Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

PROSEDUR PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING BRAIN


KONTRAS PADA KLINIS TUMOR DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH
SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA SELATAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Kerja Lapangan 6

Disusun Oleh:
FINA KRISTIANTI
NIM: P1337430216032

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan sebagai laporan guna

memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan (PKL) 6 Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang.

Nama : Fina Kristianti

NIM : P1337430216032

Judul : PROSEDUR PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE


IMAGING BRAIN KONTRAS PADA KLINIS TUMOR DI
RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA SELATAN

Jakarta, Februari 2020

Clinical Instructure

Ahmad Hariri,Dipl.Rad, ST,CDT, MM

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan
6 dengan judul “Prosedur Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging Brain Kontras
pada Klinis Tumor di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta
Selatan”. Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan tersebut bertujuan untuk
memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan 6.
Dalam penulisan laporan kasus tersebut penulis menemui beberapa kendala,
untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes selaku ketua jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi,
2. Ibu Dartini, S.KM, M.Kes selaku ketua prodi D-IV Teknik Radiologi,
3. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.
4. dr.Fery Murtopo, Sp.Rad selaku Kepala Instalasi Radiologi di Instalasi
Radiologi RS Pusat Pertamina Jakarta Selatan
5. Seluruh radiolog di Instalasi Radiologi RS Pusat Pertamina Jakarta Selatan
6. Bapak Hariri, selaku Clinical Instructure PKL 6 di RS Pusat Pertamina Jakarta
Selatan
7. Semua radiografer dan staf bagian radiologi di RS Pusat Pertamina Jakarta
Selatan
8. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis,
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan,
untuk itu penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak. Penulis berharap laporan
ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa dan dijadikan studi bersama.

Jakarta, Februari 2020


Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan .................................................................... 4
D. Manfaat Penulisan .................................................................. 4
E. Sistematika Penulisan ............................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Magnetic Resonance Imaging ................................................ 6
B. Anatomi Otak Manusia .......................................................... 21
C. Patologi Tumor ....................................................................... 24
D. Media Kontras MRI................................................................ 29
E. Teknik Pemeriksaan MRI Brain ............................................. 32
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Kasus ............................................................................ 35
B. Teknik Pemeriksaan ............................................................... 36
C. Parameter dan hasil citra MRI ................................................ 37
D. Hasil Expertise ....................................................................... 43
E. Pembahasan ............................................................................ 44
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 46
B. Saran ....................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 48

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gradien koil X, Y, dan Z ....................................................... 7


Gambar 3.1 Hasil citra pada sekuen Sagital FLAIR .................................. 38
Gambar 3.2 Axial T2W_TSE .................................................................... 39
Gambar 3.3 Hasil citra sekuen axial T2W_FLAIR ................................... 39
Gambar 3.4 Hasil citra sekuen axial T1W_SE .......................................... 40
Gambar 3.5 Hasil citra sekuen dDWI+ADC SENSE ................................ 40
Gambar 3.6 Hasil citra coronal T2 FLAIR ................................................ 41
Gambar 3.7 Hasil citra sekuen sagittal T1+C ............................................ 41
Gambar 3.8 Hasil citra sekuen axial T1+C ................................................ 42
Gambar 3.9 Hasil citra sekuen coronal T1+C............................................ 42

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Otak merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh manusia. Otak

sebagai pusat kendali segala kegiatan yang dilakukan organ-organ tubuh yang lain.

Menurut Cinamon VanPutte (2016), pada umumnya otak dibagai menjadi empat

bagian utama, yaitu otak besar (cerebrum), batang otak (trunchus enchepali) dan

otak kecil (cerebellum).

Salah satu patologi yang ada pada brain yaitu tumor. Tumor merupakan

istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan adanya pertumbuhan massa

(solid/padat) atau jaringan abnormal dalam tubuh yang meliputi tumor jinak

(benigna tumor) dan tumor ganas (malignant tumor). Tumor ganas lebih dikenal

sebagai kanker. Massa ini timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan

pertumbuhan dan regenerasi sel. Pertumbuhan sel yang tidak terkendali

disebabkan kerusakan DNA yang mengakibatkan mutasi (perubahan genetic yang

bersifat menurun) pada gen vital yang bertugas mengontrol pembelahan sel.

Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel

kanker. Mutasi-mutasi tersebut disebabkan agen zat-zat kimia atau fisik yang

dinamakan sebagai karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh)

maupun diwariskan (Kirschner, 1998).

1
Diagnosa tumor brain ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan

pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi.

Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor brain apalagi

membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan

tergantung dari lokasi tumor, kecepatan partumbuhan masa tumor dan cepatnya

timbul gejala tekanan tinggi intracranial serta efek dari masa tumor ke jaringan

brain yang dapat menyebabkan kompresi, infasi, dan destruksi dari jaringan brain.

Walaupun demikian ada beberapa jenis tumor yang mempunyai predileksi lokasi

sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor brain. Dengan pemeriksaan

radiologi yaitu MRI dan patologi anatomi hampir pasti dapat dibedakan tumor

benigna dan maligna (Japardi, 2002).

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah salah satu cara pemeriksaan

diagnostic dalam ilmu kedokteran yang dapat membantu untuk menegakkan

diagnose dari suatu kelainan. MRI merupakan suatu teknik penggambaran

penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen.

Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan

tergantung pada banyak parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat

gambaran potongan coronal, sagittal dan axial tanpa banyak memanipulasi tubuh

pasien dan tidak menggunakan radiasi serta bersifat non invasive. Dengan

parameter yang tepat MRI mampu untuk memvisualisasikan dan menganalisa

jaringan tubuh (otot, ligament, tulang rawan, persendian), aliran darah dan fungsi

metabolisme tubuh serta mampu memberi gambaran detail tubuh manusia tampak

2
jelas, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.

(Notosiswoyo, 2004)

Pemeriksaan brain merupakan salah satu pemeriksaan yang paling banyak

dijumpai pada pemeriksaan MRI, karena kelebihan MRI dapat menampilkan

gambaran potongan axial, coronal dan sagittal Brain lebih detail dan lebih baik. Di

RS Pusat Pertamina MRI Brain berfungsi untuk menampilkan kelainan-kelainan

pada brain, salah satunya tumor. Tumor merupakan istilah umum yang digunakan

untuk menjelaskan adanya pertumbuhan massa (solid) atau jaringan abnormal

dalam tubuh yang meliputi tumor jinak (benigna tumor) dan tumor ganas

(malignant tumor). Prosedur operasi pengangkatan tumor biasanya memberikan

hasil efektif apabila masih dalam stadium awal. Prosedur ini tidaklah mudah

karena lokasi lesi/tumor yang berada di dalam kepala sehingga sangat diperlukan

modalitas diagnostik, salah satu yang paling baik dalam kasus ini adalah MRI.

