Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah suatu tanda

klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fokal (atau global) dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat

menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskuler (Frtzsimmons, 2007). Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah

stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih

arteri besar pada sirkulasi serebrum. (Price dan Wilson, 2002).

Stroke meliputi tiga penyakit serebrovaskuler utama, yaitu stroke

iskemik, perdarahan intraserebral primer, dan perdarahan subarakhnoid.

Stroke iskemik atau serebral infark adalah yang paling sering, yaitu 70% -

80% dari semua kejadian stroke (Frtzsimmons, 2007).

Ada beberapa patogenesis stroke iskemik salah satunya adalah stroke

lakunar atau infark lakunar. Infark lakunar, atau stroke pembuluh darah kecil,

15% - 30% dari stroke iskemik. Infark lakunar biasanya pada diameter

kurang dari 1 cm dan disebabkan oklusi arteri penetrasi kecil yang

memperdarahi struktur dalam otak, misalnya kapsula interna, basal ganglia,

corona radiata, talamus dan batang otak (Frtzsimmons, 2007).

Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh darah halus hipertensif

dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa

jam atau kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi

setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang


2

penetrans sirkulus wilisi, arteri serebri media atau arteri vertebralis dan

basilaris. Masing-masing cabang ini sangat halus dan menembus jauh

kedalam substansia grisea dan alba serebrum dan batang otak. Cabang-

cabang ini rentan terhadap trombosis dari penyakit aterotrombotik atau

akibat terjadinya peningkatan lipohialinotik. Trombosis yang terjadi di dalam

pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil,

lunak dan disebut lakuna (Price dan Wilson, 2002).

Kemajuan teknologi meningkatkan penilaian klinis pada pasien stroke,

pencitraan ini dapat memperlihatkan lesi serebral dan pembuluh darah yang

terkena. CT-Scan memperlihatkan secara akurat lokasi perdarahan kecil,

darah subarakhnoid, clots dan aneurisma, kelainan bentuk arterivena dan

memperlihatkan area infark (Adams dan Victor, 2009).

Sebagai alat untuk menunjang penegakan diagnosa CT Scan

diharapkan dapat memberikan gambaran yang informatif, terutama informasi

anatomis yang dikehendaki. Pada pencitraan CT Scan, slice thickness

merupakan salah satu scan parameter yang cukup signifikan dalam

menghasilkan kualitas gambar CT Scan yang baik.

Kualitas gambar CT Scan yang baik akan mempermudah Radiolog

dalam melakukan pembacaan gambar CT Scan. Oleh karena itu informasi

tentang pemilihan slice thickness perlu diketahui oleh operator CT Scan

ketika melakukan scaning. Karena dengan diketahuinya informasi slice

thickness dan hasil reformat tiga dimensi tersebut maka pengendalian

kualitas gambaran CT Scan dapat berjalan secara kontinyu, khususnya

dalam hal memperlihatkan struktur anatomis dan patologis terkecil dalam

tubuh seperti infark lakuner.


3

Dari berbagai teori yang ada teknik pemeriksaan CT Scan kepala

menggunakan potongan axial dengan slice thickness yang berbeda-beda,

menurut Bontrager (2001); slice thickness yang digunakan untuk

pemeriksaan CT Scan Kepala 2-5 mm untuk daerah basis cranii sampai pars

petrosum dan 5-10 untuk daerah pars petrosum sampai verteks. Menurut

Henwood 1999; pemilihan slice thickness untuk pemeriksaan kepala

berbeda-beda tergantung jenis patologinya antara lain 1 mm untuk

aneurisma, 3 mm untuk base skull tumors, 5mm untuk pemeriksaan brain

rutin, 10 mm untuk hidrocephalus.

Menurut Jeffrey J. Brown, dkk, (1988) dalam jurnalnya yang berjudul

“MR and CT of Lacunar Infarcts” disebutkan bahwa parameter standar yang

sering digunakan dalam protokol rutin pemeriksaan CT Scan kepala ada 10

mm Slice Thickness. Sedangkan untuk mendeteksi adanya infark lakuner

lebih baik jika digunakan slice thickness yang lebih tipis atau dibuat

potongan yang saling overlap, tetapi teknik ini jarang dipraktekkan dalam

pemeriksaan CT Scan kepala rutin.

Protokol rutin pemeriksaan CT Scan kepala di Rumah Sakit Telogorejo

Semarang adalah dengan Slice Thickness 5 mm pada potongan axial.

Sering radiografer tidak melakukan rekontruksi dan reformat khusus untuk

CT Scan kepala ini, karena raw data yang dihasilkan sudah sesuai dengan

jumlah potongan yang harus dicetak dalam film. Rekonstruksi dan reformat

hanya dilakukan jika citra yang dihasilkan kurang simetris dan atau radiolog

menghendaki adanya potongan coronal dan sagital. Perubahan slice

thickness bisa dilakukan setelah scaning karena di Rumah Sakit Telogorejo

telah menggunakan pesawat Multi Slice CT Scan merk GE 64 slice.


