Anda di halaman 1dari 41

TEKNIK PEMERIKSAAN URETHROGRAFI

PADA KASUS HEMATURIA


DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

Praktik Kerja Lapangan II

Afifah Dwi Azharima

P1337430117014

DIPLOMA III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

SEMARANG

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

SEMARANG

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan II

pada Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi.

Nama : Afifah Dwi Azharima

Nim : P1337430117014

Judul : ” TEKNIK PEMERIKSAAN URETHROGRAFI PADA KASUS


HEMATURIA DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA ”

Yogyakarta, Mei 2019

Clinical Instructur Pembimbing Laporan Kasus

Sri Martiah Dhevi Astuti


NIK. 1062 NIK. 1292

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Alloh SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Praktek Kerja Lapangan II dari tanggal 6 Mei 2019 sampai 1 Juni 2019 di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta serta penyusunan laporan kasus dari hasil

Praktek Kerja Lapangan II dengan judul “ TEKNIK PEMERIKSAAN URETHROGRAFI

PADA KASUS HEMATURIA DI INSTALANSI RADIOLOGI RUMAH SAKIT PKU

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA”

Dalam menyelesaikan laporan studi kasus ini penulis telah banyak mendapat bantuan,

bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada :

1. Alloh SWT yang selalu memberikan rahmat-Nya.

2. Kedua Orangtua, kakak dan adik yang selalu memberikan semangat dan doanya tanpa

henti.

3. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MHP, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Semarang.

4. Ibu Fatimah, S.ST., M.Kes, selaku Ketua Jurusan Teknik Radioagnostik dan

Radioterapi.

5. Ibu Darmini, S.Si., M.Kes, selaku Ketua Prodi DIII Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Semarang.

6. Seluruh dosen dan Staff Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.

7. dr. H. Muh. Komarudin, Sp.A selaku Direktur Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

ii
8. dr. H. Ahmad Faisol, Sp.Rad, M.Kes selaku kepala Instalasi Radiologi Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

9. Ibu Dhevi Astuti, AMR, selaku supervisor Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

10. Ibu Sri Martiah, Dipl.Amd selaku Clinical Instructure Praktek Kerja Lapangan II di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

11. Seluruh radiografer dan staff Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta yang telah membimbing dan membina dalam penulisan selama PKL II.

12. Teman – teman angkatan 33 Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Politeknik Kesehatan Semarang.

13. Teman – teman Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Semarang.

Semoga Allah Swt memberi Rahmat - Nya kepada semua pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan laporan studi kasus ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dalam penyusunan laporan studi kasus ini, demi kesempurnaan laporan study kasus

ini. Akhir kata semoga laporan studi kasus ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

mahasiswa Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang

pada umumnya.

Yogyakarta, Mei 2019

Penulis
Afifah Dwi Azharima

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang ..................................................... Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 3

C. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 2

D. Tujuan Penulisan.................................................................................................... 4

BAB II DASAR TEORI........................................................................................................ 6

A. Anatomi Sinus Paranasal ....................................................................................... 6

B. Anatomi Radiologi Sinus Paranasal ........................................................................ 9

C. Patologi Sinus Paanasal ........................................................................................ 10

D. Fisiologi Sinus Paranasal ...................................................................................... 12

E. Teknik Pemeriksaan Sinus Paranasal .................................................................... 15

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 24

A. Hasil Penelitian .................................................................................................... 24

B. Pembahasan ........................................................................................................... 30

iv
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................ 32

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 32

B. Saran...................................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v
BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan tentang sinar x yang ditemukan

oleh W.C. Rontgen pada tahun 1895, pemeriksaan radiologi untuk

mendiagnosa kelainan pada tubuh manusia juga semakin maju, dan menjadi

salah satu cara menegakkan diagnosa suatu penyakit. Salah satu perkembangan

dunia radiologi adalah penggunaan media kontras yakni bahan yang dapat

menampakkan struktur gambar organ tubuh (baik anatomi maupun fisiologi)

manusia.

Traktus urinarius merupakan salah satu sistem tubuh yang memiliki organ-

organ kompleks yang rentan terhadap penyakit.

