Anda di halaman 1dari 60

TEKNIK PEMERIKSAAN MSCT KEPALA PEDIATRIK PADA

KASUS HIDROSEFALUS DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH


SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Laporan Kasus

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan III

di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus

Diajukan Oleh:

ANUGRAH DAVID KRISNANDI


P1337430317004

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PURWOKERTO
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

Praktik Kerja Lapangan III pada Program Studi DIII Teknik Radiodiagnostik

dan Radioterapi Purwokerto Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.

NAMA : ANUGRAH DAVID KRISNANDI

NIM : P1337430317004

JUDUL : ” TEKNIK PEMERIKSAAN MSCT KEPALA PEDIATRIK PADA

KASUS HIDROSEFALUS DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH

SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS”

Kudus, November 2019

Clinical Instructur

Harya Abdi P, S.ST

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan kasus yang berjudul ”TEKNIK PEMERIKSAAN MSCT KEPALA

PEDIATRIK PADA KASUS HIDROSEFALUS DI INSTALASI RADIOLOGI

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS”

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek

Kerja Lapangan (PKL) III, Program Studi DIII Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Purwokerto Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang, yang bertempat di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan serta bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.

2. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang telah memberi

dukungan moril maupun materil selama kegiatan PKL III

berlangsung.

iii
3. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MHP. selaku Direktur Poiliteknik

Kesehatan Kemenkes Semarang.

4. Ibu Fatimah S.ST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang.

5. Bapak Ardi Soesilo Wibowo, ST., M.Si, selaku Ketua Program Studi

Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto

Politeknik Kesehatan Semarang.

6. Dr.Michel A. L., Sp.Rad, selaku Kepala Instalasi Radiologi Instalasi

Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.

7. Ibu Hana Sri Semiyati ,AMR selaku Wakil Kepala Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.

8. Bapak Harya Abdi P, S.ST ,selaku Clinical Instructure di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.

9. Seluruh staf dan karyawan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit

Mardi Rahayu Kudus.

10. Semua Dosen dan Staf Akademik Politeknik Kesehatan Semarang.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

telah membantu dalam pembuatan Laporan Kasus ini.

iv
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Kudus, November 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 3

D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 3

E. Sistematika Penulisan ........................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 5

A. Anatomi Otak Manusia .......................................................................... 5

B. Patologi Hidrosefalus .......................................................................... 14

C. Dasar – Dasar CT-Scan .........................Error! Bookmark not defined.

D. Kelebihan dan Kekurangan Spiral CT ....Error! Bookmark not defined.

E. Prosedur pemeriksaan CT-Scan kepala pediatrik ............................... 27

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39

vi
A. Hasil .......................................................Error! Bookmark not defined.

B. Pembahasan ....................................................................................... 46

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 49

A. Kesimpulan ......................................................................................... 49

B. Saran .................................................................................................. 49

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 50

LAMPIRAN.................................................................................................... 51

vii
DAFTAR GAMBAR

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Multislice Computed Tomography yang sering disingkat MSCT, atau

multidetector-raw CT, multidetector CT, volume CT, disebut juga sebagai

terobosan dari teknologi CT. MSCT Scanner memberikan keuntungan

yang besar dalam penggunaannya karena dapat digunakan dengan

mengurangi ukuran kolimasi, atau secara substansial menambah panjang

scanning. MSCT merubah CT dari sebuah teknik transaxial kedalam

sebuah teknik pencitraan tiga dimensi (Prokop,2011). Salah satu

pemanfaatan MSCT untuk mengetahui adanya kelainan otak pada anak.

Otak merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh manusia.

Otak sebagai pusat kendali segala kegiatan yang dilakukan organ-organ

tubuh yang lain. Menurut Cinamon VanPutte (2016), pada umumnya otak

dibagai menjadi empat bagian utama, yaitu Brainstem, Cerebellum,

Dianchepalon, dan Cerebrum. Salah satu kelainan otak yang terjadi pada

anak yaitu Hidrosefalus.

Hidrosefalus adalah suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun

penyerapan dari cairan seerebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan

serebospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan

1
sebagai gangguan hidro dinamik cairan serebrospinal (Apriyanto; Rhonaz;

dan Fadillah Sari, 2013). Salah satu pemeriksaan yang dapat

mengidentifikasi Hidrosefalus yaitu MSCT kepala. Pemeriksaan MSCT

kepala pada pasien anak diperlukan persiapan pasien secara khusus dan

perlakuan yang berbeda dengan pemeriksaan MSCT kepala pada pasien

dewasa.

Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus dijumpai

pemeriksaan MSCT kepala tanpa kontras pada pasien anak dengan klinis

Hidrosefalus.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut

mengenai teknik pemeriksaan MSCT kepala pada anak di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus dengan judul “TEKNIK

PEMERIKSAAN CT-SCAN KEPALA PEDIATRIK PADA KASUS

HIDROSEFALUS DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT MARDI

RAHAYU KUDUS”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan CT-Scan kepala pediatrik pada

kasus hidrosefalus Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mardi

Rahayu Kudus?

2. Mengapa dilakukan rekontruksi gambar dengan 5.0 mm serta

menambahkan potongan coronal pada pemeriksaan MSCT kepala

2
pediatrik dengan kasus hidrosefalus di Intalasi Radiologi Rumah

Sakit Mardi Rahayu Kudus?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan MSCT kepala pediatrik

dengan kasus hidrosefalus di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mardi

Rahayu Kudus.

2. Untuk mengetahui alasan digunakannya slice thicknes 5mm dan

penambahan potongan coronal pada pemeriksaan MSCT kepala

pediatrik dengan kasus hidrosefalus di Instalasi Radiologi Rumah

Sakit Mardi Rahayu Kudus.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

dapat mengetahui lebih lanjut tentang prosedur teknik pemeriksaan

MSCT kepala pediatrik pada kasus hidrosefalus di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.

2. Bagi Pembaca

Pembaca dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan tentang

prosedur teknik pemeriksaan MSCT kepala Di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.

3
3. Bagi Akademi

Sebagai bahan masukan bagi penulis laporan kasus dengan topik

yang sama.

4. Bagi Rumah Sakit

Memberikan dorongan dalam meningkatkan pelayanan diagnostik

pada pemeriksaan MSCT kepala pediatrik dengan kasus

hidrosefalus.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami isi laporan kasus ini, maka

penulis menyajikan dalam beberapa pokok bahasan yang terdiri dari :

BAB I :PENDAHULUAN berisi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika

penulisan.

