Anda di halaman 1dari 50

TEKNIK PEMERIKSAAN LOPOGRAFI PADA KASUS ATRESIA ANI

DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD Dr.MOEWARDI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Praktek Kerja Lapangan 2

Diajukan oleh :

MUSFIROH PUTRI RAHAYU NINGRUM

NIM. P1337430319061

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK RADIOLOGI PURWOKERTO

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


2021

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KASUS

Telah diperiksa dan disetujui sebagai Laporan Kasus pada Program Studi Diploma

III Teknik Radiologi Purwokerto Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.

Nama : Musfiroh Putri Rahayu Ningrum

NIM : P1337430319061

Judul Laporan Kasus :TEKNIK PEMERIKSAAN LOPOGRAFI PADA

KASUS ATRESIA ANI DI INSTALASI

RADIOLOGI RSUD Dr.MOEWARDI.

Surakarta, April 2021

Clinical Instructur Instalasi Radiologi

RSUD Dr. Moewardi

Tyas Ekasari, S.Tr.Rad

ii
NIP.19720102 199303 2 005

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat restu

serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan II

dengan judul “TEKNIK PEMERIKSAAN LOPOGRAFI PADA KASUS ATRESIA

ANI DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD Dr.MOEWARDI”. Laporan kasus ini

diajukan sebagai tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan II Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Semarang.

Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapatkan

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat-Nya.

2. Orang tua penulis yang memberikan semangat dan doanya tanpa

henti.

3. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MPHS, selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.

4. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes., selaku Ketua Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Semarang.

iii
5. Ibu Siti Masrochah, S.Si, M.Kes selaku Sekretaris Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes

Semarang dan dosen pembimbing pada PKL 1 dan 2.

6. Bapak Ardi Soesilo Wibowo,ST, M.S., selaku Ketua Program Studi

Radiologi Purwokerto Program Diploma Tiga Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Semarang.

7. Kepala Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah

Dr.Moewardi.

8. Ibu Tyas Ekasari, S.Tr.Rad selaku Cinical Instructure Instalasi

Radiologi RSUD Dr. Mowardi.

9. Bapak dan ibu radiografer di Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi yang memberikan materi dan bimbingan.

10. Teman-teman yang saling memberi dukungan dalam pelaksanaan

PKL 1 dan 2.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan, mengingat keterbatasan waktu, pengetahuan, dan kemampuan penulis. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak

demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi

penulis dan juga bagi pembaca.

Surakarta, April 2021

iv
Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KASUS.....................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................3
D. Sistematika Penulisan.........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................5
A. Anatomi dan Fisiologi........................................................................................5
1. Anatomi...........................................................................................................5
2. Fisiologi..........................................................................................................7
B. Patologi.............................................................................................................10
C. Teknik Pemeriksaan......................................................................................11
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN.....................................................29
A. PROFIL KASUS..............................................................................................29
B. PEMBAHASAN...............................................................................................36
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................39
A. Kesimpulan.......................................................................................................39
B. Saran.................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................40
LAMPIRAN................................................................................................................41

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi usus halus (Bontrager,2014)………….................................... 5

Gambar 2.2. Anatomi usus besar (Bontrager, 2018)................................................. 10

Gambar 2.3 posisi pasien foto polos (Bontrager, 2018) ........................................... 16

Gambar 2.4 Posisi pasien proyeksi AP (Bontrager, 2018).........................................17

Gambar 2.5 Radiograf proyeksi AP (Bontrager, 2018) ………….……....................18

Gambar 2.6 Posisi pasien proyeksi PA (Bontrager, 2018)……….............................18

Gambar 2.7 Radiograf proyeksi PA (Bontrager, 2018)..............................................20

Gambar 2.8 Posisi pasien proyeksi LPO (Bontrager, 2018).......................................20

Gambar 2.9 Radiograf proyeksi LPO (Bontrager, 2018)……………………...........21

Gambar 2.10 Posisi pasien proyeksi RPO (Bontrager, 2018)……………................22

Gambar 2.11 Radiograf proyeksi RPO (Bontrager, 2018)……………….................23

Gambar 2.12 Posisi pasien proyeksi RAO (Bontrager, 2018)....................................23

Gambar 2.13 Radiograf proyeksi RAO (Bontrager, 2018)…………….....................25

vi
Gambar 2.14 Posisi pasien proyeksi LAO (Bontrager, 2018)…………...………….25

Gambar 2.15 Radiograf proyeksi LAO (Bontrager, 2018)………….........................27

Gambar 2.16 Posisi pasien proyeksi lateral (Bontrager, 2018)………………..........27

Gambar 2.17 Radiograf proyeksi lateral (Bontrager, 2018)……...............................28

Gambar 3.1 Hasil Radiograf foto polos......................................................................33

Gambar 3.2 Hasil Radiograf proyeksi Antero Posterior …………............................34

Gambar 3.3 Hasil Radiograf proyeksi lateral ……………………............................35

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usus besar atau colon merupakan salah satu organ penting dalam

tubuh kita. Usus besar merupakan tabung maskular berongga dengan Panjang

sekitar 1,5 m yang dimulai dari sekum sampai kanalis ani. Kolon dibagi

menjadi kolon asenden, kolon transversum, kolon desendens, dan sigmoid,

serta mempunyai lekukan yaitu fleksura hepatika dan fleksura lienalis.

