Anda di halaman 1dari 33

TEKNIK RADIOGRAFI III

TEKNIK PEMERIKSAAN PADA FOLLOW TROUGH

Dosen pengampu : Annisa S.Tr Rad

Disusun oleh:

1. Afifah Kartika Sari (19002002)


2. Attika Susdelia (19002007)
3. Diwi Nur Putri (19002014)
4. Lico Andre Seva (19002023)
5. Masnali Derajat (19002024)
6. Nasri Saputra (19002033)
7. Nuril Nazalia (19002037)
8. Putri Bela Olivia (19002041)
9. Putri Dwi Adipa (19002043)
10. Risky Ramadhan (19002050)
11. Vera Puspita Sari (19002056)

PROGRAM STUDI D-III RADIOLOGI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AWAL BROS PEKANBARU
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Teknik Radiografi III dengan judul “Teknik Pemeriksaan Follow Trough”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Pekanbaru, 24 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

Daftar Gambar iii


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1

B. Rumusan masalah 2

C. Tujuan pustaka 2

D. Manfaat penulisan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Anatomi 4

B. Fisiologi 7

C. Patologi 9

D. Indikasi 11

E. Persiapan 12

F. Metode13

G.Teknik pemeriksaan 18

BAB III PEMBAHASAN


A. Hasil pemeriksaan laporan kasus 22

B. Pembahasan 24

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 25

B. Saran 25

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Follow Trough 5

Gambar 2.2 Anatomi Area Duodenum 6

Gambar 2.3 Anatomi Follow Trough 6

Gambar 2.4 Enteroctysis procedure with barium visualized and colon 15

Gambar 2.5 Air contrast enteroctysis 15

Gambar 2.6 (A) Miller abbot (M-A) tube study with water soluble medium (B)

Small bowel examination by M-A tube with injection barium sulfate 18

Gambar 2.7 Usus halus proyeksi AP 19

Gambar 2.8 Immadiate AP usus halus 20

Gambar 2.9 (A) AP usus halus pada 15 menit (B) AP usus halus pada 30 menit

memperlihatkan perut dan usus halus 20

Gambar 2.10 (A) AP usus halus pada 1 jam (B) AP sus halus pada 2 jam,

memperlihatkan usus kecil dan usus besar 21

Gambar 2.11 (A) AP usus halus pada 31/2 jam dengan barium dan usus besar (B)

AP usus halus pada 41/2 jam 21

Gambar 2.12 (A) AP usus halus pada 24 jam 21

Gambar 3.1 Hasil X-ray Abdomen 23

Gambar 3.2 pemeriksaan fetus dengan USG 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pencernaan terdiri dari dua bagian yaitu kelenjar aksesoris
dan saluran pencernaan. Kelenjar aksesoris meliputi kelenjar ludah, hati,
kantong empedu dan pankreas. Mengeluarkan enzim pencernaan kedalam
saluran pencernaan. Saluran pencernaan adalah tabung moskulomembran
yang membentang dari mulut ke anus. (Ballinger, W.Philip dan Eugene D.
Frank, 2013)
Daerah saluran pencernaan memiliki diameter yang bervariasi sesuai
dengan kebutuhan fungsional. Sebagian besar kanal, yang panjangnya
sekitar 29 hingga 30 kaki (8,6 hngga 8,9m) terletak dirongga perut.
Komponen saluran pencernaan dibagi menjadi mulut, tempat makanan
dikunyah dan diubah menjadi bolus dengan cara insalivasi. Faring dan
esophagus, yang merupakan organ untuk menelan. Perut, tempat proses
degative dimulai. Usus kecil atau usus halus tempat proses pencernaan
selesai. Usus besar merupakan organ pengeluaran dan penyerapan air yang
berakhir dianus. (Ballinger, W.Philip dan Eugene D. Frank, 2013)
Pada makalah ini secara khusus membahas salah satu komponen
saluran pencernaan yaitu usus halus. Usus halus merupakan salah satu
organ yang penting didalam tubuh manusia. Bentuk usus halus memanjang
dari sfingter pylorus ke katub ileocecal, dimana ia bergabung dengan usus
besar pada sudut siku-siku. Pencernaan dan penyerapan makanan terjadi
dibagian saluran pencernaan ini. Usus halus dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Pada pemeriksaan radiologi untuk usus halus dilakukan dengan cara
memberikan barium sulfat melalui mulut pasien dengan pengisian refluks
lengkap dengan barium enema volume besar atau dengan injeksi langsung
ke dalam usus melalui selang usus teknik ini disebut eteroclysis atau