Hematuria merupakan salah satu kelainan / penyakit pada traktus urinarius

lebih tepatnya pada uretra. Hematuria sendiri merupakan suatu kondisi adanya

darah di dalam urine. Urine akan berubah warna menjadi kemerahan atau

sedikit kecokelatan karena adanya darah dalam uretra.

Hematuria dapat diketahui dengan pemeriksaan uretrografi. Bagaimana

pemeriksaan uretrografi dengan kasus Hematuria pada Instalasi Radiologi

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta akan dibahas dalam laporan

ini. Penulis juga menemukan perbedaan teknik pemeriksaan uretrografi pada

Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan pada

literatur yang dijadikan bahan ajar di kampus. Perbedaannya antara lain pada

proyeksi yang digunakan. Di Intalasi Radiologi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta, proyeksi yang digunakan adalah oblique kanan

1
dan oblique kiri, sedangkan pada literatur Bontrager proyeksi yang digunakan

adalah AP dan Oblique. Kemudian perbedaan selanjutnya terletak pada posisi

pasien proyeksi oblique. Pada literatur Bontrager menjelaskan bahwa untuk

proyeksi oblique posisi pasiennya dimiringkan 30°. Sedangkan pada Instalasi

Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk proyeksi

oblique posisi pasiennya tetap supine diatas meja pemeriksaan, dan hanya

objeknya saja yang diposisikan oblique ke arah lateral.

Perbedaan inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengkaji

pemeriksaan uretrografi lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengemukakan

permasalahannya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan uretrografi dengan kasus Hematuri di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?

2. Mengapa proyeksi Antero Posterior (AP) post pemasukan kontras tidak

digunakan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta?

3. Mengapa di Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta pada proyeksi Oblique yang dimiringkan hanya objeknya

saja?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis ini adalah :

2
1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pemeriksaan uretrografi dengan

kasus Hematuri di Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui alasan mengapa proyeksi Antero Posterior (AP) post

pemasukan kontras tidak digunakan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui alasan mengapa di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada proyeksi Oblique yang

dimiringkan hanya objeknya saja.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan Laporan Kasus ini adalah :

1. Bagi Penulis

Menambah wawasan, pengetahuan dan berbagi pengalaman bagi

penulis dan pembaca terutama tentang teknik pemeriksaan Uretrografi

pada kasus Hematuria di Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

saran-saran yang berguna bagi rumah sakit, dalam hal ini Instalasi

Radiologi pada umumnya dan radiografer pada khususnya mengenai

teknik pemeriksaan Uretrografi pada kasus Hematuria.

3. Bagi Institusi

3
Hasil penelitian ini dapat menambah kepustakaan dan pertimbangan

dengan referensi tentang teknik pemeriksaan Urethrografi pada kasus

Hematuria.

4. Bagi Pembaca

Memberikan gambaran yang jelas tentang teknik pemeriksaan

Uretrografi pada kasus Hematuria.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami dan membahas permasalahan, maka

laporan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan dan sistematika penulisan

BAB II DASAR TEORI

Berisi anatomi, fisiologi dan patologi pada urethra teknik pemeriksaan

urethrografi.

BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

Berisi paparan kasus dan pembahasan.

BAB IV PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran.

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II
DASAR TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Urethra

Uretra merupakan salah satu organ yang termasuk dalam system urinaria

yang fungsinya untuk mengeluarkan urin dalam tubuh manusia. Berbentuk

seperti tabung muskulomembran yang sempit dengan otot sfingter di leher

kandung kemih/vesika urinaria. Uretra keluar dan memanjang dari vesika

urinaria serta meluas sekitar 3,8 cm pada wanita dan 17,8 sampai 20cm pada

pria.

Uretra pada wanita melewati dinding tebal anterior vagina ke lubang uretra

eksternal, yang terletak di sekitar 2,5 cm anterior dari lubang vagina.

Gambar 2.1. Anatomi pada wanita (Bontrager, 2010)

Uretra pada pria memanjang dari vesika urinaria ke ujung penis dan
didalamnya terbagi menjadi 3 bagian, yaitu prostatic uretra, membranosa
uretra, dan cavernosa/spongy uretra.