BAB II :TINJAUAN PUSTAKA berisi tentang anatomi otak manusia,

patologi hidrosefalus, dasar – dasar MSCT dan prosedur

pemeriksaan MSCT kepala pediatrik.

BAB III : PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN berisi tentang Profil

kasus dan prosedur pemeriksaan MSCT kepala di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.

BAB IV : PENUTUP berisi kesimpulan dan saran.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Otak Manusia

1. Otak ( Brain )

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena

merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh.Otak merupakan

dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium)

yang dibungkus oleh suatu lapisan yang kuat. Otak terdiri dari otak

besar (Serebrum) batang otak (Trunchus Enchepali) dan otak kecil

(cerebellum) ( Syaifudin, 1997 )

a. Otak besar (Cerebrum)

Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari

otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga

tengkorak. Otak mempunyai dua permukaan yaitu permukaan

atas dan permukaan bawah. Kedua permukaan ini dilapisi oleh

lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks cerebral

dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang mengandung

serabut saraf. (Syaifudin, 1997).

Fungsi Otak besar:

a) Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.

5
b) Pusat persarafan yang menangani aktifitas

mental,akal,intelegensi,keinginan dan memori.

c) Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.

Gambar 2.1 Penampang melintang otak

(Syaifuddin,1997)

Keterangan gambar :

1. Medula oblongata 7. Konvolusi

2. Pons 8. Dienchepalon

3. Otak tengah 9. Serebellum

4. Meningens 10. Hind brain

5. Otak depan 11. Medulla spinalis

6. Serebrum

b. Batang otak (Truncus Enchepali)

Batang otak terdiri dari:

6
1) Disenchepalon, bagian batang otak paling atas terdapat

diantara cerebellum dengan mesenchepalon ( Syaifudin,

1997 )

Fungsi disenchepalon :

a) Vase konstruktor, mengecilkan pembuluh darah.

b) Respiratory, membantu proses persarafan.

c) Mengontrol kegiatan refleks

d) Membantu pekerjaan jantung.

2) Mesensepalon, atap dari mesensepalon terdiri dari empat

bagian yang menonjol keatas, dua dsebelah atas disebut

korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah

disebut korpus kuadrigeminus inferior. ( Syaifudin, 1997 )

Fungsi mesensepalon :

a) membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak

mata

b) memutar mata dan pusat pergerakan mata

3) Pons Varoli, brakium pontis yang menghubungkan

mesenhepalon dengan pons varoli dan cerebellum terletak

di depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla

oblongata, disini terdapat premotoksid yang mengatur

gerakan pernafasan dan refleks. ( Syaifudin, 1997 )

7
Fungsi pons varoli:

a) Penghubung antara kedua bagian cerebellum dan juga

antara medulla oblongata dengan cerebellum atau otak

besar

b) Pusat saraf nervus trigeminus.

8
4) Medulla oblongata, bagian batang otak paling bawah yang

menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.

(Syaifudin, 1997 )

Fungsi medulla oblongata:

a) Mengontrol pekerjaan jantung.

b) Mengecilkan pembuluh darah (vaso konstruktor)

c) Pusat pernafasan (respirasi center)

d) Mengontrol kegiatan refleks.

c. Otak kecil (cerebellum)

Cerebellum terletak pada bagian paling bawah dan belakang

tengkorak, dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura

transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medulla

oblongata. ( Syifudin 1997 )

Fungsi otak kecil:

1) Arkhiocerebellum (vestibulocerebellum). untuk

keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak

2) Paleacerebellum ( spinocerebellum), sebagai pusat

penerima impuls dan nervus vagus kelopak mata, rahang

atas, rahang bawah, dan otot pengunyah.

9
3) Neocerebellum (ponto cerebellum), korteks cerebellum

menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang

akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.

Gambar 2.2 Otak dengan piamater

(Syaifuddin, 1997 )

Keterangan gambar :

1. Vena-vena serebri 5. Rolandi.

superior. 6. Serebelum.

2. Lobus frontalis. 7. Medula oblongata.

3. Vena serebri media. 8. Lobus temporalis.

4. Vena-vena serebri

inferior.

2. Meningen ( selaput otak )

Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,

melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan

10
cairan sekresi ( cairan serebro spinalis ). Memperkecil benturan atau

gerakan yang terdiri dari 3 ( tiga ) lapisan ( Syaifuddin, 1997).

a. Durameter ( lapisan sebelah luar )

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat

dan kuat, di bagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak

dan durameter propia di bagian dalam di kanalisvertebralis kedua

lapisan ini terpisah. ( Syaifudin, 1997 )

b. Arakhnoid ( lapisan tengah )

Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter

dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi

cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral (

Syaifuddin, 1997 )

c. Piameter ( lapisan sebelah dalam )

Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan

jaringan otak, piamater berhubungan dengan arakhnoid melalui

struktur – struktur jaringan ikat yang disebut trakekel ( Syifuddin,

1997 )

3. Ventrikel Otak

Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak

yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima ( semacam sel

epitel yang membatasi semua rongga otak dan medula spinalis ) dan

11
mengandung CSF ( cerebrospinal fluid ).Ventrikel otak terdiri dari

ventrikel leteral, ketiga dan keempat. (Price , 1995)

4. Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid ke

dalam ventrikel – ventrikel yang ada dalam otak, cairan tersebut

masuk ke dalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga

ke dalam ruang subarakhnoid melalui celah – celah yang terdapat

pada ventrikel keempat

Jumlah cairan serebrospinal dalam ventrikel dan ruang

subarakhnoid berkisar antara 120 – 180 ml pada orang dewasa, 100

– 140 ml pada anak umur 8 – 10 tahun, dan 40 – 60 ml pada bayi.

