Anda di halaman 1dari 48

PROPOSAL

TINGKAT PENGULANGAN PEMERIKSAAN FOTO THORAX DI


INSTALASI RADIOLOGI Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

MOHAMMAD IMAM MUFTI


NIM.161141078

STIkes WIDYA CIPTA HUSADA


PROGRAM STUDI DIII RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Riska Julianti

i
Nomor Induk Mahasiswa : 161141080
Sekolah Tinggi : STIKes Widya Cipta Husada
Jurusan/Program Studi : D3 Radiodiagnostik dan Radioterapi
Judul :
Teknik Pemeriksaan Radiografi Bipolar Voiding
Cystourethrography dengan Indikasi Stricture
Urethra di Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak
Tulungagung

Tulungagung, Mei 2018

DISETUJUI DAN DITERIMA

CI Institusi CI Lapang

ME
Farida Wahyuni, S.Si, M.Si Sudjarwa, s.Tr.Rad

MENGETAHUI

a.n Ketua Program Studi D3


Radiodiagnostik dan Radioterapi

Farida Wahyuni, S.Si, M.Si

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,

ii
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini dengan judul
“ TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI BIPOLAR VOIDING
CYSTOURETHROGRAPHY DENGAN INDIKASI STRICTURE URETHRA DI
INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr. ISKAK TULUNGAGUNG ”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Kerja
Lapang II, yang dilaksanakan dari tanggal 7 Mei sampai dengan 2 Juni di Instalasi
Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapat
bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Direktur RSUD dr. Iskak yang telah bersedia memberi tempat untuk
lahan PKL II.

2. Ibu Farida Wahyuni, S.Si, M.Si selaku Kaprodi D3 Radiodiagnostik


dan Radioterapi STIKes Widya Cipta Husada.

3. Bapak Sudjarwa, A.Md.Rad selaku CI Lapangan di Instalasi Radiologi


RSUD dr. Iskak.

4. Ibu Farida Wahyuni, S.Si, M.Si selaku CI Institusi D3 Radiodiagnostik


dan Radioterapi STIKes Widya Cipta Husada prodi.

5. Semua Dokter Radiologi, Radiografer dan segenap staf administrasi


radiologi yang telah bersedia membimbing kami.

6. Teman-teman seperjuangan selama PKL di RSUD dr. Iskak.

7. Orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan saya.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam pembuatan Laporan Kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini


masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, mengingat keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca semua,
guna memperbaiki Laporan Kasus berikutnya. Penulis juga berharap
semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat baik bagi mahasiswa jurusan
radiodiagnostik dan radioterapi STIKes Widya Cipta Husada.

iii
Tulungagung, Mei 2018

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................... i

iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3. Tujuan .................................................................................... 2
1.4. Manfaat... ............................................................................... 2
BAB II GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1 Profil RSUD dr. ISKAK ....................................................... 4
BAB III DASAR TEORI
3.1 Anatomi dan Fisiologi ........................................................... 11
3.2 Patologi Sticture Urethra ....................................................... 15
3.3 Teknik Radiografi .................................................................. 19
3.4 Efek Radisai ........................................................................... 26
3.5 Proteksi Radiasi ..................................................................... 27
3.6 Profil Kasus............................................................................ 28
3.7 Pembahasan Kasus ................................................................. 38
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................ 42
4.2 Saran ...................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 43

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rumah Sakit Umum Daerah dr. Iskak Tulungagung adalah unsur
pendukung atas penyelenggaraan Pemerintah dibidang pelayanan pada
masyarakat dengan terus meningkatkan mutu pelayanan. Salah satu
pelayanan kesehatan adalah pelayanan radiologi
Instalasi Radiologi pada setiap rumah sakit memberikan pelayanan
Radiodiagnostik dan Radioterapi yang sebaik-baiknya kepada pasien yang
membutuhkan dengan penuh kesanggupan dan rasa tanggung jawab.
Radiograf yang informatif merupakan kunci utama dalam membantu
penegakan suatu diagnosa, dan radiograf yang informatif tersebut
membutuhkan teknik pemeriksaan yang baik dan benar.
Praktek Kerja Lapangan II adalah salah satu program untuk
meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi dalam bidang teknik pemeriksaan
Radiologi.
Dalam kesempatan praktek kerja lapangan kedua ini, penulis
mendapat tempat di instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung yang
banyak menangani berbagai pemeriksaan Radiologi media kontras. Salah
satu contoh pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan bipolar
voiding cystourethrography dengan indikasi stricture urethra.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada stricture urethra adalah
pemeriksaan fisik dan radiologi. Pada pemeriksaan fisik, bertujuan untuk
mengecek keadaan penderita juga untuk meraba fibrosis di urethra,
infiltrat, abses atau fistula. Pemeriksaan pembantu/penunjang terdiri atas:
1. Laboratorium:
Urine dan kultur urine untuk melihat adanya infeksi. Ureum dan kreatin
untuk menilai fungsi ginjal.
2. Uretroskopi:
Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara langsung adanya
stricture.

1
3. Radiologi:
Pemeriksaan radiologi yang digunakan untuk melihat adanya lokasi
penyempitan pada urethra adalah urethrography, sedangkan untuk
melihat lokasi dan panjang penyempitan adalah bipolar voiding
cystourethrography.
Oleh karena itu, penulis membuat suatu laporan kasus dengan judul
“TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI BIPOLAR VOIDING
CYSTOURETHROGRAPHY DENGAN INDIKASI STRICTURE
URETHRA DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr. ISKAK
TULUNGAGUNG”. Penulis mencoba menjelaskan teknik radiografi
media kontras yang biasa dilakukan sehubungan dengan kasus tesebut
di instalasi ini.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah teknik pemeriksaan radiografi voiding
cystourethrography dengan indikasi stricture urethra yang dilaksanakan di
Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung ?
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan dalam Laporan Kasus ini yaitu untuk mengetahui
teknik pemeriksaan radiografi bipolar voiding cystourethrography dengan
indikasi stricture urethra yang dilaksanakan di Instalasi Radiologi RSUD
dr. Iskak Tulungagung.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana cara
pemeriksaan bipolar voiding cystourethrography. Mengetahui kelainan
yang di tampakkan pada pemeriksaan radiologis media kontras bipolar
voiding cystourethrography.

2. Bagi Akademik
Dapat dipakai sebagai literatur tambahan dan bahan acuan untuk
pemeriksaan lebih lanjut tentang pemeriksaan bipolar voiding
cystourethrography.

2
3. Bagi Pembaca
Bisa di gunakan sebagai referensi tambahan dan bahan acuan
untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang pemeriksaan bipolar voiding
cystourethrography.