1
enema usus halus. Untuk metode pengisian refluks dan injeksi langsung
biasanya

2
2

digunakan hanya jika metode lisan fruls untuk memberikan


informasi konklusif. (Ballinger, W.Philip dan Eugene D. Frank, 2013)
Persiapan pasien untuk pemeriksaan pada usus halus biasanya pasien
dianjurkan untuk menjalani diet lunak atau rendah residu selama dua hari
sebelum pemeriksaan. Karena factor ekonomi, seringkali pemeriksaan
tidak dapat ditunda selama dua hari. Oleh karena itu, makanan dan cairan
biasanya ditahan setelah makan malam pada hari sebelum pemeriksaan.
Enema pembersih dapat diberikan untuk membersihkan usus besar namun,
enema tidak selalu direkomendasikan untuk enteroclysis karena ciran
enema dapat ditarik oleh usus halus. Rumus barium berbeda-beda,
tergantung metode pemeriksaannya. Kandung kemih pasien harus kosong
sebelum dan selama prosedur untuk menghindari menggeser atau menekan
ileum. (Ballinger, W.Philip dan Eugene D. Frank, 2013)
Pada usus halus ada yang disebut dengan metode oral. Pemeriksaan
radiografi usus halus biasanya disebut seri usus halus karena beberapa
radiografi identik dilakukan pada interval waktu. Pemeriksaan oral atau
konsumsi barium melalui mulut, biasanya didahului dengan radiografi
abomen. Setiap radiografi usus halus diindetifikasi dengan penanda waktu
yang menunjukan interval antara paparan dan konsumsi barium.

B. Rumusan Masalah
1. Apa metode yang dapat digunakan untuk pemeriksaan follow trough?
2. Bagaimana prosedur teknik pemeriksaan radiografi dari follow trough?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami metode yang dapat digunakan untuk
pemeriksaan follow trough.
2. Untuk mengetahui dan memahami teknik pemeriksaan radiografi dari
follow trough
3

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Dapat digunakan sebagai tambahan referensi bahan ajar dan keperluan
pendidikan khususnya dibidang radiologi.
2. Manfaat Penulis
Dapat digunakan untuk memperdalam pengetahuan penulis tentang
teknik pemeriksaan radiologi follow trough.
3. Manfaat Pembaca
Menjadi sumber referensi dan informasi bagi orang yang membaca
makalah ini agar mengetahui bagaimana cara pemeriksaan terhadap
pemeriksaan follow trough.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
1. Anatomi Follow Trough
Bentuk usus halus memanjang dari sfingter pylorus lambung ke
katub ileocecal dan bergabung dengan usus besar pada sudut siku -
siku. Panjang rata- rata usus halus orang dewasa adalah sekitar 22 kaki
(6,5 m) dan diameternya perlahan – lahan berkurang dari kira – kira
3,8 cm dibagian proksimal menjadi kira – kira 2,5 cm dibagian distal.
Dinding usus halus berisi empat lapisan yang sama dengan dinding
esophagus dan lambung. Mukosa usus kecil mengandung serangkaian
tonjolan seperti jari yang disebut vili, yang membantu memfasilitasi
proses pencernaan dan penyerapan. Usus halus dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu duodenum, jejunum dan ilium. (Ballinger, W.Philip dan
Eugene D. Frank, 2013)
Duodenum memiliki panjang 8 sampai 10 inci (20 sampai 24 cm)
dan merupakan bagian terluas di usus halus. Posisinya relative tetap,
dimulai dari pylorus, duodenum mengikuti jalur berbentuk C. Empat
wilayahnya digambarkan sebagai bagian pertama (superior), kedua
(menurun), ketiga (horizontal atau inferior), dan keempat (menarik).
Segmen bagian pertama disebut bola duodenum karena penampakan
radiografinya ketika diisi dengan media kontras yang tidak tembus
cahaya. Bagian kedua panjangnya 3 atau 4 inci (7,6 hingga 10 em).
Segmen ini lewat secara inferior disepanjang kepala pankreas dan
berhubungan dekat dengan permukaan bawah hati. Duktus biliaris
komunis dan duktus pancreas biasanya bersatu membentuk ampul
hepatopankreas, yang terbuka di puncak papilla duodenum mayor di
duodenum.

4
Bagian ketiga lewat kekiri dengan sedikit kemiringan lebih tinggi
untuk jarak sekitar 2 inci (6cm) dan berlanjut sebagai bagian keempat
di

5
5

sisi kiri vetebrae. Bagian ini bergabung dengan jejenum pada kurva
tajam yang disebut lexure duodenojejunal dan didukung dengan otot
duodenum (ligamentum treitz). Lingkaran duodenum terletak yang
terletak dibagian kedua, adalah bagian usus halus yang paling tetap dan
biasanya terletak dibagian atas daerah pusar perut. Namun, posisnya
bervariasi dengan habitus tubuh dan dengan jumlah isi lambung dan
usus itu. (Ballinger, W.Philip dan Eugene D. Frank, 2013)
Sisa usus halus secara acak dibagi menjadi dua bagian, dengan dua
perlima bagian atas disebut jejenum, tiga per lima bagian bawah
disebut ileum. Jejenum dan ileum berkumpul menjadi loop yang dapat
bergeraak bebas dan melekat pada dinding posterior abdomen oleh
masenterium. Lingkaran terletak di bagian tengah dan bawah rongga
perut didalam lengkung usus besar.
Senyawa – senyawa yang dihasilkan oleh usus halus diantaranya :
a. Disakaridase, menguraikan sakarida menjadi monosakarida
b. Erepsinogen erepsi, yang kemudian akan dirubah menjadi erepsin.
Erepsin kemudian akan mengubah pepton menjadi asam amino
c. Hormone sekratin, hormone yang merangsang kelenjar pancreas
mengeluarkan senyawa kimia yang dihasilkan ke usus halus
d. Hormone CCK (kolesistokinin), merangsang hati untuk
mengeluarkan cairan empedu kedalam usus halus
6

