Anda di halaman 1dari 44

TEKNIK PEMERIKSAAN MRI BRAIN KONTRAS PADA KASUS

TUMOR CEREBELLOPONTINE ANGLE (CPA) DI


INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT
KANKER NASIONAL DHARMAIS

Laporan Kasus
Disusun untuk memenuhi tugas praktik lapangan kerja V

Disusun oleh :
Nama : Meilia Kurotu A’yun
NIM : P1337430219154
Kelas : 4D

PRODI TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN


PROGRAM SARJANA TERAPAN
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SEMARANG
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas mata
kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) 5 atas mahasiswa Program Studi Teknik
Radiologi Pencitraan Program Sarjana Terapan Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang yang
bernama :
Nama : Meilia Kurotu A’yun
NIM : P1337430219154
Kelas : 4D
Judul Laporan : “TEKNIK PEMERIKSAAN MRI BRAIN KONTRAS
PADA KASUS TUMOR CEREBELLOPONTINE ANGLE (CPA) DI
INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT KANKER NASIONAL
DHARMAIS”

Jakarta, November 2021


Clinical Instructure

Heri Wiranto, S.ST

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus
yang berjudul “Teknik Pemeriksaan MRI Brain Kontras Pada Kasus Tumor
Cerebellopontine Angle (CPA) Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Kanker
Nasional Dharmais ”.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) 5 Program Studi Teknologi
Radiologi Pencitraan Program Sarjana Terapan Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang, yang
dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober-25 November 2022 di Instalasi Radiologi
RS Pusat Kanker Nasional Dharmais.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat yang tak terkira
2. Kedua Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis
3. Bapak Marsum, B.E., S.Pd., MHP., selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Semarang.
4. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes. selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang.
5. Ibu Dartini, SKM, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Teknologi Radiologi
Pencitraan Program Sarjana Terapan.
6. Dosen pengajar serta staf Program Studi Sarjana Terapan Teknologi
Radiologi Pencitraan Poltekkes Kemenkes Semarang.
7. Bapak dr. R. Soeko W. Nindito D, MARS selaku Direktur RS Kanker
Dharmais .
8. Ibu dr. Sariningsih Hikmawati, Sp. Rad (K) selaku Kepala Instalasi
Radiologi RS Kanker Dharmais .

iii
9. Bapak Heri Wiranto, S.ST selaku Pembimbing Lapangan PKL 5 di Instalasi
Radiologi RS Kanker Dharmais .
10. Seluruh Dokter Spesialis Radiologi, Radiografer dan Staf Instalasi
Radiologi yang telah membimbing penulis dan memberikan ilmu yang
sangat berharga selama di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais.
11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya laporan kasus Praktek
Kerja Lapangan 5.
12. Teman-teman yang telah menjadi sahabat bahkan saudara baru selama
penulis menimba ilmu praktik klinik di RS Kanker Dharmais.
Penulis menyadari atas ketidaksempurnaan penyusunan laporan kegiatan
Praktek Kerja Lapangan ini. namun penulis tetap berharap laporan ini akan
memberikan manfaat bagi para pembaca. Demi kemajuan penulis, penulis juga
mengharapkan adanya masukan berupa kritik atau saran yang berguna. Terima
kasih.

Jakarta, November 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................3
C. Tujuan ........................................................................................................3
D. Manfaat Penulisan .....................................................................................3
E. Sistematika Penulisan. ...............................................................................4
BAB II ..................................................................................................................... 1
DASAR TEORI ...................................................................................................... 1
A. Anatomi dan Fisiologi ...............................................................................1
B. Patofis ........................................................................................................6
C. Prinsip Dasar MRI .....................................................................................6
D. Prosedur Pemeriksaan MRI Brain ...........................................................17
BAB III ................................................................................................................. 22
PEMBAHASAN ................................................................................................... 22
A. Hasil.........................................................................................................22
B. Pembahasan .............................................................................................30
BAB IV ................................................................................................................. 32
PENUTUP ............................................................................................................. 32
A. Kesimpulan ..............................................................................................32
B. Saran ........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sagital View, Cerebrum ........................................................................ 1


Gambar 2. Meninges dan meningeal spaces ........................................................... 4
Gambar 3. Urutan sequence pada pulse sequence spin echo . (Westbrook, 2019) 13
Gambar 4. Planning sekuen axial T1 dan T2 (Moeller, 2010) .............................. 19
Gambar 5. Planning sekuen DWI axial (Moeller, 2010) ...................................... 19
Gambar 6. Planning sekuen Coronal T1 dan T2 weighted ................................... 20
Gambar 7. Planning sekuen Sagital T1 dan T2 weighted ..................................... 20
Gambar 8. Pesawat MRI siemens di RS Kanker Dharmais .................................. 23
Gambar 9. Earplug RS Kanker Dharmais ............................................................ 23
Gambar 10. Komputer workstation dan operator console .................................... 24
Gambar 11. Head Coil RS Kanker Dharmais ....................................................... 24
Gambar 12. Localizer MRI Brain Axial ............................................................... 25
Gambar 13. Localizer MRI Brain Sagital ............................................................. 26
Gambar 14. Localizer MRI Brain Coronal ........................................................... 26
Gambar 15. Hasil Citra Axial Non Kontras .......................................................... 28

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktik kerja lapangan atau sering disebut dengan on the job training

merupakan model pelatihan yang bertujuan untuk memberikan kecakapan

yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan (Oemar

Hambalik, 2012). Kerja Lapangan (PKL) akan menambah kemampuan

untuk mengamati, mengkaji serta menilai antara teori dengan kenyataan

yang terjadi di lapangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas

mahasiswa dalam mengamati permasalahan dan persoalan, baik dalam

bentuk aplikasi teori maupun kenyataan yang sebenarnya.

Kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang ada pada saat ini

memberi kemudahan bagi para praktisi kesehatan untuk mendiagnosa

penyakit serta menentukan jenis pengobatan bagi pasien. Radiologi

memegang peranan penting dalam upaya penegakan diagnosa pada suatu

penyakit. Salah satu bentuk kemajuan tersebut adalah penggunaan alat MRI

(Magnetic Resonance Imaging) untuk melakukan pencitraan diagnosa

penyakit pasien tanpa menggunakan radiasi.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan suatu metode

diagnostik yang memanfaatkan medan magnet dan gelombang

radiofrekuensi sebagai metode yang digunakan untuk pencitraan organ

1
beserta struktur tubuh manusia. MRI memiliki beberapa keuntungan, salah

satunya adalah MRI tidak menggunakan radiasi pengion. Dan bersifat non-

invasif. MRI memanfaatkan sifat kemagnetan dengan melibatkan atom

hidrogen yang ada di dalam molekul air di seluruh jaringan tubuh. Frekuensi

yang digunakan biasanya 40-130 Mhz. MRI menghasilkan Citra jaringan

lunak yang lebih jelas dan detail dibandingkan dengan modalitas pencitraan

lain (Westbrook, 2016).

Otak adalah pusat kendali untuk mencatat sensasi,

menghubungkannya satu sama lain dan dengan informasi yang tersimpan,

membuat keputusan, dan mengambil tindakan. Otak terdiri dari empat

bagian utama yaitu batang otak, otak kecil, diencephalon, dan otak besar.

(Tortora dan Derrickson, 2017). Cerebellopontine Angle terletak di antara

superior dan inferior limb dari fisura cerebellopontine, celah sudut

berbentuk V, dibentuk oleh lipatan cerebellum di sekitar pons dan batang

cerebellar tengah. Antara 5 dan 10% dari semua tumor intrakranial terletak

di cerebellopontine angle. Tumor yang paling umum di CPA adalah

schwannoma vestibular, meningioma, dan tumor epidermoid. Schwannoma

vestibular menyumbang 75 sampai 85% dari semua tumor CPA (Asad dan

Yusuf, 2022).

Pada pemeriksaan MRI Brain untuk tumor, Moeller dan Reif

(2014) menyarankan untuk menggunakan sekuen axial T2 weighted, axial

T1 weighted, coronal T2 weighted fat saturation, Diffusion, weighted, T1

weighted contrast IV axial, T1 weighted contrast IV sagital dan T1 weighted

contrast IV coronal. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengkaji lebih

2
lanjut mengenai teknik pemeriksaan Radiologi MRI Brain dalam bentuk

Laporan Kasus dengan judul “Teknik Pemeriksaan MRI Brain Pada Kasus

Tumor Cerebellopontine Angle (CPA) Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

Kanker Nasional Dharmais”

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Prosedur Pemeriksaan MRI Brain Pada Kasus Tumor

Cerebellopontine Angle (CPA) Di Instalasi Radiologi RS Kanker

Dharmais?

C. Tujuan

Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan MRI Brain Pada Kasus Tumor

Cerebellopontine Angle (CPA) Di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi rumah sakit yaitu

dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan tindakan pemeriksaan

radiologi khususnya pemeriksaan MRI Brain Pada Kasus Tumor

Cerebellopontine Angle (CPA) Di Instalasi Radiologi RS Kanker

Dharmais

3
2. Bagi Akademik

Sebagai sumber pustaka bagi mahasiswa baik di lingkup regional

maupun nasional khususnya mengenai pemeriksaan MRI Brain Pada

Kasus Tumor Cerebellopontine Angle (CPA).

3. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai prosedur

pemeriksaan MRI Brain.

E. Sistematika Penulisan.

Untuk mempermudah dalam memahami inti permasalahan yang dibahas,

maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Dasar Teori yang meliputi Anatomi dan Fisiologi Brain,

Patofisiologi Tumor Cerebellopontine Angle (CPA), Dasar – Dasar MRI,

Teknik Pemeriksaan MRI Brain.

BAB III : Hasil dan Pembahasan yang berisi Identitas Pasien, Riwayat

Penyakit, Persiapan Pasien, Persiapan Alat, Prosedur Pemeriksaan, Hasil

Pemeriksaan MRI Brain dan Pembahasan Kasus.

BAB IV : Kesimpulan dan Saran

Daftar Pustaka

Lampiran - Lampiran

4
BAB II

DASAR TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi

Otak orang dewasa terdiri dari empat bagian utama : batang otak,

otak kecil, diencephalon, dan otak besar. Batang otak bersambung dengan

sumsum tulang belakang dan terdiri dari medula oblongata, pons, dan otak

tengah. Posterior batang otak adalah otak kecil. Di atas batang otak adalah

diencephalon, yang terdiri dari thalamus, hipotalamus, dan epithalamus.

Diencephalon dan batang otak didukung oleh otak besar, yang merupakan

bagian terbesar dari otak (Tortora dan Derrickson, 2017).

Keterangan :
1. Diencephalon
(Thalamus)
2. Hypothalamus
3. Pineal gland
4. Brainstem (Mid
Brain)
5. Pons
6. Medulla Oblongata
Gambar 1. Sagital View, Cerebrum 7. Cerebellum
(Tortora dan Derrickson, 2017) 8. Spinal cord
9. Pituitary gland
10. Cerebrum

1
1. Bagian Bagian Otak

a. Cerebrospinal Fluid (CSF)

Cairan serebrospinal (CSF) adalah cairan bening dan tidak

berwarna terutama terdiri dari air yang melindungi otak dan

sumsum tulang belakang dari cedera kimia dan fisik. CSF

membawa sejumlah kecil oksigen, glukosa, dan bahan kimia lain

yang dibutuhkan dari darah ke neuron dan neuroglia. CSF terus

bersirkulasi melalui rongga di otak dan sumsum tulang belakang

serta di sekitar otak dan sumsum tulang belakang di ruang

subarachnoid (ruang antara arachnoid mater dan pia mater)

(Tortora dan Derrickson, 2017) .

b. Brainstem (Batang Otak)

Batang otak adalah bagian otak antara sumsum tulang belakang

dan diencephalon. Batang otak terdiri dari tiga struktur : medula

oblongata, pons, dan otak tengah (Tortora dan Derrickson,

2017).

