyeksi AP
(anteroposterior)
35
Gambar 3.8 Hasil Radiograf Cystografi RAO (right anterior
oblique)
36
Arah sinar tegak lurus pada kaset, jarak antara tube dan
kaset (focus film distance) yaitu 100 cm, titik bidik (central
point) 5 cm di atas simfisis pubis atau pada pertengahan pelvis.
- Marker R
- Faktor eksposi kV dan mAs
- Ekspos saat pasien tidak bergerak..
37
film distance) yaitu 100 cm, titik bidik (central point) 5cm di
atas symphysis pubis atau pada pertengahan pelvis.
- Marker R
- Faktor eksposi kV dan mAs
- Ekspos saat pasien tidak bergerak.
38
terpasang kateter cystotomy dan pasien mengosongkan vesica urinaria
semaksimal mungkin dengan cara mengeluarkan urine dari kateter
cystotomy. Untuk pemeriksaan Bipolar voiding cystouretrography
pada kasus Tn. X, pasien sudah terpasang kateter cystotomy, dan
vesica urinaria dikosongkan terlebih dahulu.
B. Perisapan alat
Persiapan alat yang dilakukan pada pemeriksaan ini pada
dasarnya sama dengan persiapan alat yang ada pada teori. Penyiapan
Media Kontras yang digunakan pada pemeriksaan bipolar voiding
cystouretrography di Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak
Tulungagung adalah media kontras jenis non ionik seperti iopamiro,
metacosfar dan sebagainya.
Kontras di masukkan kedalam vesica urinaria dan urethra tidak
melalui aliran pembuluh darah sehingga penggunaan media kontras
non ionik pun tidak menimbulkan resiko. Di teori banyaknya media
kontras yang digunakan yaitu 350-500 cc untuk kontras yang
dimasukkan pada vesica urinaria dan 12 cc untuk kontras yang
dimasukkan pada urethra,
Media kontras yang disiapkan untuk kontras yang dimasukkan ke
dalam vesica urinaria melalui kateter cystotomy yaitu Metacosfar
dengan perbandingan 1 : 3 volume 150 cc dengan pertimbangan
jumlah tersebut sudah mampu mengisi vesica urinaria secara penuh
dan 40 cc dengan perbandingan 1 : 1 untuk kontras yang dimasukkan
melalui urethra dengan petimbangan pada volume 40 cc kontras yang
dimasukkan melalui urethra jika tidak terdapat sumbatan akan masuk
pula kedalam vesica urinaria.
Pemasukan Media Kontras bipolar voiding cystouretrography di
dilakukan terhadap Tn. X di Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak
Tulungagung menggunakan 2 arah pemasukan media kontras yaitu
cystography secara antegrade melalui kateter cystotomy dan
uretrography secara retograde yaitu melalui urethra. Kontras yang
dimasukkan ke dalam vesica urinaria melalui kateter cystotomy yaitu
150 cc, sedangkan untuk pemasukan kontras kedalam urethra yaitu
39
kontras yang ada pada spuit sebanyak 40 cc didorong secara perlahan
melalui meatus urethra eksterna.
Biasanya pemeriksaan bipolar voiding cystouretrography di
Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung pada saat
pemasukan kontras kedalam vesica urinaria pasien disuruh mengejan
jika vesica urinaria terasa penuh kemudian pasien difoto.
C. Teknik pemeriksaan
Tahap pertama adalah foto pelvis tampak penis. Tujuannya adalah
untuk ketepatan posisi dan mengatur faktor eksposi apakah sudah
tepat sehingga dapat melihat kondisi daerah pelvis serta untuk
mengevaluasi patologi lain yang terjadi di daerah urethra sebelum
pemasukan media kontras. Selanjutnya setelah pemasukan media
kontras melalui vesica urinaria adalah diambil foto AP
(anteroposterior).
Proyeksi yang digunakan sedikit berbeda dengan teori, di teori
yaitu AP (anteroposterior), oblique RPO atau LPO dan lateral. Alasan
hanya digunakan proyeksi AP (anteroposterior) karena dengan
proyeksi tersebut mampu menilai gambaran vesica urinaria dari aspek
anterior yaitu untuk melihat pendesakan sekaligus mampu melihat
sebagian dari saluran urethra serta lebih memberikan informasi
diagnostik.
Pengambilan foto selanjutnya setelah media kontras dimasukkan
melalui urethra adalah pengambilan foto proyeksi AP
(anteroposterior) tujuan pemeriksaan urethrography proyeksi AP
(anteroposterior) yaitu untuk melihat urethra dari sisi anterior
(depan). Dan RAO tujuannya yaitu untuk melihat urethra dari sisi
obliqe agar tidak super posisi dengan simfisis pubis dan agar urethra
tidak superposisi dengan soft tissue yang ada di sekitarnya. Di teori
proyeksi yang digunakan adalah AP, RPO dan LPO. Tetapi di
Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung hanya menggunakan
proyeksi AP (anteriorposterior) dan RAO (right posterior obliq).
40
D. Hasil Bacaan
41
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
42
DAFTAR PUSTAKA
43