Anda di halaman 1dari 33

PROSEDUR PEMERIKSAAN CT SCAN NASOFARING

DENGAN KONTRAS PADA KLINIS KANKER NASOFARING


DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD PROF. DR. MARGONO
SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan VI

Disusun oleh:

DIGNA MEINTARI NUGROHO


NIM P1337430216045

PROGRAM STUDI DIV TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperiksa, disetujui, dan disahkan laporan kasus Praktik Kerja

Lapangan (PKL) VI atas mahasiswa Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang yang

bernama:

Nama : Digna Meintari Nugroho

NIM : P1337430216045

Kelas : 4C

Tempat : RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Dengan judul “Prosedur Pemeriksaan CT Scan Nasofaring dengan

Kontras Pada Klinis Kanker Nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto”.

Purwokerto, Februari 2020

Pembimbing

Happy Safitri, S.ST

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

“Prosedur Pemeriksaan CT Scan Nasofaring dengan Kontras Pada Klinis Kanker

Nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”

dengan baik dan tepat waktu.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Kerja

Lapangan IV. Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis telah mendapatkan

banyak bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Marsum, BE, SPd, MHP, Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Semarang.
2. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes, Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.


3. Ibu Dartini, SKM, M.Kes, Ketua Program Studi DIV Teknik Radiologi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.


4. Direktur RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
5. Kepala Ruangan Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.
6. Bapak Happy Safitri, S.ST, selaku Pembimbing Praktik Kerja Lapangan

(PKL) VI di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.
7. Dokter spesialis radiologi, radiografer, dan staf Instalasi Radiologi RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.


8. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doa.
9. Teman-teman seperjuangan pada PKL VI di Instalasi Radiologi RSUD Prof.

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.


10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan doa yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

iii
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis

yakin masih banyak kekurangan dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini

bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa Program Studi DIV

Teknik Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik

Kesehatan Kemenkes Semarang pada khususnya.

Purwokerto, Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii

KATA PENGANTAR............................................................................................ iii

DAFTAR ISI........................................................................................................ v

iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah............................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 3

D. Manfaat Penulisan............................................................................ 3

E. Sistematika Penulisan...................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6

A.Anatomi dan Fisiologi Nasofaring....................................................... 6

B.Patologi Kanker Nasofaring................................................................ 7

C.Multislice Computed Tomography (CT)............................................... 8

D.Prosedur Pemeriksaan CT Nasofaring................................................ 13

E.Proteksi Radiasi.................................................................................. 19

BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN................................................... 21

A.Profil Kasus......................................................................................... 21

B.Pembahasan....................................................................................... 24

BAB IV PENUTUP.............................................................................................. 33

A. Simpulan........................................................................................... 33

B. Saran................................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 34

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang dapat

digunakan untuk mengetahui kelainan patologis maupun traumatis,

v
sehingga dapat membantu dalam menentukan diagnosa. Seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, pada

pemeriksaan radiologi sering dijumpai pemeriksaan dengan

menggunakan bahan kontras (media kontras) untuk meningkatkan

visualitas organ-organ di dalam tubuh, salah satunya adalah pemeriksaan

CT nasofaring. Pemeriksaan CT nasofaring kontras adalah pemeriksaan

CT scan pada nasofaring sebelum dan sesudah pemberian media kontras

intravena (IV) untuk mendeteksi berbagai kelainan yang ada di daerah

tersebut. Penggunaan modalitas CT scan memungkinkan kita untuk dapat

menghasilkan gambaran volumetric (kemampuan membuat irisan tipis

secara spiral) secara cross-sectional dan dengan proses pemeriksaan

yang singkat.
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker telinga hidung

tenggorokan (THT) adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sel

ganas (kanker) yang terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian

atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di daerah

THT, kepala, dan leher. Di Indonesia kanker nasofaring merupakan

kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara, dan kulit.

Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid,

yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia, dan

Indonesia, juga beberapa daerah di India. Selain itu, kanker nasofaring

juga merupakan jenis kanker yang bersifat genetik.


Pemeriksaan CT scan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto menggunakan modalitas MSCT 128 Slices. MSCT adalah

generasi terbaru dari CT scan yang memiliki kemampuan untuk

menghasilkan informasi dan memberikan gambaran diagnostik yang lebih

vi
baik, terutama untuk pemeriksaan organ bergerak termasuk jantung,

dengan kecepatan pemeriksaan yang cukup singkat dapat menghasilkan

citra dengan resolusi yang optimal dan lebih akurat.


Menurut Daniel (2011), citra CT scan nasofaring dibuat dengan

mengatur windowing pada kondisi soft tissue dan bone, yaitu WW/WL

400/50 untuk kondisi soft tissue dan WW/WL 2000/300 untuk kondisi

bone. Akan tetapi, citra CT scan nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto baik yang non kontras maupun

yang dengan kontras dibuat dengan pengaturan windowing base orbita.