Pada orang dewasa, produksi cairan serebrospinal selama 24 jam

berjumlah 430 – 500 ml, ini berarti dalam 24 jam cairan serebrospinal

diganti sebanyak 3 kali

a. Sirkulasi Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinalis yang dihasilkan dalam ventrikel

dan ruang subarakhnoid akan mengalir ke vili arakhnoid (

pacchionian granulations ) selanjutnya masuk ke dalam sinus

sagitalis superior, untuk diabsorpsi. Cairan serebrospinal dari

ventrikel lateralis, melalui foramen Monro akan masuk ke

ventrikel III di garis tengah, kemudian melalui foramina Luschka

di lateral atau foramen Magendie di garis tengah, selanjutnya

12
masuk ke ruang subarakhnoid ( sisterna magna ). Ada sejumlah

cairan serebrospinalis yang masuk ke kanalis spinalis untuk

beredar di sekeliling medula spinalis atau ia dapat mengalir ke

sefalad ke dalam sisterna basalis. Cairan serebrospinalis

meneruskan alirannya ke sefalad ke ruang subarakhnoid untuk

mencapai pacchionian granulations setinggi sinus sagitalis

superior, dan cairan ini kembali ke dalam aliran darah melalui

sisterna vena. Untuk mempertahankan volume cairan dalam

ventrikel dan ruang subarakhnoid, absorpsi cairan serebrospinal

harus sepadan dengan produksi cairan serebrospinalis

Gambar 2.3 Sirkulasi cairan serebrospinal

( Price Sylvia A, 1995 )

13
B. Patologi Hidrosefalus

1. Pengertian Hidrosefalus

Hidrosefalus merupakan suatu kondisi di mana terdapat

penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan, biasanya

diakibatkan oleh ketidakseimbangan produksi dan absorpsi cairan

serebrospinal ( Osborn AG, 1994 )

Gambar 2.4 Hidrosefalus( Bontrager, 2018)

2. Jenis – Jenis Hidrosefalus :

a Hidrosefalus Komunikans

Obstruksi terjadi diluar ekstraventrikuler, misal dalam ruang

subarakhnoid atau sisterna. Hidrosefalus komunikans dapat

disebabkan pleksus koroideus neonatus yang berkembang

berlebihan, sehingga lebih banyak cairan yang terbentuk

dibandingkan dengan cairan yang direabsorpsi oleh vili

araknidalis. Dengan demikian cairan akan tertimbun di dalam

14
ventrikel maupun diluar otak, sehingga kepala membesar sekali

dan otak mengalami kerusakan yang berat. Akan tetapi,

hdrosefalus komunikans justru lebih banyak disebabkan oleh

gangguan reabsorpsi CSF.Keadaan ini biasanya terjadi sekunder

akibat meningitis atau gangguan iritasi yang mengakibatkan

sumbatan ataupun jaringan parut pada ruang subarakhnoid.

Bentuk inilah yang paling sering ditemukan pada orang dewasa.

Gejala – gejala yang tampak antara lain kesulitan berjalan, diikuti

dengan cepat oleh gejala demensia, kelesuan dan akhirnya

inkontinensia kemih.Semua hirdosefalus dapat diobati dengan

mengalihkan cairan serebrospinal ke sistem vena ekstrakranial.

(Price , 1995)

b Hidrosefalus Nonkomunikans

Obstruksi aliran terjadi di dalam sistem ventrikel ke bawah dan

termasuk foramina saluran keluar ventrikel IV. Biasanya di

sebabkan oleh penyempitan akueduktus Sylvius kongenital

sehingga pada pembentukan cairan oleh pleksus koroideus dari

kedua ventrikel lateral dan ventrikel ketiga tersebut sangat

membesar. Hal ini menyebabkan penekanan otak terhadap

tengkorak sehingga otak menjadi tipis. Tekanan yang meningkat

ini juga mengakibatkan kepala neonatus membesar.Hidrosefalus

obstruktif juga sering disertai meningomielokel ( suatu keadaan

15
kongenital di mana tabung neural tak dapat bersatu sehingga

medula spinalis terbuka sedangkan saraf spinal, dura dan lapisan

lain yang lebih superfisial dari medula spinalis susunannya tidak

teratur ) Kebanyakan anak – anak yang mengalami hidrosefalus,

terutama sesudah usaha pembedahan meningomielokel. Pada

orang dewasa, hidrosefalus obstruktif biasanya diakibatkan oleh

tumor pada fosa posterior, yang mengakibatkan deformitas

akueduktus Sylvius atau ventrikel keempat. ( Price Sylvia, 1995 )

c. Hidrosefalus Kongenital

Hidrosefalus konginetal terjadi sekitar 1 per 1000 kelahiran dan

kadang – kadang sangat jelas berupa kepala bayi yang besar

sehingga mengganggu persalinan. Malformasi kongenital,

misalnya malformasi Arnold-Chiari, meruakan penyebab

terjadinya hidrosefalus kongenital.Beberapa kasus pada pria

diakibatkan oleh gangguan X – linked sebagai hasil dari stenosis

aqueduktus. (Underwoood, 1999 )

d. Hidrosefalus Acquired

Hidrosefalus yang didapat terjadi dari lesi apapun yang

menghambat aliran CSS. Perluasan lesi pada fosa posterior

mudah menyebabkan hidrosefalus karena ventrikel keempat dan

aqueduktus mudah tersumbat.Beberapa lesi yamg menyebabkan

sumbatan yang intermitan terutama kista koloid dari ventrikel

16
3.Hidrosefalus obstruktif sering disebabkan oleh organisasi

bekuan darah atau eksudat radang dalam jalur CSS. (

Underwood, 1999 )

1) Gejala Klinis Hidrosefalus

Hirdrosefalus dapat memberikan gejala yang berlainan

pada kelompok umur yang berbeda. Hirdosefalus akut

biasanya memberikan keluhan sakit kepala, muntah,

gangguan berjalan ( gait disturbance ), dan gangguan

penglihatan. Gejala awal hidrosefalus yang paling umum

pada bayi adalah ukuran lingkaran kepala bertambah besar

secara abnormal ( macrocephaly ). Macrocephali dapat

memberikan gejala dan tanda berupa kulit kepala licin

mengkilap, ubun – ubun besar ( fontanel anterior ) menonjol,

sklera tampak diatas iris seakan – akan seperti matahari

yang akan terbenam ( sunset phenomenon ).( Robinson

K,1999 )

Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa mungkin

mengalami gejala yang berbeda, karena tengkoraknya tidak

dapat mengembang untuk menampung penambahan cairan

serebrospinalis. Gejala yang menonjol pada anak yang kebih

besar atau pada orang dewasa adalah sakit kepala, muntah,

edema papil saraf otak II, ganguan berjalan ( gangguan

17
koordinasi dan keseimbangan, tersandung, jatuh tanpa

alasan, hilangnya kemampuan berdiri atau berjalan ),

gangguan konsentrasi, serta gangguan mental.( Listiono LD,

1998 )

C. Multi Slice Computed Tomography (MSCT)

1. Definisi Multi Slice Computed Tomography (MSCT)

Prinsip dasar multislice computed tomography (MSCT) adalah

pergerakan tabung sinar-X yang berputar secara stasioner dan

memancarkan sinar-X secara kontinyu, sambil diiringi dengan

pergerakan pasien oleh meja pesawat, melewati bidang penyinaran

sehingga akan sehingga akan dihasilkan banyak potongan

(multislice) dalam satukali pergerakan pasien(Said,2008).