Gambar 2.1 Anatomi Follow Trough (Ballinger, W.Philip dan Eugene


D.Frank, 2013)
Keterangan Gambar Anatomi Follow Trough :
1. Loops of jejunum and ileum
2. Ascending colon
3. Cecunum

Gambar 2.2 Anatomi Area Duodenum (Ballinger, W.Philip dan Eugene


D.Frank, 2013)

Keterangan Gambar Anatomi Area Duodenum :


1. Intestinal wall 6. Suspensory muscle of the duodenum
2. 2end (descending) ragion 7. 4th (ascending) region
3. 1st (superior) ragion 8. Jejunum
4. Duodenal bulb 9. Duodenojejunoflexuri
5. Pancreas 10. 3rd (horizontal) region
7

Gambar 2.3 Anatomi Follow Trough (Ballinger, W.Philip dan Eugene D.Frank,
2013)

Keterangan Gambar Anatomi Follow Trough :

1. Stomach 6. Mesentery
2. Duodenum 7. Ileocecal Junction
3. Duodenojejunalflexure 8. Cecum
4. Jejunum 9. Appendix
5. Ascending colon 10. Ileum

B. Fisiologi Follow Trough


Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan
absorbsi nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dari
dalam mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin
terhadap makana yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum
terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Adanya bikarbonat dalam sekret pancreas membantu menetralkan asam
dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu
dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak
sehingga memberikan permukaan yang lebih luas untuk kerja lipase
pancreas. (Yusuf, Irawan. 2005)
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah
usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada
brush border vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil di absorbsi.
Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat-zat yang dimakan
dengan secret pancreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan
peristaltic mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainya dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinyu isi
lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk
8

digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga
diabsorbsi. Pergererakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan
absorbsi bahan-bahan makanan dapat berlangsung secara maksimal.
Pergerakan usus halus terdiri dari; pergerakan mencampur (mixing) atau
pergerakan segmentasi yang mencampur makanan dengan enzim-enzim
pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi. Pergerakan polpusif
atau gerak peristaltic yang mendorong makanan kearah usus besar.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktivitas otot polos usus halus
yang terdiri dari 2 lapis, yaitu lapisan otot longitudinal dan otot sirkuler.
Otot yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur
makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh
makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus
menerus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya di
absorbs. Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang
lambat yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran
cerna. Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit
pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltic
pada usus halus mendorong makanan menuju kearah kolon dengan
kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih
cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltic ini sangat lemah dan
biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm. (Yusuf,
Irawan. 2005)
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama
diatur oleh adanya gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi
yang disebabkan oleh adanya sel-sel pace maker yang terdapat pada
dinding usus halus, diamana aktivitas dari sel-sel ini dipengaruhi oleh
sitem saraf dan hormonal. Aktivitas gerakan peristaltic akan meningkat
setelah makan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan
ke duodenum sehingga menimbulkan reflex peristaltic yang akan
menyebar ke dinding usus halus. Sebaliknya sekretindan glucagon
9

menghambat pergerakan usus halus. Setelah makanan mencapai katup


ileocecal, makan kadang-kadang terhambat selama beberapa jam sampai
seorang makan lagi. Pada saat tersebut, reflex gastrial meningkatkan
peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal menuju
kolon. Makan yang menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum oleh
sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat diabsorbi pada daerah
ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan kembali ke
caecum masuk ke ileum. Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme
umpan balik. Bila tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi
dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan
peristaltic ileum akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan
ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks makan
sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami
paralisis sehingga pengosongan ileum terhambat. (Yusuf, Irawan. 2005)