1) Medula oblongata

Medula oblongata, atau lebih sederhananya medula,

bersambung dengan bagian superior dari sumsum tulang

belakang. Ia membentuk bagian inferior batang otak.

Medula dimulai dari foramen magnum dan meluas ke batas

inferior pons, dengan jarak sekitar 3 cm (1,2 inci) (Tortora

dan Derrickson, 2017)

2
2) Pons

Pons terletak tepat di atas medula dan anterior serebelum

dan panjangnya sekitar 2,5 cm (1 inci)

3) Otak Tengah

Otak tengah atau mesencephalon memanjang dari pons ke

dan panjangnya sekitar 2,5 cm (1 in.). Saluran air otak tengah

(saluran air otak) melewati otak tengah, menghubungkan

ventrikel ketiga di atas dengan ventrikel keempat di bawah.

Seperti medula dan pons, otak tengah mengandung inti dan

saluran (Tortora dan Derrickson, 2017).

c. Cerebellum

Cerebellum (Otak kecil), yang kedua setelah otak besar,

menempati aspek inferior dan posterior rongga tengkorak.

Seperti otak besar, otak kecil memiliki permukaan yang sangat

terlipat yang sangat meningkatkan luas permukaan korteks gray

matter, lebih banyak neuron. Otak kecil menyumbang sekitar

sepersepuluh dari massa otak namun mengandung hampir

setengah dari neuron di otak. Otak kecil berada di posterior

medula dan pons dan lebih rendah dari bagian posterior otak

besar (Tortora dan Derrickson, 2017).

3
d. Dienchepalon

Diencephalon membentuk inti pusat jaringan otak tepat di atas

otak tengah. Hampir sepenuhnya dikelilingi oleh belahan otak

dan mengandung banyak inti yang terlibat dalam berbagai

macam pemrosesan sensorik dan motorik antara pusat otak yang

lebih tinggi dan yang lebih rendah. Diencephalon meluas dari

batang otak ke otak besar dan mengelilingi ventrikel ketiga ;

yang termasuk thalamus, hipotalamus, dan epithalamus (Tortora

dan Derrickson, 2017).

e. Cerebrum

Otak besar terdiri dari korteks serebral luar, wilayah internal

materi putih otak, dan inti materi abu-abu jauh di dalam materi

putih (Tortora dan Derrickson, 2017)

2. Lapisan-lapisan otak

Otak dan spinal cord dilindungi oleh tiga membran yang disebut

meninges. Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu (1) dura mater, (2)

arachnoid, dan (3) pia mater (Bontrager’s 2018).

Keterangan :
1. Subdural space
2. Sub arachnoid
space
3. Dural sinus
4. Arachnoid
Granulation
Gambar 2. Meninges dan meningeal spaces 5. Duramater
6. Arachnoidmater
(Bontrager’s 9th Edition)
7. Piamater

4
a. Duramater

Selaput terluar adalah dura mater. Selaput otak yang kuat ini terdiri

dari dua lapis yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Kedua

lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali tempat- tempat tertentu

yang disebut venous sinuses atau dura mater sinuses. Lapisan dalam

dari dura mater di bawah sinus ini bergabung untuk membentuk falx

serebri.

b. Arachnoid

Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus,

yang menutupi otak dan terletak diantara piamater dan duramater.

Membran ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial yaitu

spatium subdurale, dan dari piamater oleh cavum subarachnoid

yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid

space ) merupakan suatu rongga/ ruangan yang dibatasi oleh

arachnoid di bagian luar dan piamater pada bagian dalam.

c. Piamater

Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum

tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus . Piamater ini

merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri dari

jaringan penyambung yang halus serta dilalui pembuluh darah yang

memberi nutrisi pada jaringa saraf. Selaput ini berfungsi untuk

mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan kedalam

susunan saraf pusat.

5
B. Patofis

Tumor CPA sebagian besar jinak, tumor ini tumbuh lambat dengan potensi

keganasan yang rendah (~1%). Etiologi schwannoma vestibular masih

belum diketahui.

1. Schwannomas adalah lesi utama saraf kranial yang melibatkan

trigeminal, wajah, glossopharyngeal, vagus, dan kadang-kadang

bahkan saraf kranial aksesori.

2. Meningioma timbul dari proliferasi sel meningotel arachnoid, paling

sering dari dura tulang temporal petrosa atau meatus auditori

internal.

3. Tumor epidermoid timbul dari salah penempatan kongenital sel

ektodermal selama penutupan tabung saraf.

4. Kista arachnoid adalah kista berisi cairan serebrospinal yang muncul

dari pemecahan membran arachnoid embrionik.

Antara 5 dan 10% dari semua tumor intrakranial terletak di

cerebellopontine angle. Tumor yang paling umum di CPA adalah

schwannoma vestibular, meningioma, dan tumor epidermoid.

Schwannoma vestibular menyumbang 75 hingga 85% dari semua tumor

CPA.

C. Prinsip Dasar MRI

1. Pengertian MRI

MRI adalah suatu metode pencitraan diagnostik yang dapat

menampilkan informasi anatomis dalam bentuk berbagai irisan

6
langsung (multiplanar) dengan memanfaatkan pengaruh pemberian

pulsa radiofrekuensi kedalam tubuh pasien di dalam medan magnet luar

yang kuat.

Gambaran tersebut diperoleh dari interaksi atom hydrogen dalam

medan magnet dan gelombang radio. Interaksi dimulai dengan

meletakkan atom hydrogen ke dalam medan magnet. Di dalam medan

magnet ini kutub – kutub atom akan menjadi searah dengan medan

magnet, kemudian dengan menggunakan sinyal radio frekuensi pada

bidang tertentu yang dipilih, maka inti atom akan menyerap energy.

(Westbrook 2019)

2. Instrumen Dasar MRI

a. Magnet Utama

Magnet utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet

berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh

sehingga menimbulkan magnetisasi. (Westbrook 2019).

Beberapa jenis magnet utama, antara lain :

b. Magnet Permanen

Magnet permanen terbuat dari beberapa lapis batang keramik

ferromagnetik dan memiliki kuat medan magnet maksimal 0,3

Tesla. Magnet ini di rancang dalam bentuk tertutup maupun

terbuka (C shape) dengan arah garis magnetnya adalah antero-

posterior.

7
c. Magnet Resistif

Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan memberikan

arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet yang mampu

dihasilkan mencapai 0,3 Tesla.

d. Magnet Super Conductor

Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet hingga

berkekuatan 0,5 Tesla-3.0 Tesla, dan sekarang banyak dipakai

untuk kepentingan klinik. Helium cair digunakan untuk

mempertahankan kondisi superkonduktor agar selalu berada pada

temperatur yang diperlukan.

e. Koil Gradien

Koil gradien dipakai untuk membangkitkan medan magnet gradien

yang berfungsi untuk menentukan irisan, pengkodean frekuensi,

dan pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus,

yaitu bidang x,y, dan z. Peranannya akan saling bergantian

berkaitan dengan potongan yang dipilih yaitu aksial, sagital atau

coronal. Gradien ini digunakan untuk memvariasikan medan pada

pusat magnet yang terdapat tiga medan yang saling tegak lurus

antara ketiganya (x,y,z).

Kumparan gradien dibagi 3, yaitu (Westbrook, 2019) :

a. Kumparan gradien pemilihan irisan (slice) – Gz

b. Kumparan gradien pemilihan fase encoding - Gy

c. Kumparan gradien pemilihan frekuensi encoding - Gx

8
f. Koil Radiofrekuensi

Koil radio frekuensi (RF Coil) terdiri dari 2 yaitu koil pemancar

dan koil penerima. Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan

gelombang radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi

eksitasi, sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal

output setelah proses eksitasi terjadi.

Koil RF dirancang untuk sedekat mungkin dengan obyek agar

sinyal yang diterima memiliki amplitudo besar. (Westbrook, 2019)

Beberapa jenis koil RF diantaranya :

a. Koil Volume (Volume Coil)

b. Koil Permukaan (Surface Coil)

c. Koil Linier

d. Koil Kuadrat

e. Phase Array Coil

3. Parameter MRI

a. Parameter waktu (pulse timing parameters)

Parameter waktu terdiri dari Time Repetition (TR) dan Time Echo

(TE). Time Repetition (TR) adalah interval waktu antara

pengulangan dua pulsa yang sama, sedangkan Time Echo (TE)

adalah interval waktu dari saat terakhir eksitasi pulsa RF diberikan

sampai terdeteksinya puncak sinyal ekho gradien. Pada teknik

gradien ekho, TR dan flip angle (FA) mengontrol sejumlah T1

relaksasi yang terjadi sebelum pulsa berikutnya diaplikasikan.

Sementara TE mengontrol T2* sebelum ekho gradien ditangkap

9
koil. Berbeda dengan T2, T2* adalah peluruhan magnetisasi

transversal yang sangat dipengaruhi oleh medan magnet luar dan

disperse magnetik. Nilai T2* selalu lebih kecil dari pada T2.

(Westbrook, 2019)

b. Sudut Balik = Flip Angle (FA)

FA adalah sudut yang ditempuh Net Magnetisation Vector (NMV)

pada waktu relaksasi. Nilai FA akan mempengaruhi kekontrasan

gambar, dimana besar kecilnya dapat dibagi menjadi:

1) Sudut balik kecil (5° – 30°)

Sudut balik kecil menghasilkan magnetisasi longitudinal besar

setelah aplikasi pulsa RF sehingga dapat mepersingkat waktu.

Sudut kecil juga menyebabkan magnetisasi transversal bernilai

kecil sehingga komponen steady state kecil pula. Steady State

merupakan kondisi dimana TR lebih pendek dari waktu T1 dan T2

tissue. Keadaan seperti ini akan mengurangi pembobotan T2*.

Hasil gambar lebih didominasi oleh pembobotan Proton Density

(PD) jika TR panjang dan TE pendek. Oleh karena itu untuk

memperoleh pembobotan T2* TR dan TE harus panjang.

(Westbrook, 2019)

2) Sudut balik besar

Sudut balik besar (75°– 90°, menurut Hashemi dan 70°-110°,

menurut Westbrook) akan menghasilkan perbedaan T1

karakteristik dua jaringan dengan baik. Untuk memperoleh

10
pembobotan T1 maka perbedaan T1 jaringan harus maksimal dan

perbedaan T2 nya harus minimal. (Westbrook, 2019)

3) Sudut balik sedang (30° – 60°)

Jika pada pembobotan T1 memerlukan FA yang besar, maka pada

pembobotan T2* diperoleh dengan peningkatan steady state. Jika

TR pendek (+ 10 milidetik) maka NMV tidak cukup untuk

melakukan peluruhan magnetisasi transversal sebelum pulsa

berikutnya. Sehingga sisa magnetisasi transversal berkontribusi

terhadap sinyal berikutnya. TR pendek meningkatkan pembobotan

T2*, sedangkan TE yang pendek akan mengurangi pembobotan

T2*. (Westbrook, 2019)

c. Matriks

Matriks adalah jumlah elemen gambar (piksel) dalam satu FOV

(field of view). Ukuran matriks ditentukan oleh dua sisi gambar,

yaitu sisi yang berhubungan dengan jumlah sampel frekuensi yang

diambil, dan sisi yang berhubungan dengan fase enkoding yang

dibentuk. Misalnya matrik 256 x 192, ini berarti bahwa ada 256

sampel frekuensi yang diambil selama readout dan sebanyak 192

fase enkoding yang dibentuk. Banyaknya sampel frekuensi dan

fase enkoding menentukan banyaknya piksel dalam FOV. Matriks

kasar memiliki sedikit piksel dalam FOV, sedangkan matriks halus

berarti banyak piksel dalam FOV. (Westbrook, 2019)

11
d. Number of Excitation (NEX)

NEX adalah nilai yang menunjukkan jumlah kelipatan data yang

dicatat selama akuisisi dengan amplitudo dan fase enkoding yang

sama. NEX mengontrol sejumlah data yang masing-masing

disimpan dalam lajur K space. Data tersebut terdiri dari sinyal dan

derau (noise). Sinonim NEX adalah NSA, Nacq = NA (number of

acquisition) atau average.

K space merupakan area frekuensi spasial dimana sinyal berupa

frekuensi yang berasal dari pasien akan disimpan. K space

berbentuk segiempat dimana sisi horisontal adalah sumbu fase

sedangkan sisi vertikal adalah sumbu frekuensi. Dalam K space

frekuensi diukur dengan satuan radians per cm. (Westbrook, 2019)

e. Bandwidth

Bandwidth adalah frekuensi audible yang berada pada rentang

frekuensi RF. Frekuensi bandwidth akan dimodulasikan pada

center frequency pulsa RF yang akan dikirimkan ke pasien pada

center Larmor frequency untuk menentukan ketebalan potongan.

(Westbrook, 2019)

4. Sistem Komputer

Sistem komputer bertugas sebagai pengendali diri dari sebagian besar

peralatan MRI. Dengan kemampuan piranti lunak yang besar komputer

mampu melakukan tugas-tugas multi (multi tasking), diantaranya

adalah operator input, pemilihan slice, kontrol sistem gradien, kontrol

sinyal RF dan lain-lain. Komputer juga berfungsi untuk mengolah

12
sinyal hingga menjadi citra MRI yang dapat dilihat pada layar monitor,

disimpan ke dalam piringan magnetik, atau bisa langsung dicetak.

5. Sekuen

a. Spin Echo

1) Pengertian Spin Echo

Spin echo konvensional adalah sekuen yang paling banyak

digunakan pada pemeriksaan MRI. Pada spin echo

konvensional, segera setelah pulsa RF 90 diberikan, sebuah

Free Induction Decay segera terbentuk. Dengan menggunakan

kekuatan radio frekuensi yang sesuai, akan terjadi transfer

NMV bersudut 900 kemudian diikuti dengan rephasing pulse

bersudut 1800. (Westbrook, 2019)

Gambar 2.7. Urutan sequence pada pulse sequence spin echo .

(Westbrook, 2019)

Spin Echo

gradient
frequency encode readout

 RF pulse  RF pulse

signal

FID spin
echo

2) Parameter Spin Echo

Time Echo (TE) adalah waktu antara eksitasi pulsa dengan echo

yang terjadi.Time Repetition (TR) adalah waktu antara masing-

masing eksitasi pulsa.

Gambar 3. Urutan sequence pada pulse


sequence spin echo . (Westbrook, 2019)

13
Waktu relaksasi T1 berkaitan kembalinya NMV ke posisi asal

sudut 900. Dengan memvariasikan TR dan TE, sekuen dapat

digunakan untuk menandai kontras T1 atau T2 atau hanya

untuk melihat spin density. Perpaduan antara TR dan TE

dengan nilai-nilai T1 dan T2 yang dimiliki oleh jaringan inilah

yang menyebabkan terjadinya pembobotan weighting. Jika

digunakan TE panjang, maka perbedaan waktu T2 pada

jaringan akan menjadi tampak. Jaringan dengan T2 yang

panjang (misalnya air) akan membutuhkan waktu yang lebih

panjang untuk meluruh (mengalami decay) sehingga sinyalnya

akan tampak lebih terang pada citra dibandingkan sinyal dari

jaringan dengan T2 yang pendek (lemak). Dengan cara yang

sama, TR mengontrol kontras T1, maka jaringan dengan T1

panjang (air) akan membutuhkan waktu yang lebih panjang

untuk kembali ke nilai magnetisasi semula. Oleh karena itu

dengan T1 panjang akan membuat jaringan tampak lebih gelap

dibandingkan jaringan dengan T1 pendek (lemak). Secara

ringkas, pembobotan T2 membutuhkan TE dan TR panjang,

pembobotan T1 membutuhkan TE dan TR pendek, sedangkan

pada proton density membutuhkan TE pendek dan TR yang

panjang. (Westbrook, 2019)

14
b. Fast Spin Echo (FSE)

1) Pengertian Fast Spin Echo

Fast spin echo adalah spin echo tapi dengan waktu scanning yang

dipersingkat. Waktu scanning dipersingkat dengan melakukan

lebih dari satu phase enchode per TR yang dikenal dengan echo

Train Length yakni aplikasi beberapa RF pulse per TR dan pada

masing-masing rephasing atau refocusing dihasilkan satu echo

sehingga dapat melakukan phase enchode yang lain. (Westbrook,

2019)

2) Parameter FSE

) Echo Train Length (ETL) Yaitu jumlah rephasing pulsa atau

multiple pulsa 180 dalam setiap TR. Nilai ETL atau turbo

factor yang dapat digunakan saat ini berkisar antara 2 sampai

dengan 32. (Westbrook, 2019)

) Echo Train Spacing (ETS) dan effective Time Echo (ETE)

Yaitu waktu antara echo atau antar pulsa 180 atau waktu

interval antara aplikasi RF 180 pada FSE. Biasanya nilai

ETS berkisar antara 16 – 20 ms. Effective TE yaitu waktu

antara echo dan pulsa RF yang menyebabkannya.

(Westbrook, 2019)

c. Inversion Recovery (IR)

1) Pengertian Inversion Recovery (IR).

Inversion recovery (IR) merupakan variasi sekuen dari spin echo

sekuen. Inversion recovery memberikan gambaran dengan T1

15
weighting yang lebih gelap. Basic sekuennya 180 – 90 – 180,

waktu yang diperlukan dari aplikasi 180 ke 90 dikenal dengan

Time Inversion (TI) atau TAU. Kontras gambar tergantung pada

panjang pendeknya TI. (Westbrook, 2019)

2) Macam – macam Inversion Recovery

a) Short Tau Inversion Recovery (STIR)

STIR merupakan pulsa sekuen Inversion Recovery yang

menekan lemak dengan Time Inversion (TI)=T1 Ln 2,

dimana sinyal dari lemak adalah nol.

Biasanya pada T1 lemak akan tampak terang, sedangkan

pada STIR lemak akan tampak gelap. (Westbrook, 2019)

Parameter STIR :

• Short TI = 150 – 175 ms

• Short TE = 10 – 30 ms

• Long TR = 2000 ms +

• Scan time = 5 – 15 menit

• Bila dengan FSE, waktunya akan lebih singkat.

b) Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)

FLAIR merupakan pulsa sekuen Inversion Recovery yang

menekan cairan. FLAIR menggunakan long TI untuk bisa

menjadikan air nol. Cairan biasanya akan tampak terang pada

T2 SE, sedangkan pada FLAIR cairan akan tampak gelap

pada T2. (Westbrook, 2019)

Parameter FLAIR :

16
• Long TI = 1700 – 2200 ms

• Long TE atau Short TE tergantung dengan

pembobotannya.

• Long TR = 6000 ms +

• Scan Time = 13 – 20 menit.

D. Prosedur Pemeriksaan MRI Brain

1. Indikasi Pemeriksaan MRI Brain (Mara, 2018)

a. Transient Ischaemic Attack (TIA), Cerebrovascular Attack

(CVA)

b. Infeksi (meningitis, encephalitis, HIX, AIDS, TB)

c. Penurunan kemampuan kognitif, gangguan neuro degenerative,

demensia

d. Multiple sclerosis

e. Penurunan kesadaran, kejang, epilepsy.

f. Tumor otak, metastase, abses

g. Lesi celebellar, brainstem

h. Kelainan bawaan

i. Follow up post operatif

j. Kelainan pembuluh darah

k. Sakit kepala

l. Perdarahan

m. Trauma

n. Ataxia

17
o. Stroke Non Hemoragik

2. Kontra Indikasi (Mara, 2018)

a. Pasien dengan implant (alat pacu jantung, alat bantu dengar,

neurostimulator)

b. Pasien dengan klip aneurisma (kecuali bahan titanium)

c. Kehamilan

d. Pasien dengan riwayat operasi clip ferromagnetic

e. Benda asing pada mata

3. Persiapan Pasien (Mara, 2019)

a. Meminta pasien untuk melepas semua benda logam termasuk,

kunci, koin, dompet, kartu ATM, perhiasan, jepit rambut, alat

bantu dengar.

b. Pasien tidak claustrophobia.

c. Menjalaskan prosedur pemeriksaan secara singkat.

d. Mengarahkan pasien untukmeminimalisir pergerakan.

e. Mencatat berat badan pasien.

f. Memberi pasien earplug.

4. Positioning (Mara, 2019)

a. Pasien supine dengan orientasi head first.

b. Memosisikan pasien pada coil kepala dan memberikan alat

imobilisasi untuk kenyamanan pasien.

c. Mengatur laser beam pada glabella.

18
5. Protokol, parameter dan planning

a. Planning Axial T1 dan T2-Weighted dan axial T1 contrast iv

Gambar 4. Planning sekuen axial T1 dan T2 (Moeller, 2010)


Planning transversal dilakukan pada irisan sagittal dan

coronal.Pada irisan sagittal, garis diatur agar sejajar genu dan

splenium corpus callosum. Irisan dimulai dari vertex sampai

dengan foramen magnum. Pada irisan coronal, garis diatur tegak

lurus dengan ventrikel ketiga dan brainstem.

b. Planning Axial DWI

Gambar 5. Planning sekuen DWI axial (Moeller, 2010)


Planning dilakukan pada irisan sagittal dan coronal. Pada irisan

sagittal, garis diatur sejajar dengan glabella-foramen magnum.

Sudut ini dimaksudkan untuk mengurangi flow artefak pada

sinus paranasal. Irisan dimulai dari vertex sampai foramen

19
magnum. Pada irisan coronal, garis diatur agar tegak lurus

ventrikel ketiga dan brainstem.

c. Planning Coronal T1, T2 weighted dan coronal T1 contrast iv

Gambar 6. Planning sekuen Coronal T1 dan T2 weighted


Planning dilakukan pada irisan sagittal dan axial. Pada irisan

sagittal, garis diatur tegak lurus dengan brainstem. Pada irisan

axial, garis diatur tegak lurus mid line brain. Irisan mencakup

sinus frontalis sampai protubenransia occipital.

d. Planning Sagital T1,T2 weighted dan T1 contrast iv

Gambar 7. Planning sekuen Sagital T1 dan T2 weighted


Planning dilakukan pada irisan coronal dan transversal. Pada

irisan transversal, garis diatur sejajar dengan mid line brain.

20
Pada irisan coronal, garis diatur sejajar ventrikel ketiga dan

brainstem. Irisan mencakup kedua lobus temporalis.

21
BAB III
PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Profil Kasus

Nama pasien : Nn.X

Umur : 21 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No.Rekam Medis : 294***

Tanggal : 10 November 2021

Pemeriksaan : MRI Brain Kontras

Klinis : Post. Craniotomi ec Tumor CPA

Schwannoma dextra post vp shunt

Dokter pengirim : dr. Arwinder Singh, Sp.BS, M.Kes

Dokter Radiologi : dr. Sariningsih Hikmawati, Sp. Rad (K)

2. Kronologi Riwayat Pasien

Pasien datang ke Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais dengan

diantar oleh keluarganya dengan membawa lembar permintaan

tindakan radiologi. Pada lembar permintaan tersebut, tertulis

permintaan pelayanan radiologi untuk dilakukan pemeriksaan MRI

Brain kontras. Pasien datang ke Instalasi Radiologi dalam keadaan

duduk dikursi roda dan kooperatif. Dikarenakan pemeriksaan MRI

diharuskan steril dari benda - benda yang mengandung logam, maka

pasien dipindahkan ke kursi roda khusus MRI serta pasien mengganti

baju pemeriksaan terlebih dahulu dan operator memastikan tidak ada

22
benda logam lagi pada tubuh pasien seperti anting, kalung dan lain-lain,

kemudian penulis melakukan anamnesa pasien terhadap keluarga

pasien.kemudian penulis menjelaskan prosedur pemeriksaan secara

singkat.

3. Persiapan Pasien

Perawat atau Radiografer menerima form permintaan pemeriksaan

radiologi dari front liner. Kemudian dilakukan identifikasi meliputi

nama pasien, tanggal lahir, nomor RM, jenis pemeriksaan dan diagnose

sementara. Selanjutnya pasien diminta untuk mengisi form screening,

buang air kecil, dan berganti baju.

4. Persiapan Alat

a. Pesawat MRI Siemens Magnetom Avanto 1,5 T

Gambar 8. Pesawat MRI siemens di RS Kanker Dharmais


b. Earplug

Gambar 9. Earplug RS Kanker Dharmais

23
c. Computer Workstation dan Operator console

Gambar 10. Komputer workstation dan operator console


d. Head Coil

Gambar 11. Head Coil RS Kanker Dharmais


5. Pelaksanaan Teknik Pemeriksaan

a. Radiographer menerima form permintaan dari front liner atau

admin kemudian dilakukan input data melalui worklist PACS

dengan memasukkan nomor RM pasien dan memilih

pemeriksaan yang akan dilakukan serta scan barcode operator.

Dengan demikian tidak perlu dilakukan isi data secara manual

pada operator console karena pasien sudah terdaftar melalui

worklist PACS. Apabila tidak dapat dilakukan barcode,

dilakukan secara manual.

24
b. Petugas memanggil nama pasien dan mencocokkan data pasien

dengan menanyakan nama, nomor RM dan tanggal lahir.

c. Pasien masuk kedalam ruang pemeriksaan dan diposisikan head

first kemudian dipasang earplug, coil neck dan coil head.

d. Pasien diposisikan batas atas pada glabella. Pasien

diinstruksikan untuk tidak bergerak selama pemeriksaan.

e. Untuk membuka data schedule pada operator console pilih tab

Patient –> Browser –> Schedule –> double klik pada nama

pasien. Kemudian akan muncul data primer yang telah diinput

dari worklist PACS dan ada beberapa data yang harus

dilengkapi seperti berat badan, jenis pemeriksaan, orientasi

pasien, dokter pengirim, dan nama operator. Setelah itu klik

Exam –> Continue. Pilih protocol Brain dan masukkan sekuen

yang akan digunakan.

f. Akan muncul tiga localizer, untuk mendapatkan gambaran

umum dari potongan axial, sagital dan koronal dari daerah

Brain.

Gambar 12. Localizer MRI Brain Axial

25
Gambar 13. Localizer MRI Brain Sagital

Gambar 14. Localizer MRI Brain Coronal


Kemudian lakukan penyesuaian parameter dengan mengubah

FOV phase dan dist factor serta penyesuaian potongan axial

berdasarkan localizer sagittal coronal, potongan sagittal

berdasarkan localizer axial coronal, dan potongan coronal

berdasarkan localizer axial sagittal. Pastikan objek tidak

terpotong dan menggunakan FOV yang cukup agar tidak terjadi

aliansing.

g. Terdapat beberapa sekuen yang digunakan yaitu : T2 TSE Tra,

T2 Tirm Transversal, T1 SE Axial, Diffusion, T2 TSE Coronal,

T2 TSE Sagital T1 weighted contrast IV axial, T1 weighted

contrast IV sagital dan T1 weighted contrast IV coronal. .

h. Periksa citra sebelum lanjut ke sekuen berikutnya.

i. Buat topogram untuk masing-masing potongan dan lakukan

filming dengan ukuran 6 x 9 atau 6 x 10.

j. Cetak film dan kirim data ke PACS.

26
27
6. Hasil Citra

Gambar 15. Hasil Citra Axial Non Kontras

28
Gambar 16. Hasil citra MRI contrast iv
7. Hasil Expertise Radiolog

Status : Post Craniotomi

Tanpa foto lama sebagai pembanding

MRI BRAIN :

Telah dilakukan pemeriksaan MRI Brain, T1, T2 , FLAIR, DWI dan

ADC potongan aksial, sagital dan koronal, dengan T1 kontras.

Tampak lesi inhomogen post kontras, berlobulasi disertai perifokal

edema pada CPA kanan ukuran 4 x 3.88 cm, berhubungan dengan

canalis acusticus internus kanan, mendesak ventrikel IV dan pons.

Ventrikel lateral, III dilatasi tidak dilatasi. Terpasang VP shunt

29
dengan ujung interventrikel lateral. Tidak tampak deviasi midline.

Tidak tampak intensitas patologis pada hemisfer cerebri. Bulbus

okuli dan N.Optikus simetris. Tampak hiperintensitas T2 pada

mastoid air cell kanan, kiri baik. Sinus paranasalis bersih.

Kesan : Massa CPA kanan yang berhubungan dengan canalis

acusticus internus kanan dan mendesak ventrikel IV dan pons,

suspek schwanoma. Tidak tampak tanda hidrosefalus obstruktif.

B. Pembahasan

Teknik pemeriksaan MRI Brain dengan indikasi tumor cerebellopontine

angle (CPA) di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais sama dengan

teknik pemeriksaan yang ada di teori/literature. Perbedaan yang ada

disebabkan karena kondisi alat, variasi parameter, dan kondisi pasien.

Namun hal tersebut bertujuan agar mendapatkan kualitas citra yang baik dan

memiliki informasi diagnostic. Secara umum teknik pemeriksaannya sama

dengan Moeller dari persiapan pasiennya, yaitu dilakukan screening logam

pada pasien serta mengganti baju dengan baju yang sudah disediakan oleh

rumah sakit. Kemudian petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada

pasien, dan pasien diminta tidak bergerak selama pemeriksaan sehingga

dapat mengurangi motion artifact. Telinga pasien ditutup dengan ear plug

atau ear protector. Setelah memposisikan pasien, petugas kembali ke

operator console untuk membuka data schedule pada operator console

dengan memilih tab Patient –> Browser –> Schedule –> double klik pada

30
nama pasien. Kemudian akan muncul data primer yang telah diinput dari

worklist PACS dan ada beberapa data yang harus dilengkapi seperti berat

badan, jenis pemeriksaan, orientasi pasien, dokter pengirim, dan nama

operator. Setelah itu klik Exam –> Continue. Pilih protocol Brain NC

kemudian muncul tiga localizer, untuk mendapatkan gambaran umum dari

potongan axial, sagital dan koronal dari daerah kepala. Terdapat beberapa

sekuen yang digunakan yaitu, sekuen axial T2 weighted, axial T1 weighted,

coronal T2 weighted fat saturation, Diffusion, weighted. Parameter diatur

dengan mengacu pada localizer yang sudah ada. Variasi parameter yang

dilakukan yaitu, menambah FOV phase dan dist factor agar objek tidak

terpotong. Selanjutnya dapat dilakukan Copy Parameter untuk sekuen

berbeda pada masing-masing potongan yang sama. Hasil citra diperiksa

sebelum lanjut ke sekuen berikutnya, apabila terjadi motion artefact atau

artefact yang lain, dapat dilakukan pengulangan. Pada tahap filming,

topogram dibuat untuk masing-masing potongan, hanya sekuen axial T2

TIRM weighted, axial T1 weighted, Diffusion b1000, T1 weighted contrast

IV axial, T1 weighted contrast IV sagital dan T1 weighted contrast IV

coronal. . Filming dilakukan dengan ukuran 6 x 9 atau 6 x 10 kemudian

cetak dan kirim ke PACS.

31
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teknik pemeriksaan MRI Brain pada kasus Tumor Cerebellopontine

Angle (CPA) di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais menggunakan

protocol Brain NC dengan posisi pasien head first dan batas atas pada

glabela. Sekuen yang digunakan antara lain axial T2 weighted, axial T1

weighted, coronal T2 weighted fat saturation, Diffusion, weighted T1

weighted contrast IV axial, T1 weighted contrast IV sagital dan T1

weighted contrast IV coronal. . Variasi parameter dilakukan dengan

menambah FOV phase dan dist factor agar citra tidak terpotong dan tidak

terjadi aliansing.. Pada filming, topogram dibuat untuk masing-masing

potongan, hanya sekuen axial T2 TIRM weighted, axial T1 weighted,

Diffusion b1000 ,T1 weighted contrast IV axial, T1 weighted contrast IV

sagital dan T1 weighted contrast IV coronal. yang dicetak. Hasil citra

dicetak dan dikirim ke PACS.

B. Saran

Variasi parameter dapat dilakukan dengan, mengubah FOV phase, dist

factor, dan pengurangan Time Repetition (TR). Pengurangan TR dapat

mengurangi waktu scanning dan dapat mengurangi motion artefact.

Namun dalam mengubah parameter perlu diperhatikan SNR citra.

32
Diperlukan kombinasi yang tepat untuk mengatur parameter tersebut agar

kualitas citra baik dan memiliki informasi diagnostic yang maksimal.

33
DAFTAR PUSTAKA

Moeller Torsten, Reif Emil. 2014. MRI Parameters and Positioning

2nd Edition. Germany : Thiem e Verlag

Westbrook Catherine, Talbot John. 2019. MRI In Practice. USA :

John Wiley & Sons Ltd.

Mara Cercignani, G Nicholas. 2018. Quantitatve, MRI of the Brain.

USA : CRC Press

Samii, Madjid; Gerganov, Venelin (2013). Surgery of

Cerebellopontine Lesions || Microsurgical Anatomy of the Cerebellopontine

Angle by the Retrosigmoid Approach. , 10.1007/978-3-642-35422-9(Chapter 2),

9–72.doi:10.1007/978-3-642-35422-9_2

Asad M. Lak; Yusuf S. Khan. 2022. Cerebellopontine Angle Cancer.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559116/

34

Anda mungkin juga menyukai