Teknologi MSCT dimulai pada tahun 1992 dengan

memperkenalkan Elscint CT Twin yang merupakan dual slice

scanner. Keuntungan dari MSCT meliputi karakter resolusi

sepanjang Z-axis meningkat, kecepatan scan yang semakin cepat

dan volume gambaran lebih baik.

Pada tahun 1998, scanner 4 slice yang pertama kali

diperkenalkan, diikuti dengan perkenalan 16 slice pada tahun 2001.

Kemudian disusul dengan perkembangan yang sangat cepat

scanner 32 dan 40 slice, yang terakhir adalah 64 slice diperkenalkan

di tahun 2003 pada pertemuan RSNA. MSCT tidak hanya

18
meningkatkan jumlah slice , tetapi juga waktu sekali rotasi dari yang

1 detik hingga sekarang yang mnecapai 0,375 detik perrotasi

(Nagel,2004).

2. Akuisisi data

Menurut Seeram (2001), data akuisisi adalah data transmisi

sinar-X yang berasal dari tubuh pasien kemudian data tersebut

ditangkap detector seterusnya direkonstruksi menjadi gambar.

Prosesnya adalah sebagai berikut:

a. Tabung sinar-X dan detector berada dalam satu garis.

b. Tabung dan detector akan mengumpulkan data sebanyak-

banyaknya dari atenuasi pasien sebagai bahan untuk

pengukuran.

c. Berkas dibentuk oleh filter melalui tabung sinar-X.

d. Berkas yang dikolimasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam

membentuk irisan.

e. Berkas diatenuasikan oleh pasien dan ditransmisikan foton

tersebut akan diukur oleh detector.

f. Detector akan mengkonversikan foton sinar-X kedalam signal

listrik.

g. Sinyal akan dikonversikan dari analog ke digital converter

(ADC) kedalam data signal.

19
h. Data signal akan mengirim ke computer untuk direkontruksi

jadi gambar

Pada MSCT, penggunaan scanning spiral-helical geometri

adalah pengembangan paling terbaru pada akuisisi data. Kebutuhan

akan waktu secan yang lebih cepat dan perbaikan-perbaikan

direkonstruksi 3D dan multi planar sudan mendorong perkembangan

dari dari perputaran scan yang kontinyuatau volume scan, dimana

data itu dikumpulkan dalam volume-volume bukan isrisan yang

individu. Semua MSCT menggunakan slip-ring gantry, yang

memungkinkan akuisisi scara simultan dengan kecepatan rotasi

tabung 0,33 detik dengan perputaran rabung sinar-X 360 derajad

mengelilingi pasien (Rehani dkk,2007).

MSCT dapat juga dilakukan untuk menampilkan struktur anatomi

berupa bidang volume dengan slice yang tipis. Slice yang tipis

ditentukan dengan kombinasi pre-patient collimator dan post patient

collimator. Besarnya slice thikness (2,5 mm, 5 mm, 10 mm)

dihasilkan oleh kombinasi sinyal dari beberapa rows. Slice yang tipis

akan menghasilkan resolusi tinggi. Resolusi yang tinggi bagus untuk

Multi Planar Rekonstruksi (MPR) dan 3 Dimension (3D). MPR dan

3D merupakan suatu kelebihan MSCT yaitu rekonstruksi tanpa

menambah dosis pada pasien (Rehani dkk, 2007).

20
3. Rekonstruksi Gambar MSCT

a. Multi Planar Reconstruction (MPR)

Dari data dasar MSCT yang berjumlah ratusan sampai ribuan

tersebut dengan melalui kecanggihan software computer, maka

data dasar tersebut data dapat digunakan untuk nelakukan

renstruksi gambar menjadi potongan axial, sagittal, dan coronal

dan dapat digunakan untuk proses rekonstruksi multi planar

(Europan guilldelines for MSCT,2004)

Rekonstruksi gambar umumnya diambil dari data dasar axial

2D. thinMPR digunakan untuk visuallisasi segmental pendek dan

thick MPR digunakan untuk mendapatkan visualisasi segmen

panjang (europan guilldelines for MSCT,2004).

b. 3D Reconstruction

Pada dasarnya MSCT dapat menghasilkan kualitas gambar

tinggi dan memungkinkan:

1) Shaded Surface Display (SSD)

Disebut juga 3D surface Rendering menyajikan tampilan

3D struktur permukaan.

2) Maximum Intensity Projection (MIP)

Dihasilkan oleh proyeksi actual slice sebuah volume dalam

display maksimum CT number.

3) Volume Rending (VR)

21
Mengukur suatu vol dengan menyambungkan garis pada

volume of interest dan diukur dengan mistar, setelah

dikombinasikan dengan SSD, dan MIP. VR technique

(VRT) juga dapat membuat transmisi display ( sama

halnya MIP) atau SSD tergantung pada gradient

shading.VR digunakan untuk menilai gambaran pembuluh

darah (CT Angiography), struktur skeletal,

tracheobronchial system, paru-paru, dan colon (Europan

guilldelines for MSCT,2004).

4. Detektor

CT Scan biasa dimana hanya mengumpulkan satu lajur

detector. System dari MSCT dilengkapi dengan dua atau lebih lajur

detector yang parallel dan selalu dilengkapi dengan teknologi CT

Scan generasi ke 3 dimana perputaran tabung sinar-X dan detector

berputar secara sinkron. Tipe-tipe detectoradalah :

a. Multi detector, terdiri atas rows yang parallel dengan ketebalan

yang sama.

b. Adaptive array detector, terdiri atas rows yang parallel dengan

ketebalan yang bervariasi.

c. Hybrid detector, terdiri atas rows yang parallel dengan

ketebalan yang bervariasi dengan ketebalan yang berada

ditengah lebih kecil dari pada yang ada dipinggir.