Oleh karena itu, penulis tertarik mengangkat hal tersebut menjadi sebuah

judul laporan studi kasus “Prosedur Pemeriksaan CT Scan Nasofaring

dengan Kontras Pada Klinis Kanker Nasofaring di Instalasi Radiologi

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto”. Penulis mencoba

untuk memaparkan teknik pemeriksaan CT scan nasofaring dengan

kontras di Intalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penyusunan laporan kasus yang berjudul “Prosedur

Pemeriksaan CT Scan Nasofaring dengan Kontras Pada Klinis Kanker

Nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto” penulis merumuskan masalah yang meliputi:


1. Bagaimana prosedur pemeriksaan CT scan nasofaring dengan

kontras pada klinis kanker nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto?


2. Bagaimana peran pemeriksaan CT scan nasofaring dengan kontras di

Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

dalam menegakkan diagnosa klinis kanker nasofaring?


C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulis membuat laporan ini adalah sebagai berikut:

vii
1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan CT scan nasofaring dengan

kontras pada klinis kanker nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.


2. Untuk mengetahui peran pemeriksaan CT scan nasofaring dengan

kontras di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto dalam menegakkan diagnosa klinis kanker nasofaring.


D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang diperoleh dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Manfaat Teori
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan bagi

penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya mengenai

prosedur pemeriksaan CT scan nasofaring dengan kontras pada klinis

kanker nasofaring.

2. Manfaat Praktik
Memberi masukan atau bahan pertimbangan tentang prosedur

pelaksanaan pemeriksaan CT scan nasofaring dengan kontras pada

klinis kanker nasofaring, apabila terdapat klinis yang sama pada

pemeriksaan CT scan nasofaring lainnya.


E. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami laporan kasus

ini, maka disusun dengan sistematika sebagai berikut:


BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Terdiri dari anatomi dan fisiologi nasofaring, patologi kanker

nasofaring, Multislice Computed Tomography (MSCT), prosedur

pemeriksaan CT scan nasofaring, dan proteksi radiasi.


BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
Membahas mengenai profil kasus dan pembahasannya.
BAB IV PENUTUP
Berisi simpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Nasofaring


Nasofaring adalah ruang trapezoid di belakang koana yang

berhubungan dengan orofaring dan terletak di superior palatum molle.

Ukuran nasofaring pada orang dewasa yaitu 4 cm tinggi, 4 cm lebar dan 3

cm pada dimensi anteroposterior. Dinding posteriornya sekitar 8 cm dari

aparatus piriformis sepanjang dasar hidung. Bagian atap dibentuk oleh

permukaan yang melandai dibatasi oleh basis sfenoid, basis oksiput dan

bagian posterior dibatasi vertebra cervical I dan II. Dinding anterior

nasofaring adalah daerah sempit jaringan lunak yang merupakan batas

koana posterior. Batas inferior nasofaring adalah palatum molle. Batas

dinding lateral merupakan fasia faringobasilar dan m. konstriktor faring

superior.
Nasofaring akan tertutup bila palatum molle melekat ke dinding

posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata – kata

tertentu seperti “hak” dan akan terbuka pada saat respirasi.


Fungsi Nasofaring:
1. Sebagai jalan udara pada respirasi
2. Jalan udara ke tuba Eustachii
3. Resonator
4. Sebagai drainase sinus paranasal kavum timpani dan hidung

ix
Sekret dari nasofaring dapat bergerak ke bawah, hal ini

dikarenakan gaya gravitasi, gerakan menelan, gerakan silia (kinosilia)

dan gerakan usapan palatum molle.

B. Patologi Kanker
1. Definisi
Menurut WHO (2017), kanker adalah istilah umum untuk satu

kelompok besar penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel

abnormal di luar batas normal yang kemudian dapat menyerang

bagian tubuh yang berdampingan atau menyebar ke organ lain. Istilah

umum lainnya adalah tumor ganas dan neoplasma.


Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker telinga hidung

tenggorokan (THT) adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sel

ganas (kanker) yang terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu

bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di

daerah THT, kepala, dan leher.


2. Faktor Risiko
a. Bahan kimia
b. Radiasi ionisasi
c. Infeksi
d. Ketidakseimbangan metabolism
e. Ketidakseimbangan hormonal
f. Disfungsi sistem kekebalan
g. Keturunan
3. Diagnosis
Untuk menentukan suatu massa itu termasuk jenis tumor yang

ganas atau jinak, biasanya dokter akan melakukan serangkaian

pemeriksaan mulai dari wawancara pasien (anamnesis), pemeriksaan

fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya.


Berikut beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang umumnya

diperlukan oleh dokter untuk menentukan mendiagnosis tumor, antara

lain:
a. Pemeriksaan darah lengkap

x
Merupakan pemeriksaan yang umum dilakukan untuk melihat

apakah ada salah satu komponen darah yang mengalami

gangguan atau tidak, seperti pada penderita leukemia.


b. Tes urine
Pemeriksaan ini juga sering diminta oleh dokter bila pada pasien

dicurigai adanya masalah pada sistem perkemihannya,


c. Tumor marker
Merupakan pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi adanya sel

tumor. Pemeriksaan ini biasnya spesifik untuk jenis penyakit

tumor tertentu.
d. USG, roentgen, CT scan, dan MRI
Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui lokasi, ukuran, dan

penyebaran dari tumor tertentu.


e. Biopsi
Sebuah pemeriksaan untuk menentukan apakah penyakit tumor

tersebut jinak atau ganas.


C. Multislice Computed Tomography (MSCT)
1. Definisi
MSCT adalah generasi terbaru dari CT scan yang memiliki

kemampuan untuk menghasilkan informasi dan memberikan

gambaran diagnostik yang lebih baik, terutama untuk pemeriksaan

organ bergerak termasuk jantung, dengan kecepatan pemeriksaan

yang cukup singkat dan menghasilkan gambar dengan resolusi yang

baik dan lebih akurat. Bahkan untuk pemeriksaan jantung, MSCT 128

Slices ini memiliki kemampuan dengan kecepatan pemeriksaan yang

cukup singkat untuk dapat menghasilkan gambar yang lebih akurat

dan dengan resolusi yang lebih optimal.


2. Parameter Multislice Computed Tomography (MSCT)
a. Selection of Section Thickness
Seleksi dari bagian section thickness oleh operator

disebabkan karena:
1) Pergerakan kolimator dari pre dan post patient (apabila dapat

digunakan)

xi
2) Selection dari detector row yang dikombinasikan dengan four

data aquisition systems untuk memperoleh section thickness

yang spesifik.

Pemilihan section thickness pada MSCT data terdiri dari

beberapa pilihan, tergantung dari konfigurasi detektor dan jumlah

array yang ada.

b. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor – faktor yang berpengaruh

terhadap ekposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA),

dan waktu ekposi (s). Faktor eksposi tersebut dapat dipilh secara

otomatis pada tiap – tiap pemeriksaan.

c. Field of View (FOV)


FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan

direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada

rentang 12 – 50 cm. FOV yang kecil akan meningkatkan resolusi

citra karena dengan FOV yang kecil maka akan mereduksi ukuran

pixel (picture element) sehingga dalam proses rekonstruki matriks

hasil citra menjadi lebih teliti. Namun, jika ukuran FOV terlalu kecil

maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan klinis

menjadi sulit untuk dideteksi.


d. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari

pixel dalam proses rekonstruksi citra. Rekonstruksi matriks ini

merupakan salah satu struktur elemen dalam memori komputer

yang berfungsi ntuk merekonstruksi citra. Pada umumnya, matriks

yang digunakan berukuran 512 x 512 atau 512 baris dan 512

xii
kolom. Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi

citra yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai

maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan.


e. Rekonstruksi Algoritma
Rekonstruksi algoritma adalah prosedur matematis

(algoritma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar.

Penampakan dan karakteristik dari citra CT scan tergantung pada

kuatnya algoritma yang dipilih. Sebagian besar CT scan sudah

memiliki standar algoritma tertentu. Semakin tinggi resolusi

algoritma yang dipilih maka semakin tinggi pula resolusi gambar

yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran

seperti tulang, soft tissue, dan jaringan lainnya dapat dibedakan

dengan jelas pada layar monitor.


f. Window Width (WW)
WW adalah rentang nilai computed tomography yang

dikonversi menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam monitor.

Setelah komputer menyelesaikan pengolahan citra melalui

rekonstruksi matriks dan algoritma maka hasilnya akan dikonversi

menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai computed

tomography. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit)

yang diambil dari nama penemu CT scan kepala pertama kali

yaitu Godfrey Hounsfield.


Tabel 2.1 Nilai CT pada jaringan yang berbeda dan
penampakannya dalam layar monitor (Bontrager,
2010)

Tipe Jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

Tulang +1000 Putih


Otot +50 Abu-abu
Materi putih +45 Abu-abu menyala
Materi abu-abu +40 Abu-abu

xiii
Darah +20 Abu-abu
CSF +15 Abu-abu
Air 0 -
Lemak -100 Abu-abu gelap
Paru -200 Abu-abu gelap
Udara -1000 Hitam

Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU.

Untuk tulang mempunyai +1000 HU kadang sampai +3000 HU.

Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Di

antara rentang tersebut merupakan jaringan atau substansi lain

dengan nilai yang berbeda – beda pula tergantung pada tingkat

perlemahannya. Dengan demikian, maka penampakan tulang

dalam layar monitor menjadi putih dan penampakan udara hitam.

Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menajadi warna abu-

abu yang bertingkat yang disebut gray scale. Khusus untuk darah

yang semula dalam penampakanya berwarna abu – abu dapat

menjadi putih jika diberi media kontras iodine.

g. Window Level (WL)

WL adalah nilai tengah dari Wiondow Width (WW) yang

digunakan. Nilainya dapat diatur dan tergantung pada karateristik

perlemahan dari struktur obyek yang diperiksa. WL menentukan

densitas citra yang akan dihasilkan.


h. Curve Range
Curve range adalah parameter dalam reformat 3D MPR

yang digunakan untuk membuat irisan yang dapat disesuaiakan

dengan bentuk anatomi organ.


i. Pitch

xiv
Pitch adalah pergerakan meja pasien per rotasi dibagi slice

thickness. Pitch berpengaruh pada kualitas dan volume

gambaran. Pitch yang tinggi akan meningkatkan volume

gambaran karena berpengaruh pada resolusi gambar sepanjang z

– axis (Nagel, 2004).


j. Increment
Increment adalah jarak antara citra rekonstruksi dalam arah

z direction. Ketika memilih inrecement yang lebih kecil dari pada

slice thickness, akan memebentuk potongan yang overlaping.

Teknik ini berguna untuk mengurangi pengaruh partial volume,

memberi detail anatomi yang bagus, dan kualitas 2D serta 3D

post processing yang tinggi (Somatom, Siemens Medical) (Nagel,

2004).
3. Kelebihan Multislice Computed Tomography (MSCT)
a. Meningkatkan speed dan volume coverage
b. Meningkatkan spatial resolution karena slice thickness yang tipis
c. Meningkatkan kualitas 2D dan 3D reformat
d. Efisiensi X-ray Tube
e. Reduksi eksposi radiasi
D. Prosedur Pemeriksaan CT Nasofaring dengan Kontras
1. Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan CT scan nasofaring dengan kontras adalah

pemeriksaan CT scan pada nasofaring sebelum dan sesudah

pemberian media kontras intravena untuk mendeteksi berbagai

kelainan yang ada di daerah tersebut.


2. Media Kontras
Media kontras adalah suatu bahan yang sangat radiopaque atau

radiolucent apabila berinteraksi dengan sinar-X, sehingga dapat

membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya (Rasad, 2005).


Menurut Rasad (2005), jenis bahan media kontras dibedakan

menjadi:
a. Bahan kontras negatif terdiri dari oksigen (O2) dan karbon dioksida

(CO2).

xv
b. Bahan kontras positif yang terdiri dari turunan barium sulfat

(BaSO4) dan turunan iodium (I).


Bahan kontras iodium terdiri dari kelompok ionik dan non

ionik yang seluruhnya berasal dari bangunan gugus karbo

hexagonal yang berikatan dengan tiga buah gugus iodium yang

dikenal dengan triodobenzene.


Perbedaan bahan kontras ionik dan non ionik pada

dasarnya adalah adanya gugus hidroksil pada bahan kontras yang

non ionik, sehingga dapat membuat osmolaritas menjadi lebih

rendah dibandingkan dengan yang ionik.

Gambar 2.1 Ionic triiodinated (ionic) contrast media (Adapted from


Jensen SC, Peppers MP: Pharmacology and drug
administration for imaging Technologist, St Louis,
1998, Mosby)

xvi
Gambar 2.2 Two examples of water-soluble nonionic contrast
media (Bontrager, 2014)

Menurut Rasad (2005), penggolongan bahan kontras dari

turunan iodium dibagi menjadi:


1) Bahan kontras larut dalam minyak
Contoh: (duroliopaque, pantopaque untuk pemeriksaan

myelografi, lipiodol untuk pemeriksaan limfografi).


2) Bahan kontras larut dalam air

Contoh: (Angiografin, Iohexol (Omnipaque), Iopromide

(Ultravist).

3. Indikasi Pemeriksaan
Indikasi pemeriksaan CT scan nasofaring dengan kontras adalah

sebagai berikut:
a. Peradangan atau pembengkakan kelenjar
b. Infeksi atau abses
c. Neoplasma ganas, seperti karsinoma, sarkoma, dan tumor

kelenjar parotis
d. Massa jinak, seperti kista dan polip
e. Limfadenopati
f. Trauma
g. Patologi endokrin yang melibatkan kelenjar tiroid dan paratiroid
4. Persiapan Pemeriksaan
a. Persiapan Alat dan Bahan

xvii
1) Alat dan Bahan Untuk Pemeriksaan CT Scan Nasofaring

dengan Kontras
a) Pesawat Multislice Computed Tomography (MSCT

128slices)
b) Komponen pendukung pesawat CT scan (gantry, komputer

workstation, printer, CD burner dll)


c) Head holder
d) Alat imobilisasi dan kenyamanan pasien (fiksasi kepala,

straining straps, selimut)


e) Emergency kit dan obat anafilaksis.
2) Alat dan Bahan Pemasukan Media Kontras
a) Alat Steril
(1) Media kontras 300mgI/50ml
(2) Alcohol swipe
(3) Spuit skin test 1cc
(4) Wing needle No. 23G
(5) Spuit 20cc
b) Alat Non Steril
(1) Handscoon non steril
(2) Tourniquet
(3) Plester
(4) Bengkok
(5) Tabung oksigen
b. Persiapan Pasien
1) Cek ureum (BUN), kreatinin, dan GFR untuk memastikan

ginjal pasien berfungsi baik.


2) Pasien puasa total selama 6-8 jam sebelum pemeriksaan

untuk menghindari reflux jika terjadi alergi terhadap media

kontras.
3) Pasien sudah berada di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto 1 jam sebelum pemeriksaan

untuk melakukan proses administrasi.


4) Pasien menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadapnya

dengan menandatangani formulir inform consent.


5) Pasien dipersilahkan untuk melepas baju dan aksesoris

berbahan logam yang dapat menimbulkan artefak.


6) Media kontras sebanyak 1cc disuntikkan secara subkutan

untuk skin test.

xviii
5. Teknik Pemeriksaan
a. Posisi Pasien
1) Pasien supine di atas meja pemeriksaan.
2) Kepala dekat gantry (head first).
3) Lampu indikator longitudinal diatur berada tepat di Mid

Sagittal Plane (MSP) kepala pasien, lampu indikator horizontal

berada setinggi Meatus Acousticus External (MAE), dan

lampu indikator vertikal berada di supra orbita pasien.


4) Kedua tangan berada di samping tubuh.
b. Scanning Parameter
1) Slice awal : superior orbital rim
2) Slice akhir : lung apex
3) Slice thickness : 3 – 5mm
4) DFOV : 18 – 25cm
5) Windowing : soft tissue dan bone
6) WW/WL : 400/50 dan 2000/300
c. Tahapan Scanning
1) Scout/ Topogram/ Scanogram
Citra yang digunakan adalah citra kepala lateral. Tujuan

pengambilan citra scout ini adalah untuk melokalisir secara

umum dan sebagai penanda dalam membuat planning irisan.


2) Citra Axial Non Kontras
Scanning pertama dilakukan tanpa pemberian media kontras,

bertujuan untuk melihat kelainan yang tampak sebelum

pemberian media kontras.


3) Citra Axial Kontras
Scanning dilakukan segera setelah pemberian media kontras,

bertujuan untuk melihat area patologis yang tampak

menyangat setelah diberikan media kontras tersebut.

d. Pengolahan Citra
1) Merekonstruksi windowing citra axial non kontras dan citra

axial kontras menjadi base orbita.


2) Membuat irisan axial dari citra axial non kontras.
3) Membuat irisan axial, coronal, dan sagital dari citra axial

kontras.
E. Proteksi Radiasi

xix
1. Menurut dr. Mardiatmo (2008), dalam Prosedur Tetap mengenai

Proteksi Radiasi Terhadap Pasien, antara lain:


a. Pemeriksaan radiologi hanya bisa dikerjakan atas perintah dokter.
b. Menghindari pengulangan dalam pembuatan foto.
c. Membuat batasan atau mengatur kolimator sedemikian rupa

sehingga sedikit terjadi hamburan sinar radiasi.


d. Menggunakan proteksi atau apron untuk penderita, misal proteksi

untuk gonad, dan lain-lain.


e. Menghindari pemeriksaan bagi wanita hamil, kalau tidak terlalu

dibutuhkan.
f. Apabila pemeriksaan sangat dibutuhkan kepada penderita yang

sedang hamil maka bagian janin atau perut harus ditutup dengan

load, sehingga janin terhindar dari radiasi.


2. Menurut dr. Mardiatmo (2008), dalam Prosedur Tetap mengenai

Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan, antara lain:


a. Penempatan sinar-X harus ditempatkan di ruang yang kedap

radiasi.
b. Tidak ada bocoran radiasi yang keluar dari ruangan pesawat

sinar-X baik lewat tembok maupun pintu.


c. Memberi tanda di setiap pintu masuk maupun pintu keluar dengan

lampu merah dalam keadaan menyala berarti sedang terjadi

pemeriksaan.
d. Memberi tanda yang bisa dibaca oleh umum bahwa ruangan

tersebut adalah daerah radiasi.


e. Memberi pengertian kepada pengantar penderita agar tidak ikut

masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

xx
BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kasus
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Tanggal Lahir : 31-12-1967
Jenis Kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 07/02/2020
Jenis Pemeriksaan : CT Scan Nasofaring dengan Kontras
Dokter Kirim : dr. Sekti Joko S.I., Sp.THT-KL
Klinis : Kanker nasofaring
2. Alur Pemeriksaan
Pada tanggal 07 Februari 2020 Tn. M datang ke Instalasi

Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dengan

membawa lembar permintaan pemeriksaa CT scan nasofaring

dengan kontras. Sebelumnya Tn. M telah diperiksa oleh dr. Sekti Joko

S.I, Sp.THT-KL untuk kemudian menjalani persiapan pra pemeriksaan

CT scan dengan aplikasi kontras dan telah melakukan perjanjian

tindakan CT scan dengan petugas radiologi serta telah melakukan

xxi
proses administrasi. Petugas mengonfirmasi kembali identitas pasien,

meliputi nama, tanggal lahir, dan nomor rekam medis pasien.


Petugas memperkenalkan diri dan menjelaskan prosedur

pemeriksaan secara singkat. Dilakukan tindakan assessment oleh

radiolog terhadap pasien/ keluarganya, kemudian pasien dipersilakan

masuk ke ruang ganti CT scan untuk mengganti baju yang

dikenakannya dengan baju yang telah disediakan dan diinstruksikan

untuk melepas barang-barang yang berbahan logam. Sembari

menunggu pasien selesai berganti baju, petugas melakukan registrasi

data pasien dan memilih protokol sesuai permintaan dokter pengirim.

Protokol yang digunakan adalah HeadContrast_RSMS (Adult).


Setelah scanning MRI selesai, pasien dipersilakan ganti baju

kembali. Selanjutnya, petugas radiologi memberikan informasi

mengenai pengambilan hasil dan melakukan pengolahan citra.


3. Prosedur Pemeriksaan
a. Persiapan Pemeriksaan
1) Persiapan Alat dan Bahan
a) Alat dan Bahan Untuk Pemeriksaan CT Scan Nasofaring

dengan Kontras
(1) Pesawat Multislice Computed Tomography (MSCT

128slices).

Gambar 3.1 Multislice Computed Tomography (MSCT

128 Slices)

xxii
(2) Komponen pendukung pesawat CT scan (gantry,

komputer workstation, printer, CD burner dll).

Gambar 3.2 Komputer Work Station CT scan


(3) Head holder
(4) Alat imobilisasi dan kenyamanan pasien (fiksasi

kepala, straining straps, selimut)


(5) Emergency kit dan obat anafilaksis.
b) Alat dan Bahan Pemasukan Media Kontras
(1) Alat Steril
(a) Media kontras 300mgI/50ml
(b) Alcohol swipe
(c) Spuit skin test 1cc
(d) Wing needle No. 23G
(e) Spuit 20cc
(2) Alat Non Steril
(a) Handscoon non steril
(b) Tourniquet
(c) Plester
(d) Bengkok
(e) Tabung oksigen

2) Persiapan Pasien
a) Cek ureum (BUN), kreatinin, dan GFR untuk memastikan

ginjal pasien berfungsi baik.


b) Pasien puasa total selama 6-8 jam sebelum pemeriksaan

untuk menghindari reflux jika terjadi alergi terhadap media

kontras.
c) Pasien sudah berada di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto 1 jam sebelum pemeriksaan

untuk melakukan proses administrasi.

xxiii
d) Pasien menyetujui tindakan yang akan dilakukan

terhadapnya dengan menandatangani formulir inform

consent.
e) Pasien dipersilahkan untuk melepas baju dan aksesoris

berbahan logam yang dapat menimbulkan artefak.


f) Media kontras sebanyak 1cc disuntikkan secara subkutan

untuk skin test.


b. Teknik Pemeriksaan
1) Posisi Pasien
a) Pasien supine di atas meja pemeriksaan.
b) Kepala dekat gantry (head first).
c) Lampu indikator longitudinal diatur berada tepat di Mid

Sagittal Plane (MSP) kepala pasien, lampu indikator

horizontal berada setinggi Meatus Acousticus External

(MAE), dan lampu indikator vertikal berada di supra orbita

pasien.
d) Kedua tangan berada di samping tubuh.
2) Scan Parameter
Tabel 3.1 Scan parameter

No. Parameter Non Kontras Kontras

1. Slice awal Supra orbita Supra orbita

2. Slice akhir Sternoclavicular Sternoclavicular


joint joint

3. Slice thickness 5mm 5mm

4. FOV 200mm 200mm

5. Gantry tilt 0° 0°

6. kV dan mAs 130 kV dan 215 130 kV dan 215


mAs mAs

7. Algorithma J30s medium J30s medium


sharp sharp

8. Windowing Base orbita Base orbita

9. WW/WL 120/40 120/40

xxiv
3) Teknik Pemberian Media Kontras
a) Pemberian media kontras dilanjutkan karena hasil skin

test tidak menunjukkan adanya tanda-tanda alergi.


b) Teknik pemasukkan media kontras yang digunakan

adalah teknik bolus tunggal.


c) Media kontras yang digunakan adalah media kontras non-

ionik dengan konsentrasi 300mgI/ml sebanyak 50ml.


d) Media kontras disuntikkan melalui wing needle No. 23G

yang dipasang pada vena cubiti pasien setelah scanning

citra non kontras selesai, menggunakan dua buah spuit

20cc.
c. Tahapan Scanning
1) Scout/ Topogram/ Scanogram
Citra yang digunakan adalah citra kepala lateral. Tujuan

pengambilan citra scout ini adalah untuk melokalisir secara

umum dan sebagai penanda dalam membuat planning irisan.

Gambar 3.3 Citra scout

2) Citra Axial Non Kontras


Scanning pertama dilakukan tanpa pemberian media

kontras, bertujuan untuk melihat kelainan yang tampak

sebelum pemberian media kontras.

xxv
Gambar 3.4 Citra axial non kontras

3) Citra Axial Kontras


Scanning dilakukan segera setelah pemberian media

kontras, bertujuan untuk melihat area patologis yang tampak

menyangat setelah diberikan media kontras tersebut.

Gambar 3.5 Citra axial kontras

d. Hasil Ekspertisi Radiologi


Kesan:
1) Polip di sinus maxillaris sinistra

xxvi
2) Tak tampak jelas gambaran massa di nasofaring
3) Tak tampak gambaran massa pada brain parenchym
4) Tak tampak adanya destruksi pada ossa yang tervisualisasi
e. Pengolahan Citra
1) Merekonstruksi windowing citra axial non kontras dan citra

axial kontras menjadi base orbita.


2) Membuat irisan axial dari citra non kontras.
3) Membuat irisan axial dan coronal dari citra dengan kontras.

Gambar 3.6 Citra coronal kontras

4) Mengirim citra rekonstruksi axial, sagital, coronal pre dan post

kontras ke sistem PACS dan CDBURNER untuk mencetak

hasil.
B. Pembahasan
1. Prosedur Pemeriksaan CT Scan Nasofaring dengan Kontras

Pada Klinis Kanker Nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Prof.

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto


a. Persiapan Pemeriksaan
1) Persiapan Alat dan Bahan
a) Alat dan Bahan Untuk Pemeriksaan CT Scan Nasofaring

dengan Kontras
(1) Pesawat Multislice Computed Tomography (MSCT

128slices).

xxvii
(2) Komponen pendukung pesawat CT scan (gantry,

komputer workstation, printer, CD burner dll).


(3) Head holder
(4) Alat imobilisasi dan kenyamanan pasien (fiksasi

kepala, straining straps, selimut)


(5) Emergency kit dan obat anafilaksis.
b) Alat dan Bahan Pemasukan Media Kontras
b. Alat Steril
1. Media kontras 300mgI/50ml
2. Alcohol swipe
3. Spuit skin test 1cc
4. Wing needle No. 23G
5. Spuit 20cc
c. Alat Non Steril
(a) Handscoon non steril
(b) Tourniquet
(c) Plester
(d) Bengkok
(e) Tabung oksigen
Menurut penulis, alat dan bahan yang dipersiapkan pada

pemeriksaan CT nasofaring dengan kontras pada klinis kanker

nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto sudah memadai, sehingga dengan alat-alat

yang dipersiapkan tersebut sudah dapat digunakan untuk

melakukan pemeriksaan CT nasofaring dengan kontras dengan

baik dan lancar. Terlebih di instalasi radiologi tersebut sudah

menggunakan modalitas MSCT 128 slices, sehingga dapat

menghasilkan citra dengan resolusi yang optimal dan lebih

akurat dengan waktu yang cukup singkat.


2) Persiapan Pasien
CT scan nasofaring dengan kontras di Instalasi Radiologi

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto memerlukan

persiapan khusus yang harus dijalani oleh pasien terlebih

dahulu. Persiapan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

xxviii
a) Cek ureum (BUN), kreatinin, dan GFR untuk memastikan

ginjal pasien berfungsi baik.


b) Pasien puasa total selama 6-8 jam sebelum pemeriksaan

untuk menghindari reflux jika terjadi alergi terhadap media

kontras.
c) Pasien sudah berada di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto 1 jam sebelum

pemeriksaan untuk melakukan proses administrasi.


d) Pasien menyetujui tindakan yang akan dilakukan

terhadapnya dengan menandatangani formulir inform

consent.
e) Pasien dipersilahkan untuk melepas baju dan aksesoris

berbahan logam yang dapat menimbulkan artefak.


f) Media kontras sebanyak 1cc disuntikkan secara subkutan

untuk skin test.


Menurut penulis, persiapan pasien yang dilakukan pada

pemeriksaan CT nasofaring dengan kontras pada klinis kanker

nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo Purwokerto sudah baik dan memenuhi syarat untuk

dilakukan pemeriksaan CT scan nasofaring dengan kontras.


b. Teknik Pemeriksaan
Teknik pemeriksaan CT nasofaring dengan kontras pada

klinis kanker nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto dilakukan dengan mengatur posisi

pasien supine dengan kedua tangan di samping tubuh dan

menggunakan orientasi head first. Media kontras yang digunakan

adalah kontras IV dengan konsentrasi 300mgI/ml sebanyak 50ml.

Tahapan scanning yang dilakukan terdiri dari pengambilan citra

xxix
scout lateral, citra axial non kontras, dan citra axial kontras.

Parameter scanning yang digunakan adalah sebagai berikut:

No. Parameter Non Kontras Kontras

1. Slice awal Supra orbita Supra orbita

2. Slice akhir Sternoclavicular Sternoclavicular


joint joint

3. Slice thickness 5mm 5mm

4. FOV 200mm 200mm

5. Gantry tilt 0° 0°

6. kV dan mAs 130 kV dan 215 130 kV dan 215


mAs mAs

7. Algorithma J30s medium J30s medium


sharp sharp

8. Windowing Base orbita Base orbita

9. WW/WL 120/40 120/40

c. Pengolahan Citra
1) Merekonstruksi windowing citra axial non kontras dan citra

axial kontras menjadi base orbita.


2) Membuat irisan axial dari citra axial non kontras.
3) Membuat irisan axial, coronal, dan sagital dari citra axial

kontras.
4) Mengirim citra rekonstruksi axial, sagital, coronal pre dan post

kontras ke sistem PACS dan CDBURNER untuk mencetak

hasil.
Menurut penulis, posisi pasien, teknik pemberian media

kontras, tahapan scanning, parameter scanning, dan pengolahan

citra yang dilakukan pada pemeriksaan CT nasofaring dengan

kontras pada klinis kanker nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD

xxx
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sudah baik dan dapat

menunjang diagnosa klinis pasien.


2. Peran Pemeriksaan CT Scan Nasofaring dengan Kontras di

Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Dalam Menegakkan Diagnosa Klinis Kanker Nasofaring


Tahapan scanning untuk pemeriksaan CT scan nasofaring dengan

kontras pada klinis kanker nasofaring meliputi, scanning topogram,

citra non kontras, dan citra dengan kontras. Menurut penulis, tahapan

scanning yang digunakan untuk pemeriksaan CT scan nasofaring

dengan kontras pada klinis kanker nasofaring di Instalasi Radiologi

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sudah tepat, sehingga

penyebab sakit yang diderita pasien dapat diketahui dengan baik.


Alasan hanya diterapkannya windowing base orbita untuk

pemeriksaan CT nasofaring adalah karena pada daerah leher

terdapat banyak struktur, seperti tulang, saraf, pembuluh darah,

kelenjar getah bening, dan struktur penting lainnya.

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dari pemaparan laporan kasus yang berjudul “Prosedur Pemeriksaan

CT Scan Nasofaring dengan Kontras Pada Klinis Kanker Nasofaring di

Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto” penulis

dapat mengambil kesimpulan antara lain:

xxxi
1. Teknik pemeriksaan CT nasofaring dengan kontras pada klinis kanker

nasofaring di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto sudah baik dan sesuai dengan beberapa teori yang ada.
2. Tahapan scanning pada pemeriksaan CT nasofaring di Instalasi

Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto telah mampu

menegakkan diagnosa penyebab sakit yang diderita oleh pasien.


B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan

penulisan laporan kasus ini adalah :


1. Pasien pasca pemeriksaan dengan kontras dianjurkan untuk

meminum air putih yang lebih banyak dari biasanya selama dua hari

ke depan supaya media kontras yang ada di dalam tubuhnnya

terekskresi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bontrager, Knneth. L. 2014. Textbook of Radiographic Positioning And Related

Anatomy. Eighth Edition. St. Louis: Missouri. Mosby.

Ballinger, Philip W. 2003. Merrill’s Atlas of Radiographic Positions and

Radiologic Procedures. Tenth Edition. St. Louis : The CV. Mosby

Company.

Moeller, Torsten B. 2000. Pocket Atlas Of Radiographic Anatomy Second

Edition. New York: Thieme.

“Kamus Besar Bahasa Indonesia - KBBI”. Badan Pengembangan dan

Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia. Diakses tanggal 26-09-2019.

xxxii
xxxiii

Anda mungkin juga menyukai