MRI merupakan modalitas yang cocok dikarenakan MRI membantu operasi bedah

dalam menentukan lokasi lesi secara akurat.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam pada laporan kasus dengan judul “Prosedur Pemeriksaan Magnetic

Resonance Imaging Brain Kontras pada Klinis Tumor di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta Selatan”

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana teknik pemeriksaan MRI Brain kontras pada klinis tumor di

Instalasi Radiologi RS Pusat Pertamina?

3
2. Bagaimana pulse sequence yang digunakan pada pemeriksaan MRI Brain

kontras pada klinis tumor di Instalasi Radiologi RS Pusat Pertamina?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki tujuan antara lain :

1. Tujuan Umum

Memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan 6

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui teknik pemeriksaan MRI Brain kontras pada klinis Tumor di

Instalasi Radiologi RS Pusat Pertamina.

b. Mengetahui persiapan pasien dari kondisi-kondisi pasien tertentu di

pemeriksaan MRI Brain kontras pada klinis Tumor di Instalasi Radiologi

RS Pusat Pertamina.

c. Mampu menganalisa kelebihan dan kekurangan serta manfaat yang

diperoleh pada teknik pemeriksaan MRI Brain kontras pada klinis Tumor

di Instalasi Radiologi RS Pusat Pertamina.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan pengetahuan kepada penulis tentang teknik pemeriksaan MRI

Brain kontras pada klinis Tumor di Instalasi Radiologi RS Pusat Pertamina.

2. Mampu memberikan informasi untuk mengolah lebih jauh tentang teknik

pemeriksaan MRI Brain kontras pada klinis Tumor di Instalasi Radiologi RS

Pusat Pertamina

4
E. SISTEMATIKA PENULISAN

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, dan metode penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi definisi MRI, anatomi kepala, media kontras MRI, patologi Tumor,
Teknik Pemeriksaan MRI Kepala.
BAB III PEMBAHASAN
Berisi hasil penelitian dan pembahasan
BAB IV PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

5
BAB II

DASAR TEORI

A. Magnetic Resonance Imaging

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran di bidang

pemeriksaan diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar potongan

penampang tubuh atau organ manusia dengan menggunakan medan magnet

berkekuatan antara 0,064 – 3 Tesla (1 Tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran

terhadap inti atom hydrogen MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai

jaringan lunak dalam tubuh manusia.

1. Komponen Dasar MRI

Komputer pada MRI merupakan otak dan komponen utama yang

digunakan untuk memproses sinyal, menyimpan data dan menampilkan gambar

yang dihasilkan. Selain system computer komponen utama pesawat MRI

adalah : pembangkit magnet utama, koil gradien, koil penyelaras, ( shim’s

coils), antenna atau koil pemancar dan penerima, serta system akuisisi data

dalam computer.

a. Magnet Utama

Magnet utama digunakan untuk memproduksi medan magnet yang besar

dan mampu menginduksi jaringan atau objek sehingga mampu

menimbulkan magnetisasi dalam objek. Ada beberapa jenis objek magnet

6
utama, yaitu magnet permanen, magnet resistif dan magnet superkonduktor

( Westbrook dan Kaut, 2011)

b. Koil Gradien

Seluruh peralatan system pencitraan MRI dilengkapi dengan kumparan

penghantar yang bersifat resistif yang disebut kumparan gradien. Fungsi dari

medan gradien ini adalah untuk mengkodekan informasi ruang dalam sinyal

RF yang dipancarkan oleh proton. Medan gradien magnetic yang nyala dan

mati akan membangkitkan medan yang disebut Time Varying Magnetic

Field (TVMF). Dalam system MRI ada 3 set kumparan gradien yang

menghasilkan TVMF dalam arah tiga sumbu orthogonal (X, Y, Z) gradien

tersebut.

1) Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagittal

2) Gradien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal

3) Gradien koil Z, untuk membuat citra potongan aksial.

Untuk melakukan pencitraan potongan arah miring (oblik) digunakan

kombinasi dari kumparan – kumparan.

Gambar 2.1 Gradien koil X, Y, dan Z

7
c. Koil Radiofrekuensi

Koil radiofrekuensi (RF) terdiri dari dua tipe koil yaitu koil pemancar

(transmitter) dan koil penerima (receiver). Koil pemancar berfungsi untuk

memancarkan gelombang RF pada inti yang terlokalisir dengan frekuensi

tertentu sehingga terjadi proses resonansi, sedangkan koil penerima

berfungsi untuk menerima sinyal output dari sistem. Bentuk dan ukuran koil

penerima ini dirancang dan disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan

diperiksa, misalnya koil untuk brain, vertebra atau ekstermitas. Ada

beberapa jenis koil, yaitu koil volume (volume coil), koil permukaan

(surface coil), koil kuadrat dank oil phassed array ( Blink, 2004).

d. Sistem Komputer MRI

Sistem komputer digunakan sebagai pengendali sebagian besar

operasional peralatan MRI. Dengan kelengkapan perangkat lunaknya,

komputer mampu melakukan tugas-tugas mulai dari input data, pemilihan

protocol pemeriksaan, pemilihan irisan, mengontrol seluruh system,

pengolahan data, penyimpanan data, pengolahan gambaran diagnostik,

display gambaran diagnostic sampai rekam data (Westbrook dan Kaut,

2011).

2. Prinsip Dasar MRI

a. Karakteristik Atom dan Interaksinya

Atom terdiri atas inti atom dan orbit electron. Inti atom terdiri dari

proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak memiliki muatan

8
sedangkan electron bermuatan negatif. Nomor atom menunjukan jumlah

proton di dalam inti atom sedangkan masa atom menunjukan jumlah proton

dan neutron dalam inti atom (Westbrook dan Kaut, 2011).

Dalam MRI, bagian atom yang dimanfaatkan adalah proton, terutama

proton pada atom hydrogen (H). Atom hydrogen terdapat pada sebagian

besar tubuh dan memiliki moment dipole magnetic yang kuat. Selain itu,

atom hydrogen memiliki nomor atom dan masa atom 1 (proton ganjil dan

tanpa neutron). Hal-hal di atas menyebabkan signal atom hydrogen lebih

besar dari atom lainnya, sehingga atom hydrogen digunakan sebagai sumber

signal dalam pencitraan MRI.

