Anda di halaman 1dari 35

TEKNIK PEMERIKSAAN COLON IN LOOP ANAK PADA KASUS SIGMOID REDUNDANT

DI INSTALASI RADIOLOGI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) II di Instalasi

Radiologi RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun oleh :

1. AMRULLAH JAELANI (191581)

2. MUHAMMAD BANGUN SUBIAKTO (191602)

AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI (ATRO)

CITRA BANGSA YOGYAKARTA

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktek Kerja

Lapangan (PKL) II pada Program Studi Diploma III Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi di Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (ATRO) Citra Bangsa

Yogyakarta.

Nama Kelompok : 1. Amrullah Jaelani (191581)

2. Muhammad Bangun S (191602)

Judul : Teknik Pemeriksaan Colon In Loop Pada Kasus

Sigmoid Redundant Di Instalasi Radiologi RS PKU

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA.

Yogyakarta, Juli 2021

Pembimbing

?????

NIP.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat

menyelesaikan Laporan Kasus Praktik Kerja Lapangan II dengan judul “TEKNIK

PEMERIKSAAN COLON IN LOOP PADA KASUS SIGMOID REDUNDANT DI INSTALASI

RADIOLOGI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA” laporan kasus ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan II. Dalam

penyusunan Laporan Kasus ini penulis mendapat bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Ibu dr. Eny Suci Wahyuni, Sp. Rad selaku Direktur Akademi Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Citra Bangsa Yogyakarta.

2. Direktur RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah bersedia menerima

kami untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan I.

3. Ibu Dhevi Astuti, selaku Kepala Instalansi Radiologi RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

4. Ibu Sri Martiah, selaku Clinical Instructure di Instalansi Radiologi RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah mengarahkan dan membimbing

penyusunan laporan kasus ini.

5. Ibu Zuriko Adeana, selaku pembimbing di Instalansi Radiologi RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah mengarahkan dan membimbing

penyusunan laporan kasus ini.

6. Seluruh Radiografer, Staff dan Karyawan di Instalansi Radiologi RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Seluruh Dosen Pengajar, Staff dan Karyawan ATRO Citra Bangsa

Yogyakarta.
iii
8. Kedua orang tua dan adik saya tercinta yang telah membeikan doa,

dukungan serta semangat yang tiada hentinya.

9. Seluruh Teman-teman dari Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Citra Bangsa Yogyakarta.

10. Serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan tidak

lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan Laporan Kasus ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, Juli 2021

Amrullah Jaelani Muhammad Bangun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................vi
BAB I..................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................................3
1.5 Sistematika Penulisan..................................................................................................3
BAB II.................................................................................................................................... 5
TINJAUAN TEORI.................................................................................................................5
2.1. Anatomi Usus Besar..........................................................................................................5
2.2. Fisiologi Usus Besar...........................................................................................................7
2.3 Teknik Pemeriksaan Colon In Loop...........................................................................9
BAB III................................................................................................................................. 20
PEMBAHASAN.................................................................................................................... 20
3.1 Hasil Penelitian............................................................................................................20
BAB IV................................................................................................................................. 27
PENUTUP............................................................................................................................ 27
4.1. Kesimpulan..................................................................................................................27
4.2. Saran.............................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 28
LAMPIRAN.......................................................................................................................... 29

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Colon/ Usus Besar

Gambar 2 : Posisi pasien AP

Gambar 3 : Posisi Pasien PA

Gambar 4 : Proyeksi Lateral

Gambar 5 : Posisi Righ Posterior Oblique RAO

Gambar 6 : Posisi Left Antererior Oblique LAO

Gambar 7 : Double Kontras

Gambar 8 : Hasil Radiograf AP Polos

Gambar 9 : Hasil Radiograf AP dengan Kontras

Gambar 10 : Hasil Radiograf Lateral Single Kontras

Gambar 11 : Hasil Radiograf Double Kontras.

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan Radiografi merupakan pemeriksaan yang menggunakan sinar-x

yang dapat digunakan untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari suatu organ

sehingga pada kelainan patologis maupun traumatis dapat membantu dalam

menentukan diagnosa. Penemuan sinar-x menimbulkan harapan baru di dunia

kesehatan dimana sinar-x dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa

dan juga terapi. Instalasi radiologi sebagai salah satu instalasi penunjang medik di

rumah sakit yang mempunyai fungsi yang cukup penting bagi pelayanan kesehatan.

Dalam hal ini instalasi radiologi dituntut untuk mampu menyampaikan radiograf yang

berkualitas, informatif dalam rangka untuk menegakkan diagnosa. Oleh karena itu, perlu

pemahaman dan teknik yang baik untuk menghasilkan radiograf yang berkualitas

(Rasad, 1992).

Salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan dalam mendiagnosis kelainan di

colon adalah Colon In Loop pemeriksaan colon in loop adalah pemeriksaan secara

radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras yang dimasukkan

secara retrograde. Tujuan pemeriksaan colon in loop adalah untuk mendapatkan

gambaran anatomis dari colon sehingga dapat membantu untuk menegakkan diagnosa

suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon (Ballinger,1999). Salah satu indikasi

dalam pemeriksaan Colon In Loop adalah Sigmoid Redundant.

1
Sigmoid redundant disebut juga dengan usus berliku atau usus Panjang.

Sigmoid redundant adalah keadaan dimana ukuran usus besar seseorang lebih panjang

dan tidak normal. Perpanjangan usus besar umumnya terjadi pada kolon desenden,

yaitu bagian usus besar yang menurun. Usus redundant juga

biasanya mempunyai loop atau putaran tambahan, sehingga menjadi lebih panjang.

Maka untuk mengetahui lebih jelas kelainan ini dilakukan pemeriksaan radiologi Colon

In Loop (CIL). Menurut teori pemeriksaan CIL menggunakan proyeksi AP, PA, Lateral,

dan RAO, akan tetapi pada pemeriksaan CIL di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

pada pasien ini hanya menggunakan proyeksi AP dan Lateral. Disamping itu secara

umum pada pemeriksaan CIL ada persiapan khusus, akan tetapi pada kasus ini tidak

dilakukan persiapan khusus.

Dengan alasan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam bentuk

tulisan dengan judul laporan kasus “TEKNIK PEMERIKSAAN COLON IN LOOP ANAK

DENGAN KASUS SIGMOID REDUNDANT DI INSTALASI RADIOLOGI RS PKU

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA”.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penulisan studi kasus ini penulis membatasi rumusan masalahnya sebagai

berikut :

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan Colon In Loop anak pada kasus Sigmoid

Redundant di Instalasi Radiologi RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA?

2. Mengapa pada pemeriksaan radiografi Colon In Loop pada kasus Sigmoid

Redundant hanya menggunakan proyeksi AP dan Lateral?

3. Mengapa pada pemeriksaan CIL anak pada kasus Sigmoid Redundant tidak

menggunakan persiapan khusus?

2
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Teknik pemeriksaan radiografi Colon In Loop pada kasus

Sigmoid Redundant di Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui alasan pemeriksaan colon in loop anak pada kasus

sigmoid redundant hanya menggunakan proyeksi AP dan Lateral.

3. Untuk mengetahui alasan pemeriksaan CIL anak pada kasus sigmoid

redundant tidak dilakukan persiapan khusus terlebih dahulu.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini ditujukan :

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai wawasan pengetahuan, referensi dan sebagai tinjauan pustaka bagi

mahasiswa khususnya mahasiswa ATRO Citra Bangsa Yogyakarta mengenai

teknik pemeriksaan radiologi colon in loop pada kasus Sigmoid Redundant.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan dalam rangka peningkatan mutu dan pelayanan khususnya

untuk pemeriksaan radiologi colon in loop pada kasus sigmoid redundant.

1.4.3 Bagi Penulis

Menambah pengetahuan tentang teknik pemeriksaan radiologi colon in loop

pada kasus sigmoid redundant.

1.5 Sistematika Penulisan

3
Dalam penulisan laporan kasus ini, guna mempermudah pemahaman maka

sistematika penulisannya terdiri atas :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan yang meliputi latar belekang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dasar teori yang meliputi anatomi usus besar, fisiologi usus besar, patologi,

prosedur pemeriksaan colon in loop dan teknik pemeriksaan colon in loop.

BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

Pembahasan yang meliputi identitas pasien, tata laksana pemeriksaan

meliputi persiapan pasien, persiapan alat dan bahan, teknik pemeriksaan.

BAB IV PENUTUP

Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi Usus Besar


Usus besar atau colon adalah sambungan dari usus halus yang merupakan
tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter, terbentang dari caecum sampai
canalis ani. Diameter usus besar lebih besar dari pada usus halus. Diameter rata-
ratanya sekitar 2,5 inchi. Tetapi makin mendekati ujungnya diameternya makin
berkurang (Price, 1995). Usus besar ini tersusun atas membran mukosa tanpa
lipatan, kecuali pada daerah distal colon (Sylvia, 1992).
Usus besar berjalan dari katup ileocaecal keanus. dibagi dalam lima bagian :
Caecum, colon asenden, colon transversum, colon descenden serta colon sigmoid.
Colon asenden, colon transversum dan colon desenden secara kasar membentuk
tiga sisi dari segi empat dan tampak menutupi usus kecolon in loop, sementara colon
sigmoid menjadi kontinu dengan rectum. Pada neonatus bagian atas dari rectum
biasanya diarahkan kekanan dan bagian bawah menurun secara vertikal. Pada bagian
ujung bawah dari rectum terdapat canalis anal yang berukuran panjang sekitar 2 sampai
3 cm (pada bayi secara relatif lebih panjang dibandingkan orang dewasa) dan membuka
kebagian luar melalui orifisium anal yang dikelilingi oleh spingter muskulus ani eksterna
dan interna. Dinding usus besar terdiri dari lapisan mukosa, sub mukosa, muskuler, dan
serosa peritoneal (Sacharin, 1996).

2.1.1. Apendiks Vermiformis


Apendiks Vermiformis adalah organ yang mengandung banyak jaringan
limfoid. Panjang apendiks berbeda-beda, dari 8-13 cm. Pada kehidupan janin,
apendiks Vermiformis bermuara kedalam puncak sekum sekitar 2 cm dibawah
batas ileocecal. Lipatan peritoneum berbentuk segitiga,dikenal sebagai
mesoapendiks, melekatkan apendiks pada bagian akhir lapis kiri(bawah)
mesentrium ileum. Apendiks mempunyai lapisan luar sertabut otot longitudinal
yang seragam bersambungan dengan tenia-tenia coli. (Basmajran-
slonecker,1995)

2.1.2. Caecum

5
Merupakan ujung yang buntu dari colon asenden dan berbentuk seperti
kantong. Ileum memasukinya dari sisi dan dilindungi oleh katup ileocaecal.
Apendiks, yang sebagian besar mengandung jaringan limfoid, melekat dengan
caecum pada dasarnya dan merupakan tempat umum dari inflamasi (pendisitis)
(Sacharin, 1996).
Caecum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol ke
bawah pada regio iliaca kanan, dibawah junctura ileocaecalis. Appendiks
vermiformis berbentuk seperti cacing dan berasal dari sisi medial usus besar.
Panjang caecum sekitar 6 cm dan berjalan ke caudal.
Caecum berakhir sebagai kantong buntu yang berupa processus
vermiformis (apendiks) yang mempunyai panjang antara 8-13 cm (Pearce,1999).

2.1.3. Colon Asendens


Colon asenden berjalan keatas dari caecum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan. Setelah sampai kehati,
colon asenden membelok kekiri, membentuk fleksura coli dekstra (fleksura
hepatik). Colon ascenden ini terletak pada regio illiaca kanan dengan panjang
sekitar 13 cm (Pearce,1999).
2.1.4. Colon Transversum
Colon transversum menyilang abdomen pada regio umbilicalis dari fleksura
coli dekstra sampai fleksura coli sinistra.Colon transversum membentuk
lengkungan seperti huruf U. Pada posisi berdiri, bagian bawah U dapat turun
sampai pelvis. Colon Transversum waktu mencapai limpa, membelok kebawah
membentuk fleksura coli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi colon
descenden. (Pearce, 1999)
2.1.5. Colon Descenden
Colon descenden terletak pada regio illiaca kiri denagn panjang sekitar 25
cm. Colon descenden ini berjalan kebawah dari fleksura lienalis sampai pinggir
pelvis membentuk fleksura sigmoideum dan berlanjut sebagai colon sigmoideum.
(Pearce, 1999)
2.1.6. Colon Sigmoidium
Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon sigmoideum
merupakan lanjutan colon descenden dan tergantung ke bawah dalam rongga
pelvis dalam bentuk lengkungan. Colon sigmoideum bersatu dengan rectum
didepan sacrum (Pearce,1999).
2.1.7. Rectum
6
Rectum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rectum merupakan
lanjutan dari colon sigmoideum dan berjalan turun didepan caecum,
meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu rectum berlanjut
sebagai anus dalam perineum. Menurut Pearce (1999), rectum merupakan bagian
10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada colon sigmoideum dan berakhir
kedalam anus yang dijaga oleh otot internal dan eksternal (Pearce,1999
Keterangan :
1. Apendiks
2. Caecum
3. Apendises epiploika
4. Kolon asendens
5. Fleksura hepatica
6. Kolon transversal
7. Fleksura lienalis
8. Haustra
9. Kolon desendens
10. Taenia koli
11. Kolon sigmoid
12. Kanalis Ani
13. Anus
14. Rektum
Gambar 1. Anatomi Usus besar (Pearce, 1999)

2.2. Fisiologi Usus Besar


Usus Besar mempunyai berbagai fungsi, diantaranya ;
2.2.1. Absorbsi air dan elektrolit
Penyerapan air dan elektrolit sebagian besar berlangsung di separuh atas
kolon. Dari sekitar 1000 ml kimus yang masuk ke usus setiap hari, hanya 100 ml
cairan dan hampir tidak ada elektrolit yang diekskresikan (Corwin, 2001).
Dengan mengeluarkan sekitar 90 % cairan, kolon mengubah 1000-2000 ml
kimus isotonik menjadi sekitar 200-250 ml tinja semi padat (Ganong, 1995).
Dalam hal ini kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir untuk dehidrasi masa
feases sampai defekasi berlangsung (Price-Wilson, 1991)
2.2.2. Sekresi mukus.
Mukus adalah suatu bahan yang sangat kental yang membungkus
dinding usus. Fungsinya sebagai pelindung mukosa agar tidak dicerna oleh
7
enzim-enzim yang terdapat didalam usus dan sebagai pelumas makanan
sehingga mudah lewat. Tanpa pembentukan mukus, integritas dinding usus
akan sangat terganggu, selain itu tinja akanmenjadi sangat keras tanpa efek
lubrikasi dari mukus (Corwin, 2001).
Sekresi usus besar mengandung banyak mukus. Hal ini menunjukkan
banyak reaksi alkali dan tidak mengandung enzim. Pada keadaan peradangan
usus, peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin bertanggung
jawab dan kehilangan protein dalam feases (Price-Wilson, 1991).
2.2.3. Menghasilkan bakteri
Bakteri usus besar melakukan banyak fungsi yaitu sintesis vitamin K dan
beberapa vitamin B (Price-Wilson, 1991). Penyiapan selulosa yang berupa hidrat
karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, sayuran hijau dan penyiapan
sisa protein yang belum dicernakan merupakan kerja bakteri guna ekskresi
(Pearce, 1997).
Mikroorganisme yang terdapat di kolon terdiri tidak saja dari eschericia
coli dan enterobacter aerogenes tetapi juga organisme-organisme pleomorfik
seperti bacteriodes fragilis. Sejumlah besar bakteri keluar melalui tinja. Pada
saat lahir kolon steril, tetapi flora bakteri usus segera tumbuh pada awal masa
kehidupan (Ganong, 1995).
2.2.4. Defekasi (pembuangan air besar)
Defekasi terjadi karena kontraksi peristaltik rektum. Kontraksi ini
dihasilkan sebagai respon terhadap perangsangan otot polos longitudinal dan
sirkuler oleh pleksus mienterikus. Pleksus mienterikus dirangsang oleh saraf
parasimpatis yang berjalan di segmen sakrum korda sinalis (Corwin, 2001).
Defekasi dapat dihambat dengan menjaga agar spingter eksternus tetap
berkontraksi atau dibantu dengan melemaskan spingter dan mengkontraksikan
otot-otot abdomen (Ganong, 1995).

2.1 Patologi Colon Redundant

8
Gambar Sigmoid Redundant

Colon Redundant  merupakan suatu kondisi di mana usus besar ternyata


memiliki panjang yang melebihi normal, yaitu melebihi panjang rata-rata kolon manusia
dewasa yang panjangnya sekitar 120-150 cm—terutama bagian
kolon descending. Redundant colon memiliki bagian usus yang memutar atau
membengkok. Selain itu, orang dengan redundant colon memiliki risiko lebih besar
untuk mengalami volvulus kolon, kondisi yang membuat kolon berputar sendiri sehingga
menghentikan pergerakan pup di dalamnya. Ini akan mengakibatkan kerusakan yang
lebih parah pada usus sehingga harus segera dilakukan pemeriksaan Colon In Loop
untuk mendapatkan informasi pada colon sigmoid dan untuk menegakkan diagnosa

2.3 Teknik Pemeriksaan Colon In Loop

2.3.1 Pengertian Teknik Pemeriksaan Colon In Loop

Teknik pemeriksaan Colon In Loop adalah suatu teknik pemeriksaan

secara radiolografi pada daerah colon dengan menggunakan media kontras positif

maupun negative secara retrograde. (Bontrager, 2014)

2.3.2 Tujuan Pemeriksaan


9
Tujuan pemeriksaan Colon In Loop adalah untuk mendapatkan gambaran

anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu

penyakit atau kelainan-kelainan pada colon.

2.3.3 Indikasi dan kontra indikasi

a. Indikasi

1) Sigmoid Redundant

2) Colon Redundant  

3) Procititis adalah inflamasi pada anus dan bagian distal rektum yang

sering didiagnosis dalam konteks Inflammatory Bowel Disease (IBD).

4) Ca

5) Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding colon, terdiri

atas lapisan mukosa dan muskularis mukosa.

6) Mega colon adalah suatu kelainan konginetal yang terjadi karena tidak

adanya sel ganglion dipleksus mesenterik dan sub mukosa pada

segmen colon distal. Tidak adanya peristaltic menyebabkan feases sulit

melewati segmen gangglionik, sehingga memungkinkan penderita untuk

buang air besar 3 minggu sekali.

7) Obstruksi atau Illeus adalah penyumbatan pada daerah usus besar.

8) Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.

9) Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus

ke bagian usus yang lain.

10) Atresia adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya ada.

10
11) Intussusepsi adalah gangguan mekanis pada bayi yang sering

disebabkan oleh cacat kelahiran dimana adanya pembesaran saluran

usus didaerah distal, biasanya didaerah illeus.

b. Kontra Indikasi

1) Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara mendadak dan

dengan tekanan tinggi, juga terjadi karena pengembangan yang

berlebihan.

2) Obstruksi akut atau penyumbatan.

2.3.4 Persiapan Pasien

Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in Loop

adalah untuk membersihkan colon dari feases, karena bayangan dari feases

dapat mengganggu gambaran dan menghilangkan anatomi normal sehingga

dapat memberikan kesalahan informasi dengan adanya filling defect.

Prinsip dasar Pemeriksaan Colon In Loop memerlukan beberapa

persiapan pasien, yaitu :

a. Mengubah Pola Makanan Pasien

Sehari sebelum pemeriksaan makanan hendaknya mempunyai

konsistensi lunak, rendah serat dan rendah lemak untuk menghindari

terjadinya bongkahan-bongkahan tinja yang keras.

b. Minum Sebanyak-banyaknya

11
Pemberian minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam

keadaan lembek.

c. Pemberian Obat Pencahar

Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka pemberian

obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja.

2.3.5 Persiapan Alat dan Bahan

a. Persiapan Alat pada Pemeriksaan Colon In Loop, meliputi :

1) Pesawat x-ray / Fluoroscopy.

2) Kaset.

3) Film.

4) Irigator set.

5) Bengkok.

6) Handscoon.

7) Spuit.

8) Catheter.

9) Bola Tensimeter.

10) Barium.

11) Gunting Klem.

12) Jelly.

b. Persiapan bahan

1) Media kontras, yang sering dipakai adalah barium 300gr

2) Air hangat untuk membuat larutan barium

3) Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat kanula

dimasukkan kedalam anus.

12
2.3.6 Teknik Pemeriksaan

Metode pemasukan media kontras dibagi 2 yaitu :

a. Metode Kontras Tunggal

Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah caecum.

Pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Untuk keperluan informasi yang lebih

jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta dibuat radiograf full filling

untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan proyeksi antero posterior.

Pasien diminta untuk buang air besar, kemudian dibuat radiograf post

evakuasi posisi antero posterior.

b. Metode Kontras Ganda

1) Pemasukan Media Kontras dengan Metode Satu Tingkat.

Merupakan pemeriksaan Colon In Loop dengan menggunakan

media kontras berupa campuran antara BaSO4 dan udara. Barium

dimasukkan kira-kira mencapai fleksura lienalis kemudian kanula diganti

dengan pompa. Udara dipompakan dan posisi pasien diubah dari posisi

miring ke kiri menjadi miring ke kanan setelah udara sampai ke fleksura

lienalis.

Tujuannya agar media kontras merata di dalam usus. Setelah itu

pasien diposisikan supine dan dibuat radiograf.

2) Pemasukan Media Kontras dengan Metode Dua Tingkat.

a. Tahap Pengisian

Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke dalam lumen

colon, sampai mencapai pertengahan kolon transversum. Bagian

yang belum terisi dapat diisi dengan mengubah posisi penderita.

b. Tahap Pelapisan

13
Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar larutan BaSo4

mengisi mukosa colon.

c. Tahap Pengosongan

Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu dibuang

sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.

d. Tahap Pengembangan

Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke lumen kolon.

Pemompaan udara tidak boleh berlebihan (1800- 2000 ml) karena

dapat menimbulkan kompikasi lain, misalnya refleks vagal yang

ditandai dengan wajah pucat, pandangan gelap, bradikardi, keringat

dingin dan pusing.

e. Tahap Pemotretan

Pemotretan dilakukan bila seluruh colon telah mengembang

sempurna.

2.3.7 Proyeksi Radiograf

a. Proyeksi Antero posterior (AP)

1) Posisi pasien : Pasien diposisikan supine di atas meja

pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat pada

garis tengah meja pemeriksaan.

2) Posisi Objek : Kedua tangan lurus di samping tubuh dan

kedua kaki lurus ke bawah batas atas prosesus xipoideus dan batas

bawah simpisis pubis.

3) Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

4) FFD : 100 cm.

5) Kriteria radiograf : Menunjukkan seluruh colon terlihat, termasuk

fleksura dan colon sigmoid.

14
Gambar 2.2 Posisi pasien AP (Merill’s, 2016)

b. Proyeksi Postero Anterior (PA)

1) Posisi Pasien : Tidur prone diatas meja pemeriksaan dengan

MSP tubuh tegak lurus meja kedua lengan disamping tubuh dan kaki

lurus.

2) Posisi Objek : Obek diatur diatas meja batas atas prosesus

xipoideus batas bawah simpisis pubis.

3) CP : Pada MSP setinggi krista iliaca.

4) CR : Vertikal tegak lurus kaset.

5) Kiteria radiograf : Seluruh colon termasuk fleksura dan rectum.

Gambar 2.3 Posisi Pasien PA (Merill’s, 2016)

15
c. Proyeksi Lateral

1) Posisi Pasien : Tidur miring dengan MSP sejajar dengan

kaset genu sedikit fleksi untuk fiksasi.

2) Posisi Objek : Objek diatur diatas meja batas atas prosesus

xipoideus dan batas bawah simpisis pubis.

3) CP : Setinggi SIAS.

4) CR : Vertikal tegak lurus kaset.

5) Kriteria radiograf : Daerah rectum dan sigmoid tampak jelas regto

sigmoid pada pertengahan radiograf.

Gambar 2.4 Proyeksi Lateral (Merill’2016)

d. Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO)

1) Posisi pasien : Posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan

kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35˚- 45˚ terhadap meja

pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri

16
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan

lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi.

2) Posisi Objek : Objek diatur diatas meja batas atas prosesus

xipoideus dan batas bawah simpisis pubis.

3) Central ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

4) FFD : 100 cm.

5) Kriteria : Menunjukkan gambaran fleksura hepatica kanan

terlihat sedikit superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi PA dan

tampak juga daerah sigmoid dan colon asenden.

Gambar 2.5 Posisi Righ Posterior Oblique RAO (Merill’2016)

e. Proyeksi LAO

1) Posisi pasien : Pasien ditidurkan telungkup di atas meja pemeriksaan

kemudian dirotasikan kekiri lebih 35˚ - 45˚ terhadap meja pemeriksaan.

Tangan kiri di samping tubuh dan tangan didepan tubuh berpegangan

pada meja pemeriksaan, kaki kanan ditekuk sebagai fiksasi,

sedangkan kaki kiri lurus.

2) Posisi objek : Objek diatur diatas meja batas atas prosesus

xipoideus dan batas bawah simpisis pubis.

3) Central ray : Sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset.

17
4) FFD : 100 cm.

5) Kriteria : Menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak

sedikit superposisi bila disbanding pada proyeksi PA, dan daerah colon

descendens tampak.

Gambar 2.4 Posisi Left Antererior Oblique LAO (Merill’2016).

f. Proyeksi Anterior Posterior Double Kontras

1) Persiapan pasien : Pasien tidur supine diatas meja pemeriksaan.

2) Posisi objek : MSP tepat berada dipertengahan kaset dan

grid. Pertengahan kaset setinggi krista iliaca. Kedua kaki lurus pastikan

tidak ada rotasi pelvis. Kedua tangan berada disamping kanan kiri

kepala.

3) Central ray : Tegak lurus terhadap kaset.

4) Titik bidik : Pada pertengahan tubuh setinggi crista iliaca.

5) FFD : 100 cm.

6) Kriteria radiograf : Menggambarkan pola mucosa, sisa kontras

dan bila ada polips.

18
Gambar 2.5 Double Kontras (Merill’2016)

19
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

Selama praktek berlangsung, pemeriksaan Colon In Loop pada pasien anak-

anak dengan klinis sigmoid redundant yang dilakukan di tempat praktek berbeda

dengan teori yang penulis pelajari. Penulis mengamati terdapat beberapa perbedaan

dengan teori yang dipelajari pada pemeriksaan Colon In Loop yaitu proyeksi

pemeriksaan, dan pasien tanpa melakukan persiapan terlebih dahulu. Menurut penulis,

hal ini berbeda dengan apa yang penulis dapat berdasarkan teori yang seharusnya

menggunakan proyeksi AP, PA, Lateral,LAO dan RAO. Akan tetapi di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta hanya menggunakan proyeksi AP polos, Lateral, AP Recto

Sigmoid, dan AP full filing

Adapun uraian dan penjelasan yang terdapat dalam bab ini yaitu hasil penelitian,

prosedur pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan.

3.1.1 Identitas Pasien

Nama : MR

Umur : 4 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. RM : 7912XX

Nomor Radiologi : 91xx

Dokter Pengirim : dr. Ahmad Mahmudi

Permintaan Foto : Colon In Loop

Keterangan Klinis Pasien : Sigmoid Redundant

3.1.2 Riwayat Pasien


20
Pada hari Senin, tanggal 26 Juli 2021 pasien dengan nama An Sdr. MR

datang ke Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta diantar

bersama keluarga membawa surat pengantar dari dr. Ahmad Mahmudi. Dengan

mengeluhkan sulit buang air besar (obstipasi).

3.1.3 Prosedur Pemeriksaan

Pemeriksaan Colon In Loop pada kasus Sigmoid Redundant, meliputi

persiapan pasien, persiapan alat, serta prosedur pemeriksaan Colon In Loop.

a. Persiapan Pasien

Pada pasien ini tidak dilakukan persiapan khusus, bertujuan supaya keadaan

colon seperti apa adanya. Dengan mengkosongkan colon dapat merubah

keadaan colon saat itu, karena colon dapat mengecil kembali. Jadi

pemeriksaan CIL ini bertujuan untuk mencari penyebab sulitnya buang air

besar.

b. Persiapan Alat

1) Pesawat x-ray / Fluoroscopy.

2) Kaset.

3) Film.

4) Irigator set.

5) Bengkok.

6) Handscoon.

7) Spuit.

8) Catheter.

9) Bola Tensimeter.

10) Barium.

11) Gunting Klem.

12) Jelly.

21
c. Persiapan Media Kontras

1) Larutan Barium sulfat terbuat dari bubuk barium sulpat sebanyak 75 gr

dilarukan menjadi 750cc larutan barium sulpat

2) Saat pengerjaan media kontras diaduk agar barium sulfat tidak

mengendap.

d. Intruksi pada pasien

Menahan rasa ingin BAB pada saat kontras dimasukkan.

a. Teknik Pemasukan Media Kontras9

1. Metode Kontras Tunggal

a) Pemeriksaan hanya menggunakan BaSO4 sebagai media kontras.

b) Kontras dimasukkan ke kolon

c) Dilakukan pemotretan AP, LATERAL, rectosigmoid dan AP full

fillng.

3.1.4 Teknik Pemeriksaan

a. Proyeksi Antero Posterior/ AP (Abdomen Polos)

Posisi Pasien : Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan

dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah

kaset

Posisi Objek : Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua

kaki lurus ke bawah batas atas prosesus xipoideus dan batas bawah

simpisis pubis.

Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

FFD : 100 cm.

Kriteria Radiograf : Menunjukkan seluruh bagian abdomen

22
Gambar 3.1 Hasil Radiograf AP Polos.

b. Proyeksi Lateral

Posisi Pasien : Tidur miring dengan MSP sejajar dengan kaset genu

sedikit fleksi untuk fiksasi.

Posisi Objek : Objek di atur diatas meja batas atas prosesus

xipoideus dan batas bawah simpisis pubis.

CP : Setinggi SIAS.

CR : Vertikal tegak lurus kaset.

Kriteria radiograf : Daerah rectum dan sigmoid, tampak jelas

Gambar 3.4 Hasil Radiograf Lateral dan AP Single Kontras


23
c. Proyeksi AP Recto Sigmoid

Posisi Pasien : Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan

dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah

kaset

Posisi Objek : Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua

kaki lurus ke bawah batas atas prosesus xipoideus dan batas bawah

simpisis pubis.

Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.

FFD : 100 cm.

Kriteria Radiograf : Menunjukkan seluruh tampak colon terlihat, focus

terhadap colon sigmoid.

Gambar 3.4 Hasil Radiograf Lateral dan AP Single Kontras

d. Proyeksi Antero Posterior (AP) dengan Kontras full felling

Posisi Pasien : Pasien tidur supine pada meja pemeriksaan.

Posisi Objek : Mid sagital Plane (MSP) tubuh tegak lurus terhadap

meja pemeriksaan, kedua tangan lurus disamping kepala.

Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap meja pemeriksaan.


24
Pusat Sinar : Pada MSP tubuh setinggi crista illiaka.

FFD : 100 cm.

Eksposi : Dilakukan saat pasien diam tidak bergerak.

Kriteria : Tampak kontras mengisi rektum sampai colon

desenden proksimal, aliran kontras terhambat.

Gambar 3.2 Hasil Radiograf AP dengan Kontras.

3.1.5. Pembahasan

Teknik pemeriksaan Colon In Loop adalah suatu teknik pemeriksaan secara

radiolografi pada daerah colon dengan menggunakan media kontras positif maupun

negative secara retrograde. Menggunakan proyeksi AP, PA, Lateral, RAO, LAO

(Bontrager, 2014). Tetapi pada kasus Sigmoid Redundant pada pasien ini di Instalasi

Radiologi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan proyeksi AP dan

Lateral recto Sigmoid dilanjutkan dengan AP full filling. Pertama pasien difoto AP

supine polos untuk melihat gambaran anatomi awal. Setelah dimasukkan media

kontras pasien difotto lateral dan AP Recto Sigmoid. Setelah gambaran anatomi

dirasa sudah mencukupi maka pasien difoto AP full filling. Dengan dibuat 4 proyeksi

25
ini pemeriksaan CIL sudah bisa memperlihatkan anatomi colon dan kelainan

didaerah recto sigmoid. Sehingga menurut kami keempat proyeksi ini sudah cukup.

Pada pasien ini tanpa menggunakan persiapan karena untuk menghindari

manipulasi gambaran anatomi. Karena jika dilakukan persiapan dapat merubah

keadaan pada colon, sehingga kita tidak bisa melihat jika ada kelainan lain seperti

mega colon. Dimana pada kasus megacolon terjadi penumpukan feses pada bagian

colon sehingga menyebabkan colon membesar.

Dengan hasil bacaan dari dr. AHMAD FAESOL, SP. Rad selaku dokter

radiologi :

Dilakukan pemeriksaan Colon in Loop pada penderita dengan klinis sigmoid

Redundant memakai suspense microbar encer 1:4 yang dimasukkan sebanyak 400

cc melalui kateter Per Rectal dengan metode single kontras, hasil tampak kontras

mengisi Rectum dan colon sigmoid sampai dengan flexura coli sinistra, passage

kontras lancar, kaliber rectum terlebar KL 3,5 cm, kaliber colon sigmoid terlebar KL

3,5 cm. Tampak penyempitan colon sigmoid pars media.

Dengan kesan gambaran redundant colon sigmoid. Penyempitan dipars

media colon sigmoid, DD : -Penyempitan Fisiologis/ - Focal Hipoganglioner ?

26
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Pemeriksaan Colon In Loop adalah pemeriksaan secara radiologi yang menggunakan

bahan kontras positif yaitu barium sulfat dan bahan kontras negatif yaitu udara,

dengan tujuan memvisualisasikan keadaan colon atau usus besar yang dimasukkan

kedalam tubuh melalui anus. Teknik yang digunakan pada pemeriksaan Colon In Loop

pada kasus Sigmoid redundant di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yaitu AP dan

Lateral.

2. Alasan hanya menggunakan proyeksi AP abdomen polos, AP abdomen single

kontras, dan lateral adalah informasi anatomi sudah dapat untuk menegakkan

diagnose. Disamping itu untuk mengurangi dosisi radiasi yang diterima pasien.

Sehingga pemeriksaan hanya menggunakan proyeksi diatas.

3. Alasan pasien tidak menggunakan persiapan terlebih dahulu karena untuk melihat

keadaan colon apa adanya, sehingga dapat diketahui penyebab sulitnya BAB.

4.2. Saran

Sebelum dilakukan pemeriksaan petugas sebaiknya berkumunikasi terhadap anak

dengan baik agar tenang saat diperiksa dan menahan BAB supaya larutan barium

tidak keluar

27
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager, Keneth L, Lampignano, & John P. Textbook of Radiographic

Positioning and Related Anatomy. 7thed. St Louis: Mosby Elsevier: 2010.

28
LAMPIRAN

Gambar 4.1 Hasil Bacaan Dokter

Gambar 4.2 Pengantar

29

Anda mungkin juga menyukai