5
Gambar 2.2. Anatomi pada Pria (Bontrager, 2010)

Bagian prostatic uretra panjangnya sekitar 2,5 cm dari vesika urinaria

hingga ke area pelvis, dan dikelilingi oleh kelenjar prostate. Bagian

membranosa uretra panjangnya sekitar 1,3 cm. Dan untuk cavernosa uretra

panjangnya melewati batang penis, memanjang dari dasar panggul ke lubang

uretra eksternal.

Bagian distal dari prostatic uretra, membranosa uretra , dan kavernosa

uretra juga berfungsi sebagai saluran ekskretoris sistem reproduksi. (Merrils

Atlas of Radiographic Positions and Radiologic Procedures vol 2).

Semua sistem urinaria ada di bawah peritoneum. Ginjal dan ureter adalah

struktur retroperitoneal, sedangkan vesika urinaria dan uretra adalah struktur

infraperitoneal. (Text Book Of Radiographic Positioning and Related Anatomy

Bontrager).

Fisiologi dari Urethra adalah untuk transport urine dari kandung

kemih/vesika urinaria ke meatus eksterna.(Pearce,1999).

6
B. Patologi Hematuria

1. Definisi

Hematuria adalah suatu keadaan dimana terdapatnya sel-sel darah merah

di dalam urine. Penemuan klinis ini sering terjadi pada orang dewasa,

dengan prevalensi yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0%. Secara visual

terdapatnya sel-sel darah merah didalam urine dibedakan dalam 2 keadaan,

yaitu :

a. Hematuria Makroskopik

Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata

dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah, mungkin tampak pada

awal miksi atau pada akhirnya yang berasal dari daerah posterior uretra

atau leher kandung kemih. (Wim de Jong,dkk, 2004) Hematuria

makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa

karena dapat menimbulkan penyulit berupa : terbentuknya

gumpalandarah yang dapat menyumbat aliran urine, eksanguinasi

sehingga menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan

urosepsis (Mellisa C Stoppler, 2010).

b. Hematuria mikroskopik

Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata

tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada

pemeriksaan mikroskopik ditemukan lebih dari 2 sel darah merah per

lapangan pandang (Mellisa C Stoppler, 2010). Meskipun gross gross

hematuria didefinisikan didapatkannya sel-sel darah merah di dalam

7
urine, ada kontroversi mengenai definisi yang tepat dari hematuria

mikroskopik. American Urological Association (AUA) mendefinisikan

hematuria mikroskopik klinis yang signifikan karena terdapat lebih dari

3 sel darah merah pada lapangan pandang besar pada 2 dari 3 spesimen

urine yang dikumpulkan selama 2 sampai 3 minggu. Namun,pasien yang

berisiko tinggi untuk penyakit urologi harus dievaluasi secara klinis

untuk hematuria jika urinalisis tunggal menunjukkan 2 atau lebih sel

darah merah pada lapangan pandang besar.

2. Patofisiologi

Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan

glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang neflogi dan

urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria glomerulus. Pada

keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada urin. Adanya

eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan hereditas atau perubahan

struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal.

Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urin : pada perempuan

harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalkan menstruasi, adanya

laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-laki apakah disimkursisi

atau tidak.

Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder eritrosit,

merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik,

perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding hematuria

persisten antara lain glomerulonephritis, nefritis tubulointerstisial. Bila

8
disertai hematuria juga merupakan variasi dari glomerulonephritis. Pada

kelompok factor resiko penyakit ginjal kronik harus dilakukan evaluasi

pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini.

Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya adalah

uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar. Ini merupakan

penapisan yang baik untuk hematuria. Uji dipstick mudah dilakukan sendiri

oleh pasien untuk mengikuti perjalanan hematuria selama pengobatan. (C.

Smeltzer, Suzanne; 2002).

3. Etiologi

Hematuri dapat disebabkan oleh berbagai etiologi seperti :

a. Infeksi.