Perputaran atom (hydrogen) pada sumbunya disebut presesi. Dalam

keadaan tidak dipengaruhi medan magnet luar, gerakan presesi atom-atom

hydrogen acak, sehingga tidak dihasilkan medan magnet. Apabila atom

tersebut berada di medan magnet luar (B0), gerakan presesi atom akan

terpengaruh, baik besar ataupun arahnya. Begitu juga apabila dikenai radio

frekuensi (RF). Hubungan antara kuat medan magnet luar dengan kecepatan

putaran spin/detik (frekuensi Larmor) adalah sebagai berikut :

ω = γ B0
Keterangan :
ω = frekuensi Larmor
γ = konstanta gyromagnetik
B0 = medan magnet luar

9
b. Pembentukan Citra MRI

Citra MRI dibentuk melalui proses pengolahan sinyal yang dihasilkan

proses magnetisasi atom dalam tubuh pasien. Sinyal yang dapat diukur

adalah sinyal dengan arah vector pada sumbu xy (tranversal). Pemutaran

arah vektor magnet jaringan dan pengambilan sinyalnya dijelaskan dalam

rangkaian proses sebagai berikut :

1) Pulsa RF (Radio Frequency)

Pulsa RF (Radio Frekuensi) merupakan salah satu jenis

gelombang elektromagnetik. Pulsa RF akan meresonansi gerakan

presesi proton. Resonansi dapat terjadi apabila besarnya frekuensi RF

yang ditembakan sama dengan besarnya frekuensi Larmor dari atom.

Peristiwa resonansi mengakibatkan Net Magnetisasi Vektor (NMV)

berada pada bidang tranversal. Magnetisasi tranversal akan

menginduksi koil penerima sehingga dihasilkan sinyal MR (magnetic

resonance), dimana besarnya RF yang ditembakan ke atom adalah sama

dengan frekuensi Larmor atom tersebut (Westbrook dan Kaut, 2011).

2) Waktu Relaksasi

T1 atau spin lattice relaxation adalah waktu yang diperlukan

untuk kembalinya 63% magnetisasi longitudinal setelah pulsa RF 90.

T2 atau proses spin – spin relaxation adalah waktu yang diperlukan oleh

magnetisasi transversal untuk decay hingga 37% dari nilai awalnya

(Westbrook dan Kaut, 2011).

10
3) Fenomena T1 dan T2

Citra akan memiliki kontras apabila ada perbedaan intensitas

sinyal yang ditangkap. Sinyal tinggi memberikan gambaran yang terang

(hyperintense) sedangkan sinyal yang rendah akan menghasilkan warna

gelap (hipointense) dan beberapa tempat ada yang intermediate

(isointense). Jaringan tampak hyperintense jika memiliki komponen

magnetisasi transversal yang besar, sehingga amplitude sinyal yang

diterima coil besar pula. Begitu pula sebaiknya dengan jaringan yang

memiliki komponen magnetisasi transversal yang kecil tampak

hipointense.

T1 recovery disebabkan oleh karena nuclei memberikan

energinya ke lingkungan sekitarnya atau lattice, sehingga sering disebut

dengan Spin-Lattice Relaxation. Energi yang dibebaskan ke lingkungan

sekitar akan menyebabkan magnetisasi bidang longitudinal akan

semakin lama semakin menguat (recovery) dengan waktu recovery

yang konstan dan berupa proses ekponensial yang disebut waktu

relaksasi T1. Yakni waktu yang diperlukan suatu jaringan untuk

mencapai pemulihan magnetisasi longitudinal hingga 63%.

T2 Decay dihasilkan oleh adanya pertukaran energi antar nuclei

yang satu dengan yang lain disekitarnya. Pertukaran energi ini

disebabkan medan magnet tiap nucleus berinteraksi dengan sekitarnya.

11
Pertukaran energi antar nuclei ini dikenal dengan Spin Relaxation dan

akan menghasilkan decay pada magnetisasi transversal. Waktu yang

diperlukan suatu jaringan kehilangan energinya hingga 37 % dikenal

dengan waktu relaksasi T2. Peristiwa transversal decay diiringi dengan

pelepasan energi oleh proton ke lingkungan yang dikenal dengan

peristiwa Free Induction Decay (FID). Energi yang dilepaskan proton

berupa sinyal, setelah sinyal terebut direphasing dengan aplikasi RF

180o, maka selanjutnya sinyal RF yang diberikan ke atom adalah sama

dengan frekuensi Larmor atom tersebut (Westbrook dan Kaut, 2011).

Jaringan T1 (ms) T2 (ms)


CSF 2400 160
Grey matter 900 100
White matter 780 90
Fat 260 80
Muscle 870 45
Liver 500 40
Tabel 1. Perbandngan nilai T1 dan T2 pada jaringan

c. Parameter dasar MRI

Pada dasarnya citra MRI dapat dibuat se-optimal mungkin dengan

mengatur beberapa parameter pembentukan citra MRI. Parameter dasar pada

MRI yaitu :

1) Time Repetition (TR)

Time Repetition merupakan waktu dari penerapan satu pulsa RF

untuk aplikasi RF pulsa berikutnya untuk setiap slice dan diukur dalam

milidetik (ms). TR menentukan jumlah relaksasi longitudinal yang

12
diizinkan terjadi antara akhir satu pulsa RF dan penerapan berikutnya.

TR sehingga menentukan jumlah relaxati T1 pada yang telah terjadi

ketika sinyal dibaca.

2) Time Echo (TE)

Time Echo merupakan waktu dari penerapan pulsa RF ke

puncak sinyal diinduksi dalam kumparan dan juga diukur dalam ms. TE

menentukan berapa banyak pembusukan magnetisasi transversal

diizinkan terjadi. TE sehingga mengontrol jumlah relaksasi T2 yang

telah terjadi ketika sinyal dibaca.

3) Flip Angle (FA)

Flip Angle adalah sudut yang ditempuh NMV pada waktu

relaksasi. Flip Angle menentukan seberapa banyak Net Magnetic

Vector yang berputar terhadap bidang XY. Pada pulsa sekuen fast spin

echo, SNR yang dihasilkan akan lebih baik karena menggunakan flip

angle 90 derajat sehingga magnetisasi longitudinal menjadi magnetisasi

transversal dibandingkan dengan gradient echo yang flip anglenya

kurang dari 90 derajat.

4) Time Inversion (TI)

Time Inversion adalah waktu antara pulsa eksitasi 180o dan 90o.

TI hanya digunakan dalam sekuen IR, TI mempunyai efek tertinggi

pada kontras citra dalam sekuen IR.

13
5) NEX (Number of Excitation)

Number of Excitation merupakan nilai yang menunjukkan

jumlah pengulangan pencatatan data selama akuisisi dengan amplitudo

dan fase enkoding yang sama. NEX mengontrol sejumlah data yang

masing-masing disimpan dalam lajur K space. K space merupakan area

frekuensi spasial dimana sinyal berupa frekuensi yang berasal dari

pasien akan disimpan.

6) Matrix

Matrix akuisisi menentukan resolusi spasial dari citra.

Meningkatkan matrix akan menurunkan sinyal sehingga SNR menurun,

spatial resolution meningkat dan waktu scanning menjadi lebih lama.

7) Field of View

FOV menentukan berapa banyak informasi yang akan kita lihat.

Memperbesar ukuran FOV membuat ukuran voxel juga meningkat.

Selain itu FOV yang lebar akan menaikkan SNR, menambah informasi

anatomi dan mengurangi aliasing namum menurunkan resolusi spasial

citra.

8) Slice Thickness

Slice Thickness adalah tingkat ketebalan irisan/potongan.

Besarnya slice thickness akan mempengaruhi spatial resolusi gambar

yang dihasilkan. Slice thickness yang tipis akan menghasilkan resolusi

14
yang baik, namun pada besar FOV yang sama akan membutuhkan

waktu akuisisi data yang lebih lama.

9) Receive Bandwidth

Ketika bandwidth semakin sempit, SNR akan meningkat. SNR

berbanding terbalik dengan akar dari bandwidth. SNR juga berbanding

lurus dengan volume pixel dan akar dari phase encode (Ny) dan jumlah

eksitasi (NEX).

d. Pulse Sequence MRI

Pulsa sekuen adalah serangkaian peristiwa yang meliputi pulsa

radiofrekuensi, pengaktifan gradien, dan pengumpulan sinyal yang

dilakukan untuk menghasilkan citra MRI. Setiap sekuen memiliki parameter

yang berbeda-beda untuk menghasilkan pembobotan (weighted) yang

berbeda – beda pula. Pembobotan kontras pada masing – masing sekuen

tersebut memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat digunakan untuk

menilai suatu patologis ( Bitar, et, al, 2006). Beberapa jenis sekuen yang

sering digunakan dalam diagnostik klinis yaitu :

1) Spin Echo

Spin echo (SE) dimulai dari aplikasi RF 90o untuk eksitasi pulsa

hingga refocusing pulsa dengan RF 180o untuk rephase magnetization

atom agar didapatkan sinyal yang lebih baik. Spin echo terbentuk ketika

terjadi magnetisasi transversal in phase signal maksimum yang

menginduksi coil.

15
2) Fast Spin Echo (FSE)

Fast spin echo (FSE) sama dengan spin echo akan tetapi waktu

scanning jauh lebih singkat. Pada SE sekuens-nya adalah 90° kemudian

diaplikasi 180° (refocusing echo), dan hanya satu phase encoding step

per TR pada masing-masing slice sehingga hanya satu baris K-space

yang terisi per TR. Sedangkan pada FSE terdapat lebih dari satu kali

aplikasi RF 180 sehingga terdapat lebih dari satu kali phase encoding

dalam satu TR.

FSE banyak digunakan untuk image T2 weighted karena waktu

bisa lebih singkat. FSE digunakan pada pemeriksaan sistem syaraf

pusat, pelvis dan muskuloskeletal yang sudah menggantikan

penggunaan SE thorax dan abdomen, kadang dapat menimbulkan

respiratori artefak sehingga perlu adanya teknik respiratory

compensation.

3) Inversion Recovery

Inversion recovery merupakan sekuens yang urutan pulsanya

dimulai dari pulsa RF inversi 180° yang dilanjutkan dengan pulsa RF

eksitasi 90°, dan kemudian pulsa rephase 180°. Dengan adanya pulsa

inversi 180° ini maka NMV akan disaturasi penuh. Ketika pulsa inversi

dihentikan, maka NMV akan mengalami relaksasi dan kembali menuju

B0. IR digunakan untuk menghasilkan pembobotan Heavily T1

Weighted dengan perbedaan kontras yang tinggi antara cairan dan

16
lemak. IR terdiri dari Short Tau Inversion Recovery (STIR) dan Fluid

Attenuated Inversion Recovery (FLAIR) (Westbrook dan Kaut, 2011).

4) Gradient Echo

Gradient Echo disebut juga Gradient Recalled Echo (GRE).

Pulse sekuens GRE menggunakan pulsa RF yang bervariasi denga flip

angle kurang dari 90°. Tujuan utama digunakannya sekuens GRE

adalah mereduksi waktu scanning, oleh karena itu nilai TR yang dipilih

pendek dan flip angle yang kecil.

5) Fat Saturation (Fat Sat)

Chemical shift selective adalah pulsa RF yang dapat

dialikasikan hanya pada lemak atau air saja. Pulsa selektif yang

diaplikasikan pada lemak disebut dengan SPECIAL ( Spectral Inversion

at Lipid) atau lebih dengan dengan fat saturation atau fat sat (Higgins,

2010).

Fat saturation direkomendasikan untuk menekan sinyal lemak

dalam jumlah besar dan hal tersebut ditunjukan dengan gambaran atau

citra yang enhance pada penggunaan media kontras. Fat saturation juga

bermanfaat untuk menghindari terjadinya misregistration artefak,

sehingga dapat digunakan dalam berbagai macam sekuen imaging.

Salah satu keunggulan dari fat saturation adalah waktu yang digunakan

lebih cepat, dan pada umumnya fat saturation mempercepat waktu

pemeriksaan.

17
e. Pembobotan Citra MRI

Seluruh gambar diagnostik klinis harus menunjukkan kontras antara

fitur anatomi normal dan antara anatomi dan patologi apapun. Jika tidak ada

perbedaan kontras, mustahil untuk mendeteksi abnormalitas dalam tubuh.

Salah satu keuntungan utama dari MRI dibandingkan dengan modalitas

pencitraan lain adalah pencitraan jaringan lunak yang sangat baik.

Karakteristik kontras setiap gambar tergantung pada banyak variabel, dan

mekanisme yang mempengaruhi kontras gambar di MRI perlu dipahami.

1) Pembobotan T1

Pembobotan citra T1 adalah citra yang kontrasnya tergantung

pada pemberian T1 time. T1 time adalah waktu yang diperlukan proton

untuk melakukan longitudinal recovery hingga 63% setelah aplikasi RF

terhadap atom. T1 time dikontrol oleh nilai TR, karena nilai TR

mengontrol seberapa jauh vektor dapat recover sebelum aplikasi RF

berikutnya.

T1WI (T1 weighted image) adalah scan parameter dengan nilai

TR (time repetition) dan TE (time echo) pendek. Dengan nilai TR

pendek, jaringan yang memiliki T1 recovery pendek (contoh : lemak)

akan terecovery semua, sedangkan jaringan dengan nilai T1 recovery

panjang (contoh : CSF) akan terecovery sebagian. Hal itulah yang

menyebabkan kekontrasan antara kedua jaringan tersebut. Lemak akan

tampak lebih terang dari air pada T1 WI.