Indikasi atau patologi yang sering muncul pada bagian kolon yaitu dugaan

pada klinis hirschprung’s disease (HD), colon cancer, malforasi anorectal,

dan fistula pada atresia ani.

Atresia Ani atau yang disebut juga anus imperforate merupakan

kelainan bawaan atau kongenital yang meliputi anus, rektum atau keduanya.

Atresia Ani biasanya ditandai dengan tidak adanya lubang atau saluran anus.

Ada juga yang mengatakan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya

perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara

abnormal. Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir.

Kasus atresia ani pada bayi diperlukan tindakan colostomy sebelum

dilakukan pembedahan pembuatan anus. Colostomy adalah lubang buatan

yang di buat dengan pembedahan di antara usus besar dan permukaan

abdomen.

1
Pemeriksaan radiologi yang mendukung diagnosa pada kasus diatas

adalah pemeriksaan radiologi dengan media kontras, yaitu Lopografi.

Pemeriksaan Lopografi adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus

dengan memasukan media kontras positif kedalam usus melalui lubang buatan

(stoma) pada daerah abdomen. Proyeksi lopografi yang umum digunakan

adalah proyeksi Antero posterior, proyeksi lateral dan oblique kanan atau

oblique kiri. Pada pemeriksaan lopografi, media kontras yang digunakan yaitu

Barium sulfat.

Sedangkan pada pelaksanaannya di rumah sakit, di Instalasi Radiologi

RSUD Dr.Moewardi, pemeriksaan colostomy enema pada anak menggunakan

proyeksi AP dan Lateral serta menggunakan media kontras water soluble.

Atas dasar tersebut penulis tertarik menyajikan dan menuangkannya dalam

bentuk Laporan Kasus yang berjudul “Teknik Pemeriksaan Lopografi Pada

Kasus Atresia Ani di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi”

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan laporan kasus ini

penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas sehingga terfokus

pada pokok-pokok bahasan antara lain :

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan radiografi lopografi pada kasus atresia

ani di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi?

2
2. Mengapa media kontras yang digunakan pada pemeriksaan radiografi

lopografi pada kasus atresia ani di Instalasi Radiologi RSUD

Dr.Moewardi adalah media kontras water soluble ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Kerja Lapangan II Jurusan

Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang.

2. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan radiografi lopografi pada kasus

atresia ani di Instalasi Radiologi RSUD Dr.Moewardi.

3. Untuk mengetahui alasan digunakannya media kontras water soluble pada

pemeriksaan radiografi lopografi kasus atresia ani di Instalasi Radiologi

RSUD Dr.Moewardi.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam penulisan

laporan kasus ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan , dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3
Berisi tentang anatomi, fisiologi, patologi, dan prosedur pemeriksaan

radiografi lopografi.

BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang profil kasus, prosedur pemeriksaan, hasil radiograf dan

pembahasan.

BAB IV PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

a. Anatomi usus halus

Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di

antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh

darah yang mengangkut zat yang diserap ke hati. Dinding usus

mengeluarkan lender yang berfungsi untuk melumasi isi usus dan

mengeluarkan air yang dapat membantu melarutkan pecahan-pecahan

makanan yang dicerna. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa,

lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa.

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari

(duodenum), usus kosong (jejenum), dan usus penyerapan (ileum).

Gambar 2.1 Anatomi usus halus (Bontrager,2014)

5
Berikut keterangan dari anatomi usus halus, sebagai berikut:

1. Stomach

2. Duodenal bulb

3. Duodenum

4. Jejenum

5. Ileum

Duodenum bagian pertama dari usus kecil. Duodenum adalah

yang terpendek tetapi terluas dengan diameter dari ketiga segmen.

Panjangnya sekitar 25 cm (10 inci). Ketika diisi dengan media kontras,

duodenum terlihat seperti huruf C. Saluran dari hati, kandung empedu,

dan pankreas mengalir ke duodenum.

Jejunum dan ileum terletak di perut bagian tengah dan bawah. Dua

pertiga pertama setelah duodenum disebut jejunum, dan tiga perlima

distal disebut ileum. Lubang (katup) antara ileum distal dan bagian

sekum dari usus besar adalah katup ileocecal. (Bontrager, 2014)

b. Anatomi usus besar

Usus besar atau kolon adalah sambungan dari usus halus yang

merupakan tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter,

terbentang dari caecum sampai canalis ani. Diameter rata-ratanya

sekitar 2,5 inci tetapi semakin mendekati ujungnya diameternya

semakin berkurang (Price, 1995). Usus besar dibagi menjadi :

6
caecum, colon asenden, colon tranversum, colon desenden, colon

sigmoid serta rectum.

Gambar 2.2. Anatomi usus besar (Bontrager, 2018)

Keterangan :

1. Fleksura hepatika 6. Kolon transversum

2. Kolon asendens 7. Kolon desendens

3. Sekum 8. Kolon sigmoid

4. Appendiks 9. Rektum

5. Fleksura lienalis 10. Kanalis ani

2. Fisiologi

a. Fisiologi usus halus

Berikut ini fungsi dari usus halus: 

1.) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus

halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya

ke usus kosong atau jejenum. Duodenum merupakan bagian

7
usus terpendek dari usus halus. Panjangnya sekitar 25 cm (10

inci). Ketika diisi dengan media kontras, duodenum terlihat

seperti huruf C. Saluran dari hati, kandung empedu, dan

pankreas mengalir ke duodenum. Duodenum merupakan

tempat dimana pankreas menghasilkan cairan pencernaan

yang mengandung enzim tripsinogen, amilase, dan lipase.

Ketiganya sama-sama mempunyai fungsi penting yaitu

tripsinogen berfungsi mencerna protein menjadi asam amino.

Amilase mencerna amilum menjadi glukosa. Sementara yang

terakhir, lipase mencerna lemak menjadi asam lemak dan

gliserol. 

2.) Usus kosong tau jejenum adalah bagian kedua dari usus

halus, yang terletak diantara duodenum dan ileum. Pada

manusia dewasa, Panjang jejenum antara 1-2 meter.

Permukaan pada jejenum berupa membrane mukus dan

terdapat jonjot usus atau vili yang berfungsi memperluas

permukaan dari usus.

3.) Pada usus halus terdapat enzim peptidase dan maltase yang

berfungsi membantu proses-proses pencernaan lainnya. 

4.) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus

halus. Panjangnya sekitar 2-4 meter dan terletak setelah

duodenum dan jejenum dan dilanjutkan oleh usus buntu.

8
Ileum berfungsi menyerap sari-sari makanan yang telah

dicerna. Pembuluh darah ileum akan menyerap glukosa,

asam amino, serta mineral, dan vitamin. Sementara itu, asam

lemak dan gliserol nantinya akan diserap melalui pembuluh

getah bening yang kemudian bermuara pada pembuluh darah

sehingga dapat diedarkan ke seluruh tubuh. 

b. Fisiologi usus besar

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan

rectum. Kolon terdiri dari kolon asendens yang berada di sebelah

kanan, kolon transversum, kolon desendens di sebelah kiri, dan kolon

sigmoid yang berhubungan dengan rektum. Kolon memiliki 2

lengkungan yaitu fleksura hepatika yang terdapat di antara kolon

asendens dan kolon transversum, sedangkan fleksura lienalis yang

terdapat diantara kolon transversum dan kolon desendens.

Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada

jejenum bagian kolon asenden, panjangnya sekitar 6 cm, sedangkan

organ tambahan pada sekum yang panjangnya sekitar 10 cm disebut

umbai cacing atau apendiks. Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari

kolon desenden, ujung bawah berhubungan dengan rektum. Rektum

adalah tempat atau ruangan yang berfungsi sebagai tempat

penyimpanan sementara feses.

9
Dalam proses pencernaan, kolon mempunyai fungsi sebagai

berikut (Pearce,2009) :

 Absorbsi air, garam dan glukosa

 Sekresi musin oleh kelenjar didalam lapisan dalam

 Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon didalam

tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan sayuran hijau dan

penyiapan sisa protein yang belum dicerna

 Defaksi (pembuangan air besar).

B. Patologi

Atresia ani atau anus imperforate merupakan kelainan bawaan dimana

anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses. Atresia ani dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

 Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur

sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.

 Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12

minggu atau 3 bulan.

 Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik

didaerah usus, rectum bagian distal serta traktur urogenitalis, yang

terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

10
Menurut Bets, dkk (2002) tanda dan gejala yang menunjukan terjadinnya atresia

ani atau anus imperforate sebagai berikut :

 Meconium atau feses pertama bayi tidak keluar dalam 24 jam

pertama setelah kelahiran.

 Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

 Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah

letaknya.

 Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak

ada fistula).

 Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

 Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membrane anal.

 Perut kembung.

C. Teknik Pemeriksaan

1. Pengertian

Teknik pemeriksaan Lopografi adalah teknik pemeriksaan secara

radiologis dari usus dengan memasukkan media kontras positif ke dalam

usus melalui lubang buatan(stoma) pada daerah abdomen dengan

menggunakan kateter.

2. Tujuan Pemeriksaan

11
Tujuan pemeriksaan Lopografi adalah untuk melihat anatomi dan

fisiologi kolon bagian distal sehingga dapat membantu menentukan tindakan

medis selanjutnya.

3. Indikasi pemeriksaan

Pada pemeriksaan lopografi ada beberapa indikasi yang perlu

diperhatikan, sebagai berikut :

 Diverticulosis

 Karsinoma colon

 Abses anorectal

 Atresia ani

4. Kontra indikasi

Berikut kontra indikasi yang dapat terjadi saat pemeriksaan lopografi :

 Perforasi

 Refleks vagal

 Obstruksi

 Diare akut

5. Persiapan Pasien

Sebelum pemeriksaan dilakukan ada beberapa hal yang harus

dipersiapkan diantaranya yaitu :

 Pasien atau keluarga pasien menandatangani informed consent dan

dijelaskan prosedur pemeriksaan lopografi.

12
 Satu hari sebelum pemeriksaan pasien makan makanan rendah serat.

 Malam hari sebelum pemeriksaan pasien diberi obat pencahar.

 Pasien puasa setelah makan malam kurang lebih delapan jam

sebelum pemeriksaan berlangsung.

 Pasien dilavement padda pagi hari sebelum pemeriksaan untuk

menuntaskan feses dalam usus.

 Sebelum pemeriksaan pasien diminta untuk mengganti pakaian

dengan baju pemeriksaan dan melepaskan benda-bendda yang

sekiranya dapat mengganggu pemeriksaan.

6. Persiapan Alat dan Bahan

a. Persiapan alat pada pemeriksaan Lopografi, meliputi :

1) Pesawat x – ray

2) Kaset dan film ukuran 35x43 cm

3) Marker

4) Standar irigator dan irigator set

5) Kateter

6) Vaselin dan jelly

7) Sarung tangan

8) Penjepit atau klem

9) Kain kassa

10) Bengkok

13
11) Apron

12) Plester

13) Tempat mengaduk media kontras

b. Persiapan bahan

1) Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium dengan

konsentrasi antara 70 – 80 W/V % (Weight /Volume). Banyaknya

larutan (ml) tergantung pada panjang pendeknya colon distal.

Perbandingan barium dengan air dalam larutan barium adalah 1:4

2) Air hangat untuk membuat larutan barium.

3) Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit saat

kateter dimasukkan kedalam anus.

c. Proteksi Radiasi

 Bagi pasien : Dosis radiasi diberikan harus sekecil mungkin

sesuai keharusan klinis, kolimasi secukupnya dengan

memperkecil luas lapangan penyinaran, tidak terjadi

pengulangan foto karena kesalahan, waktu penyinaran sesingkat

mungkin, pasien hamil terutama trimester pertama tidak boleh

diperiksa radiologik (Rasad, 2000).

 Bagi petugas : Hindari penyinaran bagian-bagian tubuh yang

tidak terlindungi, pemakaian sarung tangan, apron, atau baju

14
pelindung Pb dengan tebal maksimum 0,5 mm, berada pada

ruangan dengan dinding timbal.

 Bagi masyarakat : tertutupnya pintu ruang pemeriksaan, tidak

ada orang selain pasien di dalam ruang pemeriksaan

7. Pemasukan Media Kontras

Gunakan kateter silicon 22 fr. Atau 24 fr dengan balon 30 ml.

kemudian pasang kateter ke dalam colostomy dengan kedalaman 4-5

inchi. Setelah itu isi 30 ml jarum suntik dengan udara. Pasang jarum

suntik ke bagian kecil kateter dan masukkan udara hingga balon berisi

10-15 ml. Ambil jarum suntik dari kateter. Tarik kateter sampai bertemu

perlawanan. Dengan lembut Tarik kateter selama pemasukan media

kontras sehingga media kontras tidak bocor keluar.

8. Teknik Pemeriksaan

a. Foto polos BNO (Plain foto)

Foto polos ini bertujuan untuk melihat persiapan pasien sudah

maksimal atau belum, seandainya sudah maksimal maka pemeriksaan

dapat dilanjutkan, tetapi seandainya persiapan pasien kurang baik

ditandai dengan masih banyaknya gambaran feases yang mengganggu

radiograf maka pemeriksaan ditunda, selain itu juga untuk menentukan

Faktor Eksposi sehingga pada saat kontras telah dimasukkan Faktor

Eksposi bisa optimal.

15
Gambar 2.3 posisi pasien foto polos (Bontrager, 2018)

 Posisi Pasien

Posisikan pasien supine di atas meja pemeriksaan

 Posisi Objek

1) Posisikan MSP tubuh berada dipertengahan meja

pemeriksaan.

2) Kedua tangan pasien diletakkan di samping tubuh

pasien.

3) Beri fiksasi pada bawah lutut pasien agar punggung

menempel meja pemeriksaan.

4) Pastikan objek berada tepat dipertengahan kaset dan

tidak ada rotasi.

 CR : vertical tegak lurus

 CP : diantara pertengahan kedua crista iliaca dengan batas atas

processus xypoideus dan batas bawah symphisis pubis.

16
 FFD : 100 cm

 Ukuran kaset : 35 x 43 cm

 Eksposi : ekspirasi penuh dan tahan napas

b. Proyeksi Antero Posterior (AP)

Gambar 2.4 Posisi pasien proyeksi AP (Bontrager, 2018)

 Posisi Pasien

Posisikan pasien supine di atas meja pemeriksaan

 Posisi Objek

1) Posisikan MSP tubuh berada dipertengahan meja

pemeriksaan.

2) Kedua tangan pasien diletakkan di samping tubuh

pasien.

3) Beri fiksasi pada bawah lutut pasien agar punggung

menempel meja pemeriksaan.

4) Pastikan objek berada tepat dipertengahan kaset dan

tidak ada rotasi.

17
 CR : vertical tegak lurus

 CP : diantara pertengahan kedua crista iliaca dengan batas atas

processus xypoideus dan batas bawah symphisis pubis.

 FFD : 100 cm

 Ukuran kaset : 35 x 43 cm

 Eksposi : ekspirasi penuh dan tahan napas

 Kriteria radiograf : menunjukkan seluruh kolon terlihat,

termasuk fleksura dan kolon sigmoid.

Gambar 2.5 Radiograf proyeksi AP (Bontrager, 2018)

c. Proyeksi Postero Anterior (PA)

18
Gambar 2.6 Posisi pasien proyeksi PA (Bontrager, 2018)

 Posisi Pasien

Posisikan pasien tidur telengkup di atas meja pemeriksaan

 Posisi Objek

1) Posisikan MSP tubuh berada dipertengahan meja

pemeriksaan.

2) Kedua tangan pasien difleksikan menjauhi tubuh pasien.

3) Pastikan objek berada tepat dipertengahan kaset dan tidak

ada rotasi.

 CR : vertical tegak lurus

 CP : diantara pertengahan kedua crista iliaca dengan batas atas

processus xypoideus dan batas bawah symphisis pubis.

 FFD : 100 cm

 Ukuran kaset : 35 x 43 cm

 Eksposi : ekspirasi penuh dan tahan napas

 Kriteria radiograf : seluruh kolon terlihat termasuk fleksura dan

rektum.

19
Gambar 2.7 Radiograf proyeksi PA (Bontrager, 2018)

d. Proyeksi Left Posterior Oblique (LPO)

Gambar 2.8 Posisi pasien proyeksi LPO (Bontrager, 2018)

 Posisi Pasien

Posisikan pasien supine di atas meja pemeriksaan kemudian

rotasikan 30-40 derajat ke arah kiri.

 Posisi Objek

20
1) Posisikan MSP tubuh berada dipertengahan meja

pemeriksaan dengan garis abdominal kanan dan kiri sama

dari garis tengah meja.

2) Fleksikan tangan kanan pasien dan tempatkan di depan

kepala pasien

3) Tangan kiri pasien lurus di samping tubuh

4) Fleksikan kaki kanan pasien dan kaki kiri tetap lurus.

5) Pastikan objek berada tepat dipertengahan kaset.

 CR : vertical tegak lurus

 CP : 1 inchi kearah lateral kanan dari titik bidik pertengahan

kedua crista iliaca dengan batas atas processus xypoideus dan

batas bawah symphisis pubis.

 FFD : 100 cm

 Ukuran kaset : 35 x 43 cm

 Eksposi : ekspirasi penuh dan tahan napas

 Kriteria radiograf : tampak kolon asenden, kolon sigmoid,

rectum, dan fleksura hepatica tanpa adanya superposisi.

21
Gambar 2.9 Radiograf proyeksi LPO (Bontrager, 2018)

e. Proyeksi Right Posterior Oblique (RPO)

Gambar 2.10 Posisi pasien proyeksi RPO (Bontrager, 2018)

 Posisi Pasien

Posisikan pasien supine di atas meja pemeriksaan kemudian

rotasikan 30-40 derajat ke arah kanan.

 Posisi Objek

22
1) Posisikan MSP tubuh berada dipertengahan meja

pemeriksaan dengan garis abdominal kanan dan kiri sama

dari garis tengah meja.

2) Fleksikan tangan kiri pasien dan tempatkan di depan

kepala pasien

3) Tangan kanan pasien lurus di samping tubuh

4) Fleksikan kaki kiri pasien dan kaki kanan tetap lurus.

5) Pastikan objek berada tepat dipertengahan kaset

 CR : vertical tegak lurus

 CP : 1 inchi kearah lateral kiri dari titik bidik pertengahan kedua

crista iliaca dengan batas atas processus xypoideus dan batas

bawah symphisis pubis.

 FFD : 100 cm

 Ukuran kaset : 35 x 43 cm

 Eksposi : ekspirasi penuh dan tahan napas

 Kriteria radiograf : tampak kolon desendens dan fleksura lienalis

tanpa adanya superposisi.

23
Gambar 2.11 Radiograf proyeksi RPO (Bontrager, 2018)

f. Proyeksi Right Anterior Oblique (RAO)

Gambar 2.12 Posisi pasien proyeksi RAO (Bontrager, 2018)

 Posisi Pasien

Posisikan pasien prone di atas meja pemeriksaan kemudian

rotasikan 30-40 derajat ke arah kanan.

 Posisi Objek

1) Posisikan MSP tubuh berada dipertengahan meja

pemeriksaan dengan garis abdominal kanan dan kiri sama

dari garis tengah meja.

24
2) Fleksikan tangan kiri pasien dan tempatkan di depan

kepala pasien

3) Tangan kanan pasien lurus di samping tubuh

4) Kedua kaki pasien lurus

6) Pastikan objek berada tepat dipertengahan kaset.

7) Beri fiksasi (bantal) untuk kepala pasien

 CR : vertical tegak lurus

 CP : 1 inchi kearah lateral kiri dari titik bidik pertengahan kedua

crista iliaca dengan batas atas processus xypoideus dan batas

bawah symphisis pubis.

 FFD : 100 cm

 Ukuran kaset : 35 x 43 cm

 Eksposi : ekspirasi penuh dan tahan napas

 Kriteria radiograf : tampak kolon asendeens, fleksura hepatica,

dan kolon sigmoid tanpa adanya superposisi, tampak rectum

dibagian bawah radiograf.

25
Gambar 2.13 Radiograf proyeksi RAO (Bontrager, 2018)

g. Proyeksi Left Anterior Oblique (LAO)

Gambar 2.14 Posisi pasien proyeksi LAO (Bontrager, 2018)

 Posisi Pasien

Posisikan pasien prone di atas meja pemeriksaan kemudian

rotasikan 30-40 derajat ke arah kiri.

 Posisi Objek

1) Posisikan MSP tubuh berada dipertengahan meja

pemeriksaan dengan garis abdominal kanan dan kiri sama

dari garis tengah meja.

26
2) Fleksikan tangan kanan pasien dan tempatkan di depan

kepala pasien

3) Tangan kiri pasien lurus di samping tubuh

4) Kedua kaki pasien lurus

5) Pastikan objek berada tepat dipertengahan kaset.

6) Beri fiksasi (bantal) untuk kepala pasien

 CR : vertical tegak lurus

 CP : 1 inchi kearah lateral kanan dari titik bidik pertengahan

kedua crista iliaca dengan batas atas processus xypoideus dan

batas bawah symphisis pubis.

 FFD : 100 cm

 Ukuran kaset : 35 x 43 cm

 Eksposi : ekspirasi penuh dan tahan napas

 Kriteria radiograf : tampak kolon desendens, tampak fleksura

lienalis tidak superposisi.

27
Gambar 2.15 Radiograf proyeksi LAO (Bontrager, 2018)

h. Proyeksi Lateral

Gambar 2.16 Posisi pasien proyeksi lateral (Bontrager, 2018)

 Posisi Pasien

Posisikan pasien tidur miring di atas meja pemeriksaan

 Posisi Objek

1) Posisikan MCP tubuh berada dipertengahan meja

pemeriksaan.

2) Kedua tangan pasien difleksikan dan tempatkan di depan

kepala pasien.

28
3) Fleksikan kedua kaki pasien jika perlu beri fiksasi

4) Pastikan objek berada tepat dipertengahan kaset dan tidak

ada rotasi.

 CR : vertical tegak lurus terhadap MCP

 CP : setara dengan ASIS

 FFD : 100 cm

 Ukuran kaset : 35 x 43 cm

 Eksposi : ekspirasi penuh dan tahan napas

 Kriteria radiograf : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas,

rectosigmoid pada pertengahan radiograf.

Gambar 2.17 Radiograf proyeksi lateral (Bontrager, 2018)

29
BAB III

PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

A. PROFIL KASUS

1. Ilustrasi kasus

Pasien datang ke ruang Instalasi Radiologi RSUD Dr.Moewardi dengan

identitas sebagai berikut :

Nama : an. LKRJ

Umur : 1 th 10 bln

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Mongsari Jatipuro KRA

No. RM : 01-46-XX-XX

Diagnosis Klinis : Atresia ani

Pemeriksaan : Lopografi

Kiriman Foto : Poli Klinik Bedah

Dokter Pengirim : dr. M.Syaifullah N

2. Tata Laksana Pemeriksaan Lopografi

Dalam kasus ini, prosedur pemeriksaan diagnostik yang dilakukan di

Instalasi Radiologi RSUD Dr.Moewardi menggunakan proyeksi AP dan

lateral untuk pemeriksaan lopografi. Pemeriksaan lopografi dilakukan untuk

evaluasi ada tidaknya kelainan yang terjadi pada saluran anus. Adapun

30
prosedur pemeriksaan lopografi di Instalasi Radiologi RSUD Dr.Moewardi

adalah sebagai berikut :

a. Persiapan pasien

Pemeriksaan lopografi pada kasus ini tidak memerlukan persiapan

khusus sebab objek yang diperiksa berusia dibawah 2 tahun. Pemeriksaan

dapat langsung dilakukan tanpa urus-urus.

b. Persiapan pasien dan orang tua

Sebelum pemeriksaan berlangsung, orang tua pasien harus diberi

penjelasan terkait prosedur pemeriksaan dan tindakan yang akan dilakukan

dengan jelas. Beritahu pasien dan orang tua pasien bahwa pemeriksaan

yang akan dilakukan tidak sakit, hanya saja sewaktu kontras dimasukkan

pasien merasa ingin buang air besar. Orang tua diminta untuk menemani

pasien saat pemeriksaan. Setelah diberi penjelasan tentang jalannya

pemeriksaan, orang tua pasien diminta menandatangani surat persetujuan

informed consent. Surat ini dapat digunakan sebagai hukum legal jika

seandainya terjadi hal yang tidak diinginkan, kita (radiografer) dapat

terlepas dari jeratan hukum, kecuali jika memang ada unsur kesengajaan.

c. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan lopografi dengan

diagnose atresia ani pada bayi di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi

ialah :

31
 Pesawat sinar x : GE Proteus

 Marker

 Imaging plate 35 x 43 cm

 E-Order pemeriksaan atau surat permintaan pemeriksaan

 Processing film

 Vaselin dan jelly

 Standar irrigator dan irrigator set atau spuit 50 cc

 Kateter

 Sarung tangan

 Penjepit atau klem

 Kain kasa

 Bengkok

 Plester

 Apron

 Media kontras water soluble

 Tempat mengaduk media kontras

d. Pengenceran media kontras

 Siapkan alat dan seperti media kontras berupa water soluble, air

hangat, tempak pengaduk serta pengaduk larutan.

32
 Campurkan water soluble dengan air hangat dengan

perbandingan 1:4. Pada kasus ini digunakan water soluble

sebanyak 50 cc yang diencerkan dengan air sebanyak 200 ml.

 Kemudian aduk hingga tercampur rata

e. Teknik Pemeriksaan

1. Foto polos proyeksi AP

Foto polos ini bertujuan untuk melihat persiapan pasien sudah

maksimal atau belum, seandainya sudah maksimal maka

pemeriksaan dapat dilanjutkan, selain itu juga untuk menentukan

Faktor Eksposi sehingga pada saat kontras telah dimasukkan

Faktor Eksposi bisa maksimal. Pada foto polos diperlukan marker

pada anus, stoma proksimal dan stoma distal, ini berfungsi

mengetahui letak lubang colostomy.

 Posisi pasien

Pasien tidur terlentang atau supine diatas meja

pemeriksaan

 Posisi objek

a) Posisikan MSP tubuh dipertengahan meja

pemeriksaan.

b) Kedua tangan pasien diletakkan disamping tubuh.

33
c) Pastikan objek berada tepat dipertengahan kaset dan

tidak ada rotasi.

 CR : Vertikal tegak lurus kaset

 CP : Pada MSP(Mid Sagital Plane) setinggi SIAS

 Factor eksposi : 55 KVp, 5 mas

 Ukuran Kaset :35 X 43 cm (DR)

Gambar 3.1 Hasil Radiograf foto polos

2. Pemasukan Media Kontras

Isi spuit dengan larutan media kontras water soluble.

Olesi kateter dengan jelli agar spuit mudah masuk ke stoma dan

tidak menimbulkan rasa sakit. Lalu masukan media kontras secara

perlahan melalui stoma (lubang colon distal) sebanyak 50 cc. Lalu

lakukan pemotretan dengan proyeksi AP, kemudian pemotretan

dengan proyeksi lateral.

3. Proyeksi Pemotretan dengan Media Kontras

a) Proyeksi Antero Posterior

34
 Posisi pasien

Pasien supine di atas meja pemeriksaan

 Posisi objek

1) Posisikan MSP tubuh ditengah meja

pemeriksaan

2) Posisikan kedua tangan pasien lurus disamping

tubuh

3) Pastikan objek berada di pertengahan kaset dan

tidak ada rotasi

 CR : Vertikal Tegak lurus terhadap meja pemeriksaan

 CP : Pada MSP setinggi SIAS dengan batas bawah

symphysis pubis

 Faktor Eksposi : 55 kVp , 5 mas

 Ukuran Kaset : 35 x 43 cm (DR)

Gambar 3.2 Hasil Radiograf proyeksi Antero Posterior

b) Proyeksi Lateral

35
 Posisi pasien

Pasien tidur dengan posisi membentuk sudut 90

derajat dengan meja pemeriksaan

 Posisi objek

1) Posisikan MCP ditengah meja pemeriksaan

2) Posisikan kedua tangan pasien fleksi dan

tempatkan di depan kepala pasien

3) Pastikan onjek berada di pertengahan kaset

 CR : Tegak lurus terhadap kaset

 CP : Pada MCP setinggi SIAS

 Factor eksposi : 55 kVp, 5 mas

 Ukuran Kaset : 35 x 43 cm (DR)

Gambar 3.3 Hasil Radiograf proyeksi lateral

3. Hasil Expertise Dokter

Berikut ini hasil expertise dokter berdasarkan hasil pemeriksaan

lopografi distal:

36
 Klinis : Atresia Ani

 Plan foto

1) Distribusi gas dalam usus normal

2) Tampak gambaran lubang colostomy yang terpasang 2 buah

marker di hipokondrium kiri dan marker di fossa ani

 Kontras study

1) Kontras water soluble non ionic 50 cc dimasukkan melalui

kateter ke dalam lubang colostomy distal

2) Tampak kontras berjalan dengan lancar pada sebagian colon

transversum, colon desenden, colon sigmoid, sampai rectum

dan tak tampak kontras keluar dari anus serta tak tampak

track fistule

3) Tampak diameter colon transversum, colon desenden kecil

4) Mucosa colon sigmoid dan rectum tampak baik

5) Tak tampak filling defect atau additional defect.

 Kesan

1) Atresia ani tanpa fistel

2) Disused colon transversum dan colon desendens

B. PEMBAHASAN

Setelah penulis mengamati jalannya pemeriksaan, penulis akan

membahas hal-hal yang berkaitan dengan hasil teknik pemeriksaan

37
lopografi pada kasus atresia ani di Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi :

4. Teknik pemeriksaan lopografi pada kasus atresia ani di Instalasi

radiologi RSUD Dr. Moewardi meliputi persiapan alat dan bahan

seperti pesawat sinar-x DR GE Proteus, imaging plate 35x43 cm,

processing film, dan E-Order pemeriksaan atau inform consent. Pada

kasus ini tidak terdapat persiapan pasien dikarenakan usia pasien yang

masih dibawah 2 tahun. Sebelum pemeriksaan keluarga yang

mengantarkan pasien diberi penjelasan terkait dengan pemeriksaan

yang akan dilakukan.

Pengambilan gambar dilakukan menggunakan 2 proyeksi yaitu

AP dan Lateral. Pengambilan gambar antara lain : foto polos abdomen

menggunakan proyeksi AP dengan marker yang terpasang di lubang

stoma proksimal, lubang stoma distal dan anus. Hal ini berfungsi

untuk tanda pada gambar radiograf. Setelah itu media kontras yang

telah dibuat yaitu water soluble dimasukkan. Media kontras dimasukan

sebanyak 50cc ke lubang distal stoma lalu dilanjutkan dengan foto

proyeksi AP dan Lateral.

Pada pemeriksaan lopografi tersebut menggunakan proyeksi

AP dan Lateral, sudah cukup karena proyeksi tersebut telah dapat

memberikan informasi diagnostik yang optimal. Sebab sudah dapat

memperlihatkan colon transversum, colon descenden, colon sigmoid,

38
dan rectum dengan baik pada pemasukan media kontras melalui stoma

bagian distal.

5. Alasan penggunaan media kontras water soluble pada pemeriksaan

lopografi dengan diagnosa atresia ani di Instalasi Radiologi RSUD

Dr.Moewardi adalah untuk menghindari adanya efek samping karena

media kontras water soluble dapat diserap oleh tubuh dan tidak perlu

dikeluarkan. Sebaliknya jika menggunakan media kontras barium

sulfat maka akan susah dikeluarkan dan apabila ada barium sulfat yang

tertinggal maka akan terjadi pengendapan yang berakibat fatal

terhadap tubuh.

39
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pemeriksaan lopografi dengan kasus atresia ani di Instalasi Radiologi RSUD

Dr.Moewardi dilakukan tanpa adanya persiapan khusus pada pasien

dikarenakan objek yang akan diperiksa masih berusia dibawah 2 tahun.

Pemeriksaan dapat dilakukan tapa urus-urus. Proyeksi yang dilakukan pada

pemeriksaan ini adalah proyeksi AP supine dan lateral.

2. Pemeriksaan Lopografi dengan kasus atresia ani di Instalasi Radiologi

RSUD Dr.Moewardi menggunakan media kontras water soluble karena

media kontras ini dapat diserap oleh tubuh sehingga tidak menimbulkan efek

yang fatal.

B. Saran

Sebaiknya pada pemeriksaan yang menggunakan media kontras harus

dengan fluoroscopy supaya lebih tepat dan akurat dalam mendiagnosa suatu

penyakit.

40
DAFTAR PUSTAKA

Aizah, Siti. 2020. Modul Praktikum Anatomi dan Fisiologi. Malang: CV.

Multimedia Edukasi.

Bontrager, K. L, John P. Lampignano. 2010 Text Book of Radiographic Positioning and

Related Anatomy, Seventh Edition. St. Louid: Mosby Inc.

Lampignano, John P dan Leslie E. Kendrick. 2018. Bontrager’s Textbook of

Radiographic Positioning and Related Anatomy Ninth Edition. St. Louis, Missouri:

Elsevier.

Pearce. E. C. Alih Bahasa oleh Sri Yuliani Handoyo. 2009. Anatomi dan

Fisiologi untuk Paramedis, Edisi ke- 33. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.

Rasad, R. Iwan Ekayuda (ed). 2005. Radiologi Diagnostik, Edisi ke- 2. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI.

41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

“http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-sukmaayuwi-6299-2-

babii.pdf. Diakses 19 April 2021. Pukul 23.43 WIB.

LAMPIRAN

42

Anda mungkin juga menyukai