Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI COLLUM FEMORIS

PROYEKSI AXIAL PADA KASUS POST ORIF FEMUR PROKSIMAL

DI INSTALASI RADIOLOGI RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Laporan Kasus Praktek Kerja Lapangan 1

Disusun Oleh:

MUHAMMAD ISFAN MUZHAFFAR

P1337430218045

PROGRAM STUDI DIPLOMA-IV TEKNIK RADIOLOGI

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

SEMARANG

2019
b
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa dan disetujui untuk memenuhi

tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) 1 atas mahasiswa Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Semarang :

Nama : Muhammad Isfan Muzhaffar

NIM : P1337430218045

Kelas : 2D

Dengan judul Laporan Kasus “Teknik Pemeriksaan Radiografi Collum

Femoris Proyeksi Axial pada Kasus Post ORIF Femur Proksimal di Instalasi

Radiologi RS Panti Rapih Yogyakarta”.

Yogyakarta, September 2019

Clinical Instructure

Benedikta Rosi Emaningtyas, S.ST

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

“Teknik Pemeriksaan Radiografi Collum Femoris Proyeksi Axial pada Kasus Post

ORIF Femur Proksimal di Instalasi Radiologi RS Panti Rapih Yogyakarta”.

Penyusunan laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu

penugasan dalam Praktek Kerja Lapangan I Prodi D IV Teknik Radiologi, Jurusan

Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi, Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Semarang, di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapat

bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis tidak lupa

mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Pihak Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah berkenan

mengizinkan penulis melakukan PKL I,

2. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MHP., selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Semarang,

3. Ibu Fatimah, S.ST., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik

dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang,

4. Ibu Dartini, S.KM., M.Kes., selaku Ketua Prodi D IV Teknik Radiologi,

5. dr. Djati Prasodjo, Sp. Rad., MSC., selaku Kepala Instalasi Radiologi RS

Panti Rapih Yogyakarta,

iii
6. Bapak Setiawan Nugroho, S.ST. dan Ibu Benedikta Rosi Emaningtyas,

S.ST., selaku Clinical Instructure di Instalasi Radiologi RS Panti Rapih

Yogyakarta,

7. Ibu Benedikta Rosi Emaningtyas, S.ST., selaku pembimbing laporan kasus

PKL I di Instalasi Radiologi RS Panti Rapih Yogyakarta,

8. Seluruh Radiolog, Radiografer, dan Staf Instalasi Radiologi RS Panti Rapih

Yogyakarta,

9. Orang tua tercinta yang selalu memberikan doa, cinta kasih serta dukungan

moral dan material yang tak ternilai harganya,

10. Teman sejawat dan seperjuangan PKL I, Ahmad Nizar Soffil Hikam, di

Instalasi Radiologi RS Panti Rapih Yogyakarta,

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang turut

membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan

jauh dari kesempurnaan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan

penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat

bagi penulis sendiri dan juga bagi pembaca.

Yogyakarta, September 2019

Muhammad Isfan Muzhaffar

NIM: P1337430218045

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................4

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................5

2.1 Anatomi dan Fisiologi Femur ..........................................................5

2.2 Klasifikasi Fraktur Femur Proksimal .............................................10

2.3 Pengertian ORIF ............................................................................16

2.4 Prosedur Teknik Pemeriksaan Radiografi Collum Femoris Proyeksi

Axial ..............................................................................................20

v
2.5 Proteksi Radiasi..............................................................................24

BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN .............................................26

3.1 Identitas Pasien...............................................................................26

3.2 Riwayat Pasien ...............................................................................26

3.3 Prosedur Pemeriksaan ....................................................................27

3.4 Pembahasan Kasus .........................................................................34

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................35

4.1 Kesimpulan ....................................................................................35

4.2 Saran ...............................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................37

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 femur kanan tampak depan………………………………………...5

Gambar 2.2 femur kanan tampak belakang……………………………………..6

Gambar 2.3 proksimal femur kanan…………………………………………….8

Gambar 2.4 sudut dari proksimal femur kanan…………………………………9

Gambar 2.5 klasifikasi fraktur collum femoris menurut Pauwel………………13

Gambar 2.6 Klasifikasi fraktur intertrochanter menurut OTA (Orthopaedic

Trauma Association)…...………………………………………………………...16

Gambar 2.7 Posisi pasien dan IR proyeksi collum femoris axial / axiolateral...22

Gambar 2.8 Axial collum femoris, dimana CR tegak lurus dan CP pada collum

femoris……………………………………………………………………………23

Gambar 2.9 Radiograf collum femoris proyeksi axial………………………...24

Gambar 3.1 Pesawat Sinar-X di RS Panti Rapih Yogyakarta……….…….......27

Gambar 3.2 Hasil radiogaf collum femoris sinistra proyeksi axial yang telah

dirotasi di RS Panti Rapih Yogyakarta…………………………………………..29

Gambar 3.3 Hasil radiograf Pelvis AP pada kasus post ORIF di RS Panti Rapih

Yogyakarta……………………………………………………………………….31

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era sekarang telah

banyak membantu kegiatan manusia di segala bidang, salah satunya yaitu di

bidang kesehatan. Contoh teknologi yang dimanfaatkan dalam bidang kesehatan

yaitu Sinar X. Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang yang pendek dan mempunyai frekuensi yang tinggi. Teknologi Sinar

X telah banyak dikenal di bidang kesehatan khususnya radiologi dan digunakan

sebagai penunjang diagnosa pada pemeriksaan medis dan terapi.