18
Pada T1 WI, dorsal root mempunyai intensitas signal yang

rendah dikelilingi epidural fat yang mempunyai intensitas signal yang

tinggi. Nerve root keluar dari root ganglion yang disebut sebagai

struktur linear dengan intensitas signal yang rendah. Korpus vertebra,

pedikel, lamina dan procesus spinosus mempunyai intensitas signal

yang tinggi. Intensitas signal lebih tinggi dari intensitas signal discus

vertebralis. Sementara korteks tulang mempunyai intensitas signal yang

lebih rendah karena lack resonating proton. Ligamentum flavum dan

nucleus pulposus mempunyai intensitas signal intermediate. Selain itu,

gambaran annulus dan nucleus hampir tidak dapat dibedakan. Pada T1

WI SE, ligamentum posterior sulit dibedakan dari dura dan annulus

(Charles, 1992).

2) Pembobotan T2

T2 WI (T2 weighted image) adalah scan parameter dengan nilai

TR dan TE panjang. Nilai TR panjang untuk mencapai full longitudinal

recovery dan nilai TE panjang menyebabkan banyak sinyal yang hilang

(dephasing) saat terjadi tranversal decay. T2 WI atau yang disebut juga

dengan waktu relaksasi tranversal atau spin-spin (Bontanger, 2001)

didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan magnetisasi transversal

untuk meluruh 37 % dari nilai awalnya (Bushberg, 2002).

T2 WI mempunyai karakteristik patologis. Air akan tampak

lebih cerah dari lemak pada T2 WI. Pada T2 WI, gambaran cairan

19
(misal : CSF) tampak dengan intensitas signal yang tinggi. Demikian

juga dengan gambaran nucleus pulposus. Nerve root mempunyai

intensitas signal yang rendah, sehingga dapat dibedakan dari CSF yang

mengelilinginya (Charles, 1992).

3) Pembobotan Proton Density

Proton Density (PD) merupakan jenis pembobotan yang

diperoleh dari nilai TR panjang dan TE pendek. Pada PD intensitas

sinyal yang diperoleh berdasarkan kandungan atom hydrogen (H) dalam

jaringan. Jaringan yang memiliki jumlah proton hydrogen banyak,

menghasilkan intensitas signal yang kuat sedangkan jaringan yang

mempunyai jumlah proton hydrogen sedikit menghasilkan intensitas

signal yang lemah. Nilai kontras PD WI tergantung pasien dan area

yang discaning. Pada PD WI, efek dari T1 WI dan T2 WI

diminimalisasi. TR yang panjang akan mengurangi dominasi T1 kontras

sedangkan TE pendek akan mengurangi dominasi T2 kontras.

Pada PD WI, jaringan yang banyak mengandung atom hydrogen

(missal : CSF) menghasilkan signal yang kuat. Di dalam thecal sac yang

memiliki intensitas signal yang rendah, nerve root tampak dengan

intensitas signal yang lebih tinggi dari CSF yang mengelilinginya.

Selain itu, pada PD WI FSE gambaran cauda ekuina dan thecal sac

tervisualisasi lebih baik daripada T1 WI SE.

20
B. Anatomi Otak Manusia

1. Otak ( Brain )

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan

pusat komputer dari semua alat tubuh. Otak merupakan dari saraf sentral yang

terletak di dalam rongga tengkorak (cranium) yang dibungkus oleh suatu

lapisan yang kuat. Otak terdiri dari otak besar (Serebrum) batang otak

(Trunchus Enchepali) dan otak kecil (cerebellum) (Syaifudin, 1997).

2. Otak besar (Cerebrum)

Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak,

berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Otak

mempunyai dua permukaan yaitu permukaan atas dan permukaan bawah.

Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada

bagian korteks cerebral dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang

mengandung serabut saraf. (Syaifudin, 1997 ).

Fungsi Otak besar:

a. Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.

b. Pusat persarafan yang menangani aktifitas mental, akal, intelegensi,

keinginan dan memori.

c. Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.

3. Batang Otak (Trunchus Enchepali)

Batang otak terdiri dari :

21
a. Dienchepalon

Bagian batang otak paling atas terdapat diantara cerebellum dengan

mesenchepalon. Fungsi dienchepalon :

1) Vase konstruktor, mengecilkan pembuluh darah.

2) Respiratory, membantu proses pernafasan.

3) Mengontrol kegiatan refleks.

4) Membantu pekerjaan jantung.

b. Mesencephalon

Atap dari mesencephalon terdiri dari empat bagian yang menonjol keatas,

dua dsebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah

bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior. Fungsi mesencephalon

yakni membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata serta

memutar mata dan pusat pergerakan mata.

c. Pons Varoli

Brakium pontis yang menghubungkan mesenhepalon dengan pons varoli

dan cerebellum terletak di depan cerebellum diantara otak tengah dan

medulla oblongata, disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan

pernafasan dan refleks. Fungsi pons varoli yaitu menghubungkan kedua

bagian cerebellum dan juga antara medulla oblongata dengan cerebellum

atau otak besar serta sebagai pusat saraf nervus trigeminus.

22
d. Medulla oblongata

Bagian batang otak paling bawah yang menghubungkan pons varoli

dengan medulla spinalis. Fungsi medulla oblongata :

1) Mengontrol pekerjaan jantung.

2) Mengecilkan pembuluh darah (vaso konstruktor).

3) Pusat pernafasan (respirasi center)

4. Otak Kecil (Cerebellum)

Cerebellum terletak pada bagian paling bawah dan belakang tengkorak,

dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons

varoli dan diatas medulla oblongata. Fungsi otak kecil :

a. Arkhiocerebellum (vestibulocerebellum), untuk keseimbangan dan

rangsangan pendengaran ke otak.

b. Paleacerebellum (spinocerebellum), sebagai pusat penerima impuls dan

nervus vagus kelopak mata, rahang atas, rahang bawah, dan otot

pengunyah.

C. Patologi Tumor

Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun

ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial)

atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak

dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel

tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila

23
berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostate,

ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun

telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu

ditinjau, yaitu herediter, sisa-sisa sel Embrional (Embryonic Cell Rest), radiasi

dan virus.

Pada herediter atau keturunan riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga

jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat

dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit

Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,

memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut

tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas

yang kuat pada neoplasma.

Pada sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest), bangunan-bangunan

embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi

dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari

bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak

bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada

kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

Pada radiasi, jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat

mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu

24
terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah

timbulnya suatu radiasi.

Pada virus, banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan

besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam

proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan

antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena

pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan eragukan tapi

umumnya berjalan progresif. Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa gejala

serebral umum. Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor

asthenia), yang dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah

tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial,

kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi.

Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.

1. Nyeri Kepala

Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala

awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan

70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat

dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat

bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi

intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai

tumor otak.

25
2. Muntah

Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering

dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif

dan tak disertai dengan mual.