4

Kenyataan dilapangan untuk CT Scan kepala pada kasus stroke

dengan patogenesis infark lakuner tidak pernah dilakukan perubahan slice

thickness yang lebih tipis dari 5 mm. Stroke iskemik karena infark lakuner

tidak terlihat begitu jelas pada citra CT Scan dengan slice thickness yang

tebal. Hal ini disebabkan karena diameter infark lakunar tidak lebih dari 1

mm. Padahal menurut beberapa jurnal yang penulis baca, untuk kasus

stroke iskemik dengan patogenesis infark lakuner lebih baik dilakukan

potongan dengan slice thikness yang lebih tipis.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian eksperimen

yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas citra CT Scan Kepala

pada kasus Stroke dengan patogenesis infark lakuner. Eksperimen yang

dilakukan adalah dengan merekonstruksi dan mereformat citra CT Scan

kepala dengan rentang slice thickness 1mm, 2mm, 3mm, 4mm, 5mm untuk

mencari gambaran infark lakuner terbaik dan terjelas menurut dr. Radiologi.

Penulis akan mengkaji dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul :

“Perbedaan Kuliatas Citra CT Scan Kepala Dengan Variasi Slice

Thickness Pada Kasus Stroke Iskemik Patogenesis Infark Lakuner Di

Rumah Sakit Telogorejo Semarang.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada perbedaan kuliatas citra CT Scan dengan variasi slice

thickness pada kasus stroke iskemik patogenesis infark lakuner?


5

2. Berapakah nilai slice thickness yang dapat menghasilkan kualitas citra

CT Scan terbaik pada kasus stroke iskemik patogenesis infark lakuner?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui perbedaan kualitas citra CT Scan dengan variasi

slice thickness pada kasus stroke iskemik patogenesis infark lakuner.

2. Untuk mengetahui nilai slice thickness yang dapat menghasilkan

kualitas citra CT Scan terbaik pada kasus stroke iskemik patogenesis

infark lakuner.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian yang diharapkan dalam penyusunan karya

tulis ilmiah ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan, wawasan dan referensi penulis tentang

perbedaan kualitas citra CT Scan kepala dengan variasi slice thickness

pada kasus stroke iskemik patogenesis infark lakuner.

2. Manfaat Praktis

Memberikan acuan/masukan bagi rumah sakit dan pelaksana

radiografer dalam memilih nilai slice thickness yang tepat pada CT Scan

Kepala dengan kasus Stroke iskemik patogenesis infark lakuner saat

melakukan pencetakan film sebelum dibaca Radiolog.


6

E. Keaslian Penelitian

Dari studi literatur yang dilakukan, penulis belum menemukan

penelitian yang berkaitan dengan variasi slice thikness dan perbedaanya

terhadap kualitas citra CT Scan kepala pada kasus Stroke iskemik

patogenesis infark lakuner. Namun penelitian yang sejenisnya pernah

dilakukan oleh peneliti lain yaitu :

1. (Emi Fauzilah, 2010) Pengaruh Variasi Slice Thickness Terhadap Hasil

Reformat Image Tiga Dimensi Pada Pesawat Somatom Emotion Spiral

Single Slice

Persamaan : pengaturan variasi slice thickness.

Perbedaan : CT Scan kepala dengan kasus stroke iskemik

patogenesis infark lakuner.

2. (Jeffrey J. Brown, dkk, 1988) MR and CT of Lacunar Infarcts

Review journal : sebanyak 22 pasien dengan klinis dan gejala serangan

stroke iskemik infark lakunar dievaluasi dengan MRI.

Pengamatan juga dilakukan dengan CT Scan

sebanyak 21 pasien. MRI mampu menampakkan lesi

kecil dan diposisi dalam sebanyak 19 pasien dari 21

pasien yang diamati. Lakunar infark juga terdeteksi di

CT Scan sebanyak 11 pasien dari 21 pasien yang

diamati, akan tetapi lesi yang teridentifikasi dengan CT

Scan pasti juga teridentifikasi dengan MRI. Penelitian

tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa untuk

mengevaluasi infark lakuner MRI lebih unggul daripada

CT Scan.
7

Persamaan : pada objek penelitian yaitu identifikasi infark lakuner

3. (Bruce H. Braffman, dkk, 1988) Brain MR : Pathologic Correlation with

Gross and Histopathology. 1. Lacunar Infarction and Virchow-Robin

Spaces

Review Journal : infark lakunar disebabkan sumbatan pembuluh darah

kecil di otak, teridentifikasi sebagai gambaran

hiperintens terhadap parenkim otak dengan

menggunakan sekuens TR yang panjang pada MRI.

CT gagal dalam menampakkan infark lakunar yang

terdapat di brainstem dan dentate.

Persamaan : Pada objek penelitian yaitu identifikasi infark lakuner.

Anda mungkin juga menyukai