Bacterial cystitis, Interstitial cystitis, Prostatitis, Uretritis,

Tuberculosis.

b. Batu

Batu ginjal, Batu ureter, Batu buli-buli

c. Tumor

Renal carcinoma, Ureteric carcinoma, Bladder carcinoma,

Prostaticcarcinoma

d. Inflamasi

Glomerulonefritis, Goodpastures syndrome, Radiation cystitis.

e. Trauma

Trauma ginjal (trauma tumpul abdomen), Trauma buli-buli

(kateterisasi).

9
f. Hematologi

Terapi antikoagulan, Henoch-Schonlein purpura, Kelainan

koagulasi, Sickle cell disease. (C. Smeltzer, Suzanne; 2002).

C. Teknik Pemeriksaan Urethrografi


1. Definisi
Urethrografi adalah pemeriksaan radiografi pada uretra dengan

menggunakan media kontras positif untuk melihat anatomi dan kelainan

pada uretra (Bontrager, 2010).

2. Indikasi
a. Striktur
Striktur Uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis

pada dindingnya.penyempitan lumen ini disebabkan karena dinding uretra

mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis

korpus spongiosum.

b. Retensi urine

Retensi urine adalah suatu gangguan pada kandung kemih yang

menyebabkan kesulitan dalam mengeluarkan atau mengosongkan urine.

c. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital adalah suatu kelinan bawaan dari lahir dan ini

jarang terjadi.

d. Fistule
Fistule adalah suatu kelainan yang ditandai dengan terbentuk dua

buah organ yang seharusnya tidak saling berhubumgan.

e. Tumor

10
Tumor adalah benjolan yang muncul akibat sel yang memperbanyak

diri secara berlebihan, atau akibat sel lama yang seharusnya mati masih terus

bertahan hidup,sementara pembentukan sel baru terus terjadi.

f. Hematuria

Hematuria adalah suatu kelainan dimana terdapat sel-sel darah

merah di dalam urine. (Bontrager, 2010).

3. Kontra indikasi

a. Infeksi akut

b. Alergi Media Kontras

4. Persiapan Pasien

a. Penjelasan tindakan yang akan dilaksanakan dan penandatanganan

inform consent

b. Tidak ada persiapan khusus sebelumnya

c. Pasien kencing sebelum pemeriksaan, fungsinya agar kontras tidak

bercampur dengan urine. Karena jika ini terjadi akan menurunkan

kualitas media kontras dalam menampakkan organ agar radiopaque.

(Bontrager, 2010).

5. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan untuk pemeriksaan uretrografi yang harus dipersiapkan

antara lain :

a. Pesawat sinar x

b. Kaset dan film ukuran 24 x 30 cm beserta marker

11
c. Media kontras urografin konsentrasi 300mg/mL dengan volume 10mL

d. NaCl dengan volume 10mL

e. Gliserin

f. Spuit 20 cc

g. Abocath

h. Kassa steril

i. Bengkok dan mangkuk steril

j. Plester

k. Baju pasien

l. Handscoon

(Bontrager, 2001).

6. Pemasukkan Media Kontras

Media kontras yang digunakan adalah media kontras positif iodine

water souluble dengan volume 20 cc. Media kontras dicampur larutan

fisiologis/NaCl dengan perbandingan 1 : 1. Adapun cara pemasukkan

media kontras sebagai berikut :

1) Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan

2) Daerah orificium urethra diolesi dengan gliserin

3) Masukkan media kontras melalui abocath sebanyak 20 cc untuk

urethrografi

4) Lakukan pemotretan dengan beberapa proyeksi

7. Teknik Pemeriksaan Urethrografi

12
Menurut Bontrager 2010, teknik pemeriksaan urethrografi adalah sebagai

berikut :

a. Foto Pendahuluan (AP Polos)

Dilakukan sebelum media kontras dimasukkan dengan tujuan

untuk mengetahui persiapan pasien, mengetahui struktur keseluruhan

organ sebelum dimasukkan media kontras, mengetahui ketepatan

posisi dan menentukan faktor eksposi selanjutnya.