C. Patologi Follow Trough


1. Penyakit Crohn
Penyakit Crohn, merupakan suatu keadaan inflamasi kronis dengan
etiologi yang tidak diketahui, dapat mengenai setiap bagian saluran
dari esofagus hingga rektum, namun paling sering mengenai terminal
ileum dan usus halus.
Gambaran radiologis :
Terminal Ileum merupakan lokasi yang paling sering terkena pada
usus halus, walaupun usus besar juga sering terkena dan dapat terjadi
secara terpisah.pada pemeriksaan barium, hal-hal berikut dapat terlihat
pada usus halus :
a. Ulserasi yang dalam (duri mawar) yang mengenai seluruh dinding
usus
b. Penampakan batu bulat (cobblestone) pada mukosa, disebabkan
oleh ulkus yang diambil oleh daerah yang meninggi pada edema.
10

c. Hilangnya peristaltis, penebalan dan rigiditas dinding usus:


pemisahan lingkar usus akibat ketebalan dindingnya.
d. Pembentukan striktur akibat edema dan fibrosis (tanda tali/string
sign dari Kantor), Pada penyakir Crohn pada kolon, gambaran
yang paling sering ditemukan adalah uberasi yang dalam, ulkus
aftosa, dan kelainan pada usus yang terputus-putus antara lesi dan
bagian yang normal (skip lesion).
Komplikasi :
a. Obstruksi sub akut akibat Pembentukan striktur
b. Pembentukan abses, kadang-kadang menyebabkan perforasi usus.
c. Malabsorpsi akibat interaksi usus halte yang luas dan interupi pada
sirkulasi enterohepatik.
d. Proses inflamasi perianal yang disebabkan oleh abses dan fisura.
e. Fistula ke usus besar, vagina, kandung kemih, perineum, dan
dinding abdomen dari tidak halus yang meradang dan lengket pada
struktur di dekatnya.
2. Komplikasi anus
Komplikasi anus timbul di sekitar sepertiga pasien enteritis
regionalis serta bisa mendahului keluhan perut selama beberapa tahun.
Patologi anus yang menyertai enteritis regionalis satu setengah sampai
dua kali lebih sering, kolon juga terlihat dalam penyakit ini. Tetapi
sekitar seperempat pasien yang enteritis eregionalisnya ada dalam
usus halus bukti komplikasi anus.
3. Keadaan ekstraintestinalis
Manifestasi ekstraintestinalis terlihat dalam sekitar
seperempat pasien enteritis regionalis dan semua sistem organ terkena.
Manifestasi demikian biasanya hanya terbukti setelah mulainya
penyakit usus secara klinik. la tidak mengikuti sifat episodik penyakit
usus, tetapi konstan perjalanannya dan jarang dipengaruhi oleh terapi.
4. Adenokarsinoma
11

Risiko adenokarsinoma usus halus menyertai enteritis


regionalis seratus kali lebih besar yang terlihat dalam populasi pasien
yang nomal. Tetapi kemungkinan besar, karena angka karsinoma pada
yang normal hanya 3 per 100.000. Sehinggahanya sekitar 62 kasus
adenokarsinoma uaus halus yang menyertai enteritis regionalis telah
dilaporkan. Rata-rata mulainya tumor ini 47 tahun, 10 tahun lebih
muda Usia mulainya dalam populasi normal.(Sabiston. 1995).
5. Obstruksi
Gangguan aliran usus sepanjang saluran usus dapat bersifat
akut maupun kronis, parsial maupun total, obstruksi usus kronis
biasanya mengenai kolon akibat adanya karsinoma akut maupun
pertumbuhan tumor, dan pergerakannya lambat, sebagian besar
obstruksi mengenai usus halus. Terdapat dua jenis obstruksi, yaitu :
a. Non mekanis (misalnya, ileus paralitik atau ileus adinamik),
peristalik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus.
b. Mekanis, terjadi obstruksi didalam lumen atau obstruksimural yang
disebabkan oleh tekanan ekstrinsik.
6. Divertikulosis
Duplikasi usus berbentuk dua tabung tubulur atau
berebntuk kista di mesenterium. Merupakan penonjolan keluar dari
keseluruhan tebal dinding usus, ini terjadi pada jejunum dan duodenum
(Kumar, Dkk. 2007).
7. Entritis
Peradangan pada usus halus atau usus besar akibat bakteri
8. Diare atau mencret
Gangguan penyerapan pada usus halus dan besar sehingga
menyebabkan faces dibuang dalam bentuk cairan. (Susilowarno, Dkk.
2007).

D. Indikasi dan Kontra Indikasi pada Pemeriksaan Follow Trough


12

1. Indikasi Pemeriksaan Follow Trough


Pada pemeriksaan follow trough terdapat beberapa indikasi, yaitu :
a. Enteritis (peradangan)
b. Giardiasis
c. Ileus obstruktif
1) Paralitik atau adinamik
2) Mekanik
d. Meckle’s diverticulum
e. Neoplasma
1) Adenoma dan leiomiomas
2) Karsinoid
3) Lipoma dan adenokarsinoma
f. Small bowel obstruction
g. Inflammatory bowel disease
h. Unexplained gastrointestinal bleeding
i. Polyps
j. Celiac diesiase (melabsortion disease)
k. Whippler disease (pelebaran usus kecil)
2. Kontra Indikasi Pemeriksaan Follow Trough
a. Persangkaan performasi tidak boleh menggunakan BaSO4 => water
soluble kontras (urografin, lopamiro)
b. Obstruksi usus besar