3. Kejang.

Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25%

kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2%

penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak.

4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada

pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada

pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera

karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai

parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering

memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah

meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma

serebelum dan craniopharingioma.

Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:

1. Lobus frontal

a) Menimbulkan gejala perubahan kepribadian.

b) Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra

lateral, kejang fokal

26
c) Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

d) Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster

kennedy

e) Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2. Lobus parietal

a) Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi

homonym

b) Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus

angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s

3. Lobus temporal

a) Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang

didahului dengan aura atau halusinasi

b) Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese

c) Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala

choreoathetosis, parkinsonism.

4. Lobus oksipital

a) Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan

penglihatan

b) Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang

menjadi hemianopsia, objeckagnosia

27
5. Tumor di ventrikel ke III

Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan

obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial

mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan

kesadaran

6. Tumor di cerebello pontin angie

a) Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma

b) Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa

gangguan fungsi pendengaran

c) Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin

angel

7. Tumor Hipotalamus

a) Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe.

b) Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan

perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan

cairan dan elektrolit, bangkitan

8. Tumor di cerebelum

a) Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi

disertai dengan papil udem.

b) Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar ke leher dan spasme

dari otot-otot servikal

28
9. Tumor fosa posterior

Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan

nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.

D. Media Kontras MRI

Media kontras adalah suatu material yang dapat meningkatkan magnetisasi

terhadap medan magnet luar (Suhardi, 2013).

1. Jenis Media kontras MRI

a. Media kontras positif

Pengaruh pemberian media kontras positif intra vena terhadap waktu

relaksasi T1 dan T2 adalah interaksi antara electron ion paramagnetic

yang tidak berpasangan dengan proton hydrogen bergerak mendekati

frekuensi Larmor, hasilnya terjadi perpindahan energi kearah atom – atom

disekitarnya dan waktu relaksasi T1 dan T2 berkurang sehingga

meningkatkan enhancement terutama pada jaringan yang bersifat

patologis ( Suhardi, 2013) Jenis media kontras positif antara lain :

1) Paramagnetik Gadolinium (Gd)

2) Superparamagnetik Besi Oksida

b. Media kontras negatif

Ghianati, H. 2001, menambahkan media kontras negative per oral yang

memiliki ion molekul logam tinggi seperti ferro (Fe) dan Mangan (Mn)

yang digunakan untuk mempersingkat waktu relaksasi T1 dan T2

29
sehingga dapa mengurangi sinyal T2 pada lambung dan usus yang

membuat hipointens dan hiperintens pada gall bladder dan salurannya.

Teh baik hijau atau hitam, terbuat dari daun camellia sinensis adalah

minuman yang paling umum setelah air. Karena kualitas alami minuman

tersebut, mempunyai jumlah kandungan mineral yang tinggi terutama

mangan yang memiliki 350 – 2200 mg/ml mangan dalam daun kering dan

juga harga yang murah.

2. Efek Samping Media Kontras

a. Mual muntah dan rasa panas setelah pemberian kontras

b. Gangguan indera pengecapan, lemas, dan ada yang dilaporkan terjadi

kehilangan kesadaran

c. Harap diwaspadai pada pasien dengan riwayat asma atau alergi, baik alergi

obat atau makanan.

d. Pasien dengan riwayat pernah alergi Gadolinium akan menderita lebih

parah pada pemeriksaan berikutnya.

e. Penggunaan media kontras pada ibu yang sedang menyusui sebaiknya

untuk selama 24 jam setelah pemeriksaan pemberian ASI dihentikan.

3. Syarat Bahan Media Kontras

a. Berpengaruh terhadap parameter secara efisien terutama dari segi

konsentrasinya untuk memperkecil resiko dan tingginya dosis.

30
b. Mempunyai mekanisme kerja yang dapat mempengaruhi area tertentu

(dari segi konsentrasi) dibandingkan dengan area yang lain, sehingga dapat

dibedakan satu sama lain.

c. Dapat meluruh dari dalam tubuh dalam waktu yang singkat.

d. Mempunyai masa penyimpanan yang lama.

Selain syarat yang harus dipenuhi oleh media kontras pada MRI, media

kontras harus memiliki prinsip dasar antara lain :

a. Mempersingkat waktu relaksasi magnetic jaringan dan rongga tubuh.

b. Memberikan sinyal yang lebih tinggi atau lebih rendah.

c. Dipengaruhi oleh perubahan variasi T1 dan T2 jaringan.

d. Medan paramagnetic oleh gadolinium menghasilkan banyak osilasi

medan.

e. Diperoleh dari satu jaringan yang memiliki afinitas yang lebih tinggi

( gaya tarik menarik) atau vaskularisasi yang lebih banyak dibandingkan

jaringan lain.

f. Image kontras MRI tergantung dari beberapa factor yaitu : Kandungan

proton hydrogen, T1 dan T2, Aliran ( flow) pada daerah yang diperiksa,

serta magnetic suscepbility jaringan.

E. Teknik Pemeriksaan MRI Kepala

Tujuan pemeriksaan MRI kepala adalah untuk mengevaluasi kelainan yang ada di

otak dan sekitarnya misalnya pada kasus-kasus :

31
1. Multiple sclerosis.

2. Tumor primer atau metastases.

3. AIDS / toxoplasmosis.

4. Infark.

5. Deficit neurologist atau gejala neurologist yang tidak bisa dijelaskan.

Permintaan dilakukan atas permintaan dokter dan bila menggunakan kontras

media dibuatkan inform consent. Kontra indikasi pemeriksaan hanya pada pasien

yang dilakukan dengan menggunakan kontras media yaitu alergi kontras,

menggunakan pacemaker dan chek pemeriksaan darah. Alat yang dipersiapkan

antara lain Head koil quadratus, busa / foam /pad untuk immobilisasi. Prosedur

persiapan dan posisi pemeriksaan yaitu:

1. Persiapan pemeriksaan umum :

a. Sebaiknya jangan makan kenyang sebelum pemeriksaan.

b. Jangan memakai perhiasan atau bahan make up dengan kadar logam

tinggi.

c. Semua bahan logam, kartu kredit, kartu telepon dan lain-lain yang sejenis

supaya dilepas sebelum masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

d. Sebelum masuk ke ruang pemeriksaan pasien melakukan pengosongan

buli terlebih dahulu.

2. Persiapan pemeriksaan khusus :

32
a. Tidak dapat dilakukan pada penderita yang memakai alat pacu jantung,

protese dengan kandungan logam, operasi klips ataupun alat-alat lainnya

yang berada di dalam tubuh yang mengandung logam.

b. Kehamilan dalam trimester I.

c. Penderita dengan alat batu ventilator tidak dapat masuk ke dalam ruang

MRI.

d. Selama dalam pemeriksaan pasien harus dalam keadaan diam atau

bergerak sedikit mungkin.