3
BAB II
GAMBARAN UMUM RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

2.1. Profil RSUD Dr. IskakTulungagung

Gambar 2.1.1. (Denah RSUD Dr. IskakTulungagung)

A. SEJARAH BERDIRINYA RUMAH SAKIT


Berawal dari klinik pengobatan masa pemerintahan kolonial
Belanda tahun 1917, merupakan cikal bakal berdirinya Rumah Sakit di
Tulugagung yang mempunyai fungsi memberikan pelayanan pengobatan
kepada masyarakat, berlokasi di jalan Pahlawan Nomor 1 Tulungagung.
Pada masa itu rumah sakit mengalami pindah lokasi hingga sembilan kali
dan pada tahun 1950 kembali kelokasi semula.
Seiring dengan perkembangan pelayanan, maka dibutuhkan lahan
yang lebih luas. Pada tahun 1985 berpindah ke Desa Kedungwaru
Kecamatan Kedungwaru tepatnya di jalan Dr.Wahidin Sudiro Husodo
Tulungagung dengan Status Rumah Sakit Klas C.
Tahun 1999 berubah status menjadi Rumah Sakit Dr.Iskak
Tulungagung dan ditetapkan menjadi rumah sakit unit Swadana

4
berdasarkan keputusan menteri dalam negeri no: 445.35/1047/1999
tentang pengesahan perda kabupatenTulungagung no. 3 tahun 1999.
Pada tahun 2001 bertepatan dengan peringatan hari kesehatan
nasional yang ke 37, RSUD Kabupaten Tulungagung berubah nama
menjadi Badan Pelayanan Kesehatan (BPK) rumah sakit Dr.Iskak
Tulungagung sebagaimana keputusan bupati nomor 954 tahun 2001.
Tahun 2005, RSUD Dr.IskakTulungagung telah menjadi kelas B
non pendidikan berdasarkan keputusan Menkes RI Nomor:
522/Menkes/SK/IV/2005 dan keputusan bupati Tulungagung No: 395
tahun 2005 tentang penetapan kelas RSUD Dr. Iskak Tulungagung dari
kelas C menjadi kelas B Non Pendidikan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomer 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan BLUD, RSUD Dr.Iskak Tulungagung
ditetapkan sebagai Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah dengan status penuh berdasarkan keputusan Bupati Tulungagung
Nomor: 118.45/554/031/2008 tanggal 31 Desember 2008.
Sejak 18 Mei 2015, RSUD Dr.Iskak Tulungagung ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Rujukan Regional dengan keputusan Gubernur Jawa
Timur Nomor: 188/359/KPTS/013/2015 yang mengampu rujukan dari
wilayah kabupaten Trenggalek, Kota Blitar, Kabupaten Blitar dan
Kabupaten Pacitan.
Pada tanggal 25 Mei 2016, RSUD Dr.Iskak Tulungagung
ditetapkan sebagai rumahsakit pendidikan dengan keputusan menteri
kesehatan Nomor: HK.02.03/I/1147/2016 tentang Penetapan Rumah Sakit
Umum Daerah Dr.Iskak Tulungagung Sebagai Rumah sakit Pendidikan.

B. DASAR HUKUM
Beberapa produk hukum yang melandasi status RSUD Dr.Iskak
Tulungagung sebagai berikut:
a. Keputusan Menkes RI No: 552/ Menkes/ SK/ IV/ 2005 tentang
peningkatan kelas RSD Dr.Iskak Milik Pemerintah Kabupaten
Tulungagung Provinsi Jawa Timur dan Keputusan Bupati

5
Tulungagung No 395 Tahun 2005 tentang penetapan peningkatan kelas
RSUD Dr. Iskak Tulungagung dari kelas C menjadi kelas B non
pendidikan;
b. Keputusan Menkes RI No: HK.02.03/I/1147/2016 tentang Penetapan
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Iskak Tulungagung sebagai Rumah
Sakit Pendidikan;
c. Keputusan Gubernur Jawa Timur No: 188/359/KPTS/013/2015
tentang Pelaksanaan Regional Sistem Rujukan Provinsi Jawa Timur;
d. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 8 tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Iskak Tulungagung;
e. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 9 tahun 2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah;
f. Peraturan Bupati Tulungagung Nomor 66 tahun 2008 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Iskak
Tulungagung sebagaimana telah diubah dengan peraturan bupati
nomor 3 tahun 2011.

C. ANALISA SITUASI RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG


RSUD Dr.Iskak Tulungagung merupakan satu-satunya Rumah Sakit
milik pemerintah kabupaten Tulungagung dari beberapa fasilitas kesehatan
yang ada di kabupaten Tulungagung. Lahan yang dimiliki seluas 44.076m 2
dengan luas bangunan 36. 538,68 m2, luas taman dan parkir 9.376,32 m2,
serta seluas 140m2 tanah makam yang digunakan untuk makam pasien
tanpa identitas jelas dan baru 70% luas lahan yang digunakan untuk
pembangunan, parkir dan pertamanan.
Sebagai gambaran umum RSUD Dr.Iskak Tulungagung adalah sebagai
berikut:

1. Nama Rumah Sakit : RSUD Dr. Iskak Tulungagung


2. Alamat : Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo
 Telepon : (0355) 322609
 Fax : (0355) 322165
 E-mail : rsu_iskak_ta@yahoo.com

6
 Website : www.rsudtulunguagung.com
3. Status Kepemilikan : PEMDA Kabupaten Tulungagung
4. Kelas RS : Tipe B
5. Luas Lahan : 44.076 m2
6. Luas Bangunan : 36. 538,68 m2
7. Standart kualitas pelayanan RS :
Akreditasi : Memenuhi standar rumah sakit.

D. SARANA DAN PRASARANA


Sebagai unsur pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sarana
dan prasarana pelayanan adalah sebagai berikut:
a. Sarana Gedung:
1. Gedung IGD Berstandart International
2. Gedung Poliklinik Terpadu
3. Gedung Perkantoran
4. Gedung Rawat Inap
5. Gedung Pavilliun
6. Gedung Kamar Bersalin
7. Gedung Pelayanan Penunjang (Labolatorium, Radiologi, Gizi, IPS,
ISL, Farmasi, Pemula saraan Jenazah, Ambulance, CSSD dan
Laundry, Humas, Keamanan dan Ketertiban, RekamMedik)
8. Gedung Paraklinik (GCU, VCT, Treadmil)
9. Gedung Bank Darah Rumah Sakit
10. Gedung Hemodialisa
11. Gedung Perawatan Intensif Penyakit Jantung Terpadu (ICCU, ICU,
Stroke Unit)
12. Gedung Bedah Sentral
13. Gedung Poli Esthetica
14. Gedung Poli TB DOTS dan TB MDR
15. Gedung Pulmonary Center
16. Ruang Tunggu Pasien
17. Gedung Asrama Dokter dan Mahasiswa Coas