Seiring berkembangnya aplikasi pemanfaatan Sinar X dalam rangka

menegakkan diagnosa suatu penyakit, maka teknik pemeriksaan menjadi lebih

bervariasi. Dalam hal ini salah satu pemeriksaan yang memanfaatkan Sinar X

adalah pemeriksaan collum femoris pada kasus post ORIF.

Pada kasus fraktur femur dibutuhkan tindakan untuk menyatukan

kembali femur yang patah dan dilakukan fiksasi biasanya menggunakan pen atau

platina, tindakan ini disebut ORIF (Open Reduction with Internal Fixation).

Collum femoris merupakan regio antara dasar caput femoris dan linea

intertrochanterica pada bagian anterior serta kepala (crista) intertrochanter

pada bagian posterior. Collum femoris menghubungkan caput femoris terhadap

corpus femoris dengan sudut inklinisi (Neck Shaft Angle) kurang lebih 125°, hal

1
ini memfasilitasi pergerakan pada sendi coxae dimana tungkai dapat mengayun

secara bebas terhadap pelvis (Solomon et al., 2010)

Pemeriksaan radiografi sangat dibutuhkan dalam kasus post ORIF

khususnya pada fraktur femur proksimal karena untuk mengetahui bagaimana

kondisi tulang yang fraktur setelah diperbaiki dengan pemasangan platina / pen.

Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

pelaksanaan pemeriksaan radiografi femur proksimal pada kasus post ORIF

dilakukan dengan dua proyeksi, yaitu proyeksi AP dan Axial (Axiolateral).

Dalam perkuliahan penulis, untuk melakukan pemeriksaan collum femoris

menggunakan teknik pemeriksaan AP frogleg bilateral maupun unilateral,

sedangkan untuk teknik pemeriksaan dengan proyeksi Axial baru dipelajari saat

di RS Panti Rapih ini. Selain itu, ditemukan beberapa perbedaan teknik yang

disebutkan dalam literature dengan teknik pemeriksaan radiografi yang

digunakan di Instalasi Radiologi RS Panti Rapih Yogyakarta. Beberapa hal

tersebut sangat membuat penulis tertarik untuk menjadikan teknik pemeriksaan

radiografi tersebut menjadi laporan kasus PKL I yang berjudul “Teknik

Pemeriksaan Radiografi Collum Femoris Proyeksi Axial pada Kasus Post ORIF

Femur Proksimal di Instalasi Radiologi RS Panti Rapih Yogyakarta”

2
1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur teknik pemeriksaan radiografi pada kasus post ORIF

femur proksimal di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta?

1.2.2 Mengapa di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada

kasus post ORIF femur proksimal digunakan proyeksi collum femoris

axial?

1.2.3 Mengapa pemeriksaan radiografi collum femoris proyeksi Axial

(Axiolateral) di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

kaki pasien yang tidak diperiksa diletakkan atau dikaitkan pada tabung

kolimator atau x-ray?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui prosedur teknik pemeriksaan radiografi Collum

Femoris proyeksi Axial pada kasus post ORIF di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

1.3.2 Untuk mengetahui alasan mengapa di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta pada kasus post ORIF femur proksimal digunakan

proyeksi collum femoris axial.

1.3.3 Untuk mengetahui alasan mengapa pemeriksaan radiografi Collum

Femoris proyeksi Axial (Axiolateral) di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

3
Panti Rapih Yogyakarta kaki pasien yang tidak diperiksa diletakkan atau

dikaitkan pada tabung kolimator atau x-ray.

1.4 MANFAAT PENULISAN

1.4.1 Manfaat teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diambil dari penulisan laporan kasus ini adalah

untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan

bagi pembaca pada umumnya mengenai teknik pemeriksaan radiografi

collum femoris proyeksi axial pada kasus post ORIF femur proksimal di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis yang dapat diambil dari penulisan laporan kasus ini adalah

untuk memberi saran dan kritik yang membangun radiografer dan

mahasiswa agar bisa diterapkan di lapangan sehingga dapat meningkatkan

mutu dan kualitas radiograf secara optimal.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Femur

Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat yang terdapat pada tubuh kita.

Seluruh berat tubuh ditumpu oleh tulang ini dan sendi terkait (Bontrager, 2018).

1. Caput femoris

2. Collum femoris

3. Linea intertrochanterica

4. Trochanter minor

5. Corpus femoris

6. Tuberculum adductorium

7. Epicondylus medialis

8. Facies patellaris

9. Epicondylus lateralis

10. Trochanter major

11. Fossa trochanterica

12. Collum femoris

13. Fovea capitis femoris

Gambar 2.1 femur kanan tampak depan (Sobotta, 2011)

5
1. Caput femoris

2. Trochanter major

3. Crista intertrochanterica

4. Tuberositas glutea

5. Labium laterale, linea aspera

6. Labium mediale, linea aspera

7. Linea supracondylaris lateralis

8. Linea supracondylaris medialis

9. Facies poplitea

10. Epicondylus lateralis

11. Condylus lateralis

12. Fossa intercondylaris

13. Linea intercondylaris

14. Condylus medialis

15. Tuberculum adductorium

16. Linea pectinea

17. Trochanter minor

18. Collum femoris

19. Fovea capitis femoris

Gambar 2.2 femur kanan tampak belakang (Sobotta, 2011)