3. Positioning pasien.

a. Pasien dalam posisi supine di meja MRI dengan kepala di dalam head

coil.

b. Central point berada pada glabella

c. Sequences yang di ambil :

1. Axial T1 dan T2.

2. Sagital T1.

3. Koronal T2.

4. FLAIR.

Pemberian kontras Gd DTPA bila penilaian mengarah ke tumor, metastase,

Multipel sclerosis, proses infeksi.

33
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kasus

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Usia : 68 tahun

Alamat : Jakarta

Asal Pasien : Klinik Bedah Saraf

Pemeriksaan : MRI Kepala kontras

Klinis : Residif Brain Tumor

No. RM : 0034XX

Tanggal Pemeriksaan : 23 Januari 2020

2. Riwayat Pasien

Pasien datang ke instalasi radiologi dan sudah dijadwalkan melakukan

pemeriksaan pada tanggal 23 Januari 2020 dengan membawa formulir

pendaftaran foto dari poli bedah saraf beserta kelengkapan administrasi lainnya.

Pasien datang dengan menggunakan kursi roda, namun pasien dapat berjalan

dengan dibantu keluarganya. Kemudian sebelum melakukan pemeriksaan

pasien dilakukan screening up dan menandatangani informed consent.

B. Teknik Pemeriksaan

1. Persiapan Alat dan Bahan

34
a. Pesawat MRI Philips Ingenia 3 Tesla

b. Head coil

c. Headset

d. Alat fiksasi

e. Printer

f. Film

g. Alat Steril :

1) Abocath

2) Media kontras (Dotarem 10 cc)

3) Alkohol swab

4) Hipafix

2. Persiapan pasien

a. Pada saat pendaftaran pasien diminta untuk membawa hasil laboratorium

yang sudah dilakukan sehari sebelum nya.

b. Pasien diminta untuk puasa selama 4-6 jam sebelum pemeriksaan MRI

dimulai.

c. Pasien diberi penjelasan informasi tentang pemeriksaan yang akan

dilakukan dan menandatangani informed consent yang telah disediakan

sebagai bukti bahwa pasien sudah mengerti dan bersedia dilakukan

tindakan pemeriksaan serta resiko dari pemeriksaan yang akan dilakukan.

35
d. Melakukan screening kepada pasien seputar riwayat pasien, apakah pasien

menggunakan alat pacu jantung, clip aneurysm, dan benda logam lain yang

menempel ditubuh pasien.

e. Pasien diminta untuk melepaskan benda – benda yang mengandung logam

yang dapat mengganggu hasil citra MRI dan membahayakan pasiennya.

3. Posisi pasien

a. Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan tangan berada diatas perut

pasien.

b. Posisi pasien adalah head first.

c. Pasien menggunakan koil kepala yang sudah disediakan

d. Beri alat fiksasi serta headset untuk meredam suara dari kebisingan magnet

pesawat MRI.

e. Beri selimut kepada pasien.

4. Posisi Objek

Posisi kepala berada didalam head coil dengan isocenter berada di Glabella

sehingga objek berada tepat pada pertengahan gantry.

C. Parameter dan Hasil Citra MRI

Parameter dan Hasil citra MRI pada sekuen – sekuen yang digunakan :

1. Scout atau Localizer

Scout atau localizer dibuat untuk menghasilkan potongan sagittal, axial, dan

coronal. Ketiga potongan tersebut digunakan sebagai acuan untuk pembuatan

sekuen berikutnya.

36
2. Sagital FLAIR

Tujuan dari sekuen ini digunakan untuk mengkonfirmasi jenis lesi yang

tampak (dengan menekan cairan, mengenolkan cairan, sehingga cairan

menjadi hitam dan jaringan menjadi putih). Dapat membedakan kelainan yang

tampak pada otak, missal ischemic, athrofi, maupun kelainan degenerative.

Gambar 3.1 Hasil citra pada sekuen Sagital FLAIR


3. Axial T2W TSE

Sekuen ini menghasilkan potongan axial dengan tujuan untuk menggambarkan

keadaan patologis kelainan yang ada pada objek dengan pulse sequence Turbo

Spin Echo

Gambar 3.2 Axial T2W_TSE

37
4. Axial T2W_FLAIR

Sekuen ini menghasilkan potongan axial T2 yang bertujuan untuk

menggambarkan keadaan patologis kelainan yang ada pada objek. Dengan

pulse sequence FLAIR yang berfungsi untuk mensupress cairan dengan waktu

scanning yang lebih cepat.

Gambar 3.3 Hasil citra sekuen axial T2W_FLAIR


5. Axial T1W_SE

Sekuen ini menghasilkan potongan axial T1 yang bertujuan untuk

menggambarkan keadaan anatomi fisiologi pada objek. Dengan pulse

sequence Spin Echo.

Gambar 3.4 Hasil citra sekuen axial T1W_SE

38
6. Axial DWI

Tujuan dari sekuen ini dibuat adalah untuk mengetahui adanyal restricted

diffusion area pada otak, dengan scan time yang lebih pendek. Dari sekuen ini

dapat memberikan informasi mengenai keadaan kerusakan sel dan status

metabolism jaringan parenkhim otak. Axial DWI juga berguna untuk melihat

pergerakan molekul otak

Gambar 3.5 Hasil citra sekuen dDWI+ADC SENSE

7. Coronal T2 FLAIR

Sekuen ini menghasilkan potongan coronal T2 yang bertujuan untuk

menggambarkan keadaan patologis kelainan yang ada pada objek. Dengan

pulse sequence FLAIR

Gambar 3.6 Hasil citra coronal T2 FLAIR

39
8. Sagital T1 dengan kontras

Sekuen ini menghasilkan potongan sagital T1 dengan kontras yang bertujuan

untuk menggambarkan keadaan kontras yang mengisi vaskularisasi pada

tumor.

Gambar 3.7 Hasil citra sekuen sagittal T1+C

9. Axial T1 dengan kontras

Sekuen ini menghasilkan potongan axial T1 dengan kontras yang bertujuan

untuk memperjelas bentuk dan ukuran dari tumor serta batas tepi dari tumor.

Gambar 3.8 Hasil citra sekuen axial T1+C

40
10. Coronal T1 dengan kontras

Sekuen ini menghasilkan potongan axial T1 dengan kontras yang

bertujuan untuk memperjelas bentuk dan ukuran dari tumor serta batas tepi

dari tumor.