7
18. Gedung Sekretariat PPI, PMKP, Ruang Keperawatan, Ruang PIO
Farmasi, PPRA
19. Ruang Jaga Dokter
20. Aula Rumah Sakit
21. Gedung Pertemuan Sunaryo Sadikin
22. Ruang Skil lab
23. GudangUmum
b. Sarana Peralatan
1. CT-Scan 128 Slice
2. CT-Scan single Scan
3. Flouroskopi (fungsi organ)
4. Electro Encephalographi (EEG)
5. Echo Cardiographi (ECG)
6. Endoscopy/ colonscopy
7. Laparascopy
8. Audiometri dan BERA
9. Treadmill
10. Cath Lab mobile dan fixed
11. Digital Radiography System
12. USG 4D
13. Panoramic X-Ray
14. Electro Myography (EMG)
15. Cardio Toco Graphy (CTG)
16. Broncoscopy
17. Phaco Emulsification
18. Operating Mycroscop
19. Urologic Surgey Set
20. Orthopaedic Surgery Set
21. Neuro Surgery Operating Set
22. Electro Enchephalography (EEG)
23. Echocardiograph
c. Sarana Pengelolaan Limbah
1. Incenerator untuk pengelolaan sampah medis

8
2. Unit pengelolaan sampah non medis
3. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
d. Sarana Pengelolaan Air Bersih
1. Water Treatment Plan (WTP)
e. Sumber Daya Listrik dan Air
1. Listrik : PLN 3 X 197 kVA dan back up daya dengan
genset berdaya 1.900 kVA
2. Air : PDAM dan WTP

f. Ambulance
1. Ambulance Emergency : 3 unit
2. Ambulance Transpor : 5 unit
3. Ambulance Jenazah : 5 unit
g. FasilitasUmum:
1. Masjid
2. ATM Center
3. Kantor Kas Bank Jatim
4. Kantin
5. Koperasi
6. Toilet Umum
7. Ruang tunggu

E. VISI, MISI, MOTO, NILAI DAN TUJUAN RSUD Dr. ISKAK


TULUNGAGUNG
 Visi
“TERWUJUDNYA RUMAH SAKIT RUJUKAN YANG HANDAL
DAN TERJANGKAU DALAM PELAYANAN”
 Misi
1. Meningkatkan mutu dan akses pelayanan kesehatan
2. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang bermutu dibidang
kesehatan dan kedokteran.
 Moto

9
“Kesembuhan, Keselamatan dan Kenyamanan Pasien Tujuanku.”
 Nilai
Nilai RSUD Dr.Iskak Tulungagung dalam wujud budaya kerja
meliputi 5 (lima) citra dengan nama “Panca Karya Citra Husada”, terdiri
dari:
a. Citra Pelayanan: berupa pelayanan cepat, mudah, penuh perhatian
serta ketepatan pengobatan dan penyembuhan penyakit;
b. Citra Kebersihan: terciptanya rumah sakit yang bersih, tertib, sehat,
indah dan menarik (BERSINAR);
c. Citra Tertib Pelaksanaan: meliputi tertib pelayanan, tertib administrasi,
tertib pencatatan medis dan terti banggaran;
d. Citra Keramahan: terciptanya penampilan yang baik, sopan, murah
senyum, dan tidak mebeda-bedakan;
e. Citra Ikhlas Bekerja: terbentuknya sikap yang tulus menjalankan
amanah, tanpa pamrih dan penuh rasa tanggung jawab.
 Tujuan
a. Meningkatnya mutu pelayanan rumah sakit
b. Meningkatnya mutu pendidikan, pelatihan dan penelitian di rumah
sakit.

F. STRUKTUR ORGANISASI RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

Gambar 2.1.3. (Struktur Organisasi RSUD Dr. Iskak Tulungagung)

10
BAB III
DASAR TEORI

3.1 Anatomi dan Fisiologi


3.1.1 Kandung Kemih, Prostat dan Urethra

Gambar 3.1 Organ Pelvis Laki - laki


(Bontrager, Kenneth 2014)
A. Vesica urinaria (Kandung Kemih)
Menurut Pearce (1999) Vesica urinaria atau yang sering
disebut kandung kemih merupakan viscera pelvis berongga
yang tersusun oleh otot polos, lamina promina, submukosa dan
mukosa. Kandung kemih memiliki bentuk menyerupai buah pir
(kendi) dan dilapisi oleh lapisan mukosa sel epitel transional,
muskulus yang tebal (detrusor muscle), jaringan fibrous
(kecuali pada bagian superior dibentuk oleh peritoneum
parietal). Kandung kemih terletak di dalam panggul besar,
sekitar bagian postero superior dari simfisis pubis.
Pada laki-laki terletak dibagian anterior dari rectum
sedangkan pada wanita terletak disebelah anterior vagina dan
uterus. Kandung kemih memiliki tiga bentuk membuka pada
daerah triangular yang disebut sebagai trigone. Pada saat
kosong, vesica urinaria akan terlihat kolaps dan akan tampak
rugae-rugae. Apabila terisi penuh kandung kemih akan
menegang dan rugae akan menghilang. Bentuk, ukuran dan

11
posisi vesica urinaria bervariasi tergantung dari jumlah urine
yang terdapat di dalamnya. Secara umum volume kandung
kemih berkisar antara 350-500 ml. Fungsi dari kandung kemih
ialah menampung urine yang dialirkan oleh ureter dari ginjal
dan dibantu urethra kandung kemih berfungsi mendorong
kemih keluar tubuh.

Gambar 3.2 Vesica urinaria laki - laki


(Bontrager, Kenneth 2014)
B. Prostate
Menurut Pearce (1999) Ukuran prostate kecil dan letaknya
lebih ke posterior dan inferior dari simfisis pubis. Selain
bentuknya yang kecil, kelenjar prostat juga menyerupai
kerucut dengan bagian dorsalnya berhimpit dengan kandung
kemih serta bagian apeksnya berhubungan dengan bagian
bawah pelvis. Ukuran bagian tranversalnya ialah sekitar 1,5
inchi (3,75 cm) serta bagian antero posterior sepanjang 1 inchi
(2,5 cm). Prostate hanya ditemukan pada laki-laki dan
berfungsi untuk motalitas semen selama reproduksi.