22
5. Parameter MSCT

Gambar MSCT dapat terjadi sebagai hasil dari berkas sinar-X

yang mengalami perlemahan setelah menembus objek, ditangkap

detektor dan dilakukan pengolahan dlam komputer. Penampilan

gambar yang baik tergantung kualitas gambar yang dihasilkan

sehingga aspek klinis dari gambar tersebut dapat dimanfaatkan

untuk menegakan diagnosa. Dalam MSCT dikenal beberpa

parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang

optimal (Bontrager, 2001). Adapun parameter tersebut adalah:

a. Slice Tickness

Slice ticknes adalah tebalnya irisan atau potongan dari

obyek yang akan diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1mm

– 10mm sesuai dengan keperluan klinis. Pada umumnya irisan

yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang

rendah dan sebaliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan

gambaran dengan detail yang tinggi.

b. Range

Range adalah perpaduan/kombinasi dari beberapa slice

tickness. Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan

ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan

pemeriksaan. (European Guidenes for MSCT,2004).

23
c. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah pengaturan scanning yang

berpengaruh pada akuisisi data. Bagian MSCT yang mengatur

faktor eksposi adalah beam collimation, tegangan tabung (kV),

arus tabung (mA), dan waktu scanning (s).

d. Acquisition time

Acquisition time (scan time) adalah durai eksposi sinar-X

untuk mendapatkan satu set data (satu sekuens), tergantung

pada target volume, table speed dan kecepatan rotasi tabung

(European Guidelines,2004).

e. Field of View

Field of View adalah diameter maksimal dari gambaran

yang akan direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya

berada pada rentang 12-50 cm. FOV yang kecil akan

meningkatkan resolusi gambar karena dengan FOV yang kecil

maka akan mereduksi ukuran pixel (picture element).

f. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom

dari pixel dalam proses perekonstruksian gambar.

Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur elemen

dalam memori komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi

gambar. (European Guidelines,2004).

24
g. Rekonstruksi Algoritma

Rekonstruksi algoritma adalah prosedur matematis yang

digunakan dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan

karakteristik dari gambar CT – Scan tergantung pada algoritma

yang dipilih. Sebagian CT-Scan sudah memiliki standar

algoritma tertentu. Semakin tinggi rekonstruksi algoritma yang

dipilih maka semakin tinggi resolusi gambar yang dihasilkan.

(European Guidelines,2004).

h. Window Width

Window width adalah rentang nilai Computed

Tomography yang dikonversi menjadi tingkatan skala keabuan

(gray level) untuk ditampilkan dalam tv monitor. Setelah

komputer menyelesaikan program pengolahan gambar melalui

rekonstruksi matriks dan algoritma maka hasilnya akan

dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama

nilai computed tomography (CT number).

Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU.

Untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai

+3000 HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -

1000 HU. Jaringan atau substansi lain dengan nilai dengan

nilai yang berbeda tergantung dari nilai perlemahannya. Jadi

penampakan tulang pada monitor menjadi putih dan udara

25
menjadi hitam. Jaringan dan subtansi lain akan dikonfersi

menjadi warna abu-abu bertingkat yang disebut greyscale.

(Rasad,2000).

Tipe jaringan Nilai CT Penampakan

(HU)

Tulang +1000 Putih

Otot +50 Abu-abu

Materi putih +45 Abu-abu menyala

Materi abu- +40 Abu-abu

abu +20 Abu-abu

Darah +15 Abu-abu

CSF 0

Air -100 Abu-abu gelap ke hitam

Lemak -200 Abu-abu gelap ke hitam

Paru -1000 Hitam

Udara

Tabel 2.1 Nilai CT pada jaringan yang berbeda penampakannya

pada layar monitor (Bontrager, 2010)

i. Window Level

Window Level adalah nilai tengah dari window yang

digunkan untuk penampilan gambar. Nilainya dapt dipilh

26
tergantung pada karakteristik perlemahan dari struktur object

yang diperiksa.

j. Pitch

Pitch adalah pergerakan meja per rotasi dibagi slice

width.,Pitch yang tinggi akan meningkatkan volume gambaran

karena akan berpengaruh pada resolusi gambar sepanjang Z

axis ( Nagel, 2004).

k. Recon Increment

Recon Increment adalah jarak antara citra rekonstruksi

dalam arah Z axis. (Bontrager,2001).

D. Prosedur pemeriksaan CT-Scan kepala pediatrik

1. Pengertian

Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala adalah teknik pemeriksaan

secara radiologi untuk mendapatkan informasi anatomis irisan atau

penampang melintang kepala.

2. Indikasi Pemeriksaan ( Bontrager, 2018 )

a. Tumor — lesi metastasis, meningioma, glioma

b. sakit kepala

c. Patologi peredaran darah — kecelakaan serebrovaskular,

aneurisma, malformasi arteriovenosa

d. Kondisi radang atau infeksi — meningitis, abses

27
e. gangguan degeneratif — atrofi otak

f. Trauma — hematoma epidural dan subdural, fraktur

g. Kelainan bawaan

h. Hidrosefalus

3. Persiapan Pemeriksaan

a. Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, Namun Pasien

anak membutuhkan perhatian dan terus menerus pemantauan.

Teknolog harus bekerja memastikan pemindai siap ketika pasien

tiba dan informasi yang diperlukan seperti klinis protokol riwayat

dan pemindaian telah ditentukan. Teknolog juga harus

memastikan tidak ada benda logam di area yang akan

discanning, untuk pemindaian yang memerlukan waktu pasien

diinstruksikan untuk kencing terlebih dahulu, dan menyiapkan alat

fiksasi untuk kenyamanan pasien.( Seeram , 2016 )

b. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan kepala

dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Peralatan steril :

a) Spuit.

b) Needle.

c) Kassa dan kapas

28
d) Alkohol

e) Obat anastesi

f) Injektor

2) Peralatan non steril

a) Pesawat CT-Scan

b) Media kontras

c) Tabung oksigen

d) Apron

e) Standar infus

f) Automatic Scanning

g) Selimut tebal

h) Head clam

i) Poster atau gambar dinding

j) Mainan anak

3) Teknik Sedasi

Penggunaan sedasi tidak bisa dihindari dalam

pemindaian CT pediatrik. Degradasi gambar dari gerakan

pasien tetap menjadi masalah. Pengenalan MSCT telah

menjadi kemajuan luar biasa dalam bidang pediatrik

pencitraan. Sebagian besar pemindaian dapat diselesaikan

dalam waktu kurang dari 30 detik, dan dengan 16-64-slice

saat ini pemindai, waktu pindai sesingkat 5 hingga 10 detik

dapat dicapai secara rutin sementara gambar tertinggi

29
kualitas dijaga. Ini secara substansial berkurang kebutuhan

akan sedasi. Anak-anak kurang dari 6 bulan jarang

membutuhkan sedasi. Membungkusnya dengan selimut

hangat dan memberi mereka dot dan penggunaan sistem

meja penahan untuk melumpuhkan mereka bisa semua yang

diperlukan untuk pemindaian yang berhasil. Sleep

Deprivation adalah teknik lain yang bisa digunakan dengan

bayi. Dengan pemindai yang lebih cepat, pasien yang baik

komunikasi, dan penggunaan pengekangan yang tepat,

kebutuhan akan sedasi dapat diminimalkan.