E. Persiapan Pemeriksaan
1. Persiapan Pasien
a. 2 hari sebelum pemeriksaan pasien disarankan mengosumsi
makanan rendah serat
b. Puasa sehari sebelum pemeriksaan atau 8 jam sebelum
pemeriksaan
c. Pasien tidak boleh merokok
d. Pasien tidak boleh makan atau ngemil
13

e. Pasien diberikan minuman Barium Sulfat encer


f. Setelah 30 menit dibuat foto PA untuk melihat duodenum
g. Dibuat spot foto pada daerah yang dicurigai adanya kelainan

2. Persiapan Alat dan Bahan


a. Pesawat Flouroscopy
b. Film, kaset dan grid ukuran 30 x 40 cm
c. Apron
d. Sarung tangan Pb
e. Baju pasien
f. Barium encer 25% weight/volume

F. Metode dan Teknik Pemeriksaan Raadiografi Follow Trough


1. Metode Pemeriksaan Follow Trough
a. Metode Pemeriksaan Oral
Pemeriksaan oral atau konsumsi barium melaui mulut,
biasanya didahuluin dengan setiap radiografi usus halus
diidentifikasi dengan penanda waktu yang menunjukan interval
waktu antara paparan dan konsumsi bahan barium. Pemeriksaan
metode ini dilakkukan dengan posisi pasien dalam posisi telentang
atau tengkurap. Posisi telentang digunakan kerena :
1) Untuk memanfaatkan pergeseran superior dan lateral dari perut
yang berisi barium untuk visualisasi bagian retrogastrik dari
duodenum dan jejunum
2) Untuk mencegah kemungkinan kompresi yang tumpang tindih
dari loop usus.
Sedangkan untuk posisi tengkurap digunakan karena :
1) Menekan isi perut untuk meningkatkan kualitas radiografi
2) Untuk radiografi akhir pada pasien kurus, mungkin perlu untuk
mengarahkan tabel ke posisi Trendelenburg untuk "membuka"
loop ileum yang terletak di bawah dan ditumpangkan.
14

Radiografi pertama usus halus biasanya diambil 15 menit


setelah pasien meminum barium. Interval ke pemaparan berikutnya
bervariasi dari 15 hingga 30 menit tergantung pada waktu transit
rata – rata dari sediaan barum sulfat yang digunakan. Terlepas dari
persiapan barium yang digunakan, ahli radiologi akan memeriksa
radiograf saat diproses dan memvariasikan prosedur sesuai dengan
kebutuhan masing – masing pasien. Pemeriksaan fluroskopi dan
radiografi (spot atau kovensional) dapat dilakukan pada saat
segmen usus saat lop menjadi buram. (Ballinger, W.Philip dan
Eugene D.Frank, 2013)
Beberapa ahli radiologi juga adaa yang meminta air es (atau
stimulant makanan yang digunakan secara rutin) diberikan kepada
pasien dengan hipomotilitas setelah 3 atau 4 jam pemberian barium
sulfat untuk mempercepat gerakan peristaltik. Sebagian ahli lain
memberikan pasien medium kontras gastrointestinal yang larut
dalam air, teh, atau kopi untuk merangsang gerakan peristaltik.
Sebagian lainnya lagi memberikan stimulasi peristaltic setiap 15
menit setiap waktu transit. Dengan metode ini transit media
ditunjukan secara fluroskopi, radiografi, spot dan konvensuonal
dipaparkan seperti yang ditunjukan dan pemeriksaan biasanya
selesai dalam 30 sampai 60 menit.
b. Metode Enteroclysis
Enteroclysis (injeksi nutrisis atau cairan obat kedalam usus)
adalah adalah prosedur radiografi dimana media kontras disuntikan
ke duodenum dibawah kendali fluoroskopi untuk pemeriksaan usus
kecil. Media kontras disuntikan melalui tabung bilbao atau sellink.
Sebelum prosedur dimulai, usus besar pasien harus dibersihkan
secara menyeluruh. Enema tidak direkomendasikan sebagai
persiapan untuk enteroclysis karena beberapa cairan enema dapat
tertahan di usus kecil. Di bawah kendali fluoroskopi, tabung tinta
Bilbao atau Sell dengan kawat pemandu tiff dimajukan ke ujung
15

duodenum di lentur duodenojejunal, dekat ligamen Treitz. Barium


kemudian ditanamkan melalui tabung dengan kecepatan kira-kira
100 menit. Radiografi spot, dengan dan tanpa kompresi, diambil
sesuai kebutuhan. Pada beberapa pasien, udara atau metilselulosa
disuntikkan ke usus halus setelah cairan kontras mencapai sekum.
Setelah pemeriksaan fluoroskopi usus kecil pasien, radiografi usus
kecil mungkin diminta. Proyeksi yang paling sering diminta
termasuk AP, PA, obliques, dan lateral. Gambar telentang dan
tegak dapat diminta. (deskripsi posisi yang melibatkan perut.
(Ballinger, W.Philip dan Eugene D.Frank, 2013)

