Anda di halaman 1dari 41

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISTULOGRAFI DENGAN

KLINIS FISTULA ANI DI INSTALASI RADIOLOGI


RSUD KLUNGKUNG
LAPORAN KASUS PRAKTEK KERJA LAPANGAN 2 (PERIODE 1)

DISUSUN OLEH :

NI KADEK RIKA ADI PUTRI 01.21.14.005


PANDE RAHAYU SINDU YOGA 01.21.14.010
NI MADE DWI CHANDRA DEWI 01.21.14.016
NI KOMANG AYU OKTAVIARI 01.21.14.033

PROGRAM STUDI D-III RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI


AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI BALI
(ATRO BALI)
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus : “PROSEDUR PEMERIKSAAN FISTULOGRAFI DENGAN


KLINIS FISTULA ANI DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD
KLUNGKUNG”

Nama Anggota : 1. Ni Kadek Rika Adi Putri


2. Pande Rahayu Sindu Yoga
3. Ni Made Dwi Chandra Dewi
4. Ni Komang Ayu Oktaviari

Telah diperiksa dan disetujui untuk memenuhi nilai Mata Kuliah Teknik Radiografi dan
Tugas Laporan Praktek Kerja Lapangan 2 (PKL 2) Periode 1, Program Studi Diploma III Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi di Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali
(ATRO Bali).

Semarapura, 03 April
2023

Mengesahkan

Pembimbing Kepala Instalasi Radiologi


Instruktur Klinik (CI) RSUD Klungkung

I Gede Ketut Warda, S. Tr. Kes dr. I Gede Budi Darmawan, Sp. Rad
NIP. 196610061990031008 NIP. 197712282006041009
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “TEKNIK
PEMERIKSAAN FISTULOGRAFI DENGAN KLINIS FISTULA ANI DI INSTALASI
RADIOLOGI RSUD KLUNGKUNG” tepat pada waktunya.

Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas Praktek
Kerja Lapangan 2 (PKL 2) Periode I Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali,
yang bertempat di Instalasi Radiologi RSUD Klungkung yang berlangsung pada 06 Maret 2023
sampai dengan 13 April 2023.

Dalam susunan laporan kasus ini tidak lepas dari segala bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
:

1. Kampus Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali (ATRO Bali) yang telah
memberikan kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan 2 (PKL 2) Periode I.
2. dr. I Nengah Winata, Sp. B-KBD selaku direktur RSUD Klungkung yang telah menerima
kami selama melakukan Praktek Kerja Lapangan 2 (PKL 2) Periode I.
3. dr. I Gede Budi Darmawan, Sp. Rad selaku Kepala Instalasi Radiologi RSUD Klungkung
yang telah menerima dan membimbing kami selama melakukan Praktek Kerja Lapangan 2
(PKL 2) Periode I.
4. I Gede Ketut Warda, S. Tr. Kes selaku Instruktur Klinik (CI) di Instalasi Radiologi RSUD
Klungkung yang telah menerima dan membimbing kami selama melakukan Praktek Kerja
Lapangan 2 (PKL 2) Periode I.
5. Seluruh senior radiografer dan staf di Instalasi Radiologi RSUD Klungkung yang telah
memberikan bimbingan serta arahan kepada kami selama melakukan Praktek Kerja
Lapangan 2 (PKL 2) Periode I.
6. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan dorongan serta dukungan selama
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan 2 (PKL 2) Periode I di Instalasi Radiologi RSUD
Klungkung.
7. Seluruh anggota kelompok yang sudah saling bekerja sama demi terselesaikannya Praktek

i
Kerja Lapangan 2 (PKL 2) Periode I di Instalasi Radiologi RSUD Klungkung, serta
8. Seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan laporan ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk menyempurnakan laporan ini.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Semarapura, 03 April
2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 2
1.1.1 Bagaimana prosedur pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula ani di
instalasi radiologi RSUD Klungkung?.......................................................... 3
1.1.2 Apakah terdapat perbedaan antara teknik pemeriksaan fistulografi dengan
klinis fistula ani di instalasi radiologi RSUD Klungkung dengan tinjauan
teori? ............................................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan
1.1.3 Tujuan Umum ............................................................................................... 3
1.1.4 Tujuan Khusus .............................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Institusi ................................................................................................. 3

1.4.2 Bagi Penulis dan Pembaca ............................................................................ 3


1.5 Sistematika Penulisan
1.5.1 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 4
1.5.2 BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................... 4
1.5.3 BAB III PEMAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN ........................... 4
1.5.4 BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Rektum ................................................................................................. 5

2.2 Patologi ............................................................................................................... 7

2.3 Modalitas Pencitraan Fistula ............................................................................... 9

2.4 Prosedur Pemeriksaan Fistulografi ................................................................... 10

2.5 Proteksi Radiasi ................................................................................................ 15

iii
BAB III PEMAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Pemaparan Kasus ................................................................................................................... 17
3.2 Prosedur Pemeriksaan Fistulografi di RSUD Klungkung ..................................................... 17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 29
4.2 Saran ..................................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 31

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang proses pembuatan gambar


(pencitraan) organ tubuh manusia dengan menggunakan radiasi sinar – X sebagai sumber
pencatat gambar. Ilmu radiologi memiliki peranan yang sangat penting dalam bidang
kedokteran dan bidang pelayanan kesehatan. Instalasi Radiologi memiliki tugas pokok
sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan yang memanfaatkan radiasi pengion dan non
pengion. (Ferry, 2010; Pocut dan Nurul, 2017).

Pemeriksaan radiologi adalah salah satu pemeriksaan yang menghasilkan gambar


bagian dalam tubuh manusia untuk tujuan diagnostik yang dinamakan pencitraan
diagnostik. Dalam melakukan pemeriksaan radiologi ini diperlukan alat yang disebut
dengan pesawat sinar – X konvensional. Pesawat sinar – X konvensional adalah salah satu
jenis pesawat sinar – X yang digunakan untuk radiografi. Arti konvensional ini yaitu
menunjukkan jenis pesawat dari pergerakannya, dimana pesawat konvensional
pergerakannya terbatas pada stasionernya dan bedanya dengan pesawat mobile yang tidak
dapat berpindah dari suatu ruangan ke ruangan lain.

Terdapat banyak pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan sinar – X


seperti pemeriksaan tanpa menggunakan media kontras maupun dengan menggunakan
media kontras. Media kontras adalah bahan yang dapat digunakan dalam radiologi untuk
menampakkan struktur gambar suatu organ tubuh baik anatomi maupun fisiologi,
dimana dengan foto polos biasa organ tersebut kurang dapat dibedakan dengan
jaringan sekitarnya karena mempunyai densitas yang relatif sama. (Rasad, 2005)

Salah satu pemeriksaan radiografi dengan mengunakan media kontras yaitu


fistulografi. Menurut etimologi pengertian fistul berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “pipa” atau “saluran” maksudnya adalah saluran yang menghubungkan dua
organ dengan keadaan normal. Tujuan dari pemeriksaan fistulografi adalah untuk
menunjukkan lokasi, luas dan panjang dari fistula. Fistulografi dengan klinis fistula ani
sendiri yaitu saluran abnormal yang terhubung antara saluran anus dengan kulit pada

1
daerah perianal. Kasus fistul ani sendiri sebagian besar terbentuk melalui infeksi yang
mengakibatkan tersumbatnya kripta anus oleh kotoran yang padat maupun yang keras.
(Faradilla 2009)

Pada saat daerah anus terinfeksi dapat terbentuklah abses diantara ruang sfingter dan
akhirnya pecah sehingga membentuk fistula. Fistula ini juga dapat terjadi sebagai akibat
dari kelainan kongenital, peradangan, keganasan, terapi radiasi dan tindakan pembedahan.
Pengobatan fistul ini juga tergantung pada beberapa faktor termasuk lokasi ukuran dan
etiologi yaitu ganas atau jinak. (Philip M. Hanno, Alan J. Wein,2007)

Insidensi fistula yang terjadi akibat anal abses berkisar 26% - 38%. Salah satu
penelitian menunjukkan prevalensi fistula adalah 8,6 kasus per 100.000 populasi (Poggio,
2020). Menurut Wang, dkk (2014) umumnya fistula terjadi pada laki – laki, dengan 12,3
kasus per 100.000 populasi sedangkan pada perempuan sebesar 5,6 kasus per 100.000
populasi. Kondisi ini terjadi karena pada laki – laki terdapat hormon androgen yang
berperan dalam patogenesis fistula dari aspek hormonal. Biasanya kasus ini terjadi pada
usia 30 – 40 tahun.

Teknik pemeriksaan fistulografi berbeda – beda tergantung pada lokasi dimana fistula
terjadi. Pemeriksaan fistulografi menggunakan proyeksi Antero-Posterior (AP), oblique
dan lateral. Berdasarkan teori menurut Long dkk (2016) dijelaskan bahwa prosedur
pemeriksaan fistulografi menggunakan proyeksi Antero-Posterior (AP), oblique dan lateral.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pomerri dkk (2010) menyebutkan bahwa prosedur
pemeriksaan fistulografi menggunakan proyeksi Antero-Posterior (AP) dan oblique.
Terdapat perbedaan pada pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula ani di instalasi
radiologi RSUD Klungkung, terutama dalam hal penggunaan proyeksi pemotretan yaitu
Posterior-Anterior (PA), oblique dan lateral. Oleh karena itu, kami tertarik untuk mengkaji
lebih dalam mengenai hal tersebut, sehingga kami mengangkatnya dalam sebuah judul
“Prosedur Pemeriksaan Fistulografi dengan Klinis Fistula Ani di Instalasi Radiologi
RSUD Klungkung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :

2
1.2.1 Bagaimana prosedur pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula ani di instalasi
radiologi RSUD Klungkung?

1.2.2 Apakah terdapat perbedaan antara teknik pemeriksaan fistulografi dengan klinis
fistula ani di instalasi radiologi RSUD Klungkung dengan tinjauan teori?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, adapun tujuan dari pembahasan
laporan kasus ini, sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula ani di


instalasi radiologi RSUD Klungkung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui perbedaan antara teknik pemeriksaan fistulografi dengan klinis


fistula ani di instalasi radiologi RSUD Klungkung dengan tinjauan teori.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diperoleh melalui penulisan laporan kasus ini, sebagai berikut :

1.4.1 Bagi Institusi

Dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan


ilmu mengenai prosedur pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula ani.

1.4.2 Bagi Penulis dan Pembaca

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan baru akan metode dan prosedur
pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula ani.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Dapat menjadi masukan bagi rumah sakit khususnya instalasi radiologi RSUD
Klungkung dalam prosedur pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula ani.

3
1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami isi laporan kasus ini, maka kami membuat sistematika
penulisan yang terdiri dari :

1.5.1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, dan sistematika penulisan.

1.5.2 BAB II TINJAUAN TEORI

Bab ini berisi tentang anatomi, patologi, modalitas pencitraan, prosedur


pemeriksaan meliputi definisi, tujuan, indikasi, kontra indikasi, teknik pemeriksaan,
teknik pemasukkan media kontras, proyeksi pemeriksaan serta proteksi radiasi.

1.5.3 BAB III PEMAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang profil kasus yaitu identitas dan riwayat pasien, inform
consent, prosedur pemeriksaan fistulografi meliputi tahap administrasi, persiapan
pasien, persiapan alat dan bahan, proyeksi yang digunakan, hasil bacaan radiograf
serta perbedaan antara tinjauan terori dengan yang ada di lapangan.

1.5.4 BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang bersifat opsional serta menjawab
rumusan masalah.

Daftar Pustaka

Lampiran

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Rektum


Rektum merupakan bagian ujung dari sistem pencernaan yang di mana tepat terjadinya
penumpukan kotoran sebelum dikeluarkan atau setelah dibuangnya kotoran. Rektum
sendiri menyambung dengan kolon sigmoid dan memanjang ke saluran anus dengan
panjang kira – kira 6 inci (15 cm), ke arah bagian distal sekitar 2.5 inci panjangnya. Bagian
di atas saluran anus adalah pelebaran atau yang disebut juga dengan ampula rektal. Rektum
lewat secara inferior dan posterior kemudian membelok ke arah depan dan inferior lalu ke
dalam lubang anus. (Ballinger and W,2003)

Gambar Bagian Rektum

Rektum memiliki tiga kurva lateral : bagian atas dan bawah cembung ke kanan dan
bagian tengah cembung ke kiri. Kurva ini secara intraluminal berhubungan dengan lipatan
atau katup houston. Dua lipatan sisi kiri biasanya terlihat masing – masing 7 – 8 cm dan 12
– 12 dan yang di kanan umumnya 9 – 11 cm. Rektum diciri – cirikan oleh lumennya yang
lebar dan mudah distensible tidak adanya taeniae, apendiks epiploic, haustra atau
mesenterium yang jelas. Kata mesorectum merupakan bahasa di kalangan ahli bedah

5
untuk mengatasi jaringan areolar periektal. Rektum juga menempati cekungan sakral dan
berakhir 2 – 3 cm anteroinferior dari ujung tulang ekor. Secara anterior pada wanita,
rektum berhubungan erat dengan serviks uterus dan posterior dinding vagina dan pada pria,
terletak pada belakang kandung kemih, vas deferens, veses, dan prostat. (Beck 1999)

Gambar Bagian Rektum

a. Kanal Anal
Kanalis anal adalah saluran anus yang melewati organ kontinensia yang
dikendalikan oleh otot sfingter dan corpus cavernosum recti. Selain untuk buang air
besar, anus ditutup oleh kontraksi permanen otot sfingter ani internal. (Waschken.d.)
Panjang saluran anus "anatomik" atau "embrilogis" hanya 2,0 cm memanjang,
anal "bedah" atau "fungsional" kanal lebih panjang sekitar 4,0 cm pada pria dari
ambang anus ke cincin anorektal (levator ani). 6 cincin anorektal berada pada tingkat
ujung distal bagian ampullary rektum dan membentuk sudut anorektal dari permulaan
suatu tekanan daerah intraluminal yang lebih tinggi. Hubungan anatomi saluran anal
pada posterior, saluran anus berhubungan dengan tulang ekor dan secara anterior ke
badan perineum serta bagian terendah dari dinding vagina posterior pada wanita dan
ke uretra pada pria. Fossa ischiorectal mengandung lemak dan inferior pembuluh
darah dan saraf rektal yang melintasinya untuk masuk ke dinding saluran anus.
Komponen otot saluran anal dari mekanisme kontinensia dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok fungsional : kompresi lateral dari pubococcygeus, penutupan

6
melingkar dari sfingter anal internal dan eksternal, dan angulas dari puborectalis.
(Beck,1999)
b. Sfingter
Dibagi menjadi dua, yaitu :
 Sphincer Anal Internal
Sfingter anal internal menunjukkan kondensasi distal 2,5 hingga 4,0 cm dari lapisan
otot melingkar rektum. Sebagai konsekuensi dari sifat neurogeni miogenik intrinsik
dan otonom ekstrinsik, internal sfingter anal adalah otot polos dalam keadaan
kontraksi maksimal yang terus – menerus dan merupakan penghalang alami untuk
hilangnya feses dan gas secara tidak sengaja. Secara endosonografis, sfingter anal
internal memiliki ketebalan 2 hingga 3 mm pita melingkar dan menunjukkan
hipoekogenisitas yang seragam.
 Sfingter Anal Eksternal
Sfingter anal eksternal adalah silinder elips dari otot lurik yang menyelimuti
seluruh panjang tuba dalam dari otot polos tetapi ujungnya sedikit lebih distal dari
pada sfingter anal internal. Bagian terdalam dari sfingter anal eksernal berhubungan
erat dengan otot 7 puborectalis yang sebenarnya bisa dianggap sebagai komponen
baik levator ani maupun kompleks otot sfingter anal eksternal.

2.2 Patologi
2.2.1 Definisi
Fistula merupakan saluran abnormal antara dua organ dalam tubuh atau antara
organ dan bagian luar tubuh. Fistula ani adalah saluran kecil, berbentuk tabung
memanjang ke dalam saluran anus di kulit perianal. Fistula dapat terjadi sebagai
akibat dari anomali kongenital, keganasan, peradangan dan infeksi, terapi radiasi,
iatrogenik (bedah) atau trauma jaringan luar, iskemia dan bermacam – macam proses
lainnya. Cairan maupun feses dapat keluar secara terus – menerus dari lubang fistula.
Gejala lain seperti flatus atau feses yang keluar melalui vagina atau kandung kemih
dapat juga terjadi tergantung pada lokasi saluran fistula. Fistula yang tidak ditangani
dengan baik akan menyebabkan infeksi sistemik dengan gejala terkait. (Hebra, 2016)

7
. Potensi untuk pembentukan fistula antara bagian saluran kemih (misalnya
ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dan hampir semua rongga tubuh lainnya
termasuk dada (rongga pleura), gastrointestinal (GI), saluran limfatik, sistem
vaskular, genitalia, kulit dan reproduksi organ produktif.
Klasifikasi umumnya berdasarkan organ asal di saluran kemih dan titik
penghentian fistula yaitu vagina, kulit, saluran gastrointestinal. Gejala atau tanda –
tanda terjadinya fistula bervariasi dan sangat bergantung pada organ yang terlibat
adanya saluran kemih yang mendasari obstruksi atau infeksi, ukuran fistula, dan
kondisi medis terkait seperti keganasan pengobatan fistula kemih tergantung pada
beberapa faktor termasuk lokasinya, ukurannya, dan etiologinya (ganas atau jinak).
Pencegahan fistula kemih tentu saja meningkat namun nutrisi yang tepat infeksi dan
keganasan adalah pertimbangan penting untuk risiko terciptanya fistula selama
diberikan intervensi tetapi juga selama evaluasi untuk perbaikan fistula urin yang
ada.
2.2.2 Klasifikasi Fistula
Klasifikasi fistula berdasarkan hubungan kompleks dengan anal sphincter sebagai
berikut :
a. Fistula Intersphincteric
Fistula berawal dari garis dentate dan berjalan ke caudad di daerah perianal
menuju batas anus antara muara sfingter internal dan eksternal. Fistula ini
berkembang setelah abses perianal.
b. Fistula Transsphincteric
Fistula berawal dari garis dentate dan berjalan melalui bukaan sfingter internal
dan eksternal fossa iskiorektal. Berbagai derajat keterlibatan sfingter dapat
terjadi tergantung pada ketinggian fistula. Pengobatan fistula ini lebih sulit
karena kemungkinan inkontinensia yang lebih besar.
c. Fistula Suprasphincteric
Fistula berawal dari garis dentate dan berjalan ke cephalad ke sfingter eksternal
sebelum menembus kulit di fossa iskiorektal. Fistula ini tidak dapat dilakukan
fistulotomi sederhana karena kemungkinan inkontinensia total yang signifikan.
d. Fistula Extrasphincteric

8
Fistula proximal membuka pada garis dentate (akibat abses supralevator) atau
pada dinding rectum bawah (akibat trauma tembus internal atau eksternal) dan
distal pada fossa iskiorektal. Penyebab utama fistula ini adalah trauma atau
Crohn’s disease. (Abcarian, 2014)
2.2.3 Tipe – Tipe Fistula
a. Blind (buntu) ujung dan pangkalnya hanya pada satu tempat tetapi
menghubungkan dua struktur.
b. Complete (sempurna) mempunyai ujung dan pangkal pada daerah internal dan
eksternal.
c. Horseshoes (bentuk sepatu kuda) menghubungkan anus dengan satu atau lebih
titik pada permukaan kulit setelah melalui rektum.
d. Incomplete (tidak sempurna) yaitu sebuah pipa atau saluran dari kulit yang
tertutup dari sisi bagian dalam atau struktur organ.

2.3 Modalitas Pencitraan Fistula


Fustula dapat didiagnosa dengan berbagai macam pemeriksaan diagnostik. Identifikasi
lebih lanjut mengenai anatomi pada kasus fistula ani dapat dilakukan dengan pencitraan
diagnostik. Beberapa pilihan untuk pencitraan fistula salah satunya yaitu fistulografi
dengan menggunakan media kontras positif. (Abcarian, 2014)
2.3.1 Pengertian Media Kontras
Bahan kontras merupakan salah satu bahan yang mempunyai sifat radiopaque atau
radiolucent yang terjadi apabila berinteraksi dengan sinar – X sehingga mampu
membedakan antara organ dan jaringan disekitarnya. (Sjahriar and Rasad, 2005)
2.3.2 Jenis Media Kontras
Secara garis besar bahan media kontras di bagi menjadi dua jenis, yaitu bahan
kontras negatif dan bahan kontras positif.
a. Bahan Kontras Negatif
Bahan kontras negatif adalah media kontras yang terdiri dari O2 dan CO2.
Kontras jenis ini memiliki nomor atom yang rendah berfungsi untuk penggunaan
kontras ganda pada pemeriksaan saluran cerna.
b. Bahan Kontras Positif

9
Bahan kontras postif adalah suatu bahan yang digunakan dalam pemeriksaan
radiografi yang merupakan alat cerna barium sulfat (BaSO) 4. Bahan ini
merupakan suatu garam yang berwarna putih berat karena memiliki atom yang
besar. Barium sulfat berguna untuk memvisualisasikan saluran pencernaan yang
terdiri dari suspensi barium yang tidak larut yaitu suatu partikel sulfat yang tidak
diserap dari usus.

2.4 Prosedur Pemeriksaan Fistulografi


2.4.1 Definisi
Fistulografi dengan klinis fistul ani merupakan suatu pemeriksaaan secara radiografi
dari saluran abnormal dengan memasukan bahan kontras media positif (water
souluble) melalui saluran abnormalnya.
2.4.2 Tujuan Pemeriksaan
Tujuan dari pemeriksaan ini yaitu untuk mengetahui dan melihat dan menunjukan
lokasi atau asal, luas dan panjang dari fistula (saluran abnormal yang menyebabkan
abses) dengan menggunakan sinar – X.
2.4.3 Indikasi Pemeriksaan
 Nyeri anorectal
 Anus gatal
 Bernanah
 Berdarah
 Cacat bawaan (kelainan kongenital)
 Sulit mengendalikan buang air besar
2.4.4 Kontra Indikasi
 Infeksi berat pada fistula yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat
 alergi pada bahan kontras
2.4.5 Teknik Pemeriksaan
 Sebelum media kontras dimasukkan, terlebih dahulu dibuat plain foto atau foto
pendahuluan dengan proyeksi Antero-Posterior (AP).
 Media kontras dimasukkan dengan kateter atau abocath melalui muara fistula.
 Kemudian dilakukan pemotretan pada saat media kontras disuntikkan melalui

10
muara fistula yang telah mengisi penuh saluran fistula. Hal ini ditandai dengan
keluarnya media kontras melalui muara fistula.
 Jumlah media kontras yang dimasukkan tergantung dari luas muara fistula.
2.4.6 Teknik Pemasukkan Media Kontras
 Pemasukan media kontras dimulai dengan membersihkan daerah sekitar fistula
dengan menggunakan betadine atau alkohol.
 Kontras iopamiro yang telah diencerkan berbanding 1 : 1 dimasukkan ke lubang
fistel dengan menggunakan kateter atau abocath.
 Lalu kontras dimasukkan ke dalam muara fistula kira – kira sedalam 2 – 3 cm
secara perlahan melalui kateter yang sudah diberi jeli.
 Kemudian media kontras disuntikan perlahan hingga media kontras masuk dan
memenuhi lubang fistula yang di tandai dengan keluarnya media kontras dari
lubang fistula.
2.4.7 Proyeksi Pemeriksaan
a. Plain Foto (Pelvis Polos)
Proyeksi Antero-Posterior (AP)
Tujuan : untuk mengetahui struktur keseluruhan organ sebelum dimasukkan
media kontras serta mengetahui ketepatan posisi dan menentukan faktor eksposi
selanjutnya.
 Posisi Pasien : Pasien supine di atas meja pemeriksaan
 Posisi Objek : MSP tubuh pasien pada pertengahan bucky table, kedua
kaki pasien ekstensi, atur pelvis pada posisi true AP
dengan
cara kaki dirotasikan ke arah internal serta tangan pasien
berada di samping tubuh.
 Central Ray : Vertikal tegak lurus kaset
 Central Point : 5 cm inferior SIAS
 FFD : 100 cm
 Marker : Tandai setiap lubang fistula dengan menggunakan marker
 Kolimasi : Atur lapangan kolimasi seoptimal mungkin dengan batas
atas umbilikus dan batas bawah symphysis pubis

11
 Faktor Eksposi : kV = 76, mAs = 18
 Kriteria Gambaran
Tampak pelvis pada daerah proximal femur, trochanter minor dan trochanter
major, tidak ada rotasi pelvis, sacrum dan coccyx segaris dengan symphysis
pubis, foramen obturator simetris, kedua spina illiac sejajar.

b. Proyeksi Antero-Posterior (AP) Post Kontras


Tujuan : untuk mengetahui arah fistula, baik mengarah ke kanan atau ke kiri serta
untuk melihat fistula dari pandangan anterior setelah terisi media kontras.
 Posisi Pasien : Pasien supine di atas meja pemeriksaan
 Posisi Objek : MSP tubuh pasien pada pertengahan bucky table, kedua
kaki pasien ekstensi, atur pelvis pada posisi true AP
dengan
cara kaki dirotasikan ke arah internal serta tangan pasien
berada di samping tubuh.
 Central Ray : Vertikal tegak lurus kaset
 Central Point : 5 cm inferior SIAS
 FFD : 100 cm
 Marker : Tandai lubang anus menggunakan marker
 Kolimasi : Atur lapangan kolimasi seoptimal mungkin dengan batas
atas umbilikus dan batas bawah symphysis pubis
 Faktor Eksposi : kV = 76, mAs = 18

12
 Kriteria Gambaran
Tampak pelvis pada daerah proximal femur, trochanter minor dan trochanter
major, tidak ada rotasi pelvis, sacrum dan coccyx segaris dengan symphysis
pubis, foramen obturator simetris, kedua spina illiac sejajar.

c. Proyeksi Oblique (RAO dan LAO) Post Kontras


Tujuan : untuk melihat hubungan antara fistula yang satu dengan fistula yang lain
jika kemungkinan terdapat lebih dari satu fistula. Proyeksi ini juga dapat
memperlihatkan kedalaman fistula yang mengarah ke samping.
 Posisi Pasien : Pasien prone di atas meja pemeriksaan
 Posisi Objek : Tubuh dirotasikan ke salah satu sisi yang diperiksa ± 450
terhadap meja pemeriksaan. Lengan dekat kaset diletakkan
di bawah kepala untuk bantalan kepala sedangkan lengan
yang lain diatur menyilang di depan tubuh. Kaki yang
dekat
kaset menempel meja pemeriksaan, kaki yang lain ditekuk
sebagai penopang tubuh.
 Central Ray : Vertikal tegak lurus kaset
 Central Point : Setinggi coccyx sisi tubuh yang diperiksa
 FFD : 100 cm
 Marker : Tandai lubang anus menggunakan marker
 Kolimasi : Atur lapangan kolimasi seoptimal mungkin dengan batas

13
atas umbilikus dan batas bawah symphysis pubis
 Faktor Eksposi : kV = 80, mAs = 20
 Kriteria Gambaran
Tampak hip joint dan femur superposisi, kedua illiac tidak berjarak sama,
tampak foramen obturator tidak simetris, sacrum dan coccyx tidak segaris
dengan symphysis pubis.

d. Proyeksi Lateral Post Kontras


Tujuan : untuk memperlihatkan arah fistula, baik mengarah ke depan atau ke
belakang.
 Posisi Pasien : Pasien lateral recumbent di atas meja pemeriksaan
 Posisi Objek : Tubuh pasien diatur miring ke salah satu sisi yang akan
difoto dengan kedua lengan ditekuk ke atas sebagai
bantalan kepala. Spina iliaca pada posisi AP sesuai dengan
garis vertikal sehingga tidak ada rotasi dari pelvis.
 Central Ray : Vertikal tegak lurus kaset
 Central Point : 5 cm inferior SIAS
 FFD : 100 cm
 Marker : Tandai lubang anus menggunakan marker
 Kolimasi : Atur lapangan kolimasi seoptimal mungkin dengan batas
atas umbilikus dan batas bawah symphysis pubis
 Faktor Eksposi : kV = 85 , mAs = 24
 Kriteria Gambaran

14
Tampak pelvis dan femur bagian proximal, tampak sacrum dan coccxy, bagian
belakang ischium dan illium saling superposisi, tampak kedua femur
superposisi, bayangan acetabulum superposisi, lingkar fossa yang besar
berjarak sama dari lingkar fossa yang kecil.

2.5 Proteksi Radiasi


Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi
yang merusak akibat paparan radiasi, ini merupakan hal mutlak yang tidak bisa dilepaskan
dari sebuah pemeriksaan radiologi. Proteksi radiasi diberikan pada saat pemeriksaan
berlangsung untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima pasien. Terdapat 3 asas yang
telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP)
dinyatakan dalam :
a. Asas Justifikasi
Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada asas
manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui
jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau
masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.
b. Asas Limitasi
Dosis harus dibuat sekecil mungkin sesuai kebutuhan, dimana dosisi yang diterima
pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang
telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah

15
munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek
stokastik.
c. Asas Optimasi
Semua penyinaran harus diusahakan serendah – rendahnya (as low as reasonably
achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan serta sumber radiasi harus dirancang dan
dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah –
rendahnya.

Selain asas proteksi radiasi, juga terdapat proteksi radiasi eksterna yaitu tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi paparan radiasi yang berasal dari luar tubuh. Adapun 3
pengendalian proteksi radiasi eksterna yaitu :
a. Waktu (Time)
Petugas radiasi harus senantiasa berusaha menggunakan waktu yang singkat mungkin
pada saat pemeriksaan dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya paparan
radiasi yang besar, karena semakin lama kita berada di dekat sumber radiasi maka
radiasi yang kita terima semakin besar.
b. Jarak (Distance)

Semakin dekat tubuh kita dengan sumber radiasi, maka paparan radiasi yang kita terima
akan semakin besar karena radiasi dipancarkan dari sumber radiasi ke segala arah.
Pancaran radiasi sebagian akan menjadi pancaran hamburan saat mengenai materi.
Radiasi hamburan ini akan menambah jumlah dosis yangditerima. Untuk mencegah
paparan radiasi tersebut, dapat dilakukan dengan memaksimalkan jarak dari sumber
radiasi untuk mengurangi laju dosis.
c. Penahan/Perisai(Shielding)
Memasang penahan radiasi yang sesuai dengan jenis radiasi. Penggunaan perisai
pelindung berupa apron berlapis Pb dan sebagainya yang merupakan sarana proteksi
radiasi individu, sedangkan proteksi radiasi terhadap lingkungan dapat dilakukan
dengan melapisi ruang pemeriksaan radiologi menggunakan Pb untuk menyerap radiasi
saat pemeriksaan dilakukan.

16
BAB III
PEMAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Pemaparan Kasus


3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ngakan Putu Ardana
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Desa Tusan, Kecamatan Banjarangkan
No. CM : 188871
Permintaan Pemeriksaan : Fistulografi
Klinis : Fistula Ani
Tanggal Pemeriksaan : 03 April 2023
Dokter Pengirim : dr. Oka, SP. B
3.1.2 Riwayat Pasien
Pada tanggal 01 April 2023 pasien laki – laki atas nama Ngakan Putu Ardana
dirawat inap di ruang VIP dengan keluhan panas serta sakit pada daerah sekitar anus,
dimana terdapat lubang kecil pada sisi kanan dan kiri anus yang mengeluarkan nanah
dan darah. Kemudian dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan radiologi
dengan menggunakan kontras yaitu pemeriksaan fistulografi. Kemudian pasien
bersama dengan perawat ke Instalansi Radiologi yang berada di RSUD Klungkung
untuk dilakukan pemeriksaan.

3.2 Prosedur Pemeriksaan Fistulografi di RSUD Klungkung


Pelaksanaan pemeriksaan fistulografi di RSUD Klungkung melalui beberapa prosedur,
diantaranya :
3.2.1 Tahap Administrasi
a. Pasien datang ke Instalasi Radiologi RSUD Klungkung dengan membawa surat
pengantar serta membawa obat yang telah diresepkan untuk melakukan
pemeriksaan fistulografi.

17
b. Setelah itu petugas administrasi akan memasukkan data pasien ke daftar billing
untuk mengurus pembayaran.
c. Pasien/keluarga pasien diinstruksikan untuk melakukan pengisian inform consent
yang merupakan lembar persetujuan terhadap tindakan pemeriksaan yang akan
dilakukan.
d. Selanjutnya, pasien diinstruksikan untuk menunggu di ruang tunggu.
e. Petugas administrasi akan membawa surat pengantar yang sudah dibilling, obat
serta amplop yang bertuliskan nomor, objek yang diperiksa, tanggal pemeriksaan,
identitas pasien, dan dokter pengirim ke ruang pemeriksaan.
f. Salah satu radiografer yang bertugas akan memanggil nama pasien, sedangkan
radiografer lainnnya akan memasukkan data pasien pada komputer.
g. Setelah pasien datang, radiografer yang bertugas akan menanyakan kembali
identitas pasien agar tidak terjadi kesalahan pada saat pemeriksaan.
h. Pasien dibuatkan foto sesuai dengan surat permintaan.
i. Setelah pemeriksaan selesai, pasien/keluarga pasien akan diarahkan untuk
menunggu hasil foto serta hasil bacaan di depan ruang administrasi ± 1 jam.
3.2.2 Inform Consent
Prosedur yang perlu untuk diperhatikan yaitu pengisian inform consent yang
dilakukan oleh pasien/wali pasien yang akan menjalani pemeriksaan fistulografi.
Inform consent merupakan lembar persetujuan terhadap tindakan pemeriksaan yang
akan dilakukan yaitu pemasukkan media kontras untuk menghindari adanya resiko
yang tidak diinginkan, disertai dengan pemberian informasi secara lengkap dan jelas
tentang prosedur yang akan dilakukan.
3.2.3 Persiapan Pasien
Pemeriksaan fistulografi tidak memerlukan persiapan secara khusus hanya
melepaskan benda logam (radiopaque) dari objek yang akan diperiksa serta
menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan serta prosedur pemeriksaan yang akan
dilakukan dengan baik dan benar sehingga pasien mengetahui tindakan yang akan
dilakukan selama pemeriksaan berlangsung.

18
3.2.4 Persiapan Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan fistulografi di RSUD
Klungkung meliputi :
 Pesawat sinar – X
Merk : BMI (Biomedical Internasional)
Insert Model : Optica 20
SN : WOE004828/1-1
Aktivitas Max : kV, mA, mAs

19
 Control Table

 Computer Radiografi (CR)

20
 Kaset ukuran 35 x 43 cm

 Marker

21
 Alat Proteksi Radiasi

 Baju pasien

 Handscoon

22
 Underpad 60 x 90 cm softpad

 Kontras iopamiro 370 50 ml, abocath 18 G, needle 18 G, folley catheter ukuran 8,


kasa steril 16 x 16 cm, spuit 25 cc, lubricating jelly, betadine, hypafix, klem,
gunting

3.2.5 Teknik Pemeriksaan Fistulografi


Teknik pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula ani di instalasi radiologi
RSUD Klungkung menggunakan proyeksi Postero-Anterior (PA) untuk foto
pendahuluan atau plain foto sebelum dimasukkan media kontras. Setelah dimasukkan
media kontras atau post kontras akan dilakukan pemeriksaan dengan proyeksi
Postero-Anterior (PA), proyeksi oblique (RAO dan LAO), serta proyeksi lateral.
a. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
 Posisi Pasien : Pasien prone di atas meja pemeriksaan
 Posisi Objek : MSP tubuh pasien pada pertengahan bucky table, kedua
23
kaki pasien ekstensi, atur pelvis true PA dengan kaki
dirotasikan ke arah internal serta kedua tangan pasien
berada di samping tubuh atau diletakkan di atas sebagai
bantalan.
 Central Ray : Vertikal tegak lurus kaset
 Central Point : 5 cm inferior SIAS
 FFD : 100 cm
 Marker : Tandai setiap lubang fistula dengan menggunakan marker
 Kolimasi : Atur lapangan kolimasi seoptimal mungkin dengan batas
atas umbilikus dan batas bawah symphysis pubis
 Faktor Eksposi : kV = 76, mAs = 18
 Kriteria Radiograf

b. Proyeksi Postero-Anterior (PA) Post Kontras


 Posisi Pasien : Pasien prone di atas meja pemeriksaan
 Posisi Objek : MSP tubuh pasien pada pertengahan bucky table, kedua
kaki pasien ekstensi, atur pelvis true PA dengan kaki
dirotasikan ke arah internal serta kedua tangan pasien
berada di samping tubuh atau diletakkan di atas sebagai
bantalan.
 Central Ray : Vertikal tegak lurus kaset
 Central Point : 5 cm inferior SIAS
 FFD : 100 cm
 Marker : Tandai lubang anus menggunakan marker

24
 Kolimasi : Atur lapangan kolimasi seoptimal mungkin dengan batas
atas umbilikus dan batas bawah symphysis pubis
 Faktor Eksposi : kV = 76, mAs = 18
 Kriteria Radiograf

c. Proyeksi Oblique (RAO dan LAO) Post Kontras


 Posisi Pasien : Pasien prone di atas meja pemeriksaan
 Posisi Objek : Tubuh dirotasikan ke salah satu sisi yang diperiksa ± 450
terhadap meja pemeriksaan. Lengan dekat kaset diletakkan
di bawah kepala untuk bantalan kepala sedangkan lengan
yang lain diatur menyilang di depan tubuh. Kaki yang
dekat
kaset menempel meja pemeriksaan, kaki yang lain ditekuk
sebagai penopang tubuh.
 Central Ray : Vertikal tegak lurus kaset
 Central Point : Setinggi coccyx sisi tubuh yang diperiksa
 FFD : 100 cm
 Marker : Tandai lubang anus menggunakan marker
 Kolimasi : Atur lapangan kolimasi seoptimal mungkin dengan batas
atas umbilikus dan batas bawah symphysis pubis
 Faktor Eksposi : kV = 80, mAs = 20
 Kriteria Radiograf

25
d. Proyeksi Lateral Post Kontras
 Posisi Pasien : Pasien lateral recumbent di atas meja pemeriksaan
 Posisi Objek : Tubuh pasien diatur miring ke salah satu sisi yang akan
difoto dengan kedua lengan ditekuk ke atas sebagai
bantalan kepala. Spina iliaca pada posisi AP sesuai dengan
garis vertikal sehingga tidak ada rotasi dari pelvis.
 Central Ray : Vertikal tegak lurus kaset
 Central Point : 5 cm inferior SIAS
 FFD : 100 cm
 Marker : Tandai lubang anus menggunakan marker
 Kolimasi : Atur lapangan kolimasi seoptimal mungkin dengan batas
atas umbilikus dan batas bawah symphysis pubis
 Faktor Eksposi : kV = 85 , mAs = 24
 Kriteria Radiograf

26
3.2.6 Hasil Bacaan Radiograf
Foto Pelvis :
Tulang – tulang pelvis, pubis dan hip joint kanan kiri normal tidak tampak bayangan
radioopaque pada cavum pelvis dan proyeksi urethra.
Contrast Study :
Marker di letakkan pada lubang fistel dan lubang anus, tampak lubang 2 buah di
daerah perianal sisi kiri dan 1 buah sisi kanan. Kontras iopamiro yang telah
diencerkan berbanding 1 : 1 dimasukkan ke lubang fistel tersebut menggunakan
surflow 18 G dan tampak kontras masuk ke lubang fistel sisi kiri sampai terjadi back
flow, tampak gambaran subcutan fistel dengan panjang track ke arah superior medial
dengan panjang track 3 cm yang superior dan inferior 3,5 cm dan kemudian menyatu
serta berjalan ke arah anus dengan panjang track dari tempat bertemu kedua fistel ke
anus 3,5 cm pada fistel sisi kanan tampak pooling fistel curis dan subcutis ke
superior dengan panjang track 5,6 cm tampak kontras masuk ke dalam buli melalui
urethra.
Kesimpulan :
 Subcutan anus fistel sisi kiri 2 buah yang tampak menyatu dan tampak kontras
masuk ke dalam buli melalui urethra curiga fistel ke urethra
 Cutis subcutis fistel perianal sisi kanan
3.2.7 Perbedaan
Berdasarkan kasus prosedur pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula ani di
instalasi radiologi RSUD Klungkung, jika dibandingkan dengan teori diketahui
terdapat perbedaan di dalamnya. Di dalam teori dijelaskan bahwa pada pemeriksaan
fistulografi dengan klinis fistula ani dilakukan dengan menggunakan foto
pendaluhuan atau plain foto dengan proyeksi Antero-Posterior (AP) serta proyeksi
Antero-Posterior (AP) post kontras dengan posisi pasien supine, sedangkan di
instalasi radiologi RSUD Klungkung pemeriksaan fistulografi dengan klinis fistula
ani menggunakan foto pendaluhuan atau plain foto dengan proyeksi Postero-Anterior
(PA) serta proyeksi Postero-Anterior (PA) post kontras dengan posisi pasien prone.
Penggunaan proyeksi PA pada pemeriksaan fistulografi di instalasi radiologi RSUD
Klungkung dinilai lebih tepat. Hal ini dikarenakan lokasi fistula yang berada di

27
bagian posterior. Proyeksi PA bertujuan untuk memudahkan petugas radiografer
pada saat memasukkan media kontras dan melihat seberapa panjang track fistula
pada pasien. Selain itu, alasan penggunaan proyeksi PA yaitu untuk mempermudah
radiografer dalam positioning pasien. Hasil radiograf fistula pada proyeksi PA akan
tampak magnifikasi karena jarak objek ke film lebih besar dibandingkan dengan
penggunaan proyeksi AP, sehingga fistula tampak lebih jelas.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwa dengan
dilakukannya pemeriksaan fistulografi terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan
yang diperoleh yakni :
Kelebihan
 Memudahkan petugas radiografer pada saat memasukkan media kontras karena
letak lubang fistula pada bagian posterior dekat dengan anus
 Mempermudah petugas radiografer dalam positioning pasien.
 Pemeriksaan fistulografi dengan proyeksi PA dimana posisi pasien prone dapat
memberikan informasi diagnostik

Kekurangan
 Pemeriksaan fistulografi memerlukan waktu yang lama sehingga dengan
menggunakan posisi prone akan membuat pasien tidak nyaman.
 Pasien banyak terpapar radiasi dikarenakan terdapat banyak proyeksi
pemeriksaan

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah kami sampaikan dari pemaparan di atas dengan judul
kasus “Prosedur Pemeriksaan Fistulografi dengan Klinis Fistula Ani di Instalasi
Radiologi RSUD Klungkung” dapat kami simpulkan sebagai berikut :
Menurut observasi di lapangan yaitu di instalasi radiologi RSUD Klungkung tujuan
dari pemeriksaan fistulografi adalah untuk melihat lubang dari muara fistul yang
disebabkan oleh bakteri dan melihat sampai mana lubang fistul itu bermuara. Sebelum
dilakukan pemeriksaan, pasien/keluarga pasien diberi penjelasan mengenai prosedur
pemeriksaan dan menginstruksikan pengisian inform consent yang dilakukan oleh
pasien/wali pasien yang akan menjalani pemeriksaan fistulografi. Pasien dengan
pemeriksaan fistulografi tidak memerlukan persiapan khusus hanya melepaskan benda
logam (radiopaque) dari objek yang akan diperiksa serta mengganti pakaian dengan
menggunakan baju pasien yang sudah disiapkan. Teknik pemeriksaan fistulografi dengan
klinis fistula ani di instalasi radiologi RSUD Klungkung menggunakan modalitas pesawat
CR (Computer Radiography) dan media kontras yang digunakan yaitu media kontras
positif (kontras souluble) berupa iopamiro 370. Kaset yang digunakan berukuran 35 x 43
cm dimasukan ke dalam bucky table. Sebelum media kontras dimasukkan bersihkan
lubang muara fistul terlebih dahulu dengan menggunakan betadine. Pertama lakukan plain
foto atau foto pendahuluan dengan menandakan setiap lubang fistula dan lubang anus
menggunakan marker, selanjutnya masukkan kateter berukuran 8 ke dalam lubang fistula
dan memberikan gel pada kateter serta membuat balon agar kateter tidak mudah terlepas,
kemudian jepit saluran kateter menggunakan klem. Selanjutnya radiografer mengenakan
apron, tyroid shield, kacamata PB. Kontras dimasukan penuh kedalam spuit berukuran 25
cc tanpa mencampurkan NaCl yang bertujuan untuk melihat hasil gambaran terlihat lebih
jelas. Ujung spuit dipasangkan pada ujung kateter, kemudian media kontras dimasukkan
secara perlahan bersamaan dengan melakukan ekspose untuk proyeksi post kontras dan
tutup salah satu lubang kateter yang tidak dimasukkaan kontras dengan klem. Kendala
yang sering terjadi pada saat memasukan bahan kontras yaitu pasien akan merasa kurang

29
nyaman pada saat dimasukan kateter karena pasien merasakan nyeri yang pada saat
memasukan ujung kateter. Proyeksi foto yang digunakan yaitu foto pendahuluan dengan
proyeksi PA, post kontras PA, oblique dan lateral.
 Foto pertama pasien melakukan plain foto atau foto pendahuluan dengan proyeksi PA
dengan posisi prone bertujuan untuk untuk mengetahui struktur keseluruhan organ
sebelum dimasukkan media kontras serta mengetahui ketepatan posisi dan menentukan
faktor eksposi selanjutnya. Pada foto pendahuluan atau plain foto petugas radiografer
akan memasang marker pada setiap ujung fistula sebagai penanda ujung paling luar dari
fistula. Pemberian marker juga berfungsi sebagai patokan dokter saat mengukur
kedalaman fistula.
 Foto kedua yang dilakukan yaitu proyeksi PA post kontras dengan posisi masih prone
bertujuan untuk mengetahui arah fistula, baik mengarah ke kanan atau ke kiri serta
untuk melihat fistula dari pandangan anterior setelah terisi media kontras.
 Foto ketiga dilakukan dengan proyeksi oblique (RAO dan LAO) bertujuan untuk
melihat hubungan antara fistula yang satu dengan fistula yang lain jika kemungkinan
terdapat lebih dari satu fistula. Proyeksi ini juga dapat memperlihatkan kedalaman
fistula yang mengarah ke samping.
 Foto keempat dilakukan dengan proyeksi lateral bertujuan untuk memperlihatkan arah
fistula, baik mengarah ke depan atau ke belakang.

4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam kasus ini yaitu sebaiknya pemeriksaan fistulografi
dilakukan dengan menggunakan pesawat sinar – X yang dilengkapi dengan fluroscopy
karena selain memberikan hasil radiograf yang real time juga akan mengurangi dosis
radiasi yang diterima pasien dikarenakan hanya menggunakan 1 proyeksi foto saja
sehingga akan mengurangi dosis radiasi yang akan diterima oleh pasien. Sehingga usaha
proteksi radiasi yaitu waktu terhadap pasien, petugas, dan masyarakat umum belum di
lakukan dengan maksimal.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, and Philip W. 2003. Merril’s atlas vol 2 Merill’s Atlas of Radiographic Positions and
Radiologic Procedur.VOL 2.

Beck, David E. 1999. “The ASCRS Manual of Colon and Rectal Surgery.” Young 40: 6689–92.

Faradilla, 2009. 2009. “Anestesi Pada Tindakan Posterosagital Anorektoplasti Pada Kasus
Malformasi Anorektal.”

Hokkanen, Suvi R.K., and Boxall. 2019. “Prevalence of Anal Fistula in the United Kingdom.”
World Journal of Clinical Cases7(14): 1795–1804.

Lampignano, J. P. & Kendrick, L. E., 2018.Bontrager's Textbook of RadiographicPositioning


and Related Anatomy 9th edition. St. Louis: Elsevier.

Onkelen, Robbert Sebastiaan van. 2015. 41 Coloproctology Anal Fistulas.

Philip M. Hanno , Alan J. Wein, S. Bruce. 2007. “PENN CLINICAL MANUAL OF


UROLOGY.”

Vena, 2019. 2019. “Penyakit Fistula Ani, Tipe Dan Pengertiannya -Vena Wasir.”
https://venawasir.id/fistula-ani-tipe-dan-pengertiannya/ (January 6, 2021).

31
LAMPIRAN

Surat Pengantar

32
Inform Consent

33
Hasil Bacaan

34
35

Anda mungkin juga menyukai