Untuk bayi yang lebih tua dan balita yang membutuhkan

sedasi, hidrat oral atau dubur adalah yang paling umum obat

bekas. Dosis awal yang khas adalah 50 hingga 75 miligram

(mg) per kilogram (kg) hingga maksimum dosis 100 mg / kg.

Ini umumnya efektif dan dapat secara rutin dikelola oleh

radiologi Perawat di bawah arahan seorang ahli radiologi.

Anak-anak yang lebih tua dari usia balita biasanya bisa

berbicara melalui studi CT dengan bantuan orang tua. Ketika

ini tidak berhasil, oral atau intravena (IV) midazolam (Versed)

dengan atau tanpa morfin may digunakan untuk sedasi

sadar. Beberapa anak dan balita mungkin tidak cukup

menanggapi obat obatan ini dan akan membutuhkan sedasi

30
mendalam dengan obat-obatan seperti IV pentobarbital

sodium (Nembutal). Grup ini mungkin juga termasuk anak-

anak dengan perkembangan yang tertunda, sleep apnea,

atau masalah pernapasan kronis. Pentobarbital umumnya

dikelola oleh personel terlatih khusus seperti tim sedasi

pediatrik yang berdedikasi atau ahli anestesi.( Seeram, 2016

4) Persiapan Media kontras dan obat-obatan

Penggunaan rutin media kontras nonionik hampir

menghilangkan reaksi ringan seperti nyeri, mual, muntah, dan

urtikaria. Ini sangat penting pada CT pediatrik, dan

penggunaan kontras nonionik Oleh karena itu media

direkomendasikan dalam pemeriksaan tersebut. Ini

membutuhkan media kontras. Mengurangi potensi reaksi dan

ketidaknyamanan ini membantu memastikan kerjasama

pasien dan member pemeriksaan yang lebih aman untuk

anak yang dibius. Untunglah, reaksi alergi parah terhadap

media kontras jarang terjadi pada anak-anak. Informed

consent harus diperoleh sebelum injeksi kontras IV.

Dosis bahan kontras untuk anak-anak adalah 2 hingga 3

mililiter (ml) / kg hingga maksimum 150 ml. Injektor daya

sekarang umum digunakan karena mereka memberikan laju

31
injeksi konstan yang memungkinkan waktu bolus dan organ

yang lebih akurat peningkatan. Faktor penentu untuk

penggunaan injektor daya tergantung pada tempat IV dan

ukuran. Hanya sebagian besar tempat IV perifer yang dapat

diperoleh anak-anak. Kecepatan injeksi ditentukan oleh

ukuran kateter IV; tingkat injeksi 2-3 ml persecond dapat

digunakan dengan 22-gauge kateter, sedangkan kateter 24-

gauge dapat disuntikkan pada 1 hingga 2 ml per detik. Jarum

jenis kupu-kupu dan perkutan berdiam di dalam garis kateter

vena sentral hampir selalu disuntik dengan tangan bukan

dengan menggunakan injektor daya. Waktu pemindaian

sangat penting untuk kontras pencitraan yang dibiakkan,

terutama leher, dada, dan tubuh. Berbeda dengan pada

pasien dewasa di mana pemindaian rutin keterlambatan

efektif pada kebanyakan orang, memindai keterlambatan

anak-anak harus individual tergantung pada ukuran anak,

tempat infus, injeksi tingkat, dan durasi pemindaian. Jika

injektor listrik digunakan, penundaan standar dapat

digunakan di sebagian besar pasien. Untuk pemeriksaan

leher dan dada, penundaan 35 hingga 45 detik efektif. Untuk

studi tentang perut dan panggul, penundaan lebih lama 50

hingga 70 detik digunakan. Bayi umumnya membutuhkan

lebih pendek keterlambatan karena volume kontras yang

32
disuntikkan adalah begitu kecil. Saat injeksi tangan

digunakan, pemindaian harus dimulai ketika injeksi hampir

selesai. Pengaturan waktu untuk studi kontras otak yang

ditingkatkan kurang kritis. Pemindaian ini biasanya dimulai

setelahnya semua kontras telah diberikan.

( Seeram, 2016 )

c. Teknik Pemeriksaan

Teknik pemeriksaan CT Scan kepala pediatrik potongan axial

adalah sebagai berikut ;

1) Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan

dengan posisi kepala dekat dengan gantry(Head First).

2) Posisi objek : Kepala hiperfleksi dan diletakkan pada head

holder.Samping kiri dan kanan kepala pasien diberi

pengganjal agar kepala pasien tidak bergerak. Agar

gambaran simetris kepala diposisikan sehingga mid sagital

plane kepala sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan

interpupilary line sejajar dengan lampu indikator horizontal.

Lengan pasien diletakkan diatas perut atau disamping tubuh.

( Seeram, 2016 )

3) Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi pada pemeriksaan CT-Scan kepala

pediatrik adalah sebagai berikut ; ( Seeram, 2016 )

33
a) Konsultasi kepada Radiolog apakah pemeriksaan CT-

Scan benar- benar tepat dilakukan.

b) Bagian tubuh yang tidak diperiksa dilindungi dengan

apron.

c) Menggunakan teknik dosis rendah

d) Potongan axial dibuat dengan gantry menyudut 20

derajat terhadap canthomeatal line untuk menghindari

penyinaran pada mata.

4) Parameter CT –Scan ( Seeram, 2016 )

a) Scanogram : kepala lateral

b) Scan Mode : Helical

c) Range : Skull base - vertex

d) Slice Thicness : 0.5 – 1.25 mm

e) Pitch : 1.0

f) Gantry Rotation Speed : 0.5 second

g) Kv : 120

h) Ma : 200 +

i) Recontruction Slice : 3 - 5 mm

Thickness

5) Foto sebelum dan sesudah pemasukkan media kontras

Secara umum pemeriksaan CT-scan kepala

membutuhkan 6-10 irisan axial. Namun ukuran tersebut

34
dapat bervariasi tergantung keperluan diagnosa. Untuk kasus

seperti tumor maka jumlah irisan akan mencapai dua kalinya

karena harus dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan

media kontras. Tujuan dibuat foto sebelum dan sesudah

pemasukan media kontras adalah agar dapat membedakan

dengan jelas apakah organ tersebut mengalami kelainan atau

tidak

6) gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-scan kepala

pada umumnya

Gambar 2.5 Potongan Axial Setinggi Ventrikel IV dan Cerebellum

( Bontrager,2018)

35
Gambar 2.6 Potongan Axial Setinggi Saluran Pendengaran Dalam

( Bontrager,2018)

Gambar 2.7 Potongan Axial Setinggi Pons

( Bontrager,2018)

36
Gambar 2.8 Potongan Axial Setinggi Ventrikel III

( Bontrager,2018)

Gambar 2.9 Potongan Axial Setinggi Lateral Ventrikel

37
( Bontrager,2018)

Gambar 2.10 Potongan Axial Setinggi Cerebrum

( Bontrager,2018)

38
BAB III

PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

A. PROFIL KASUS

Untuk memberikan deskriptif yang jelas, maka penulis akan

menguraikan tentang pelaksanaan pemeriksaan MSCT kepala pediatrik

pada kasus hidrosefalus di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mardi

Rahayu Kudus

1. Identitas Pasien

Nama : NM BY NY

Umur : 0 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : MAYONG, JEPARA

Tanggal pemeriksaan : 28/10/2019

Unit : Rawat Inap

Diagnosa : hidrosefalus

Pemeriksaan : MSCT Kepala Non Kontras

2. Riwayat Penyakit

Pada hari Jumat tanggal 25 Oktober 2019 Bayi dari nyonya

NM lahir, tampak ukuran kepala lebih besar daripada ukuran

normal kepala bayi pada umumnya, kemudian dokter memutuskan

39
agar dilakukan pemeriksaan MSCT kepala di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus pada tanggal 28 Oktober 2019.

a. Prosedur Pemeriksaan MSCT Kepala

1) Persiapan alat

a) Pesawat MSCT

Merk : Siemens

Tipe : Somatom Prespective

kV maks : 145 kVp

mA maks : 345 mAs

Gambar 3.1
Pesawat MSCT Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus
b) Control table

Gambar 3.2
Computer Console MSCT Siemens (RS Mardi Rahayu)

40
Gambar 3.3
Control Panel dan Workstation MSCT (RS Mardi Rahayu)
c) Printer Dryview Carestream

Gambar 3.4

d) Head holder

e) Selimut

f) Bodystrap

2) Persiapan pasien

Pada pasien pediatrik untuk kasus Hidrosefalus ini di

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus tidak

digunakan sedasi, karena pasien masih berumur 3 hari.

41
Persiapan khusus pasien yaitu tubuh pasien dibungkus

dengan selimut agar hangat dan mengurangi gerakan.

3) Teknik pemeriksaan

Posisi Pasien :Pasien supine diatas meja pemeriksaan

dengan posisi kepala pada arah gantry.

MSP tubuh berada pada tengah meja

pemeriksaan.

Posisi Obyek : MSP obyek berada pada pertengahan head

holder (tempat kepala) dengan diberi

pengganjal selimut diatasnya sejajar

dengan lampu indikator horizontal. Untuk

lampu indikator transversal setinggi dengan

MAE (Meatus Akustikus Eksternal). Setelah

itu atur batas atas penyinaran 2 jari di atas

vertex. Selama pemeriksaan pasien diberi

selimut untuk kenyamanan pasien

mengingat ruangan pemeriksaan yang ber

– AC.

4) Proses Pemeriksaan

1. Radiografer mengisi data pasien di komputer, yaitu

dengan mengisi Last name, Patient ID, Date of Birth,

Sex, Age, Referring physician, Admitting diagnosis,

42
Institution name, Performing physician, dan Operator.

Ketika data pasien telah dimasukkan, maka langkah

selanjutnya yaitu menekan instruksi “Exam”

2. Radiografer memilih protokol pemeriksaan yang

digunakan. Klik anatomi kepala dengan menggunakan

protokol Head RSMR (Child).

3. Lalu kilk “OK” dan “LOAD”, tunggu waktu delay

beberapa detik setelah itu menekan tombol X-Ray.

Secara otomatis pesawat akan melakukan scanning

dan kemudian muncul gambaran topogram kepala.

4. Setelah itu diteruskan dengan pembuatan planning

scan yaitu rencana pengambilan gambar atau slice

mulai dari basis cranii sampai vertek, menggunakan kv

110 dan mAs 140, menggunakan scan time 17,39 s

dan rotation time 1.0 s dengan delay 3s.

5. Selanjutnya tekan move untuk pergeseran meja seperti

posisi awal lalu tekan load, dan scanning pun dimulai

serta akhirnya pengambilan gambar pun sesuai

dengan planning scan.

43
5) Proses pencetakan gambar

Setelah scaning selesai, dilakukan proses

reconstruksi. Rekonstruksi axial menggunakan slice

thicknes 5mm, menggunakan window Baby Brain, recon

increment 5mm dengan jumlah 19 images, sedangkan

pada rekonstruksi hanya dibedakan pada posisi irisan dan

jumlah 18 images. Setelah selesai direkonstruksi dan

gambar telah sesuai dengan yang diinginkan, maka

gambar siap dicetak dalam printer Dryview Carestream

dengan film CT-Scan sebanyak 1 lembar dengan dengan

jumlah gambar 25, scanogram 1 gambar, coronal 5

gambar, dan axial 19 gambar.

6) Parameter

Parameter pemeriksaan CT Scan kepala pediatrik

dengan kasus hidrosefalus di Instalagi Radiolgi Rumah

Sakit Mardi Rahayu Kudus adalah :

a) Scanogram : cranium lateral

b) Slice thickness : 5 mm

c) Recontruction : 5 mm

d) Slice : 19

e) Kv : 110

f) mAs : 140

44
g) Gantry : 0 derajat

h) Range :batas bawah setinggi basis cranii

dan batasatas setinggi vertek.

b. Hasil pembacaan CT-Scan

 Sulci, fisura sylvii dan sisterna obliterasi.