Gambar 2.4 Enteroctysis procedure with barium visualized and colon


(Ballinger, W.Philip dan Eugene D.Frank, 2013).
16

Gambar 2.5 Air contrast enteroctysis (Ballinger, W.Philip dan Eugene D.Frank,
2013).

c. Metode Intubation
Intubasi gastrointestinal adalah prosedur dimana tabung
panjang yang dirancang kusus dimasukkan melalui hidung dan
dimasukkan kedalam perut. Dari sana, tabung dibawa ke inferior
dengan gerakan peristaltik. Intubasi trointestinal digunakan untuk
tujuan traupatik dan diagnostik. Ketika intubasi gastrointestinal
digunakan secara terapeutik, tabung dihubungkan ke sistem hisap
untuk menyedot isi gas dan cairan dari saluran pencernaan secara
terus menerus. Tujuan dari manuver ini adalah untuk mencegah
atau meredakan distensi pasca operasi atau untuk mengempiskan
atau mendekompresi usus kecil yang tersumbat. (Ballinger,
W.Philip dan Eugene D.Frank, 2013)
Meskipun digunakan lebih jarang dibandingkan sebelumnya,
lumen ganda Miller-Abbott (M-A), tabung balon tunggal (atau
tabung serupa lainnya) dapat digunakan untuk mengintubasi usus
kecil. Tepat di atas ujung tabung M-A adalah balon karet kecil dan
tipis. Tanda pada tabung, dimulai dari ujung distal, menunjukkan
luasnya saluran tabung dan dibaca dari tepi lubang hidung.
Nilainya diukur dalam sentimeter hingga 85 dan setelah itu
diberikan dalam kaki. Lumen tabung dibagi secara asimetris
menjadi berikut: (I) lumen balon kecil yang berkomunikasi hanya
dengan balon dan digunakan untuk mengembang dan
mengempiskan balon dan untuk injeksi merkuri untuk membebani
balon dan (2) lumen aspirasi besar yang berkomunikasi dengan
saluran gastrointestinal melalui perforasi di dekat dan di ujung
distal tabung. Gas dan cairan ditarik melalui lumen aspirasi, dan
cairan disuntikkan melaluinya.
Pemasangan selang usus merupakan pengalaman yang tidak
menyenangkan bagi pasien, terutama pasien yang sakit parah.
17

Tergantung pada kondisi pasien, selang lebih mudah dikeluarkan


jika pasien dapat duduk tegak dan sedikit condong ke depan atau
jika pasien dapat diangkat hampir ke posisi itting.
Dengan tabung usus ditempatnya, pasien diputar ke posisi
RAO. Sempri dihubungkan ke lumen balon, dan merkuri
dituangkan ke dalam semprit dan dibiarkan mengalir ke dalam
balon. Udara kemudian perlahan-lahan ditarik dari balon. Tabung
diikat dengan pita perekat di samping lubang hidung untuk
mencegah regurgitasi atau gerak maju tabung. Lambung disedot,
baik dengan jarum suntik atau dengan menempelkan posisi besar
lumen ke alat hisap.
Dengan ujung tabung terletak dekat dengan sfingter pilorus
dan pasien dalam posisi RAO (posisi di mana peristaltik lambung
biasanya lebih aktif), selang harus masuk ke duodenum dalam
waktu yang cukup singkat. Tanpa intervensi, bagaimanapun, proses
ini terkadang memakan waktu berjam-jam. Membuat pasien
meminum air es untuk merangsang gerak peristaltik seringkali
berhasil. Ketika tindakan ini gagal, pemeriksa memandu tabung ke
dalam duodenum dengan manipulasi manual di bawah pengamatan
fluoroskopi. Setelah tabung memasuki duodenum, ia kembali
menggembung untuk memberikan bolus sehingga gelombang
peristaltik dapat lebih mudah bergerak di sepanjang usus.
Ketika tabung dimasukkan untuk dekompresi obstruksi usus
dan kemungkinan penyelidikan radiologis kemudian, strip perekat
dilepas dan diganti dengan loop perekat yang dipasang di dahi.
Tabung dapat meluncur melalui loop tanpa tegangan saat bergerak
menuju lokasi yang terhalang. Pasien kemudian dikembalikan ke
kamar rumah sakit. Radiografi abdomen dapat diambil untuk
memeriksa kemajuan tuba dan efektivitas dekompresi. Hambatan
sederhana terkadang dapat diatasi dengan hisapan; yang lain
membutuhkan intervensi bedah.
18

Jika saluran usus terhenti, pengisapan dihentikan dan pasien


dikembalikan ke departemen radiologi untuk pemeriksaan tabung
M-A. Media kontras yang digunakan untuk studi segmen
terlokalisasi dari usus kecil dapat berupa larutan iodinasi yang larut
dalam air atau suspensi barium sulfat. Di bawah pengamatan
fluoroskopi, agen kontras disuntikkan melalui lumen besar tabung
dengan jarum suntik. Radiografi spot dan konvensional diperoleh
seperti yang ditunjukkan.
Ketika tabung usus dimasukkan untuk tujuan melakukan
enema usus kecil, tabung dimajukan ke loop proksimal jejunum
dan kemudian diamankan pada tingkat ini dengan pita perekat yang
ditempel di samping hidung. Pendapat medis bervariasi mengenai
jumlah suspensi barium yang diperlukan untuk pemeriksaan
ini.Media disuntikkan melalui lumen aspirasi tabung dalam aliran
tekanan rendah yang terus menerus. Radiografi spot dan
konvensional diekspos seperti yang ditunjukkan. Kecuali untuk
keberadaan tabung di jejunum atas, hasil radiograf menyerupai
yang diperoleh dengan metode oral.