12
Gambar 3.3 Prostat
(Carter, Ballentine 2012)
C. Urethra
Menurut Pearce (1999) Urethra merupakan saluran sempit
yang terdiri dari mukosa membrane dengan muskulus yang
berbentuk sphincter pada bagian bawah dari kandung kemih.
Pada vesiko urethra junction terdapat penebalan dari muskulus
detrusor yang disebut internal urethral sphincter
(involuntary). Sedangkan eksternal urethral sphincter
(voluntary) dibentuk oleh muskulus skeletal yang mengelilingi
urethra melalui diafragma urogenital. Dindingnya terdiri dari
tiga lapisan yaitu: epitel transional, columnair pseudostratified
dan squamous stratified. Letak urethra di atas dari orivisium
internal urethra pada kandung kemih dan terbentang
sepanjang 1,5 inchi ( 3,75 cm) pada wanita dan 7-8 inchi
(18,75 cm) pada pria.

13
Gambar 3.4 Urethra
(Pearce, 1999)
Urethra pria dibagi atas urethra posterior, yang dibagi
menjadi pars prostatika dengan panjang sekitar 2,5 cm,
berjalan melalui kelenjar prostate. Pars membranacea dengan
panjang sekitar 2 cm, berjalan melalui diafragma urogenital
antara prostate dan penis. Urethra anterior, dibagi menjadi :
1. Pars bulbaris, terletak di proksimal, merupakan bagian
urethra yang melewati bulbus penis.
2. Pars pendulum atau cavernosa atau spongiosa, dengan
panjang sekitar 15 cm, berjalan melalui penis (berfungsi
juga sebagai transport semen).
3. Pars glandis, bagian urethra di gland penis. Urethra ini
sangat pendek dan epitelnya sangat berupa squamosa
(squamous complex noncornificatum).
4. Urethra berfungsi untuk transport urine dari kandung
kemih ke meatus eksterna, urethra merupakan sebuah
saluran yang berjalan dari leher kandung kemih hingga
lubang air.

14
3.2 Patologi Stricture Urethra
Pengertian stricture urethra adalah penyempitan lumen urethra
disertai menurunnya (hilangnya) elastisitas urethra karena fibrosis
jaringan.

Gambar 3.5 Stricture urethra


(Smeltzer, 2002)
A. Etiologi
Penyebab stricture urethra adalah :
1. Kongenital
Hal ini jarang terjadi. Misalnya: Meatus kecil pada meatus
ektopik pada pasien hipospodia. Divertikula kongenital merupakan
penyebab proses stricturea urethra.
2. Trauma
Merupakan penyebab terbesar stricture (fraktur pelvis, trauma
urethra anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi, katerisasi).
Trauma urethra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada
straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya plantangan
sepeda, sehingga menimbulkan trauma urethra pars bulbaris.
Fraktur atau trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada
urethra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os
pubis dihubungkan oleh ligamentum puboprostaticum. Sehingga
kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, urethra posterior bisa
sobek. Jadi memang sebagian besar stricturea urethra terjadi
dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostate. Di pars
pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya yang mobile.

15
Kateterisasi juga bisa menyebabkan stricture urethra bila diameter
kateter dan diameter lumen urethra tidak proporsional.
3. Infeksi
Seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO,
TBC). Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien
harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Jadi
obatnya harus dibeli semuanya, jangan hanya setengah apalagi
sepertiganya. Kalau pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa
menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan
penggantinya sama dengan jaringan asal. Jadi kalau asalnya epitel
squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau
pada uretritis kronik, setelah penyembuhan, jaringan penggantinya
adalah jaringan fibrous. Akibatnya lumen urethra menjadi sempit,
dan elastisitas ureter menghilang. Itulah sebabnya pasien harus
benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobat.
4. Tumor
Tumor bisa menyebabkan stricturea melalui dua cara, yaitu
proses penyembuhan tumor yang menyebabkan stricture urethra,
ataupun tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan
urethra.
5. Keluhan atau gejala
Pancaran air kencing lemah pancaran air kencing bercabang.
Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana
pancaran urine nya. Normalnya, pancaran urine jauh dan
diameternya besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena stricture,
maka pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran
di westafel kalau ditutup sebagian.
6. Frekuensi
Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal,
yaitu lebih dari tuiuh kali. Apabila sering kencing di malam hari
disebut nocturia. Dikatakan nocturia apabila di malam hari,
kencing lebih dari satu kali, dan keinginan kencingnya itu sampai
membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya.

16
Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal) Terjadi karena
meningkatnya tekanan di vesica urinariaaakibat penumpukan urine
yang terus menerus. Tekanan di vesica urinariaamenjadi lebih
tinggi daripada tekanan di urethra. Akibatnya urine dapat keluar
sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan
antara overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan
flow incontinentia. Pada flow incontinenntia, misalnya akibat
paralisis musculus sphincter urethra, urine keluar tanpa adanya
keinginan untuk kencing. Kalau pada overflow incontinence, pasien
merasa ingin kencing (karena vesica nya penuh), namun urine
keluar tanpa bisa dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia
paradoxal. dysuria dan hematuria.
B. Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada urethra akan
menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada urethra. Rangkaian
patologi yang terjadi di sekitar urethra adalah:
1. Proses radang akibat trauma dan infeksi pada urethra.
2. Jaringan sikatriks dinding urethra (stricture urethra).
3. Hambatan aliran urine dan urine mencari jalan lain untuk keluar
mengumpul di suatu tempat di luar urethra (peri urethra).
4. Jika terinfeksi timbul abses urethra, yang kemudian pecah fistula
uretro kutan-fistula multiple.
Rangkaian pemeriksaan yang dilakukan pada kasus stricture
urethra. Diagnosis pada kasus pasien mengalami kesulitan untuk miksi
ditegakkan pertama kali berdasarkan pemeriksaan fisik, yang meliputi
pemeriksaan penis dan urethra yang kemungkinan adanya meatus
urethra yang sempit, vesica dapat teraba menonjol diatas simfisis pubis
karena adanya retensio urine. Untuk membantu jalannya pengeluaran
urine yaitu dipasang kateter melalui saluran urethra. Jika dalam masa
terapi pasien masih mengalami retensio urine, maka dilakukan operasi
pembedah. Sebelum dilakukan pembedahan yaitu dilakukan diagnosa
untuk mengetahui panjang dan lokasi stricture yaitu dengan
pemeriksaan radiologi bipolar voiding cystourethrography. Kontras

17
bisa lewat atas (vesica urinaria) ataupun lewat bawah (urethra),
sehingga panjang dan ketebalan stricture dapat diketahui. Dikatakan
stricture kontras tidak bisa mengisi seluruh saluran pada urethra.
C. Indikasi dan Kontra indikasi
1. Indikasi
- Stricture, stricture urethra adalah penyempitan lumen urethra
karena fibrosis pada dindingnya. Penyempitan lumen ini
disebabkan karena dinding urethra mengalami fibrosis dan
pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus
spongiosum.
- Retensi urine, kesulitan dalam berkemih.
- Kelainan kongenital, kelainan bawaan dari lahir, hal ini jarang
terjadi.
- Fistule, Saluran abnormal yang terbentuk antara dua buah
organ yang seharusnya tidak berhubung.
- Tumor.
2. Kontra indikasi
- Infeksi akut
- Recent instrumentation