 Tak tampak lesi hipodens maupun hiperdens pada

parenkim otak.

 Tak tampak midline shifting.

 Sistem ventrikel lateral bilateral, III melebar. Ventrikel IV

tak melebar.

 Pons dan serebelum baik.

Kesan : Hidrosefalus non komunikans (obstruksi) dengan

kemungkinan bendungan pada aqueduct sylvii. Brain

swelling dengan TIK meningkat

45
Gambar 3.5
Hasil Scan irisan axial pasien pediatrik kasus hidrosefalus.
B. Pembahasan

Pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan kepala pediatrik dengan kasus

hidrosefalus di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus di

lakukan tanpa anastesi pada pasien rawat inap. Anastesi tidak dilakukan

mengingat pasien yang masih berumur 3 hari, pemeriksaan dilakukan

setelah pasien tenang saat sudah dibungkus selimut pada bagian dada

hingga kaki.

Pemeriksaan CT-Scan kepala pediatrik dengan kasus hidrosefalus

di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus dilakukan dengan posisi pasien

46
supine di atas meja pemeriksaan dengan posisi kepala pada head holder

yang sudah berisi bantal kepala terlebih dahulu. Kemudian radiografer

mamposisikan pasien dengan mengatur meja pemeriksaan sehingga Mid

Sagital Plane ( MSP ) kepala sejajar terhadap lampu indikator longitudinal

dan lampu indikator horizontal sejajar dengan IPL kepala sehingga

gambaran akan menjadi simetris.

Proses pemeriksaan CT Scan kepala pediatrik dilakukan dengan

protokol pemeriksaan dengan slice thickness 4 mm dan recon slice

tihickness 5mm, tanpa menggunakan media kontras hal ini dikarenakan

hanya untuk melihat hidrosefalusnya saja. Di mana kelainan hidrosefalus

sudah terlihat pada potongan axial dari kepala oleh karena itu

penggunaan media kontras tidak perlu digunakan. Jika terdapat kelainan

seperti tumor di mana pada pemeriksaan harus di gunakan media

kontras maka dalam keadaan seperti ini hidrosefalus juga dapat terlihat.

Selain itu alasan tidak di pakainya media kontras pada pemeriksaan ini

tidak ada klinis yang mengaharuskan untuk memakai media kontras.

Secara teori pemeriksaan CT Scan kepala pediatrik menggunakan

Slice Thickness 0.5 – 1.25 mm dan Rekonstruksi Slice Thickness nya

3mm dengan jumlah slice 6 – 10 slice. Pada pemeriksaan CT Scan

kepala pediatrik di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus

dilaksanakan dengan menggunkan slice tickness 4 mm, dan rekonstruksi

slice thickness nya 5 mm, slice yang dihasilkan adalah 19 slice axial, 5

47
slice coronal dan scanogram 1 gambar. Penggunaan jumlah slice pada

pemeriksaan ini tergantung pada lebar obyek atau kepala dari pasien.

Sehingga dari pembahasan di atas, penulis berpendapat bahwa

tanpa digunakannya media kontras, patologi hidrosefalus sudah terliahat.

Jumlah slice 24 dan slice tickness 5 mm sudah dapat menampakkan

hasil diagnosa yang diinginkan.

Masalah yang kedua adalah mengapa ditambahkan potongan

coronal, sebenarnya prosedur pemeriksaan CT-Scan pada pasien

pediatrik dengan klinis hidrosefalus cukup menggunakan potongan axial

tanpa menggunakan potongan coronal. Pemeriksaan MSCT kepala

pediatrik dengan klinis hidrosefalus hanya menggunakan potongan axial

dengan jumlah gambar 24, namun pada pasien NM BY NY ukuran kepala

tidak terlalu besar, sehingga dengan 19 gambar axial sudah dapat

memperlihatkan informasi yang jelas dari sudut pandang potongan axial,

sehingga ditambahkan 5 gambar coronal. Penambahan gambaran

coronal akan menambahkan informasi patologi hidrosefalus dari sudut

pandang Anterior. Dengan penggunaan potongan axial dan coronal

membantu dokter radiolog dalam memberikan penilaian sehingga dapat

menegakan diagnosa yang ada sehingga dapat dilakukannya tindakan

tepat oleh dokter pengirim kepada pasien.

48
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala pediatrik di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus dilakukan tanpa anastesi,

persiapan khusus pasien yaitu dengan membungkus tubuh pasien

dari dada hingga kaki agar hangat dan mengurangi gerakan. Posisi

pasien supine tanpa menggunakan media kontras. Jumlah slice 25

gambar, dengan pembagian potongan axial 19 gambar, potongan

coronal 5 gambar, dan scanogram 1 gambar. Slice tickness 4 mm

dan rekonstruksi slice thickness 5 mm dan batas bawah pada basis

cranii serta batas atas pada vertek.

2. Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala pediatrik di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus menggunakan potongan axial

dan coronal karena lebih menampakkan informasi yang jelas untuk

membantu dokter radiolog dalam memberikan penilaian sehingga

dapat menegakan diagnosa yang ada sehingga dapat dilakukannya

tindakan tepat oleh dokter pengirim kepada pasien.

B. Saran

1. Sebaiknya pasien diberikan apron untuk melindungi organ-organ

sensitif yang tidak diperiksa.

49
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, P. W. & Frank, E. D., 2003. Radiographic Positions & Radiologic

Procedures. 10th ed. St. Louis: Mosby.

Lampignano, J. P. & Kendrick, L. E., 2018. Textbook of Radiographic

Positioning and Related Anatomy. 9th ed. St. Louis: Elseiver.

Price , A. S., 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit..

4th ed. Jakarta: EGC.

Rasad, S., 2005. Radiologi Diagnostik. Jakarta: FKUI.

Seeram, E., 2016. Computed Tomography Physical Principles,Clinical

Applications, and Quality Control. 4th ed. St. Louis: Elseiver.

Sudan, M. S., 1999. Spiral Computed Tomography. JK Science, Volume I, pp.

138-139.

Syaifuddin, 1997. Anatomi Fisiologi Keperawatan. 2nd ed. Jakarta:

Kedokteran EGC.

50
LAMPIRAN

51
52

Anda mungkin juga menyukai