A B

Gambar 2.6 (A) Miller abbot (M-A) tube study with water soluble medium (B)
Small bowel examination by M-A tube with injection
barium sulfate (Ballinger, W.Philip dan Eugene D.Frank,
2013)
19

2. Teknik Radiografi Pemeriksaan Follow Trough


a. Proyeksi PA atau AP
1) Reseptor Gambar : 35 x 43 cm
2) Posisi pasien :
a) Sesuaikan pasien hingga bidang midsegital berada di
tengah bingkai
b) Untuk pasien stenik, pusat IR pada ketinggian L2 untuk
radiografi yang diambil dalam waktu 30 menit setelah
media kontras diberikan
c) Untuk radiograf tertunda, pusatkan IR setinggi puncak
iliaka
d) Melindungi gonad

Gambar 2.7 Usus halus proyeksi AP (Ballinger, W.Philip dan Eugene


D.Frank, 2013)

3) Central Ray (CR)


Tegak lurus ke titik tengah IR (L2) untuk radiograf awal atau
setinggi puncak iliaka untuk eksposur urutan yang tertunda.
4) Struktur yang terlihat
proyeksi PA ataupun AP menunjukan usus halus secara
progresif mengisi sampai barium mencapai katup ileocecal.
Ketika barium telah mencapai region ileocecal, fluoroskopi
dapat dilakukan kompresi radiograf. Pemeriksaan biasanya
selesai saat barium di visualisasikan di sekum.
5) Kriteria evaluasi
20

Hal – hal berikut haruslah ditunjukan dengan jelas :


a) Seluruh usus halus pada setiap gambar
b) Perut pada gambar awal
c) Penanda waktu
d) Kolom vertebra berpusat pada radiograaf
e) Tidak ada rotasi pasien
f) Teknik pemaparan yang menunjukan anatomi
g) Pemeriksaan lengkap saat barium mencapai sekum

Gambar 2.8 Immadiate AP usus halus (Ballinger, W.Philip dan Eugene D.Frank,
2013)

A B

Gambar 2.9 (A) AP usus halus pada 15 menit (B) AP usus halus pada 30 menit
memperlihatkan perut dan usus halus (Ballinger, W.Philip dan
Eugene D.Frank, 2013)
21

A B

Gambar 2.10 (A) AP usus halus pada 1 jam (B) AP sus halus pada 2 jam,
memperlihatkan usus kecil dan usus besar (Ballinger, W.Philip
dan Eugene D.Frank, 2013)

A B

Gambar 2.11 (A) AP usus halus pada 31/2 jam dengan barium dan usus besar (B) AP usus
halus pada 41/2 jam(Ballinger, W.Philip dan Eugene D.Frank, 2013)
22

A B

Gambar 2.12 (A) AP usus halus pada 24 jam (B) Beocecal studies (Ballinger,
W.Philip dan Eugene D.Frank, 2013)
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Hasil laporan Kasus


1. Paparan Kasus
a. Identitas pasien
1) Nama : By. AS
2) Jenis Kelamin : Perempuan
3) Tanggal Lahir : 3 Juni 2014
4) Alamat : Jln. Khabdul Wahab, no. 13
5) Agama : Islam
6) Usia : 9 hari
7) Tanggal Masuk : 10 Juni 2014
8) Tanggal Pemeriksaan : 12 Juni 2014
b.Keluhan Utama
Muntah ± 12 jam
c. Ilustrasi
Pasien dengan usia 9 hari, yang lahir di RS Hermina pada
tanggal 3 juni 2014 dengan panjang 45 cm dan berat lahir 2,3 kg.
Menurut ibu saat lahir pasien menanggis kuat. Pasien langsung
diminumkan ASI, toleransi baik, namun kurang lebih 12 jam sejak
lahir pasien muntah, muntah tidak menyemprot dengan cairan
awalnya berwarna putih kekuningan namun kelamaan muntah
berwarna kuning kehijauan.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak usia 1 hari perut pasien mulai tampak kembung,lebih
terlihat kembung dibagian atas, belum dapat BAB. Oleh dokter
dilakukan pemeriksaan colok dubur dan dikatakan pasien memiliki
lubang anus, namun tidak didapatkan feses,darah atau lendir. Sejak 2
hari ibu pasien mengatakan pasien masih muntah setiap kali setelah
minum ASI dan perut masih terlihat kembung. Berdasarkan hasil
pemeriksaan dikatakan bahwa pasien menderita obstruksi usus.