Gambar 3.9 Hasil citra sekuen coronal T1+C

D. Hasil Ekspertise Radiolog

Telah dilakukan pemeriksaan MRI Cerebral dengan aplikasi kontras dengan

menggunakan head coil, turbo-SE sequences, T1 & T2 Weighted scans, dan

FLIAR, Potongan axial, coronal, dan sagittal dengan hasil sebagai berikut:

Tampak massa asolid menyangat kontras yang menempel pada meningen di

sphenoid wing kiri, ukuran 2,1 x 1,7 cm dengan perifokel edema yang

mengobliterasi cornu anterior ventrikel lateralis kiri dan mendesak midline ke

kontralateral kanan sejauh 1 cm.

Sella dan para-/suprasellar region bilateral tak terlihat abnormalitas.

Infratentorial terlihat cerebellum dan batag otak yang normal, terutama tak terlihat

SOL atau ischemia/infark/hematoma.

Selain itu CP-angles bilateral tanpa formasi tumor.

41
Struktur tulang cranial dan basis cranii tak terlihat abnormalitas.

Tak tampak perselubungan pada sinus paranasal

Conchae nasalis simetris.

Kesan : massa solid menyangat kontras homogen yang menempel pada meningen

di sphenoid wing kiri dengan gambaran dural tail, ukuran 2,1 x 1,7 cm dengan

perifokel edema yang mengobliterasi cornu anterior ventrikel lateralis kiri dan

mendesak midline ke kontralateral kanan sejauh 1 cm → massa extraaksial →

DD/: Meningioma.

E. Pembahasan

Prosedur pemeriksaan MRI brain kontras pada klinis tumor di Instalasi

Radiologi RSPP diawali dengan pasien mendaftar pada loket pendaftaran radiologi

dan pasien sudah melakukan persiapan seperti puasa 4 – 6 jam sebelum

pemeriksaan dimulai, cek ureum dan kreatin. Lalu persiapan yang dilakukan

sebelum pemeriksaan dimulai meliputi anamnesa dan screening up serta informed

consent, pasien atau keluarga pasien diberi penjelasan seputar pemeriksaan yang

akan dilakukan serta resiko yang akan terjadi bila pasien melakukan atau tidak

melakukan pemeriksaan. Pasien kemudian dipasangi three way untuk

memudahkan injeksi media kontras, dan dilakukan oleh perawat radiologi

Pemeriksaan MRI brain kontras pada klinis tumor di Instalasi Radiologi RSPP

dimulai dengan melakukan input data pasien dan memilih protocol pemeriksaan

brain kontras +C yang sudah tersedia. Kemudian melakukan positioning pasien

42
dengan pasien supine diatas meja pemeriksaan, kedua lengan diletakan diatas perut

pasien supaya nyaman, posisikan pasien head first, atur isocenter tepat pada

Glabella agar posisi objek berada tepat pada pertengahan gantry, kemudian

terakhir beri pasien headset untuk meredam suara medan magnet pesawat MRI dan

pasang head coil lalu mulai lakukan scanning. Pemeriksaan menggunakan media

kontras positif Dotarem dengan tujuan untuk memperjelas tumor maligna (ganas)

atau benigna (jinak) serta menyangatkan batas keganasan dan memperlihatkan

feeding artery dan membedakan jaringan yang aktif membelah.

Pada pemeriksaan MRI brain kontras menggunakan sekuen-sekuen antara lain

Survey, SAG FLAIR, T2W_TSE, T2W_FLAIR, T1W_SE, COR FLAIR, DWI

dengan kontras, COR T1+C, SAG T1+C dan AX T1+C. Gambaran citra T1 pada

sekuen Axial T1W_SE bertujuan untuk memperlihatkan keadaan anatomis dari

objek, Gambaran T2 pada potongan Axial, Sagital, dan Coronal disemua sekuen

bertujuan untuk menunjukan kelainan (patologis) pada objek yang diperiksa.

Media kontras yang diinjeksikan bertujuan untuk memperjelas gambaran tumor

pada objek sehingga bisa diidentifikasi baik bentuk, ukuran, vaskularisasi yang

memperdarahi tumor, serta batas tepi tumor.

Hasil ekspertise dari radiolog menyimpulkan gambaran massa solid menyangat

kontras homogen yang menempel pada meningen di sphenoid wing kiri dengan

gambaran dural tail, ukuran 2,1 x 1,7 cm dengan perifokel edema yang

mengobliterasi cornu anterior ventrikel lateralis kiri dan mendesak midline ke

kontralateral kanan sejauh 1 cm → massa extraaksial → DD/: Meningioma.

43
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Prosedur pemeriksaan MRI Brain kontras pada klinis tumor di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Pusat Pertamina dilakukan melalui persiapan khusus

seperti puasa selama 4-6 jam sebelum pemeriksaan dan melakukan cek ureum

kreatinin di laboratorium. Lalu pasien dilakukan anamnesa, screening, dan

informed consent sebelum melakukan pemeriksaan. Teknik pemeriksaan MRI

Brain kontras pada klinis tumor yaitu pasien supine diatas meja pemeriksaan

dengan tangan berada diatas perut pasien pasien (posisi pasien head first). Pasien

menggunakan head coil yang sudah disediakan, beri headset untuk meredam

suara kebisingan medan magnet dari pesawat MRI. Posisi Objek yaitu posisi

kepala berada didalam head coil dengan isocenter berada di Glabella sehingga

objek berada tepat pada pertengahan gantry.

2. Pulse sequence yang digunakan pada pemeriksaan MRI Brain kontras pada

klinis tumor di Instalasi Radiologi RS Pusat Pertamina menggunakan pulse

sequence yaitu : Survey, SAG FLAIR, T2W_TSE, T2W_FLAIR, T1W_SE,

COR FLAIR, DWI dengan kontras, COR T1+C, SAG T1+C dan AX T1+C.

B. Saran

Sebelum pemeriksaan seharusnya pasien dilakukan screening dengan detector

logam agar tidak ada logam yang masuk kedalam ruang pemeriksaan MRI.

44
DAFTAR PUSTAKA

Bitar, Richard. 2006. MRI Pulse Sequences : What Every Radiologist Wants to Know
but its Afraid to Ask. Toronto University : Medical Imaging Departement.

Brown, M. A., and Richard C. Semelka; 2003; MRI Basic Principle and Applications,
Third Edition; John Wiley and Sons Inc.; New Jersey

Bushong, Stewart C.; 2003; Magnetic Resonance Imaging, Physical and Biological
Principles, Second Editions; Mosby; Washington DC

Cha, Soonmee MD, dkk; 2003; Perfusion MR : Basic Principles and Clinical
Applications; MRI Clinics of North America : WBS

Jurnal Kesehatan ; 2004; Media Litbang Kesehatan Vol XIV No 3.

Westbrook, Catherine and Caroline Kaut; 2011; Handbook of MRI Technique, Fourth
Edition; London : Blackwell Science

Westbrook, Catherine and Caroline Kaut; 2011; MRI at Glance; London : Blackwell
Science

45

Anda mungkin juga menyukai