Gambar 2.3 Posisi AP (Ballinger, 2010)

1) Posisi Pasien

a) Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP

(Mid Sagital Plane) diatur tepat diatas pada garis tengah meja

pemeriksaan

b) Kedua kaki lurus dan kedua tangan disamping tubuh.

2) Posisi Objek

a) Daerah pelvis dan urethra ditempatkan persis di pertengahan meja

pemeriksaan

b) Kedua kaki direnggangkan

13
c) Batas atas kaset krista iliaka dan batas bawah kaset 5cm dibawah

sympisis pubis.

3) Pengaturan sinar dan eksposi

a) Arah sinar/central ray (CR) : vertikal tegak lurus kaset

b) Titik bidik/central pint (CP) : symphysis pubis

c) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

d) Film dan kaset khusus fluoroscopy dengan ukuran 24 x 30 cm

e) Eksposi : ekspirasi tahan napas

4) Kriteria : Terlihat seluruh bagian dari kandung kemih, uretra dan

gambaran dari tulang pelvis.

b. Setelah dilakukan foto pendahuluan (polos) , langkah selanjutnya yang

dilakukan adalah pemasukan media kontras, yaitu dengan cara :

1) Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan

2) Daerah orificium urethra diolesi dengan gliserin

3) Masukkan media kontras secara retrograde melalui abocath

sebanyak 20 cc

4) Pengambilan radiograf dilakukan pada saat bersamaan media

kontras dimasukkan ke urethra.

5) Proyeksi yang digunakan adalah Antero Posterior (AP), oblik kanan

dan kiri (RPO dan LPO).

d. Proyeksi (Antero Posterior) AP

14
Tujuan dari proyeksi AP adalah untuk melihat seluruh bagian uretra

dari pandangan anterior.

Gambar 2.4 Posisi Pasien AP (Bontrager, 2001)

1) Posisi Pasien

a) Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP

(Mid Sagital Plane) diatur tepat diatas pada garis tengah meja

pemeriksaan

b) Kedua kaki lurus dan kedua tangan disamping tubuh

2) Posisi Objek

a) Daerah pelvis dan urethra ditempatkan persis di pertengahan meja

pemeriksaan

b) Kedua kaki direnggangkan

3) Pengaturan sinar dan eksposi

a) Arah sinar/central ray (CR) :10o ke arah chepalad

b) Titik bidik/central pint (CP) : menuju ke symphysis pubis

c) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

d) Ukuran Kaset : 24 x 30 cm

4) Kriteria

15
Terlihat seluruh bagian dari kandung kemih, uretra dan

gambaran dari tulang pelvis.

Gambar 2.5. Hasil Radiograf Proyeksi AP (Ballinger, 2010)

e. Proyeksi Oblique (RPO dan LPO)

Gambar 2.6. Posisi Pasien RPO (Ballinger, 2010)

1) Posisi Pasien

16
a) Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP

(Mid Sagital Plane) diatur tepat diatas pada garis tengah meja

pemeriksaan

2) Posisi Objek

a) Daerah pelvis dan uretra ditempatkan persis di atas kaset,

b) Pasien dimiringkan 30o sehingga uretra tidak superposisi dengan

soft tissue dari otot paha.

3) Pengaturan sinar dan eksposi

a) Arah sinar/central ray (CR) :Tegak lurus terhadap kaset

b) Titik bidik/central pint (CP) : Menuju ke symphysis pubis

c) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

d) Ukuran Kaset : 24 x 30 cm

4) Kriteria

Media Kontras tampak mengisi uretra ( pars cavernosa, pars

membranosa dan pars prostatika)

17
Gambar 2.7. Hasil Radiograf Proyeksi RPO (Ballinger, 2010)

8. Proteksi Radiasi
a) Proteksi bagi pasien
1) Pemeriksaan dengan sinar-x hanya dilakukan atas permintaan
dokter
2) Mengatur luas lapangan pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan
3) Waktu penyinaran sesingkat mungkin

b) Proteksi bagi petugas

1) Tidak menggunakan berkas sinar–x yang mengarah ke petugas

2) Berlindung dibalik tabir saat melakukan eksposi

3) Menggunakan alat monitoring radiasi secara continue selama

bertugas

c) Proteksi bagi masyarakat umum

1) Pintu pemeriksaan tertutup rapat

2) Tidak mengarahkan sinar sumber sinar – x keruangan umum

3) Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke ruang

pemeriksaan

18
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Identitas Pasien

Nama : TN. DS

Umur : 47 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Alamat : Yogyakarta