22
23

Keluarga pasien lalu dirujuk ke RSCM atas permintaan sendiri.


Saat ini pasien sedang dalam perawatan hari ke 3 di RSCM. Pasien
dipuasakan namun terpasang OGT dan diberikan IV line. Pasien
tampak aktif, terlihat kuning, dan perut sudah tidak kembung, tidak
muntah tidak BAB.
e. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Tidak ada riwayat penyakit
2. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan penunjang salah satunya
pemeriksaan radiologi dengan hasil Duodenal atresia dapat diditeksi
sejak masa prenatal dengan pengunaan USG. Pada pemeriksaan fetus
dengan USG atau pemeriksaan bayi baru lahir dengan X ray dapat
ditemukan adanya tanda “double-bubble”. Buble pertama menandakan
daerah gaster yang dipenuhi cairan dan bubble kedua menandakan
bagian distensi postpilorus/proksimal duodenum yang terletak sebelum
daerah yang mengalami atresia. Tidak tampaknya udara di sisa usus
halus atau usus besar menunjukan adanya atresia (obstruksi komplit),
sedangkan adanya persebaran udara yang tidak merata di bagian distal
obstruksi mengindikasikan kemungkinan stenosis atau volvulus
(obstruksi inkomplit).

Gambar 3.1 Hasil X-ray Abdomen ( Syahputra dan dewi, 2014)


24

Gambar 3.2 pemeriksaan fetus dengan USG ( Syahputra dan dewi,


2014)
B. Pembahasan
Pada pemeriksaan penunjang berupa foto polos abdomen
ditemukan dilatasi gaster dan bulbus duodeni tanpa udara usus di
bagian distal atau yang dikenal sebagai temuan “double bubble”. Hal
ini merupakan tanda khas untuk obstruksi usus setinggi duodenum
yakni atresia duodenum. Kemungkinan stenosis duodenum dapat
disingkirkan. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan terhadap pasien ini dapat
disimpulkan bahwa keluhan utama pasien disebabkan oleh obstruksi
usus setinggi duodenum e.c. atresia duodenum.
Tatalaksana yang tepat pada pasien ini adalah laparotomi
eksplorasi dengan reseksi anastomosis, namun sebagai dokter umum,
tindakan yang dapat dilakukan apabila menemui pasien dengan atresia
duodenum seperti ini adalah dekompresi, rehidrasi dengan koreksi
elektrolit, pemberian nutrisi yang optimal, menjaga suhu tubuh bayi.
Tindakan-tindakan dasar tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
mengurangi atau bahkan mencegah komplikasi yang dapat
memperburuk kondisi pasien, sehingga memperlama kemungkinan
pasien dapat di operasi. Jika kondisi hemodinamik psien telah stabil,
langkah selanjutnya barulah merujuk pasien tersebut ke ahli bedah
dimana langkah selanjutnya akan dilakukan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pemeriksaan usus
halus atau follow trough, yaitu ; metode pemeriksaan oral yaitu
prosedur meminum media kontras seperti barium melalui mulut,
metode Enteroclysis yaitu prosedur dengan menyuntikkan media
kontras ke duodenum, dan metode intubation yaitu prosedur dengan
memasukkan tabung panjang melalui hidung dan dimasukkan
kedalam perut.
2. Untuk teknik pemeriksaan follow trough ada dua proyeksi yaitu
proyeksi PA dan AP. Dimana kedua proyeksi ini menunjukan usus
halus secara progresif mengisi sampai barium mencapai katup
ileocecal. Ketika barium telah mencapai region ileocecal, fluoroskopi
dapat dilakukan kompresi radiograf.
B. Saran
1. Pada saat pemeriksaan sebaiknya melepaskan benda-benda yang dapat
mengganggu gambaran hasil radiograf. Dan juga diharapakan pada
saat pemeriksaan hati-hati, jangan terlalu banyak gerak, ditakutkan
apabila pasien banyak gerak dapat memperparah keadaannya.

2. Pada saat pembuatan makalah kami menyadari bahwa kami masih


jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih fokus dan detail
dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat ditanggungjawabkan. Oleh
sebab itu kami harapkan kritik dan sarannya mengenai pembahasan
makalah dalam kesimpulan diatas.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, W.Philip dan Eugene D.Frank. 2013. Volume Two Merrill’s atlas of radiograpic

position&radiograpic procedure ten edition. USA : Mosby.

Kumar,dkk. 2007 . Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta : EGC.

Patel,Pradip. 2007. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : EGC.

Sabiston. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

Susilowarno,dkk. 2007. Biologi SMA/MA. Jakrta : PT. Grasindo.

Syahputa, Rheza M, Dewi, Alice C. 2014. Atresia Duodenum. Jakarta : FK UI.

Yusuf, Irawan. 2005. Fisiologi Sistem Gastro-Intestrial. Makasar : FK

Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai