Anda di halaman 1dari 41

TEKNIK PEMERIKSAAN MRI BRAIN KONTRAS PADA KASUS

TUMOR CEREBELLOPONTINE ANGLE (CPA) DI


INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT
KANKER NASIONAL DHARMAIS

Laporan Kasus
Disusun untuk memenuhi tugas praktik lapangan kerja V

Disusun oleh :
Nama : M. Abdullah Rizal
NIM : P1337430222186
Kelas : AJ KS Banyumas

PRODI TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN


PROGRAM SARJANA TERAPAN
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SEMARANG
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas mata
kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) 5 atas mahasiswa Program Studi Teknik
Radiologi Pencitraan Program Sarjana Terapan Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang yang
bernama :
Nama : M. Abdullah Rizal
NIM : P1337430222186
Kelas : AJ KS Banyumas
Judul Laporan : “TEKNIK PEMERIKSAAN MRI BRAIN KONTRAS
PADA KASUS TUMOR CEREBELLOPONTINE ANGLE (CPA) DI
INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT KANKER NASIONAL
DHARMAIS”

Jakarta, Desember 2021


Clinical Instructure

Heri Wiranto, S.ST

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus
yang berjudul “Teknik Pemeriksaan MRI Brain Kontras Pada Kasus Tumor
Cerebellopontine Angle (CPA) Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Kanker
Nasional Dharmais ”.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) 5 Program Studi Teknologi
Radiologi Pencitraan Program Sarjana Terapan Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang, yang
dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober-25 November 2022 di Instalasi Radiologi
RS Pusat Kanker Nasional Dharmais.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat yang tak terkira
2. Kedua Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis
3. Bapak Marsum, B.E., S.Pd., MHP., selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Semarang.
4. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes. selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang.
5. Ibu Dartini, SKM, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Teknologi Radiologi
Pencitraan Program Sarjana Terapan.
6. Dosen pengajar serta staf Program Studi Sarjana Terapan Teknologi
Radiologi Pencitraan Poltekkes Kemenkes Semarang.
7. Bapak dr. R. Soeko W. Nindito D, MARS selaku Direktur RS Kanker
Dharmais .
8. Ibu dr. Sariningsih Hikmawati, Sp. Rad (K) selaku Kepala Instalasi
Radiologi RS Kanker Dharmais .

iii
9. Bapak Heri Wiranto, S.ST selaku Pembimbing Lapangan PKL 5 di Instalasi
Radiologi RS Kanker Dharmais .
10. Seluruh Dokter Spesialis Radiologi, Radiografer dan Staf Instalasi
Radiologi yang telah membimbing penulis dan memberikan ilmu yang
sangat berharga selama di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais.
11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya laporan kasus Praktek
Kerja Lapangan 5.
12. Teman-teman yang telah menjadi sahabat bahkan saudara baru selama
penulis menimba ilmu praktik klinik di RS Kanker Dharmais.
Penulis menyadari atas ketidaksempurnaan penyusunan laporan kegiatan
Praktek Kerja Lapangan ini. namun penulis tetap berharap laporan ini akan
memberikan manfaat bagi para pembaca. Demi kemajuan penulis, penulis juga
mengharapkan adanya masukan berupa kritik atau saran yang berguna. Terima
kasih.

Jakarta, Desember 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii


KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 3
C. Tujuan ................................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ................................................................................. 3
E. Sistematika Penulisan ............................................................................ 4
BAB II ................................................................................................................. 1
DASAR TEORI ................................................................................................... 1
A. Anatomi dan Fisiologi ........................................................................... 1
B. Patofis ................................................................................................... 6
C. Prinsip Dasar MRI ................................................................................. 6
D. Prosedur Pemeriksaan MRI Brain ........................................................ 17
BAB III.............................................................................................................. 22
PEMBAHASAN ................................................................................................ 22
A. Hasil .................................................................................................... 22
B. Pembahasan ......................................................................................... 30
BAB IV ............................................................................................................. 32
PENUTUP ......................................................................................................... 32
A. Kesimpulan ......................................................................................... 32
B. Saran ................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 34

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sagital View, Cerebrum ...................................................................... 1


Gambar 2. Meninges dan meningeal spaces ......................................................... 4
Gambar 3. Urutan sequence pada pulse sequence spin echo . (Westbrook, 2019) 13
Gambar 4. Planning sekuen axial T1 dan T2 (Moeller, 2010) ............................. 19
Gambar 5. Planning sekuen DWI axial (Moeller, 2010) ..................................... 19
Gambar 6. Planning sekuen Coronal T1 dan T2 weighted .................................. 20
Gambar 7. Planning sekuen Sagital T1 dan T2 weighted .................................... 20
Gambar 8. Pesawat MRI siemens di RS Kanker Dharmais ................................. 23
Gambar 9. Earplug RS Kanker Dharmais .......................................................... 23
Gambar 10. Komputer workstation dan operator console ................................... 24
Gambar 11. Head Coil RS Kanker Dharmais ...................................................... 24
Gambar 12. Localizer MRI Brain Axial.............................................................. 25
Gambar 13. Localizer MRI Brain Sagital ........................................................... 26
Gambar 14. Localizer MRI Brain Coronal.......................................................... 26
Gambar 15. Hasil Citra Axial Non Kontras ........................................................ 28

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktik kerja lapangan atau sering disebut dengan on the job training

merupakan model pelatihan yang bertujuan untuk memberikan kecakapan yang

diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan (Oemar Hambalik,

2012). Kerja Lapangan (PKL) akan menambah kemampuan untuk mengamati,

mengkaji serta menilai antara teori dengan kenyataan yang terjadi di lapangan

yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas mahasiswa dalam mengamati

permasalahan dan persoalan, baik dalam bentuk aplikasi teori maupun kenyataan

yang sebenarnya.

Kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang ada pada saat ini memberi

kemudahan bagi para praktisi kesehatan untuk mendiagnosa penyakit serta

menentukan jenis pengobatan bagi pasien. Radiologi memegang peranan penting

dalam upaya penegakan diagnosa pada suatu penyakit. Salah satu bentuk

kemajuan tersebut adalah penggunaan alat MRI (Magnetic Resonance Imaging)

untuk melakukan pencitraan diagnosa penyakit pasien tanpa menggunakan

radiasi.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan suatu metode diagnostik

yang memanfaatkan medan magnet dan gelombang radiofrekuensi sebagai

metode yang digunakan untuk pencitraan organ

1
beserta struktur tubuh manusia. MRI memiliki beberapa keuntungan, salah

satunya adalah MRI tidak menggunakan radiasi pengion. Dan bersifat non-

invasif. MRI memanfaatkan sifat kemagnetan dengan melibatkan atom hidrogen

yang ada di dalam molekul air di seluruh jaringan tubuh. Frekuensi yang

digunakan biasanya 40-130 Mhz. MRI menghasilkan Citra jaringan lunak yang

lebih jelas dan detail dibandingkan dengan modalitas pencitraan lain (Westbrook,

2016).

Otak adalah pusat kendali untuk mencatat sensasi, menghubungkannya

satu sama lain dan dengan informasi yang tersimpan, membuat keputusan, dan

mengambil tindakan. Otak terdiri dari empat bagian utama yaitu batang otak,

otak kecil, diencephalon, dan otak besar. (Tortora dan Derrickson, 2017).

Cerebellopontine Angle terletak di antara superior dan inferior limb dari fisura

cerebellopontine, celah sudut berbentuk V, dibentuk oleh lipatan cerebellum di

sekitar pons dan batang cerebellar tengah. Antara 5 dan 10% dari semua tumor

intrakranial terletak di cerebellopontine angle. Tumor yang paling umum di CPA

adalah schwannoma vestibular, meningioma, dan tumor epidermoid.

Schwannoma vestibular menyumbang 75 sampai 85% dari semua tumor CPA

(Asad dan Yusuf, 2022).

Pada pemeriksaan MRI Brain untuk tumor, Moeller dan Reif (2014)

menyarankan untuk menggunakan sekuen axial T2 weighted, axial T1 weighted,

coronal T2 weighted fat saturation, Diffusion, weighted, T1 weighted contrast IV

axial, T1 weighted contrast IV sagital dan T1 weighted contrast IV coronal.

Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengkaji lebih

2
lanjut mengenai teknik pemeriksaan Radiologi MRI Brain dalam bentuk Laporan

Kasus dengan judul “Teknik Pemeriksaan MRI Brain Pada Kasus Tumor

Cerebellopontine Angle (CPA) Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Kanker

Nasional Dharmais”

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Prosedur Pemeriksaan MRI Brain Pada Kasus Tumor

Cerebellopontine Angle (CPA) Di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais?

C. Tujuan

Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan MRI Brain Pada Kasus Tumor

Cerebellopontine Angle (CPA) Di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi rumah sakit yaitu dapat

digunakan sebagai acuan dalam melakukan tindakan pemeriksaan radiologi

khususnya pemeriksaan MRI Brain Pada Kasus Tumor Cerebellopontine Angle

(CPA) Di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais

3
2. Bagi Akademik

Sebagai sumber pustaka bagi mahasiswa baik di lingkup regional maupun

nasional khususnya mengenai pemeriksaan MRI Brain Pada Kasus Tumor

Cerebellopontine Angle (CPA).

3. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai prosedur pemeriksaan MRI

Brain

E. Sistematika Penulisan.

Untuk mempermudah dalam memahami inti permasalahan yang dibahas, maka

penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Dasar Teori yang meliputi Anatomi dan Fisiologi Brain, Patofisiologi

Tumor Cerebellopontine Angle (CPA), Dasar – Dasar MRI, Teknik Pemeriksaan

MRI Brain.

BAB III : Hasil dan Pembahasan yang berisi Identitas Pasien, Riwayat Penyakit,

Persiapan Pasien, Persiapan Alat, Prosedur Pemeriksaan, Hasil Pemeriksaan

MRI Brain dan Pembahasan Kasus.

BAB IV : Kesimpulan dan Saran

Daftar Pustaka

Lampiran - Lampiran

4
BAB II

DASAR TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi

Otak orang dewasa terdiri dari empat bagian utama : batang otak, otak

kecil, diencephalon, dan otak besar. Batang otak bersambung dengan sumsum

tulang belakang dan terdiri dari medula oblongata, pons, dan otak tengah.

Posterior batang otak adalah otak kecil. Di atas batang otak adalah diencephalon,

yang terdiri dari thalamus, hipotalamus, dan epithalamus. Diencephalon dan

batang otak didukung oleh otak besar, yang merupakan bagian terbesar dari otak

(Tortora dan Derrickson, 2017).

Keterangan :
1. Diencephalon
(Thalamus)
2. Hypothalamus
3. Pineal gland
4. Brainstem (Mid
Brain)
5. Pons
6. Medulla Oblongata
Gambar 1. Sagital View, Cerebrum(Tortora dan 7. Cerebellum

Derrickson, 2017) 8. Spinal cord


9. Pituitary gland
10. Cerebrum

1
1. Bagian Bagian Otak

a. Cerebrospinal Fluid (CSF)

Cairan serebrospinal (CSF) adalah cairan bening dan tidak berwarna terutama

terdiri dari air yang melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari cedera

kimia dan fisik. CSF membawa sejumlah kecil oksigen, glukosa, dan bahan kimia

lain yang dibutuhkan dari darah ke neuron dan neuroglia. CSF terus bersirkulasi

melalui rongga di otak dan sumsum tulang belakang serta di sekitar otak dan

sumsum tulang belakang di ruang subarachnoid (ruang antara arachnoid mater

dan pia mater) (Tortora dan Derrickson, 2017) .

b. Brainstem (Batang Otak)

Batang otak adalah bagian otak antara sumsum tulang belakang dan

diencephalon. Batang otak terdiri dari tiga struktur : medula oblongata, pons, dan

otak tengah (Tortora dan Derrickson, 2017).

1) Medula oblongata

Medula oblongata, atau lebih sederhananya medula, bersambung dengan bagian

superior dari sumsum tulang belakang. Ia membentuk bagian inferior batang

otak. Medula dimulai dari foramen magnum dan meluas ke batas inferior pons,

dengan jarak sekitar 3 cm (1,2 inci) (Tortora dan Derrickson, 2017)

2
2) Pons

Pons terletak tepat di atas medula dan anterior serebelum

dan panjangnya sekitar 2,5 cm (1 inci)

3) Otak Tengah

Otak tengah atau mesencephalon memanjang dari pons ke dan panjangnya

sekitar 2,5 cm (1 in.). Saluran air otak tengah (saluran air otak) melewati otak

tengah, menghubungkan ventrikel ketiga di atas dengan ventrikel keempat di

bawah. Seperti medula dan pons, otak tengah mengandung inti dan saluran

(Tortora dan Derrickson, 2017).

c. Cerebellum

Cerebellum (Otak kecil), yang kedua setelah otak besar, menempati aspek

inferior dan posterior rongga tengkorak. Seperti otak besar, otak kecil memiliki

permukaan yang sangat terlipat yang sangat meningkatkan luas permukaan

korteks gray matter, lebih banyak neuron. Otak kecil menyumbang sekitar

sepersepuluh dari massa otak namun mengandung hampir setengah dari neuron

di otak. Otak kecil berada di posterior medula dan pons dan lebih rendah dari

bagian posterior otak besar (Tortora dan Derrickson, 2017).

3
d. Dienchepalon

Diencephalon membentuk inti pusat jaringan otak tepat di atas otak tengah.

Hampir sepenuhnya dikelilingi oleh belahan otak dan mengandung banyak inti

yang terlibat dalam berbagai macam pemrosesan sensorik dan motorik antara

pusat otak yang lebih tinggi dan yang lebih rendah. Diencephalon meluas dari

batang otak ke otak besar dan mengelilingi ventrikel ketiga ; yang termasuk

thalamus, hipotalamus, dan epithalamus (Tortoradan Derrickson, 2017).

e. Cerebrum

Otak besar terdiri dari korteks serebral luar, wilayah internal materi putih otak,

dan inti materi abu-abu jauh di dalam materi putih (Tortora dan Derrickson,

2017)

2. Lapisan-lapisan otak

Otak dan spinal cord dilindungi oleh tiga membran yang disebut meninges.

Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu (1) dura mater, (2) arachnoid, dan (3)

pia mater (Bontrager’s 2018).

Keterangan :
1. Subdural space
2. Sub arachnoid
space
3. Dural sinus
4. Arachnoid
Granulation
5. Duramater
Gambar 2. Meninges dan meningeal spaces(Bontrager’s 9th
6. Arachnoidmater
Edition) 7. Piamater

4
a. Duramater

Selaput terluar adalah dura mater. Selaput otak yang kuat ini terdiridari dua lapis

yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan

rapat, kecuali tempat- tempat tertentu yang disebut venous sinuses atau dura

mater sinuses. Lapisan dalam dari dura mater di bawah sinus ini bergabung untuk

membentuk falxserebri.

b. Arachnoid

Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus, yang menutupi

otak dan terletak diantara piamater dan duramater. Membran ini dipisahkan dari

duramater oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan dari piamater oleh

cavum subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid

(subarachnoid space ) merupakan suatu rongga/ ruangan yang dibatasi oleh

arachnoid di bagian luar dan piamater pada bagian dalam.

c. Piamater

Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,

mengikuti tiap sulcus dan gyrus . Piamater ini merupakan lapisan dengan banyak

pembuluh darah dan terdiri dari jaringan penyambung yang halus serta dilalui

pembuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringa saraf. Selaput ini berfungsi

untuk mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan kedalam susunan saraf

pusat.

5
B. Patofis

Tumor CPA sebagian besar jinak, tumor ini tumbuh lambat dengan potensi

keganasan yang rendah (~1%). Etiologi schwannoma vestibular masih belum

diketahui.

1. Schwannomas adalah lesi utama saraf kranial yang melibatkan trigeminal,

wajah, glossopharyngeal, vagus, dan kadang-kadang bahkan saraf kranial

aksesori.

2. Meningioma timbul dari proliferasi sel meningotel arachnoid, paling sering dari

dura tulang temporal petrosa atau meatus auditori internal.

3. Tumor epidermoid timbul dari salah penempatan kongenital sel ektodermal

selama penutupan tabung saraf.

4. Kista arachnoid adalah kista berisi cairan serebrospinal yang muncul dari

pemecahan membran arachnoid embrionik.

Antara 5 dan 10% dari semua tumor intrakranial terletak di cerebellopontine

angle. Tumor yang paling umum di CPA adalah schwannoma vestibular,

meningioma, dan tumor epidermoid. Schwannoma vestibular menyumbang 75

hingga 85% dari semua tumor CPA.

C. Prinsip Dasar MRI

1. Pengertian MRI

MRI adalah suatu metode pencitraan diagnostik yang dapat

menampilkan informasi anatomis dalam bentuk berbagai irisan

6
langsung (multiplanar) dengan memanfaatkan pengaruh pemberian pulsa

radiofrekuensi kedalam tubuh pasien di dalam medan magnet luar yang kuat.

Gambaran tersebut diperoleh dari interaksi atom hydrogen dalam medan

magnet dan gelombang radio. Interaksi dimulai dengan meletakkan atom

hydrogen ke dalam medan magnet. Di dalam medan magnet ini kutub – kutub

atom akan menjadi searah dengan medan magnet, kemudian dengan

menggunakan sinyal radio frekuensi pada bidang tertentu yang dipilih, maka

inti atom akan menyerap energy. (Westbrook 2019)

2. Instrumen Dasar MRI

a. Magnet Utama

Magnet utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet berkekuatan

besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh sehingga menimbulkan

magnetisasi. (Westbrook 2019).

Beberapa jenis magnet utama, antara lain :

b. Magnet Permanen

Magnet permanen terbuat dari beberapa lapis batang keramik ferromagnetik

dan memiliki kuat medan magnet maksimal 0,3 Tesla. Magnet ini di rancang

dalam bentuk tertutup maupun terbuka (C shape) dengan arah garis

magnetnya adalah antero-posterior.

7
c. Magnet Resistif

Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan memberikan arus listrik

pada kumparan. Kuat medan magnet yang mampu dihasilkan mencapai 0,3 Tesla.

d. Magnet Super Conductor

Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet hingga berkekuatan 0,5

Tesla-3.0 Tesla, dan sekarang banyak dipakai untuk kepentingan klinik.

Helium cair digunakan untuk mempertahankan kondisi superkonduktor agar

selalu berada padatemperatur yang diperlukan.

e. Koil Gradien

Koil gradien dipakai untuk membangkitkan medan magnet gradien yang

berfungsi untuk menentukan irisan, pengkodean frekuensi, dan pengkodean fase.

Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus, yaitu bidang x,y, dan z. Peranannya

akan saling bergantian berkaitan dengan potongan yang dipilih yaitu aksial,

sagital atau coronal. Gradien ini digunakan untuk memvariasikan medan pada

pusat magnet yang terdapat tiga medan yang saling tegak lurus antara ketiganya

(x,y,z).

Kumparan gradien dibagi 3, yaitu (Westbrook, 2019) :

a. Kumparan gradien pemilihan irisan (slice) – Gz

b. Kumparan gradien pemilihan fase encoding - Gy

c. Kumparan gradien pemilihan frekuensi encoding - Gx

8
f. Koil Radiofrekuensi

Koil radio frekuensi (RF Coil) terdiri dari 2 yaitu koil pemancar dan koil

penerima. Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan gelombang radio pada

inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi, sedangkan koil penerima

berfungsi untuk menerima sinyaloutput setelah proses eksitasi terjadi.

Koil RF dirancang untuk sedekat mungkin dengan obyek agar sinyal yang

diterima memiliki amplitudo besar. (Westbrook, 2019) Beberapa jenis koil RF

diantaranya :

a. Koil Volume (Volume Coil)

b. Koil Permukaan (Surface Coil)

c. Koil Linier

d. Koil Kuadrat

e. Phase Array Coil

3. Parameter MRI

a. Parameter waktu (pulse timing parameters)

Parameter waktu terdiri dari Time Repetition (TR) dan Time Echo (TE). Time

Repetition (TR) adalah interval waktu antara pengulangan dua pulsa yang sama,

sedangkan Time Echo (TE) adalah interval waktu dari saat terakhir eksitasi

pulsa RF diberikan sampai terdeteksinya puncak sinyal ekho gradien. Pada

teknik gradien ekho, TR dan flip angle (FA) mengontrol sejumlah T1 relaksasi

yang terjadi sebelum pulsa berikutnya diaplikasikan.

Sementara TE mengontrol T2* sebelum ekho gradien ditangkap

9
koil. Berbeda dengan T2, T2* adalah peluruhan magnetisasi transversal yang

sangat dipengaruhi oleh medan magnet luar dan disperse magnetik. Nilai T2*

selalu lebih kecil dari pada T2. (Westbrook, 2019)

b. Sudut Balik = Flip Angle (FA)

FA adalah sudut yang ditempuh Net Magnetisation Vector (NMV) pada waktu

relaksasi. Nilai FA akan mempengaruhi kekontrasan gambar, dimana besar

kecilnya dapat dibagi menjadi:

1) Sudut balik kecil (5° – 30°)

Sudut balik kecil menghasilkan magnetisasi longitudinal besar setelah aplikasi

pulsa RF sehingga dapat mepersingkat waktu. Sudut kecil juga menyebabkan

magnetisasi transversal bernilai kecil sehingga komponen steady state kecil

pula. Steady State merupakan kondisi dimana TR lebih pendek dari waktu T1

dan T2tissue. Keadaan seperti ini akan mengurangi pembobotan T2*.

Hasil gambar lebih didominasi oleh pembobotan Proton Density (PD) jika TR

panjang dan TE pendek. Oleh karena itu untuk memperoleh pembobotan T2*

TR dan TE harus panjang. (Westbrook, 2019)

2) Sudut balik besar

Sudut balik besar (75°– 90°, menurut Hashemi dan 70°-110°, menurut

Westbrook) akan menghasilkan perbedaan T1 karakteristik dua jaringan

dengan baik. Untuk memperoleh

10
pembobotan T1 maka perbedaan T1 jaringan harus maksimal dan perbedaan T2

nya harus minimal. (Westbrook, 2019)

3) Sudut balik sedang (30° – 60°)

Jika pada pembobotan T1 memerlukan FA yang besar, maka pada pembobotan

T2* diperoleh dengan peningkatan steady state. Jika TR pendek (+ 10

milidetik) maka NMV tidak cukup untuk melakukan peluruhan magnetisasi

transversal sebelum pulsa berikutnya. Sehingga sisa magnetisasi transversal

berkontribusi terhadap sinyal berikutnya. TR pendek meningkatkan

pembobotan T2*, sedangkan TE yang pendek akan mengurangi pembobotan

T2*. (Westbrook, 2019)

c. Matriks

Matriks adalah jumlah elemen gambar (piksel) dalam satu FOV (field of view).

Ukuran matriks ditentukan oleh dua sisi gambar, yaitu sisi yang berhubungan

dengan jumlah sampel frekuensi yang diambil, dan sisi yang berhubungan

dengan fase enkoding yang dibentuk. Misalnya matrik 256 x 192, ini berarti

bahwa ada 256 sampel frekuensi yang diambil selama readout dan sebanyak

192 fase enkoding yang dibentuk. Banyaknya sampel frekuensi dan fase

enkoding menentukan banyaknya piksel dalam FOV. Matriks kasar memiliki

sedikit piksel dalam FOV, sedangkan matriks halus berarti banyak piksel dalam

FOV. (Westbrook, 2019)

11
d. Number of Excitation (NEX)

NEX adalah nilai yang menunjukkan jumlah kelipatan data yang dicatat selama

akuisisi dengan amplitudo dan fase enkoding yang sama. NEX mengontrol

sejumlah data yang masing-masing disimpan dalam lajur K space. Data tersebut

terdiri dari sinyal dan derau (noise). Sinonim NEX adalah NSA, Nacq = NA

(number of acquisition) atau average.

K space merupakan area frekuensi spasial dimana sinyal berupa frekuensi yang

berasal dari pasien akan disimpan. K space berbentuk segiempat dimana sisi

horisontal adalah sumbu fase sedangkan sisi vertikal adalah sumbu frekuensi.

Dalam K space frekuensi diukur dengan satuan radians per cm. (Westbrook,

2019)

e. Bandwidth

Bandwidth adalah frekuensi audible yang berada pada rentang frekuensi RF.

Frekuensi bandwidth akan dimodulasikan pada center frequency pulsa RF

yang akan dikirimkan ke pasien pada center Larmor frequency untuk

menentukan ketebalan potongan. (Westbrook, 2019)

4. Sistem Komputer

Sistem komputer bertugas sebagai pengendali diri dari sebagian besar peralatan

MRI. Dengan kemampuan piranti lunak yang besar komputer mampu melakukan

tugas-tugas multi (multi tasking), diantaranya adalah operator input, pemilihan

slice, kontrol sistem gradien, kontrol sinyal RF dan lain-lain. Komputer juga

berfungsi untuk mengolah

12
sinyal hingga menjadi citra MRI yang dapat dilihat pada layar monitor, disimpan

ke dalam piringan magnetik, atau bisa langsung dicetak.

5. Sekuen

a. Spin Echo

1) Pengertian Spin Echo

Spin echo konvensional adalah sekuen yang paling banyak digunakan pada

pemeriksaan MRI. Pada spin echo konvensional, segera setelah pulsa RF 90

diberikan, sebuah Free Induction Decay segera terbentuk. Dengan

menggunakan kekuatan radio frekuensi yang sesuai, akan terjadi transfer NMV

bersudut 900 kemudian diikuti dengan rephasing pulse bersudut 1800.

(Westbrook, 2019)

Gambar 2.7. Urutan sequence pada pulse sequence spin echo . (Westbrook,

2019)

Spin Echo

gradient
frequency encode readout

 RF pulse  RF pulse

s ignal

FID spin
echo

2) Parameter Spin Echo

Time Echo (TE) adalah waktu antara eksitasi pulsa dengan echo yang

terjadi.Time Repetition (TR) adalah waktu antara masing- masing eksitasi pulsa.

Gambar 3. Urutan sequence pada pulse sequence spin echo .


(Westbrook, 2019)

13
Waktu relaksasi T1 berkaitan kembalinya NMV ke posisi asal sudut 900.

Dengan memvariasikan TR dan TE, sekuen dapat digunakan untuk menandai

kontras T1 atau T2 atau hanya untuk melihat spin density. Perpaduan antara TR

dan TE dengan nilai-nilai T1 dan T2 yang dimiliki oleh jaringan inilah yang

menyebabkan terjadinya pembobotan weighting. Jika digunakan TE panjang,

maka perbedaan waktu T2 pada jaringan akan menjadi tampak. Jaringan dengan

T2 yang panjang (misalnya air) akan membutuhkan waktu yang lebih panjang

untuk meluruh (mengalami decay) sehingga sinyalnya akan tampak lebih terang

pada citra dibandingkan sinyal dari jaringan dengan T2 yang pendek (lemak).

Dengan cara yang sama, TR mengontrol kontras T1, maka jaringan dengan T1

panjang (air) akan membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk kembali ke

nilai magnetisasi semula. Oleh karena itu dengan T1 panjang akan membuat

jaringan tampak lebih gelap dibandingkan jaringan dengan T1 pendek (lemak).

Secara ringkas, pembobotan T2 membutuhkan TE dan TR panjang, pembobotan

T1 membutuhkan TE dan TR pendek, sedangkan pada proton density

membutuhkan TE pendek dan TR yang panjang. (Westbrook, 2019)

14
b. Fast Spin Echo (FSE)

1) Pengertian Fast Spin Echo

Fast spin echo adalah spin echo tapi dengan waktu scanning yang dipersingkat.

Waktu scanning dipersingkat dengan melakukan lebih dari satu phase enchode

per TR yang dikenal dengan echo Train Length yakni aplikasi beberapa RF pulse

per TR dan pada masing-masing rephasing atau refocusing dihasilkan satu echo

sehingga dapat melakukan phase enchode yang lain. (Westbrook, 2019)

2) Parameter FSE

 Echo Train Length (ETL) Yaitu jumlah rephasing pulsa atau multiple pulsa 180

dalam setiap TR. Nilai ETL atau turbo factor yang dapat digunakan saat ini

berkisar antara 2 sampaidengan 32. (Westbrook, 2019)

 Echo Train Spacing (ETS) dan effective Time Echo (ETE) Yaitu waktu antara

echo atau antar pulsa 180 atau waktu interval antara aplikasi RF 180 pada FSE.

Biasanya nilai ETS berkisar antara 16 – 20 ms. Effective TE yaitu waktu antara

echo dan pulsa RF yang menyebabkannya. (Westbrook, 2019)

c. Inversion Recovery (IR)

1) Pengertian Inversion Recovery (IR).

Inversion recovery (IR) merupakan variasi sekuen dari spin echo sekuen.

Inversion recovery memberikan gambaran dengan T1

15
weighting yang lebih gelap. Basic sekuennya 180 – 90 – 180, waktu yang

diperlukan dari aplikasi 180 ke 90 dikenal dengan Time Inversion (TI) atau

TAU. Kontras gambar tergantung pada panjang pendeknya TI. (Westbrook,

2019)

2) Macam – macam Inversion Recovery

a) Short Tau Inversion Recovery (STIR)

STIR merupakan pulsa sekuen Inversion Recovery yang menekan lemak dengan

Time Inversion (TI)=T1 Ln 2, dimana sinyal dari lemak adalah nol.

Biasanya pada T1 lemak akan tampak terang, sedangkan pada STIR lemak

akan tampak gelap. (Westbrook, 2019) Parameter STIR :

 Short TI = 150 – 175 ms

 Short TE = 10 – 30 ms

 Long TR = 2000 ms +

 Scan time = 5 – 15 menit

 Bila dengan FSE, waktunya akan lebih singkat.

b) Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)

FLAIR merupakan pulsa sekuen Inversion Recovery yang menekan cairan.

FLAIR menggunakan long TI untuk bisa menjadikan air nol. Cairan biasanya

akan tampak terang pada T2 SE, sedangkan pada FLAIR cairan akan tampak

gelap pada T2. (Westbrook, 2019)

Parameter FLAIR :

16
 Long TI = 1700 – 2200 ms

 Long TE atau Short TE tergantung dengan

pembobotannya.

 Long TR = 6000 ms +

 Scan Time= 13 – 20 menit.


D. Prosedur Pemeriksaan MRI Brain

1. Indikasi Pemeriksaan MRI Brain (Mara, 2018)

a. Transient Ischaemic Attack (TIA), Cerebrovascular Attack(CVA)

b. Penurunan kemampuan kognitif, gangguan neuro degenerative, demensia

c. Penurunan kesadaran, kejang, epilepsy.

d. Tumor otak, metastase, abses

e. Lesi celebellar, brainstem

f. Kelainan bawaan

g. Follow up post operatif

h. Kelainan pembuluh darah

i. Sakit kepala

j. Perdarahan

k. Trauma

l. Ataxi

17
2. Kontra Indikasi (Mara, 2018)

a. Pasien dengan implant (alat pacu jantung, alat bantu dengar, neurostimulator)

b. Pasien dengan klip aneurisma (kecuali bahan titanium)

c. Kehamilan

d. Pasien dengan riwayat operasi clip ferromagnetic

e. Benda asing pada mata

3. Persiapan Pasien (Mara, 2019)

a. Meminta pasien untuk melepas semua benda logam termasuk, kunci, koin,

dompet, kartu ATM, perhiasan, jepit rambut, alat bantu dengar.

b. Pasien tidak claustrophobia.

c. Menjalaskan prosedur pemeriksaan secara singkat.

d. Mengarahkan pasien untukmeminimalisir pergerakan.

e. Mencatat berat badan pasien.

f. Memberi pasien earplug.

4. Positioning (Mara, 2019)

a. Pasien supine dengan orientasi head first.

b. Memosisikan pasien pada coil kepala dan memberikan alat imobilisasi untuk

kenyamanan pasien.

c. Mengatur laser beam pada glabella.

18
5. Protokol, parameter dan planning

a. Planning Axial T1 dan T2-Weighted dan axial T1 contrast iv

Gambar 4. Planning sekuen axial T1 dan T2 (Moeller, 2010)


Planning transversal dilakukan pada irisan sagittal dan coronal.Pada irisan

sagittal, garis diatur agar sejajar genu dan splenium corpus callosum. Irisan

dimulai dari vertex sampai dengan foramen magnum. Pada irisan coronal, garis

diatur tegaklurus dengan ventrikel ketiga dan brainstem.

b. Planning Axial DWI

Gambar 5. Planning sekuen DWI axial (Moeller, 2010)

Planning dilakukan pada irisan sagittal dan coronal. Pada irisan sagittal, garis

diatur sejajar dengan glabella-foramen magnum. Sudut ini dimaksudkan untuk

mengurangi flow artefak pada sinus paranasal. Irisan dimulai dari vertex sampai

foramen magnum. Pada irisan coronal, garis diatur agar tegak lurus ventrikel

ketiga dan brainstem.

19
c. Planning Coronal T1, T2 weighted dan coronal T1 contrast iv

Gambar 6. Planning sekuen Coronal T1 dan T2 weighted


Planning dilakukan pada irisan sagittal dan axial. Pada irisan sagittal, garis diatur

tegak lurus dengan brainstem. Pada irisan axial, garis diatur tegak lurus mid line

brain. Irisan mencakup sinus frontalis sampai protubenransia occipital.

d. Planning Sagital T1,T2 weighted dan T1 contrast iv

Gambar 7. Planning sekuen Sagital T1 dan T2 weighted

Planning dilakukan pada irisan coronal dan transversal. Pada irisan transversal,

garis diatur sejajar dengan mid line brain

20
BAB III
PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Profil Kasus

Nama pasien : Nn.C

Umur : 21 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

No.Rekam Medis : 294***

Tanggal : 1 Desember 2021

Pemeriksaan : MRI Brain Kontras

Klinis : Post. Craniotomi ec Tumor CPA

Schwannoma dextra post vp shunt

Dokter pengirim : dr. Arwinder Singh, Sp.BS, M.Kes

Dokter Radiologi : dr. Sariningsih Hikmawati, Sp. Rad (K)

2. Kronologi Riwayat Pasien

Pasien datang ke Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais dengan diantar oleh

keluarganya dengan membawa lembar permintaan tindakan radiologi. Pada

lembar permintaan tersebut, tertulis permintaan pelayanan radiologi untuk

dilakukan pemeriksaan MRI Brain kontras. Pasien datang ke Instalasi Radiologi

dalam keadaan duduk dikursi roda dan kooperatif. Dikarenakan pemeriksaan

MRI diharuskan steril dari benda - benda yang mengandung logam, maka pasien

dipindahkan ke kursi roda khusus MRI serta pasien mengganti baju pemeriksaan

terlebih dahulu dan operator memastikan tidak ada

21
benda logam lagi pada tubuh pasien seperti anting, kalung dan lain-lain, kemudian

penulis melakukan anamnesa pasien terhadap keluarga pasien.kemudian penulis

menjelaskan prosedur pemeriksaan secarasingkat.

3. Persiapan Pasien

Perawat atau Radiografer menerima form permintaan pemeriksaan radiologi dari

front liner. Kemudian dilakukan identifikasi meliputi nama pasien, tanggal lahir,

nomor RM, jenis pemeriksaan dan diagnose sementara. Selanjutnya pasien

diminta untuk mengisi form screening, buang air kecil, dan berganti baju.

4. Persiapan Alat

a. Pesawat MRI Siemens Magnetom Avanto 1,5 T

Gambar 8. Pesawat MRI siemens di RS Kanker Dharmais


b. Earplug

Gambar 9. Earplug RS Kanker Dharmais

22
c. Computer Workstation dan Operator console

Gambar 10. Komputer workstation dan operator console

d. Head Coil

Gambar 11. Head Coil RS Kanker Dharmais

5. Pelaksanaan Teknik Pemeriksaan

a. Radiographer menerima form permintaan dari front liner atau admin kemudian

dilakukan input data melalui worklist PACS dengan memasukkan nomor RM

pasien dan memilih pemeriksaan yang akan dilakukan serta scan barcode

operator. Dengan demikian tidak perlu dilakukan isi data secara manual pada

operator console karena pasien sudah terdaftar melalui worklist PACS. Apabila

tidak dapat dilakukan barcode, dilakukan secara manual.

23
b. Petugas memanggil nama pasien dan mencocokkan data pasien dengan

menanyakan nama, nomor RM dan tanggal lahir.

c. Pasien masuk kedalam ruang pemeriksaan dan diposisikan head first kemudian

dipasang earplug, coil neck dan coil head.

d. Pasien diposisikan batas atas pada glabella. Pasien diinstruksikan untuk tidak

bergerak selama pemeriksaan.

e. Untuk membuka data schedule pada operator console pilih tab Patient –>

Browser –> Schedule –> double klik pada nama pasien. Kemudian akan muncul

data primer yang telah diinput dari worklist PACS dan ada beberapa data yang

harus dilengkapi seperti berat badan, jenis pemeriksaan, orientasi pasien, dokter

pengirim, dan nama operator. Setelah itu klik Exam –> Continue. Pilih protocol

Brain dan masukkan sekuen yang akan digunakan.

f. Akan muncul tiga localizer, untuk mendapatkan gambaran umum dari potongan

axial, sagital dan koronal dari daerahBrain.

Gambar 12. Localizer MRI Brain Axial

24
Gambar 13. Localizer MRI Brain Sagital

Gambar 14. Localizer MRI Brain Coronal


Kemudian lakukan penyesuaian parameter dengan mengubah FOV phase dan

dist factor serta penyesuaian potongan axial berdasarkan localizer sagittal

coronal, potongan sagittal berdasarkan localizer axial coronal, dan potongan

coronal berdasarkan localizer axial sagittal. Pastikan objek tidak terpotong dan

menggunakan FOV yang cukup agar tidak terjadialiansing.

g. Terdapat beberapa sekuen yang digunakan yaitu : T2 TSE Tra, T2 Tirm

Transversal, T1 SE Axial, Diffusion, T2 TSE Coronal, T2 TSE Sagital T1

weighted contrast IV axial, T1 weighted contrast IV sagital dan T1 weighted

contrast IV coronal. .

h. Periksa citra sebelum lanjut ke sekuen berikutnya.

i. Buat topogram untuk masing-masing potongan dan lakukan filming dengan

ukuran 6 x 9 atau 6 x 10.

j. CetakfilmdankirimdatakePACS

25
6. Hasil Citra

Gambar 15. Hasil Citra Axial Non Kontras

Gambar 16. Hasil citra MRI contrast iv

26
7. Hasil Expertise Radiolog Status :

Tanpa foto lama sebagai pembanding

MRI BRAIN :

Telah dilakukan pemeriksaan MRI Brain, T1, T2 , FLAIR, DWI dan ADC

potongan aksial, sagital dan koronal, dengan T1 kontras.

Tampak lesi inhomogen post kontras, berlobulasi disertai perifokal edema pada

CPA kanan ukuran 4 x 3.88 cm, berhubungan dengan canalis acusticus internus

kanan, mendesak ventrikel IV dan pons. Ventrikel lateral, III dilatasi tidak

dilatasi. Terpasang VP shunt dengan ujung interventrikel lateral. Tidak tampak

deviasi midline. Tidak tampak intensitas patologis pada hemisfer cerebri. Bulbus

okuli dan N.Optikus simetris. Tampak hiperintensitas T2 pada mastoid air cell

kanan, kiri baik. Sinus paranasalis bersih.

Kesan : Massa CPA kanan yang berhubungan dengan canalis acusticus internus

kanan dan mendesak ventrikel IV dan pons, suspek schwanoma. Tidak tampak

tanda hidrosefalus obstruktif.

27
B. Pembahasan

Teknik pemeriksaan MRI Brain dengan indikasi tumor cerebellopontine angle

(CPA) di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais sama dengan teknik

pemeriksaan yang ada di teori/literature. Perbedaan yang ada disebabkan karena

kondisi alat, variasi parameter, dan kondisi pasien. Namun hal tersebut bertujuan

agar mendapatkan kualitas citra yang baik dan memiliki informasi diagnostic.

Secara umum teknik pemeriksaannya sama dengan Moeller dari persiapan

pasiennya, yaitu dilakukan screening logam pada pasien serta mengganti baju

dengan baju yang sudah disediakan oleh rumah sakit. Kemudian petugas

menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien, dan pasien diminta tidak

bergerak selama pemeriksaan sehingga dapat mengurangi motion artifact.

Telinga pasien ditutup dengan ear plug atau ear protector. Setelah memposisikan

pasien, petugas kembali ke operator console untuk membuka data schedule pada

operator console dengan memilih tab Patient –> Browser –> Schedule –>

double klik pada nama pasien. Kemudian akan muncul data primer yang telah

diinput dari worklist PACS dan ada beberapa data yang harus dilengkapi seperti

berat badan, jenis pemeriksaan, orientasi pasien, dokter pengirim, dan nama

operator. Setelah itu klik Exam –> Continue. Pilih protocol Brain NC kemudian

muncul tiga localizer, untuk mendapatkan gambaran umum dari potongan axial,

sagital dan koronal dari daerah kepala. Terdapat beberapa sekuen yang

digunakan yaitu, sekuen axial T2 weighted, axial T1 weighted, coronal T2

weighted fat saturation, Diffusion, weighted. Parameter diatur dengan mengacu

pada localizer yang sudah ada. Variasi parameter yang dilakukan yaitu,

menambah FOV phase dan dist factor agar objek tidak terpotong. Selanjutnya

28
dapat dilakukan Copy Parameter untuk sekuen berbeda pada masing-masing

potongan yang sama. Hasil citra diperiksa sebelum lanjut ke sekuen berikutnya,

apabila terjadi motion artefact atau artefact yang lain, dapat dilakukan

pengulangan. Pada tahap filming, topogram dibuat untuk masing-masing

potongan, hanya sekuen axial T2 TIRM weighted, axial T1 weighted, Diffusion

b1000, T1 weighted contrast IV axial, T1 weighted contrast IV sagital dan T1

weighted contrast IV coronal. . Filming dilakukan dengan ukuran 6 x 9 atau 6 x

10 kemudian cetak dan kirim ke PACS

29
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teknik pemeriksaan MRI Brain pada kasus Tumor Cerebellopontine Angle

(CPA) di Instalasi Radiologi RS Kanker Dharmais menggunakan protocol

Brain NC dengan posisi pasien head first dan batas atas pada glabela. Sekuen

yang digunakan antara lain axial T2 weighted, axial T1 weighted, coronal T2

weighted fat saturation, Diffusion, weighted T1 weighted contrast IV axial, T1

weighted contrast IV sagital dan T1 weighted contrast IV coronal. . Variasi

parameter dilakukan dengan menambah FOV phase dan dist factor agar citra

tidak terpotong dan tidak terjadi aliansing.. Pada filming, topogram dibuat

untuk masing-masing potongan, hanya sekuen axial T2 TIRM weighted, axial

T1 weighted, Diffusion b1000 ,T1 weighted contrast IV axial, T1 weighted

contrast IV sagital dan T1 weighted contrast IV coronal. yang dicetak. Hasil

citra dicetak dan dikirim ke PACS.

B. Saran

Variasi parameter dapat dilakukan dengan, mengubah FOV phase, dist

factor, dan pengurangan Time Repetition (TR). Pengurangan TR dapat

mengurangi waktu scanning dan dapat mengurangi motion artefact.

Namun dalam mengubah parameter perlu diperhatikan SNR citra

30
DAFTAR PUSTAKA

Moeller Torsten, Reif Emil. 2014. MRI Parameters and Positioning

2nd Edition. Germany : Thiem e Verlag

Westbrook Catherine, Talbot John. 2019. MRI In Practice. USA :

John Wiley & Sons Ltd.

Mara Cercignani, G Nicholas. 2018. Quantitatve, MRI of the Brain.

USA : CRC Press

Samii, Madjid; Gerganov, Venelin (2013). Surgery of

Cerebellopontine Lesions || Microsurgical Anatomy of the Cerebellopontine

Angle by the Retrosigmoid Approach. , 10.1007/978-3-642-35422-9(Chapter 2),

9–72.doi:10.1007/978-3-642-35422-9_2

Asad M. Lak; Yusuf S. Khan. 2022. Cerebellopontine Angle Cancer.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559116/

31

Anda mungkin juga menyukai