18
3.3 Teknik Radiografi
3.3.1 Teknik Pemeriksaan Cystography
Menurut Bontrager (2001) pemeriksaan cystography adalah
pemeriksaan radiologi untuk vesica urinaria dengan menggunakan
media kontras positif yang diinjeksikan ke vesica urinaria secara
antergrade, dengan tujuan untuk melihat anatomi, fungsi dan
kelainan pada vesica urinaria. Teknik pemeriksaan pada
cystography yaitu :
A. Persiapan pasien
Pada dasarnya pemeriksaan cystography tidak
membutuhkan persiapan khusus, hanya saja pasien dianjurkan
untuk mengkosongkan vesica urinaria semaksimal mungkin
dan melepas benda – benda asing yang berada di sekitar
pinggul tujuannya agar tidak menimbulkan gambaran
radioopaque pada gambaran radiograf.
Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus
memberitahu prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak
terjadi kesalahpahamaan dari pasien tersebut.
B. Persiapan alat
Alat untuk pemeriksaan cystography yang harus di
persiapkan yaitu pesawat sinar x, kaset ukuran 43 x 35, marker
R dan L, media kontras ultravist 300 cc, aquadest 20 cc, spuit,
sarung tangan, kassa steril, kapas alkohol, plaster.
C. Prosedur pemeriksaan
Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan, setelah
buang air kecil daerah orifisium urethra diolesi dengan gliserin
masukkan media kontras yang telah diencerkan dengan cairan
infus sebanyak 150-500 cc melalui kateter, secara perlahan
sampai ke vesica urinarias ehingga residu urine keluar melalui
kateter. Setelah media kontras mengisi vesica urinaria, maka
lakukan pemotretan dengan beberapa proyeksi.
Proyeksi yang digunakan untuk pemeriksaan cystography
adalah :

19
1. Proyeksi Anterior posterior (AP)
Tujuan pemeriksaan cystography proyeksi AP
(anteroposterior) yaitu untuk melihat vesica urinariadari
sisi anterior (depan).
a. Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid
sagital plane (MSP) berada di tengah meja.
b. Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan tidak
ada rotasi pada pinggul pasien.
c. Arah sinar
Arah sinar (central ray) yang digunakan yaitu 15
derajat caudad pada kaset, jarak antara tube dan kaset
(focus film distance) yaitu 100 cm, titik bidik (central
point) 5cm di atas simfisis pubis atau pada pertengahan
pelvis.

Gambar 3.6 Teknik Pemeriksaan Cystography


Proyeksi AP (anteroposterior) (Bontrager, Kenneth
2014)

20
d. Kriteria radiograf
Tampak distal ureter, vesica urinaria dan proximal
urethra, vesica urinaria tidak super posisi dengan
tulang pubis.

Gambar 3.7 Radiograf Cystography Proyeksi AP


(anteroposterior) (Bontrager, Kenneth 2014)

2. Proyeksi RPO (right posterior oblique)


Tujuan pemeriksaan cystography proyeksi RPO (right
posterior oblique) yaitu untuk melihat vesica urinaria dari
sisi oblique.
a. Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid
sagital plane (MSP) berada di tengah meja.
b. Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan
dirotasikan sebesar 45 derajat ke kanan.
c. Arah sinar
Arah sinar (central ray) yang digunakan yaitu
vertikal tegak lurus terhadap kaset, jarak antara tube
dan kaset (focus film distance) yaitu 100 cm, titik bidik
(central point) 5cm di atas simfisis pubis atau pada
pertengahan pelvis.

21
Gambar 3.8 Teknik Pemeriksaan Cystography
Proyeksi RPO (right posterior oblique) (Bontrager,
Kenneth 2014)
d. Kriteria radiograf
Tampak distal ureter, vesica urinariadan proximal
urethra.

Gambar 3.9 Radiograf Cystography Proyeksi RPO


(right posterior oblique) (Bontrager, Kenneth 2014)

3.3.2 Teknik Pemeriksaan Urethrography


Pemeriksaan urethrography adalah pemeriksaan radiologi
untuk uretra dengan menggunakan media kontras positif yang
diinjeksikan ke uretra proksimal secara retrograde, dengan tujuan
untuk melihat anatomi, fungsi dan kelainan pada uretra (Bontrager,
2001).

22
A. Persiapan pasien
Pada dasarnya pemeriksaan urethrography tidak
membutuhkan persiapan khusus, hanya saja pasien dianjurkan
untuk mengkosongkan vesica urinaria semaksimal mungkin
dan melepas benda – benda asing yang berada di sekitar
pinggul tujuannya agar tidak menimbulkan gambaran
radiopooque pada gambaran radiograf.
Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus
memberitahu prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak
terjadi kesalahpahamaan dari pasien tersebut.
B. Persiapan alat
Alat untuk pemeriksaan urethrography yang harus di
persiapkan yaitu pesawat sinar x, kaset ukuran 43 x 35, marker
R dan L, media kontras ultravist 300 cc, aquadest 20 cc, spuit,
sarung tangan, kassa steril, kapas alkohol, plaster.
C. Prosedur pemeriksaan
Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan, setelah
disuruh buang air kecil daerah orifisium uretra diolesi dengan
gliserin masukkan media kontras melalui kateter, sebanyak 12
cc.
Proyeksi yang digunakan untuk pemeriksaan
urethrography adalah :
1. Proyeksi Anterior posterior (AP)
Tujuan pemeriksaan urethrography proyeksi AP
(anteroposterior) yaitu untuk melihat urethra dari sisi
anterior (depan).
a. Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid
sagital plane (MSP) berada di tengah meja.
b. Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan tidak
ada rotasi pada pinggul pasien.
c. Arah sinar

23
Arah sinar tegak lurus pada kaset, jarak antara tube
dan kaset (focus film distance) yaitu 100 cm, titik bidik
(central point) 5 cm di atas simfisis pubis atau pada
pertengahan pelvis.
d. Kriteria radiograf
Tampak tulang pelvis, ilium, ischium, sacrum dan
simfisis pubis. Tampak rongga pelvis, tampak kandung
kemih dan uretra yang terisi media kontras dengan
kandung kemih tidak superposisi dengan simfisis pubis.
2. Proyeksi Right posterior oblique (RPO)
Tujuan pemeriksaan urethrography proyeksi RPO
(right posterior oblique) yaitu untuk melihat urethra dari
sisi oblique agar tidak super posisi dengan simfisis pubis.
a. Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid
sagital plane (MSP) berada di tengah meja.
b. Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan
dirotasikan sebesar 45 derajat ke kanan dan ke kiri.
c. Arah sinar
Arah sinar (central ray) yang digunakan yaitu
vertikal tegak lurus terhadap kaset, jarak antara tube
dan kaset (focus film distance) yaitu 100 cm, titik
bidik (central point) 5cm di atas simfisis pubis atau
pada pertengahan pelvis.

24
Gambar 3.10 Teknik Pemeriksaan Urethrography
Proyeksi RPO (right posterior oblique) (Bontrager,
Kenneth 2001)
d. Kriteria radiograf
Tampak tulang pelvis, ilium, ischium, sacrum dan
simfisis pubis. Tampak rongga pelvis, tampak
kandung kemih dan uretra yang terisi media kontras
dengan kandung kemih superposisi dengan simfisis
pubis.

Gambar 3.11 Radiograf Urethrography Proyeksi


RPO (right posterior oblique) (Bontrager, Kenneth
2001)

25
3.4 Efek Radiasi
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetik dan sel somatik. Sel
genetik adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki,
sedangkan sel somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik
dan efek somatik. Efek genetik adalah efek yang dirasakan oleh keturunan
dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah
efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat
bervariasi sehingga dapat dibedakan menjadi efek segera dan tertunda.
Efek segera adalah efek kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati
pada individu dalam waktu singkat setelah individu terpapar radiasi seperti
eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah.
Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan paska
radiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan radiasi yang baru timbul
setelah waktu yang lama (bulanan atau tahunan) setelah terpapar radiasi,
seperti katarak atau kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi, efek radiasi dapat di bedakan menjadi
efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang
disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek
stokastik adalah efek yang terjadi akibat paparan radiasi dengan dosis yang
menyebabkan terjadinya perubahan sel (BATAN, 2008).Secara garis besar
radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion,
(BATAN, 2008).

1. Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan
proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila
berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion
adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan
neutron.Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus.Yang
termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar

26
gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
2. Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan
menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi
non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita.Yang
termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang
radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan
televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven
dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan
energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar
ultraviolet (yang dipancarkan matahari).

3.5 Proteksi Radiasi


Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi (BAPETEN, 2011).
3.5.1 Asas Proteksi Radiasi
Asas proteksi radiasi menurut Akhadi ( 2000 ) ada 3 yaitu :
1. Asas Justifikasi atau Pembenaran
Asas ini menghendaki agar setiap kegiatan yang dapat
mengakibatkan paparan radiasi hanya boleh dilaksanakan
setelah dilakukan pengkajian yang cukup mendalam dan
diketahui bahwa manfaat dari kegiatan tersebut cukup besar
dibandingkan dengan kerugian yang dapat ditimbulkan.
2. Asas Optimasi
Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA atau As Low As
Reasonably Achievebel. Asas ini menghendaki agar paparan
radiasi dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin
dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Dalam
kaitannya dengan penyusunan program proteksi radiasi asas
optimisasi mengandung pengertian bahwa setiap komponen
dalam program telah dipertimbangkan secara seksama,
termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau.
3. Asas Limitasi atau pembatasan dosis perorangan

27
Asas ini menghendaki agar dosis radiasi yang diterima oleh
seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh
melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh instalasi yang
berwenang.

3.6 PROFIL KASUS


3.6.1. Identitas Pasien
Untuk referensi penunjang dalam melakukan pemeriksaan,
penulis menyajikan identifikasi pasien dalam tinjauan kasus ini
yang diperoleh dari formulir permintaan foto radiograf yang telah
didaftarkan sebelumnya.
Nama pasien : Tn. X
Umur : 82 thn
Jenis kelamin : Laki - laki
Alamat : Kalidawir
No RM : 11816130
No Rontgen : 10938
Klinis / diagnosa : Stricture urethra
Permintaan foto : Bipolar Voiding Cystourethrography
Poli : Bedah
Tanggal foto : 21 Mei 2018
3.6.2. Riwayat Pasien
Pada hari Kamis, 18 Mei 2018 pasien yang bernama Tn. X
datang ke loket pendaftaran di RSUD dr. Iskak Tulungagung.
Kemudian menyerahkan lembar permintaan foto di loket
pendaftaran instalasi radiologi lalu petugas loket menjadwalkan
pemeriksaan tersebut dan memberikan resep obat kepada Tn. X.
Penjadwalan ternyata dilakukan pada tanggal 21 Mei 2018
dikarenakan pada saat itu sudah banyak penjadwalan untuk
pemeriksaan media kontras. Setelah Tn. X membeli obat media
kontras dari apotek, salah satu petugas radiologi yang ada di loket

28
memberikan informasi edukasi mengenai tata laksana pemeriksaan
dengan media kontras dan menanyakan riwayat alergi pasien.
Saat pemberian informasi edukasi tersebut pasien diberi
kesempatan untuk bertanya sejelas – jelasnya kepada petugas
radiologi lalu formulir pemberian informasi ditandatangani oleh
penerima informasi atau keluarga pasien atau pasien yang
bersangkutan. Isi dari formulir pemberian informasi antara lain :
a. Tata cara pemeriksaan bipolar voiding cystourethrography
dengan media kontras.
b. Tujuan dari pemeriksaan bipolar voiding cystourethrography
dengan menggunakan media kontras yakni untuk melihat
anatomi pada Urethra dan kandung kencing yang tidak dapat
dilihat dengan jelas apabila dilakukan dengan foto polos biasa.
c. Resiko dari pemeriksaan bipolar voiding cystourethrography,
yakni :
1. Sakit saat pemasangan canul.
2. Kegagalan perlakuan sehingga dilakukan penusukan ulang
3. Pendarahan atau hematoma
Pada 21 Mei 2018 Tn. Y datang ke instalasi radiologi RSUD
dr. Iskak kemudian oleh petugas diarahkan untuk memasuki
ruangan untuk dilakukan tindakan. Selama pemeriksaan pasien
menceritakan keluhannya bahwa tidak bisa kencing akhirnya Tn. Y
periksa kepoli bedah sehingga dokter yang menangani meminta
agar Tn. Y melakukan foto bipolar voiding cystourethrography di
Instalasi radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung.

3.6.3. Prosedur Pemeriksaan


A. Persiapan alat
1. Pesawat X-Ray
Jenis : R-20j
Merk : Shimadzu
Nomor seri : 2P324DK-85
Type tabung :B

29
kV maximum : 150 Kv
mA maximum : 630 mA
Tahun pembuatan : 2010

Gambar 4.1 Pesawat Rontgen

2. Image Plate

Gambar 4.2 Image plate


Film: FUJI FILM X-RAY (Imaging Plate)
Imaging plate merupakan media pencatat sinar X pada
komputer radiografi yang terbuat dari bahan photostimulable
phospor tinggi. Imaging plate berada dalam kaset imaging .
fungsi dari imaging plate adalah sebagai penangkap gambar
dari objek yang sudah di sinar (ekspose). IP yang digunakan
dalam pemeriksaan ini yaitu ukuran 24 x 30 cm.

30
3. Image Reader

Gambar 4.3 Image Reader


Berfungsi sebagai pembaca, pengolah gambar yang
diperoleh dari image plate dan dijalankan menggunakan laser
scanner. Dilengkapi dengan preview monitor untuk melihat
apakah pemotretan yang dilakukan tidak terpotong atau
obyeknya bergerak sehingga gambaran menjadi kabur.
Selain itu, image reader juga mempunyai beberapa peranan
penting dalam proses pembacaan, pengolahan gambar serta
proses penghapusan data gambar dari permukaan image plate.
Di RSUD dr.Iskak Tulungagung untuk pembacaan gambar
yang diperoleh dari image plate menggunakan image reader
dengan merk Fuji film FCR Capsula XL II.
4. Image Console

Gambar 4.4 Image console

31
5. Printer
a. Model : Fuji Film
b. Seri No : 4000

Gambar 4.5 Printer

6. Bahan Penunjang Pemeriksaan


₋ Kapas alkohol
₋ Canul
₋ Jelly
₋ Spuit 50 ml
₋ Needle
₋ Metacosfar
₋ Aquadest
₋ Kassa steril
₋ Plaster
₋ Sarung tangan steril
₋ Bengkok
₋ Gunting clamp

32
Gambar 4.6 Bahan Penunjang

A. Persiapan pasien
Pada dasarnya pemeriksaan cystography dan urethrography tidak
membutuhkan persiapan khusus, hanya saja pasien dianjurkan untuk
mengkosongkan vesica urinaria semaksimal mungkin dan melepas
benda – benda asing yang berada di sekitar pinggul tujuannya agar
tidak menimbulkan gambaran radioopaque pada gambaran radiograf.
Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus memberitahu
prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak terjadi
kesalahpahamaan dari pasien tersebut.

Gambar 3.7 Plain foto bipolar voiding cystourethrography

33
B. Teknik Pemeriksaan Cystography
Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan, setelah buang air
kecil, media kontras metacosfar dengan kosentrasi 1 : 3 dimasukan ke
kateter yang tersambung pada buli-buli sampai pasien full feeling
(terasa mau kencing) saat pasien mau kencing pasien disuruh kencing
dan diekspose.
1. Proyeksi AP (anteroposterior)
- Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid sagital
plane (MSP) berada di tengah meja.
- Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan tidak ada rotasi
pada pinggul pasien.
- Arah sinar
Arah sinar (central ray) yang digunakan yaitu vertikal
tegak lurus pada kaset, jarak antara tube dan kaset (focus film
distance) yaitu 100 cm, titik bidik (central point) 5cm di atas
symphysis pubis atau pada pertengahan pelvis.

- Kriteria radiograf
Tampak distal ureter, vesica urinaria dan proximal
urethra, vesica urinaria tidak super posisi dengan tulang pubis.
- Marker R
- Faktor eksposi kV dan mAs
- Ekspos saat pasien tidak bergerak.

34
Gambar 3.8 Hasil Radiograf Cystography Proyeksi AP
(anteroposterior)

2. Proyeksi RAO (right anterior oblique)


-Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid sagital
plane (MSP) berada di tengah meja.
-Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan dirotasikan
sebesar 45 derajat ke kanan.
-Arah sinar
Arah sinar (central ray) yang digunakan yaitu vertikal
tegak lurus terhadap kaset, jarak antara tube dan kaset (focus
film distance) yaitu 100 cm, titik bidik (central point) 5cm di
atas simfisis pubis atau pada pertengahan pelvis.
-Kriteria radiograf
Tampak distal ureter, vesica urinariadan proximal urethra.

35
Gambar 3.8 Hasil Radiograf Cystografi RAO (right anterior
oblique)

C. Teknik Pemeriksaan Urethrography


Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan, setelah buang air
kecil, media kontras metacosfar dengan kosentrasi 1 : 1 dimasukan ke
urethra dengan menggunakan spuit dan canul kemudian diekspos.
1. Proyeksi Anterior posterior (AP)
₋ Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid sagital
plane (MSP) berada di tengah meja.
₋ Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan tidak ada rotasi
pada pinggul pasien.
₋ Arah sinar

36
Arah sinar tegak lurus pada kaset, jarak antara tube dan
kaset (focus film distance) yaitu 100 cm, titik bidik (central
point) 5 cm di atas simfisis pubis atau pada pertengahan pelvis.
- Marker R
- Faktor eksposi kV dan mAs
- Ekspos saat pasien tidak bergerak..

Gambar 3.8 Hasil Radiograf Urethrography Proyeksi AP


(anteroposterior)
2. Proyeksi RAO (right anterior obliq)
- Posisi pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan, Mid sagital
plane (MSP) berada di tengah meja.
- Posisi obyek
Daerah pelvis diletakan di tengah kaset dan dirotasikan
sebesar 45 derajad ke kanan.
- Arah sinar
Arah sinar (central ray) yang digunakan yaitu vertikal
tegak lurus terhadap kaset, jarak antara tube dan kaset (focus

37
film distance) yaitu 100 cm, titik bidik (central point) 5cm di
atas symphysis pubis atau pada pertengahan pelvis.
- Marker R
- Faktor eksposi kV dan mAs
- Ekspos saat pasien tidak bergerak.

Gambar 3.9 Hasil Radiograf Urethrography Proyeksi RAO


(rightt posterior oblique)

5.4 Pembahasan Kasus


Penyempitan urethra pada kasus Tn. X pasien datang dengan
terpasangnya cystotomy, dan vesica urinaria dikosongkan terlebih dahulu.
Dan sebelum pemeriksaan urethrography pada saluran urethranya diberi
jelly agar canul mudah masuk kedalam saluran urethranya, yang bertujuan
untuk membantu memasukan media kontras melalui urethra dengan
retrograde.
A. Persiapan pasien
Standar pemeriksaan bipolar voiding cystourethrography di
instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung, pasien sudah

38
terpasang kateter cystotomy dan pasien mengosongkan vesica urinaria
semaksimal mungkin dengan cara mengeluarkan urine dari kateter
cystotomy. Untuk pemeriksaan Bipolar voiding cystouretrography
pada kasus Tn. X, pasien sudah terpasang kateter cystotomy, dan
vesica urinaria dikosongkan terlebih dahulu.
B. Perisapan alat
Persiapan alat yang dilakukan pada pemeriksaan ini pada
dasarnya sama dengan persiapan alat yang ada pada teori. Penyiapan
Media Kontras yang digunakan pada pemeriksaan bipolar voiding
cystouretrography di Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak
Tulungagung adalah media kontras jenis non ionik seperti iopamiro,
metacosfar dan sebagainya.
Kontras di masukkan kedalam vesica urinaria dan urethra tidak
melalui aliran pembuluh darah sehingga penggunaan media kontras
non ionik pun tidak menimbulkan resiko. Di teori banyaknya media
kontras yang digunakan yaitu 350-500 cc untuk kontras yang
dimasukkan pada vesica urinaria dan 12 cc untuk kontras yang
dimasukkan pada urethra,
Media kontras yang disiapkan untuk kontras yang dimasukkan ke
dalam vesica urinaria melalui kateter cystotomy yaitu Metacosfar
dengan perbandingan 1 : 3 volume 150 cc dengan pertimbangan
jumlah tersebut sudah mampu mengisi vesica urinaria secara penuh
dan 40 cc dengan perbandingan 1 : 1 untuk kontras yang dimasukkan
melalui urethra dengan petimbangan pada volume 40 cc kontras yang
dimasukkan melalui urethra jika tidak terdapat sumbatan akan masuk
pula kedalam vesica urinaria.
Pemasukan Media Kontras bipolar voiding cystouretrography di
dilakukan terhadap Tn. X di Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak
Tulungagung menggunakan 2 arah pemasukan media kontras yaitu
cystography secara antegrade melalui kateter cystotomy dan
uretrography secara retograde yaitu melalui urethra. Kontras yang
dimasukkan ke dalam vesica urinaria melalui kateter cystotomy yaitu
150 cc, sedangkan untuk pemasukan kontras kedalam urethra yaitu

39
kontras yang ada pada spuit sebanyak 40 cc didorong secara perlahan
melalui meatus urethra eksterna.
Biasanya pemeriksaan bipolar voiding cystouretrography di
Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung pada saat
pemasukan kontras kedalam vesica urinaria pasien disuruh mengejan
jika vesica urinaria terasa penuh kemudian pasien difoto.
C. Teknik pemeriksaan
Tahap pertama adalah foto pelvis tampak penis. Tujuannya adalah
untuk ketepatan posisi dan mengatur faktor eksposi apakah sudah
tepat sehingga dapat melihat kondisi daerah pelvis serta untuk
mengevaluasi patologi lain yang terjadi di daerah urethra sebelum
pemasukan media kontras. Selanjutnya setelah pemasukan media
kontras melalui vesica urinaria adalah diambil foto AP
(anteroposterior).
Proyeksi yang digunakan sedikit berbeda dengan teori, di teori
yaitu AP (anteroposterior), oblique RPO atau LPO dan lateral. Alasan
hanya digunakan proyeksi AP (anteroposterior) karena dengan
proyeksi tersebut mampu menilai gambaran vesica urinaria dari aspek
anterior yaitu untuk melihat pendesakan sekaligus mampu melihat
sebagian dari saluran urethra serta lebih memberikan informasi
diagnostik.
Pengambilan foto selanjutnya setelah media kontras dimasukkan
melalui urethra adalah pengambilan foto proyeksi AP
(anteroposterior) tujuan pemeriksaan urethrography proyeksi AP
(anteroposterior) yaitu untuk melihat urethra dari sisi anterior
(depan). Dan RAO tujuannya yaitu untuk melihat urethra dari sisi
obliqe agar tidak super posisi dengan simfisis pubis dan agar urethra
tidak superposisi dengan soft tissue yang ada di sekitarnya. Di teori
proyeksi yang digunakan adalah AP, RPO dan LPO. Tetapi di
Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung hanya menggunakan
proyeksi AP (anteriorposterior) dan RAO (right posterior obliq).

40
D. Hasil Bacaan

 Foto pelvis : Tidak tampak batu radio opaque


 Bipolar voiding urethrography :
Mula-mula kontras metacosfar 320 di encerkan 1:3, dimasukan
lewat cateter Cystostomy ke dalam buli-buli, kontras masuk
lancar ke dalam buli-buli dan saat disuruh mengejan tampak
kontras keluar dari urethra. Mucosa buli baik tidak tampak adanya
filling/additional defect. Tampak identasi dibagian bawah buli-
buli.
Kemudian kontras metacosfar 320 dimasukan ke dalam urethra,
tampak kontras dengan lancar tampak ke buli-buli. Tampak
penyempitan urethra pars prostatica
 Kesan : Penyempitan urethra pars prostatica

41
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa standard


pemeriksaan bipolar voiding cystouretrography pada kasus stricture
urethra di Instalasi Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung, pasien telah
terpasang kateter cystostomy pemasukan media kontras pada pemeriksaan
bipolar voiding cystouretrography pada kasus stricture urethra di Instalasi
Radiologi RSUD dr. Iskak Tulungagung yaitu cystography secara
antegrade melalui lubang cystostomy dan uretrography secara retrograde
yaitu melalui meatus urethra eksterna. Proyeksi yang digunakan untuk
cystography yaitu AP (anteriorposterior)dan RAO(right anterior oblique)
sedangkan urerthrography yaitu AP (anteriorposterior) dan RAO (right
anterior oblique).
Pemeriksaan bipolar voiding cystouretrography pada pasien Tn. X
dengan kasus stricture urethra mempunyai peranan yang penting yaitu
dapat menunjukkan lokasi dan panjang dari stricture urethra sehingga
mampu memberikan informasi diagnostik bagi dokter bedah untuk
penanganan selanjutnya terhadap kasus ini.
4.2 Saran
Saran yang bisa diberikan penulis terkait dengan teknik pemeriksaan
yang telah dilakukan serta pembahasan dari hasil yang didapatkan adalah :
1. Tetap mempertahankan SOP akan tetapi tetap mengikuti
perkembangan IPTEK yang berkaitan dengan Radiologi.
2. Untuk radiographer saat melakukan pemeriksaan selalu menjaga
komunikasi yang baik dengan pasien agar menghindari
kesalahpahaman dalam pemeriksaan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, M. 2000.Dasar-dasar Proteksi Radiasi.PT Bineka Cipta. Jakarta


di akses pada tanggal 13 Mei 2018
Bontrager. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy.
Fifth Edition. Mosby : USA
Bontrager. 2014. Textbook of Radiographic Positioning and Related Anatomy.
Eight Edition. Mosby : USA
Pearce, evelyn c. 1999. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta : PT.
Gramedia pustaka utama
Rasad, Jahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : FKUI
di akses pada tanggal 13 Mei 2018
Smeltzer, suzane. 2002. Keperawatan medical bedah. Jakarta : egc

43

Anda mungkin juga menyukai