Pada tubuh manusia, femur adalah tulang yang paling panjang dan

besar. Rerata panjang femur laki-laki adalah 48cm dan rerata diameter 2,84 cm

pada pertengahan femur serta dapat menahan 30 kali berat tubuh manusia dewasa

6
(Nareliya & Kumar, 2012). Pada sendi coxae (Hip Joint) terjadi artikulasi antara

caput femoris dengan acetabulum dari tulang coxae. Caput femoris membentuk

sekitar 2/3 dari permukaan spheris. Kecuali pada tempat dimana ada perlekatan

ligamentum capitis femoris (fovea capitis femoris), seluruh caput femoris

ditutupi oleh kartilago artikularis. Kartilago artikularis ini paling tebal ada pada

anterosuperior, sedangkan pada caput femoris paling tebal ada pada

anterolateral. Caput femoris menghadap anterosuperomedial, pada permukaan

posteroinferiornya terdapat fovea. Permukaan anterior caput femoris dibatasi

anteromedial terhadap arteri femoralis oleh tendon dari otot psoas major, bursa

psoas dan kapsula artikularis (Moore, 2006)

2.1.1 Femur Proksimal

Femur proksimal terdiri dari empat bagian utama, yaitu: Caput

femoris, Collum femoris, Trochanter major, dan Trochanter minor. Caput

femoris berbentuk bulat dan halus untuk berartikulasi dengan tulang hip /

coxae. Terdapat cekungan atau lubang di tengah dari caput femoris yang

dinamakan fovea capitis. Ligamen utama pada fovea capitis dinamakan

ligamentum capitis femoris, ligamen tersebut melekat pada caput femoris.

(Bontrager, 2018)

Collum femoris adalah proses pyramidal kuat dari tulang yang

menghubungkan antara caput femoris dengan corpus femoris di wilayah

trochanter major dan trochanter minor. (Bontrager, 2018)

Trochanter major adalah prominens besar yang terletak di superior

dan lateral ke arah corpus femoris dan teraba seperti tulang yang menonjol.

7
Trochanter minor berbentuk lebih kecil, tumpul, dan berbentuk eminens

kerucut yang memproyeksikan secara medial dan posterior dari pertemuan

antara collum femoris dan corpus femoris. Posterior trochanter major dan

trochanter minor bergabung oleh punggungan yang disebut crista

intertrochanterica. Corpus femoris atau batang femur panjang dan hampir

berbentuk silindris.

Gambar 2.3 proksimal femur kanan (Bontrager, 2018)

Keterangan:

Greater trochanter = Trochanter major

Lesser trochanter = Trochanter minor

Head = Caput femoris

Neck = Collum femoris

Intertrochanteric crest = Crista intertrochanterica

Body / shaft = Corpus femoris

8
Sudut collum femoris ke corpus femoris rata - rata orang dewasa

adalah sekitar 125° dengan varian antar orang yaitu ± 15°, tergantung pada

lebar panggul dan panjang panggul tubuh orang tersebut. Misalnya, pada

orang berkaki panjang dengan panggul sempit, femur akan lebih

mendekati vertikal yang kemudian akan mengubah sudut collum femoris

sekitar 140°, sudut ini akan lebih kecil (110° - 115°) untuk orang yang

lebih pendek dengan panggul yang lebih luas. (Bontrager, 2018)

Rata – rata orang dewasa dalam posisi anatomi, bidang longitudinal

femur adalah sekitar 10° dari vertikal, seperti yang ditnjukkan pada

gambar 2.4.

Gambar 2.4 sudut dari proksimal femur kanan (Bontrager, 2018)

9
Sudut vertical ini lebih sempit 15° pada seseorang dengan pelvis

lebar dan anggota ekstremitas bawah yang lebih pendek dan hanya

sekitar 5° pada orang yang mempunyai kaki panjang. Sudut ini

memengaruhi positioning pasien dan sudut arah sumbu sinar / central ray

(CR) untuk genu lateral. (Bontrager, 2018)

Sudut lain yang penting antara caput femoris dengan collum femoris

dalam radiografi adalah 15° - 20° anterior caput femoris dengan collum

femoris yang berhubungan dengan corpus femoris (lihat gambar pada

gambar 2.4). Proyeksi caput femoris agak anterior atau maju sebagai

hasil akibat dari sudut ini. Sudut ini menjadi penting dalam positioning

pasien dalam pemeriksaan radiografi; tulang paha / femur dan tungkai

bawah harus dirotasikan 15° - 20° ke arah medial untuk menempatkan

collum femoris sejajar dengan image receptor (IR) untuk proyeksi true

anteroposterior (AP) pada proksimal dari femur. (Bontrager, 2018)

2.2 Klasifikasi Fraktur Femur Proksimal

Fraktur femur proksimal diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu

fraktur intertrochanter / petrochanter dan fraktur collum berdasarkan lokasi

garis fraktur pada proksimal femur.

2.2.1 Fraktur Collum Femoris

Fraktur collum femoris didefinisikan sebagai fraktur femur proksimal

dimana garis fraktur berada lebih proksimal dari basis collum femoris

dan distal dari caput femoris. Mayoritas fraktur ini terjadi pada usia tua.

10
Penyebabnya yang laing sering adalah karena jatuh akibat gaya yang

ditransmisikan ke collum femoris melalui trochanter femur. Mekanisme

lainnya adalah eksternal rotasi dari tungkai yang menyebabkan terjadinya

gaya tension pada kapsul anterior dan ligamentum iliofemoralis. Saat

collum femoris mengalami rotasi, caput femis masih terfiksir, maka

fraktur collum femoris akan terjadi. Lokasi yang paling sering menglami

fraktur adalah bagian yang paling lemah yaitu tepat di bawah permukaan

sendi (articular surface) (Bucholz et al., 2010).

Fraktur collum femoris ini dapat disebabkan oleh trauma langsung

(direct) atau trauma tidak langsung (indirect) (Reksoprodjo, 2009).

A. Trauma Langsung (direct)

Pada trauma ini biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring

dimana daerah trochanter major langsung terbentur dengan benda

keras.

B. Trauma Tidak Langsung (indirect)

Trauma ini disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari

tungkai bawah / cruris. Hal ini karena caput femoris terikat kuat

dengan ligamen di dalam acetabulum oleh ligamentum iliofemoralis

dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur di daerah collum femoris.

Pada orang dewasa / muda apabila terjadi fraktur collum femoris

berarti traumanya cukup hebat. Sedang kebanyakan pada fraktur

collum femoris ini kebanyakan terjadi pada wanita tua (60 tahun ke

11
atas) dimana tulangnya sudah mengalami osteoporosis. Trauma

yang dialami oleh wanita tua ini ini biasanya ringan, seperti jatuh

kepleset di kamar mandi.

1) Klasifikasi Fraktur Collum Femoris

Pada umumnya pembagian klasifikasi fraktur collum femoris

berdasarkan lokasi anatomi, arah garis patah, dan dislokasi atau

tidak dari fragmennya (Reksoprodjo, 2009).

Berdasarkan lokasi anatomi dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Fraktur subkapital

2. Fraktur transservikal

3. Fraktur basis colum femoris

Berdasarkan arah garis patah menurut Pauwel dibagi menjadi:

1. Tipe I : sudut 30°

2. Tipe II : sudut 50°

3. Tipe III : sudut 70°

Berdasarkan dislokasi atau tidak dari fragmennya menurut

Garden dibagi menjadi:

1. Garden I : incomplete (impacted)

2. Garden II : fraktur collum femoris tanpa dislokasi

3. Garden III : fraktur collum femoris dengan sebagian

dislokasi

4. Garden IV : fraktur collum femoris dan dislokasi total

12
Gambar 2.5 klasifikasi fraktur collum femoris menurut Pauwel

2) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada fraktur collum femoris berdasarkan

beberapa pertimbangan, antara lain bergeser atau tidak, umur

pasien, status kognitif, kebutuhan fungsional dan ada atau

tidaknya komorbid medis lain.

a. Fraktur Tidak Bergeser (non-displaced)

Pada fraktur non-displaced diterapi dengan fiksasi screw

cannulated dengan tidak memperhatikan usia pasien atau

pertimbangan lainnya. Kebanyakan fraktur ini sembuh dengan

terapi ini serta prosedur ini dapat dilakukan dengan ekspose

operasi yang minimal dan morbiditas pascaoperasi yang

rendah. Digunakan tiga screw untuk fiksasi collum femoris.

Terapi nonoperatif juga dapat menjadi pilihan, namun terdapat

risiko pergeseran (Bucholz et al., 2010).

13
b. Fraktur Bergeser (displaced)

Pada tipe fraktur displaced ini terdapat tiga kategori utama,

yaitu fraktur pada usia muda, fraktur pada usia tua dengan fisik

fit, dan fraktur pada usia tua dengan limtasi mobilitas.

2.2.2 Fraktur Intertrochanter Femur

Fraktur intertrochanter didefinisikan sebagai femur proksimal dimana

garis fraktur terjadi mulai dari basis collum ekstrakapsular menuju regio

sepanjang trochanter minor sampai regio sebelum terbentuknya canalis

medularis. Regio ini memiliki properti biomekanik yang kompleks.

Fraktur intertrochanter merupakan fraktur yang paling sering dioperasi,

dengan fatality rate pasca operasi yang tinggi, serta menjadi beban

ekonomi yang berat akibat biaya perawatan pasca trauma yang tinggi.

Alasan mengenai tingginya biaya perawatan, diakibatkan buruknya waktu

penyembuhan pasien pasca operasi untuk kembali dapat melakukan

mobilisasi secara mandiri (Canale & Beaty, 2007).

Fraktur intertrochanter femur merupakan fraktur antara trochanter major

dan trochanter minor femur. Fraktur ini termasuk fraktur ekstrakapsular.

Banyak terjadi pada orang tua terutama pada wanita (di atas usia 60 tahun).

Biasanya traumanya ringan seperti jatuh kepleset, lalu daerah pangkal

paha terbentur lantai. Hal ini dapat terjadi karena pada wanita tua, tulang

sudah mengalami osteoporosis post menopause. Pada orang dewasa dapat

terjadi fraktur ini disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi

(tabrakan motor) (Reksoprodjo, 2009).

14
A. Klasifikasi Fraktur Intertrochanter

Klasifikasi fraktur intertrochanter menurut Evan-Massie dibagi

menjadi dua, yaitu:

1) Stabil

- Garis fraktur intertrochanter-undisplaced

- Garis fraktur intertrochanter-displaced menjadi varus

2) Tidak Stabil

- Garis fraktur kominutiva dan displaced varus

- Garis fraktur intertrochanter dan subtrochanter

Menurut klasifikasi OTA (Orthopaedic Trauma Association)

fraktur intertrochanter termasuk dalam grup 31a (3: femur, 1:

segmen proksimal, tipe: A1, A2, A3), secara lebih rinci klasifikasi

ini dijelaskan pada gambar 2.6 (Anwar et al., 2007; Mostofi, 2006;

Bucholz dan Heckman, 2006; Partanen, 2003).

a. Grup A1 mempunyai tipe fraktur simpel atau hanya dua

fragmen utama fraktur dengan karakteristik garis frakturnya dari

trochanter major ke kortek medial dan kortek lateral ke

trochanter major masih tetap utuh.

b. Grup A2 mempunyai tipe fraktur kominutif di kortek

posteromedial, namun kortek lateral trochanter major intak.

Tipe fraktur ini umumnya tidak stabil dan tergantun pada besar

fragmen kortek medial.

15
c. Grup A3 mempunyai garis fraktur yang meluas dari kortek

lateral hingga medial, termasuk dalam grup ini adalah tipe

reverse oblique.

Gambar 2.6 Klasifikasi fraktur intertrochanter menurut OTA

(Orthopaedic Trauma association)

2.3 Pengertian ORIF

Open Reduction with Internal Fixation (ORIF) adalah fiksasi internal dengan

pembedahan terbuka untuk mengistirahatkan fraktur dengan melakukan

pembedahan untuk memasukkan paku, screw, pen atau platina ke dalam

tempat fraktur untuk menguatkan atau mengikat bagian-bagian tulang yang

fraktur secara bersamaan. (Reeves, 2001)

Ada beberapa tujuan dilakukannya ORIF, antara lain:

1. Memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas.

2. Mengurangi nyeri.

16
3. Klien dapat melakukan ADL dengan bantuan yang minimal dan dalam

lingkup keterbatasan klien.

4. Sirkulasi yang adekuat dipertahankan pada ekstremitas yang terkena.

5. Tidak ada kerusakan kulit

(T.M.Marrelli, 2007)

Indikasi ORIF meliputi:

1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan

metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.

2. Fraktur collum femoris, fraktur antebrachii distal, dan fraktur intra-

artikular disertai pergeseran.

3. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada struktur

otot tendon.

Kontraindikasi ORIF meliputi:

1. Tulang osteoporotic terlalu rapuh.

2. Jaringan lunak di atasnya berkualitas buruk.

3. Terdapat infeksi.

4. Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi.

(Barbara J. Gruendemann dan Billie Fernsebner, 2005)

2.3.1 Metode Fiksasi Internal

a. Pemasangan kawat antar tulang

Biasanya digunakan untuk fraktur yang relatif stabil, terlokalisasi

dan tidak bergeser pada kranium. Kawat kurang bermanfaat pada

17
fraktur parah tak stabil karena kemampuan tulang berputar

mengelilingi kawat, sehingga fiksasi yang dihasilkan kurang kuat.

b. Lag screw

Menghasilkan fiksasi dengan mengikatkan dua tulang bertumpuk

satu sama lain. Dibuat lubang-lubang ditulang bagian dalam dan

luar untuk menyamai garis tengah luar dan dalam sekrup. Teknik

yang menggunakan lag screw kadang-kadang disebut sebagai

kompresi antarfragmen tulang. Karena metode ini juga dapat

menyebabkan rotasi tulang, biasanya digunakan lebih dari satu

sekrup untuk menghasilkan fiksasi tulang yang adekuat. Lag screw

biasanya digunakan pada fraktur bagian tengan wajah dan

mandibula serta dapat digunakan bersama dengan lempeng mini

dan lempeng rekonstruktif.

c. Lempeng mini dan sekrup

Digunakan terutama untuk cedera wajah bagian tengah dan atas.

Metode ini menghasilkan stabilitas tiga dimensi yaitu tidak terjadi

rotasi tulang. Lempeng mini (miniplate) difiksasi di ujung-

ujungnya untuk menstabilkan secara relatif segmen-segmen tulang

dengan sekrup mini dan segmensegmen tulang dijangkarkan

kebagian tengah lempeng juga dengan sekrup mini.

18
d. Lempeng kompresi

Karena lebih kuat dari lempeng mini, maka lempeng ini serring

digunakan untuk fratur mandibula. Lempeng ini menghasilkan

kompresi di tempat fraktur.

e. Lempeng konstruksi

Lempeng yang dirancang khusus dan dapat dilekuk serta

menyerupai bentuk mandibula. Lempeng ini sering digunakan

bersama dengan lempeng mini. Lag screw dan lempeng kompresi.

(Barbara J. Gruendemann dan Billie Fernsebner, 2005)

19
2.4 Prosedur Teknik Pemeriksaan Radiografi Collum Femoris Proyeksi Axial

2.4.1 Pengertian

Prosedur pemeriksaan radiografi collum femoris proyeksi axial

merupakan salah satu prosedur pemeriksaan secara radiografi dengan

menggunakan sinar-x pada femur proksimal untuk melihat anatomi

maupun kelainan–kelainan pada femur proksimal.

2.4.2 Persiapan Pemeriksaan

 Persiapan Pasien

Pada dasarnya pemeriksaan collum femoris ini tidak membutuhkan

persiapan khusus, hanya saja pasien dianjurkan untuk mengenakan

celana yang tidak terdapat ritsleting, selain itu pasien juga diminta

untuk mengeluarkan benda-benda asing yang terdapat di saku celana

agar tidak menimbulkan bayangan radioopaq pada radiograf. Selain

itu, sebelum pemeriksaan petugas harus memberitahu prosedur

pemeriksaan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahpahamaan dari

pasien tersebut.

 Persiapan Alat dan Bahan

1. Pesawat sinar-x siap pakai.

2. Kaset ukuran 24*30

3. Grid

4. Soft bag atau bantal

5. CR reader

20
2.4.3 Teknik Pemeriksaan Radiografi Collum Femoris Proyeksi Axial

 Posisi Pasien

Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan atau bila pasien

tidak kooperatif pasien tetap di atas brankard dengan kepala diganjal

dengan bantal. Pelvis dinaikkan 1 sampai 2 inci (3-5 cm), jika

memungkinkan pelvis pasien dapat diberi penyangga di bawahnya

terutama pada pasien yang kurus dan pasien yang alas tidurnya

empuk.

 Posisi Objek

1. Tekuk lutut dan ke ataskan pada kaki yang tidak akan diperiksa

sehingga paha dekat posisi vertikal dan di luar lapangan kolimasi.

Upayakan posisi kaki yang tidak diperiksa seperti ini, jangan

letakkan kaki di tabung kolimator atau x-ray karena resiko

terbakar atau tersetrum.

2. Periksa untuk memastikan tidak ada rotasi dari pelvis (jarak SIAS

kanan dan kiri ke meja pemeriksaan sama).

3. Gunakan metode pelokalan pinggul untuk mengidentifikasi dan

kesejajaran dari collum femoris.

4. Tempatkan IR di lipatan di atas crista iliaca lalu sesuaikan

sehingga pararel terhadap colum femoris dan tegak lurus terhadap

arah sumbu sinar (CR) (lihat gambar 2.7). Gunakan penyangga

kaset jika ada, atau gunakan sandbag untuk menahan image

receptor / grid agar tidak jatuh.

21
5. Putar kaki yang akan diperiksa secara internal 15° - 20° bisa

kurang jika kondisi kaki pasie mengalami fraktur atau proses

patologis lainnya.

Gambar 2.7 posisi pasien dan IR proyeksi collum femoris axial /

axiolateral (Bontrager, 2018)

 Pengaturan Arah Sinar

1. Arah sumbu sinar (CR) : horizontal tegak lurus menuju kaset

2. Titik bidik (CP) : pertengahan collum femoris

3. FFD : 102 cm

4. Ukuran kaset : 24 cm x 30 cm landscape

5. Faktor eksposi : ±90 kV, 200 mA, 0,5 s

22
Gambar 2.8 Axial collum femoris, dimana CR tegak lurus dan CP

pada collum femoris (Bontrager, 2018)

 Kriteria Evaluasi Radiograf

1. Anatomi yang harus tampak: seluruh caput dan collum femoris,

trochanter, dan acetabulum harus divisualisasikan bersama

dengan perangkat prostetik ortopedi secara keseluruhan.

2. Posisi yang benar: hanya sebagian kecil jika ada dari trochanter

minor divisualisasikan dengan inversi kaki yang diperiksa, hanya

bagian distal collum femoris yang paling banyak superposisi

dengan trochanter major, soft tissue kaki yang tidak diperiksa

tidak superposisi dengan kaki yang diperiksa jika kaki diangkat

dengan cukup dan IR ditempatkan dengan benar, tidak ada garis

grid yang terlihat (garis grid menunjukkan kelurusan tabung / IR

yang salah), kolimasi pada daerah terindikasi.

3. Eksposi: eksposi optimal memvisualisasikan garis besar

keseluruhan caput femoris dan acetabulum tanpa overexposing

collum femoris dan proksimal corpus femoris.

23
Gambar 2.9 Radiograf collum femoris proyeksi axial

(Bontrager, 2018)

2.5 Proteksi Radiasi

2.5.1 Proteksi bagi pasien

 Pemeriksaan dengan sinar x hanya dilakukan atas permintaan

dokter untuk kebutuhan penegakkan diagnosa.

 Mengatur luas lapangan kolimasi sesuai dengan pemeriksaan yang

dibutuhkan.

 Menggunakan factor eksposi yang tepat untuk menghindari

pengulangan foto dan tidak menggunakan factor eksposi yang

berlebihan.

 Tidak melakukan pengulangan foto karena kesalahan.

 Menggunakan waktu penyinaran sesingkat mungkin.

 Pasien menggunakan gonald shield.

 Pasien yang sedang hamil pada trimester pertama tidak harus

menunda pemeriksaannya.

24
2.5.2 Proteksi bagi petugas

 Tidak menggunakan berkas sinar x yang mengarah ke petugas.

 Berlindung dibalik tabir / tirai saat melakukan eksposi.

 Menggunakan alat monitoring radiasi secara continue selama

bertugas.

2.5.3 Proteksi bagi masyarakat umum

 Pintu ruang pemeriksaan ditutup dengan rapat.

 Tidak mengarahkan sinar sumber sinar x ke ruangan umum.

 Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke ruang

pemeriksaan.

 Apabila diperlukan orang lain untuk membantu jalannya

pemeriksaan, maka harus dikenakan apron.

25
BAB III

PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Identitas Pasien

Nama : Bp. Sm

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 67 tahun

Alamat : Yogyakarta

No. RM : 114xxxx

No. foto :193xxxx

Dokter Pengirim : dr. Bambang Kisworo, Sp. OT.

Dokter Pemeriksa : dr. Bambang Supriyadi, Sp. Rad.

Tanggal Pemeriksaan : 29 Agustus 2019

Diagnosa : Post platina femur sinistra

3.2 Riwayat Pasien

Pada hari Kamis tanggal 29 Agustus 2019 pasien datang ke Instalasi Radiologi

menggunakan brankard atas rujukan dari dokter dr. Bambang Kisworo, Sp.

OT. setelah pasien melakukan operasi pemasangan platina akibat fraktur yang

dialami pasien atau post-ORIF (Open Reduction with Internal Fixation). Pada

lembar permintaan foto, dokter memberikan indikasi pemeriksaan / keterangan

klinis post platina femur sinistra. Selanjutnya pasien melakukan foto rontgen

26
dengan menggunakan proyeksi Pelvis AP dan collum femoris axial sesuai

permintaan di atas brankard.

3.3 Prosedur Pemeriksaan

3.3.1 Persiapan Alat

1. Pesawat sinar-x siap pakai

Merk : HITACHI

Nomor Seri : HQ10166714

kV maksimal : 150 kV

mAs maksimal : 800 mAs

Gambar 3.1 Pesawat Sinar-X di RS Panti Rapih Yogyakarta

2. Imaging Plate (IP) ukuran 35 x 43

3. Grid ukuran 35 x 43

4. Computerized Radiographic (CR) unit, terdiri dari:

- PC

- Image reader

- Imaging record

- Printer merk DryView 5950 Laser Imager

27
3.3.2 Persiapan Pasien

Pada dasarnya pemeriksaan collum femoris ini tidak membutuhkan

persiapan khusus, hanya saja jika terdapat logam yang menempel atau

menghalangi objek yang akan diperiksa harus dilepas atau disingkirkan.

3.3.3 Teknik Pemeriksaan

a. Collum Femoris Proyeksi Axial

 Posisi Pasien

Pasien supine di atas brankard denngan kepala diberi bantal, di

bawah pinggul pasien diberi pengganjal / softbag yang keras agar

posisi pelvis terangkat.

 Posisi Objek

1. Kaki yang akan diperiksa diluruskan, sedangkan kaki yang

tidak diperiksa dijauhkan dari objek yang akan diperiksa

sehingga tidak superposisi dan menghalangi obejk yang

diperiksa.

2. Menempatkan kaset di samping dari pinggang pasien lalu

disesuaikan sehingga pararel terhadap collum femoris dan

tegak lurus terhadap arah sumbu sinar (CR).

3. Memutar kaki yang akan diperiksa secara internal 15° - 20°.

 Pengaturan Arah Sinar

1. Arah sumbu sinar (CR) : Horizontal tegak lurus terhadap IP.

2. Titik bidik (CP) : Pada selangkangan atau pertengahan

collum femoris.

28
3. FFD : ± 95 cm.

4. Ukuran kaset : 35 x 43

5. Ukuran grid : 35 x 43

6. Faktor eksposi : 102 kV, 25 mAs

 Kriteria Radiograf

Gambar 3.2 Hasil radiogaf collum femoris sinistra proyeksi

axial

29
1. Caput femoris, collum femoris, dan trochanter tervisualisasi

dengan baik.

2. Platina dan screw tervisualisasi dengan baik tanpa terpotong.

3. Tidak ada superposisi dari soft tissue kaki yang tidak

diperiksa.

4. Tidak ada garis grid yang tampak pada radiograf.

b. Pelvis Proyeksi AP

 Posisi Pasien

Pasien supine di atas brankard dengan kepala diberi bantal.

 Posisi Objek

1. Memposisikan kedua kaki pasien secara endorotasi.

2. Mengatur agar kedua SIAS dengan kaset simetris.

 Pengaturan Sinar

1. Arah sumbu sinar (CR) : vertical tegak lurus.

2. Titik bidik (CP) : pertengahan antara SIAS dan

symphysis pubis.

3. FFD : 100 cm

4. Ukuran IP : 35 x 43

5. Ukuran grid : 35 x 43

6. Faktor eksposi : 85 kV, 25 mAs

30
 Kriteria Radiograf

Gambar 3.3 Hasil radiograf Pelvis AP pada kasus post ORIF

di RS Panti Rapih Yogyakarta

1. Caput femoris, trochanter major, dan collum femoris kedua

femur tampak.

2. Trochanter minor tidak terlihat secara keseluruhan.

3. Platina yang terpasang pada femur sinistra terlihat dengan

baik baik tanpa terpotong.

4. Tidak ada rotasi pada kedua femur.

3.3.4 Hasil Bacaan Radiograf

1. Tampak terpasang plate dan screw pada fraktur comminuted

intertrochanterica os femur sinistra.

2. Aposisi baik, angulasi (-), kontraksi (-).

31
3. Tak tampak destruksi tulang.

4. Articulatio coxae kanan simetris, sela sendi regular tak menyempit,

permukaan tak destruksi.

5. Sacro-illiac joint, symphysis pubis simetris.

6. Kesan:

Dibandingkan dengan foto sebelumnya aposisi dan alignment lebih

baik.

3.4 Pembahasan Kasus

3.4.1 Prosedur teknik pemeriksaan radiografi pada kasus post ORIF

femur proksimal di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta.

Prosedur teknik pemeriksaan radiografi pada kasus post ORIF femur

proksimal di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

dilakukan dengan dua proyeksi, yaitu AP dan axial. Proyeksi AP

dilakukan dengan teknik pemeriksaan pelvis AP. Penggunaan teknik

pemeriksaan radiografi pelvis AP adalah bertujuan untuk

membandingkan proksimal femur dextra dan sinistra dan untuk

mengetahui bagaimana kondisi tulang yang sudah dilakukan tindakan

ORIF apakah aposisinya sudah baik atau belum.

Selain proyeksi AP, digunakannya teknik pemeriksaan radiografi collum

femoris proyeksi axial pada kasus post ORIF femur proksimal yaitu

karena pada teknik pemeriksaan ini bagian proksimal femur lebih

tervisualisasi dengan baik .

32
3.4.2 Mengapa di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta pada kasus post ORIF femur proksimal digunakan

proyeksi collum femoris axial?

Digunakannya teknik pemeriksaan radiografi collum femoris proyeksi

axial pada kasus post ORIF femur proksimal yaitu karena pada teknik

pemeriksaan ini bagian proksimal femur khususnya collum femoris lebih

tervisualisasi dengan baik sehingga letak platina dan screw yang telah

dipasang pada proksimal femur seperti pada collum femoris, caput

femoris, maupun trochanter lebih terlihat dengan jelas daripada posisi

AP dan posisi ini juga untuk mempertegas gambaran dari letak platina

dan screw yang sudah dipasang setelah proyeksi AP.

3.4.3 Mengapa pemeriksaan radiografi collum femoris proyeksi Axial

(Axiolateral) di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta kaki pasien yang tidak diperiksa diletakkan atau

dikaitkan pada tabung kolimator atau x-ray?

Menurut Bontrager, 2018 kaki pasien yang tidak diperiksa disarankan

untuk tidak diletakkan atau dikaitkan pada tabung kolimator atau sinar-x

karena beresiko menyebabkan kaki pasien terbakar atau tersetrum.

Namun, pada pemeriksaan radiografi collum femoris proyeksi Axial

(Axiolateral) di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

kaki pasien yang tidak diperiksa diletakkan atau dikaitkan pada tabung

kolimator atau x-ray, ternyata hal ini bertujuan agar soft tissue kaki

33
pasien yang tidak diperiksa tidak superposisi dengan bagian yang akan

diperiksa khususnya pada caput femoris dan colum femoris karena jika

terdapat pasien dengan soft tissue cenderung besar jika kaki hanya

ditekuk seperti apa yang ada pada textbook hal ini akan menyebabkan

terganggunya objek yang akan diperiksa karena superposisi dengan soft

tissue kaki yang tidak diperiksa. Selain itu, hal ini juga untuk

memudahkan pasien sendiri, karena pada saat post ORIF kaki pasien

masih belum dapat dirasakan oleh pasien tersebut akibat dari anastesi

yang diberikan, sehingga jika hanya ditekuk dan menahan untuk kakinya

agar tegak akan susah, jadi lebih dikaitkan pada tabung kolimator.

34
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Teknik pemeriksaan radiografi pada kasus post ORIF femur proksimal di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta menggunakan

teknik pemeriksaan radiografi collum femoris proyeksi axial dan

ditambahkan dengan menggunakan teknik pemeriksaan radiografi pelvis AP

yang memperlihatkan letak platina.

2. Alasan digunakannya teknik pemeriksaan radiografi collum femoris

proyeksi axial pada kasus post ORIF femur proksimal karena pada teknik

pemeriksaan ini dapat menghasilkan gambaran platina dan screw yang

terpasang pada trochanter, collum femoris, maupun caput femoris secara

optimal dan tidak tersuperposisi.

3. Alasan pada teknik pemeriksaan radiografi collum femoris proyeksi axial di

Instalasi Radiologi Radiologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta kaki

pasien diletakkan atau dikaitkan pada tabung kolimator atau sinar-x adalah

untuk mengantisipasi dan menghindarkan objek yang akan diperiksa dari

superposisi soft tissue kaki yang tidak diperiksa dan untuk kenyamanan dan

memudahkan pasien untuk memposisikan kakinya yang masih terdapat efek

anastesi.

35
4.2 Saran

Pemeriksaan radiografi pada kasus post ORIF femur proksimal sebaiknya

dilakukan dengan teknik pemeriksaan radiografi collum femoris proyeksi axial

dan ditambahkan dengan teknik pemeriksaan radiografi pelvis proyeksi AP.

Dalam menggunakan teknik pemeriksaan radiografi collum femoris proyeksi

axial sebaiknya kaki pasien tidak dikaitkan pada tabung kolimator namun

dibuatkan penyangga untuk kaki sehingga kaki pasien tidak dikaitkan pada

tabung kolimatur atau sinar-x yang beresiko membuat kaki pasien tersterum

atau terbakar terlebih jika kaki pasien besar dan berat akan dapat merusak

tabung tersebut.

36
DAFTAR PUSTAKA

Kenneth I., dan John P Lampignano. 2018. Bontrager’s: Textbook of Radiographic

Positioning and Related Anatomy, Ninth Edition. St. Louis, Missori:

Elsevier.

Paulsen, F., dan Waschke, J. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jilid 1, Edisi

23. Jakarta: EGC.

Gruendemann, Barbara J. dan Billie Fernsebner. 2005. Keperawatan Perioperatif.

Jakarta: EGC.

Marrelli, T.M. 2007. Buku Saku Dokemtasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Bucholz, R., dan Heckmann. 2006. Rockwood and Green’s Fractures in Adult,

Sixth Edition. Philadelphia: US Lipincott, Williams and Wilkins.

Guyton C, Hall E. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.

Reksoprodjo. Soelarto. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Bina Rupa

Aksara Publiser.

37

Anda mungkin juga menyukai