Tanggal Pemeriksaan : 14 Mei 2019

Diagnosis Klinis : Hematuria

Asal Pasien : Bangsal Raudah

2. Riwayat Penyakit

Tanggal 12 Mei 2019 pasien datang ke Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta dengan kasus Post Kecelakaan Kerja. Pasien

mengatakan baru saja tertimpa bata dari ketinggian tertentu disebuah proyek

bangunan disekitar Yogyakarta. Karena keadaan yang tidak memungkinkan

dan pasien mengeluh kesakitan, akhirnya pasien dibawa ke IGD Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah. Dokter IGD menyarankan pasien untuk pergi

ke Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

untuk dilakukan foto Rontgen Thorax dan Pedis.

Setelah dilakukan foto Rontgen dan Pedis, pasien disarankan untuk

dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Setelah 2 hari

berada di bangsal, pasien mengeluh sakit ketika hendak buang air kecil.

19
Pasien juga mendapati adanya darah dalam cairan urinnya. Setelah

dilaporkan kepada dokter, akhirnya pasien disarankan untuk kembali ke

Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan

dilakukan pemeriksaan Urethrografi.

3. Prosedur Pemeriksaan Urethrografi

a. Persiapan Alat dan Bahan

1) Pesawat sinar x merk Shimadzu

Gambar 3.1. Pesawat X-ray merk Shimidzu

2) Kaset dan film ukuran 24 x 30 cm

Gambar 3.2. Kaset ukuran 24 x 30 cm

3) Media kontras

20
Gambar 3.3. Media kontras merk Iohexol konsentrasi 300 mg/mL

4) NaCl

Gambar 3.4. NaCl

5) Gliserin

Gambar 3.5. Gliserin

21
6) Spuit 20 cc

Gambar 3.6. Spuit 20cc

7) Abocath

Gambar 3.7. Abocath

8) Kassa steril

9) Bengkok dan mangkuk steril

10) Plester

11) Baju pasien

22
Gambar 3.8. Baju Pasien

12) Handscoon

Gambar 3.9. Handscoon

b. Persiapan Pasien

1) Penjelasan tindakan yang akan dilaksanakan dan penandatanganan

inform consent oleh pasien atau keluarga pasien.

2) Tidak ada persiapan khusus sebelumnya.

23
3) Pasien kencing sebelum pemeriksaan, fungsinya agar kontras tidak

bercampur dengan urine. Karena jika ini terjadi akan menurunkan

kualitas media kontras dalam menampakkan organ agar radiopaque.

c. Foto Pendahuluan (AP Polos)

1) Posisi Pasien

a) Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP

(Mid Sagital Plane) diatur tepat diatas pada garis tengah meja

pemeriksaan.

b) Kedua kaki lurus dan kedua tangan disamping tubuh.

2) Posisi Objek

a) Daerah pelvis dan urethra ditempatkan persis di pertengahan meja

pemeriksaan

b) Kedua kaki direnggangkan

c) Batas atas kaset krista iliaka dan batas bawah kaset sympisis pubis.

3) Pengaturan sinar dan eksposi

a) Arah sinar/central ray (CR) : vertikal tegak lurus kaset

b) Titik bidik/central pint (CP) : 5 cm diatas symphysis pubis

c) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

d) Film dan kaset khusus fluoroscopy dengan ukuran 24 x 30 cm

24
Gambar 3.10. Hasil Radiograf Foto Polos AP

d. Pemasukkan Media Kontras

Media kontras yang digunakan adalah media kontras positif iodine

water souluble. Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan Media Kontras merk Iohexol

konsentrasi 300 mg/mL sebanyak 10mL. Kemudian media kontras

dicampur dengan larutan NaCl sebanyak 10mL sehingga menghasilkan

perbandingan volume 1 : 1 dalam sebuah larutan media kontras. Adapun

cara pemasukkan media kontras sebagai berikut :

1) Pasien tidur telentang di atas meja pemeriksaan

2) Daerah orificium urethra diolesi dengan gliserin

3) Masukkan media kontras melalui spuit dan abocath sebanyak 20 cc

4) Pantau masuknya media kontras pada urethra menggunakan

fluoroscopy, dan lakukan pengambilan foto dengan proyeksi

Oblique.

e. Proyeksi Oblique Kanan

25
1) Posisi Pasien

Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP

(Mid Sagital Plane) diatur tepat diatas pada garis tengah meja

pemeriksaan

2) Posisi Objek

a) Daerah pelvis dan uretra ditempatkan persis di atas kaset,

b) Setelah media kontras diinjeksikan, urethra pasien ditarik dan

dilateral kanankan agar tidak superposisi dengan otot paha.

3) Pengaturan sinar dan eksposi

a) Arah sinar/central ray (CR) :Tegak lurus terhadap kaset

b) Titik bidik/central pint (CP) :Titik ujung proksimal urethra

c) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

d) Ukuran Kaset : 24 x 30 cm dibagi 2

f. Proyeksi Oblique Kiri

1) Posisi Pasien

Tidur telentang (supine) di atas meja pemeriksaan dengan MSP

(Mid Sagital Plane) diatur tepat diatas pada garis tengah meja

pemeriksaan

2) Posisi Objek

a) Daerah pelvis dan uretra ditempatkan persis di atas kaset,

b) Setelah media kontras diinjeksikan, urethra pasien ditarik dan

dilateralkan kirikan

3) Pengaturan sinar dan eksposi

26
a) Arah sinar/central ray (CR) :Tegak lurus terhadap kaset

b) Titik bidik/central pint (CP) : titik ujung proksimal urethra

c) Focus Film Distance (FFD) : 100 cm

d) Ukuran Kaset : 24 x 30 cm dibagi 2.

Gambar 3.11. Hasil Radiograf Proyeksi Oblique kanan dan kiri.

4. Hasil Expertisi Dokter Spesialis Radiologi

a. Tampak kontras mengisi urethra pars cavernosa, membranosa dan

prostatica.

b. Kontras lancar

c. Dinding licin

d. Tampak gambaran Extrapassage kontras di daerah urethra pars

membranosa

e. Dengan penambahan kontras, tampak kontras belum berlanjut masuk ke

vesika urinaria.

27
Kesan :

a. Gambaran extrapassage kontras di daerah urethra pars membranosa

b. Suspect rupture urethra

B. Pembahasan

a. Prosedur Pemeriksaan Urethrografi di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Prosedur pemeriksaannya dimulai dari persiapan alat dan bahan yang

meliputi pesawat sinar-x merk Shimadzu, kaset ukuran 24 x 30 cm, media

kontras merk Iohexol konsentrasi 300mg/mL dengan volume 10mL, NaCl

10mL, Gliserin, spuit 20cc, abocath, kassa steril, bengkok,plester,

handscoon dan baju pasien. Pemeriksaan ini tidak memerlukan persiapan

khusus, pasien hanya diminta untuk kencing terlebih dahulu agar media

kontras yang akan diinjeksikan melalui urethra nantinya tidak akan

tercampur dengan urine, karena jika hal itu terjadi akan membuat media

kontras yang tervisualisasi lebih radiolucent, dan hal ini akan mengurangi

nilai densitas dan menurunkan kontras yang dihasilkan dari media kontras.

Prosedur pemeriksaan Urethrografi dimulai dengan pengambilan foto

polos dengan tujuan untuk melihat anatomi pasien serta menentukan faktor

eksposi yang akan digunakan. Proyeksi yang digunakan adalah Antero

Posterior (AP).

Selanjutnya dilanjutkan dengan injeksi media kontras yang sudah

tercampur dengan NaCl sebanyak 20 cc secara retrograde melalui urethra

dengan menggunakan spuit. Untuk penggunaan media kontras pada

28
pemeriksaan urtethrografi di Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan perbandingan volume 1 : 1

media kontras dan NaCl. Media kontrasnya menggunakan merk Iohexol

konsentrasi 300 mg/mL dengan volume 10mL dan ditambahkan cairan

NaCl sebanyak 10 cc. Setelah media kontras masuk, pantau aliran media

kontras menggunakan fluoroscopy dan lakukan pengambilan foto.

b. Di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta proyeksi

Antero Posterior (AP) post pemasukan kontras tidak digunakan.

Pada pemeriksaan urethrografi di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta, pengambilan foto post injeksi media

kontras hanya menggunakan 2 proyeksi, yaitu Oblique kanan dan Oblique

kiri. Proyeksi Antero Poterior (AP) tidak digunakan

Alasan tidak digunakannya proyeksi AP antara lain karena struktur

anatomi urethra berkelok-kelok dan ini akan tampak overlapping satu sama

lain, sehingga akan sulit untuk dievaluasi menggunakan proyeksi AP,

kemudian dengan hanya menggunakan proyeksi oblique sudah dapat

memberikan informasi yang dibutuhkan. Dan juga dari segi paparan yang

diterima oleh pasien juga lebih sedikit karena hanya menggunakan 2

proyeksi saja.

c. Di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada proyeksi

Oblique yang dimiringkan hanya objeknya saja.

Seperti yang tertera dalam literatur yang menyatakan bahwa

proyeksi oblique posisi pasienya tetap diobliquekan sebagaimana posisi

29
Right Posterior Oblique maupun Left Posterior Oblique, yang bertujuan

agar urethtra tidak super posisi dengan soft tissue otot paha. Akan tetapi

posisi seperti ini tidak memberi rasa nyaman terhadap pasien, dan hal inilah

yang menjadikan alasan digunakan proyeksi oblique dengan posisi pasien

supine seperti proyeksi AP biasa.

Tetapi pada saat posisi pasien supine gambaran urethra akan super

posisi dengan soft tissue otot paha, dan agar gambaran tetap dapat dievaluasi

dengan jelas dan juga mempertimbangkan dari segi kenyamanan pasien,

maka dokter radiolog menggunakan variasi menarik urethra/objek pasien

dan diobliquekan ke arah lateral.

30
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Urethrografi merupakan pemeriksaan secara radiografi pada urethra dengan

menggunakan media kontras positif. Prosedur Pemeriksaan Urethrografi di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tidak

memerlukan persiapan khusus. Pemeriksaan ini diawali dengan foto polos

AP kemudian pasien dimasukkan media kontras water soluble dengan

diinjeksikan secara retrograde melalui urethra. Proyeksi yang digunakan di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta hanya

menggunakan 2 proyeksi yaitu Oblique kanan dan Oblique kiri.

2. Proyeksi yang digunakan dalam pemeriksaan urethrografi di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta hanya 2 yaitu

Oblique kanan dan Oblique kiri. Karena hanya dengan 2 proyeksi saja sudah

dapat memberikan hasil yang informatif, kemudian juga menimbang dari

segi paparan radiasi yang diterima oleh pasien.

3. Proyeksi Oblique pada pemeriksaan urethrografi di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta posisi pasiennya tetap

supine, urethra/objeknya ditarik dan di obliquekan ke arah lateral agar tidak

superposisi dengan otot paha, kemudian juga posisi seperti ini lebih nyaman

dirasakan oleh pasien.

31
B. Saran

Sebaiknya pada setiap pemeriksaan pasien diberi pelindung radiasi seperti

apron.

32
33
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager, Kennith L. Text Books of Radiographic Positioning and

Anatomi.Seventh Edition. United State of America: The Mosby Company.

2010.

Ballinger W Philip, Frank D Eugane. Merril’s Atlas of Radiographic Positions &

Radiologic Procedures.

Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia

Pustaka Utama : Jakarta.

Smeltzer, Suzane. 2002. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC.

34
LAMPIRAN

1. Surat Permintaan foto.

35

Anda mungkin juga menyukai