Di Susun Oleh
1
2
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan sebagai
laporan guna memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan I Program Studi Sarjana
Terapan Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali
Mengetahui,
CI Pembimbing
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Teknik
Pemeriksaan Radiografi Thoracolumbal dengan klinis Skoliosis”. Laporan kasus ini
disusun untuk memenuhi Tugas Laporan Kerja Lapangan (PKL I) semester III, Prodi
Diploma IV Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi bali. Yang bertempat di Instalasi
Radiologi RSUD Kabupaten Klungkung penyususnan laporan kasus ini tidak akan lepas dari
segala bentuk bantuan dan bimbingan dari pihak.Untuk itu, penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada:
Dalam penyusunan laporann kasus ini,kami menyadari bahwa laporan kasus ini
masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami sangat pengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca sekalian. Semoga laporan kasus ini dapat memberi
manfaat untuk kami dan para pembaca semuanya.
4
Penulis
DAFTAR
ISI
COVER .......................................................................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................... 3
4.1Kesimpulan………………………………………………………………………27
4.2Saran……………………………………………………………………………..27
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 34
5
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu patologi atau kelainan yang biasa terjadi pada tulang belakang adalah
adanya lengkungan yang tidak normal di area thoracal dan lumbal atau yang disebut dengan
thoracolumbal seperti skoliosis, kifosis, dan lordosis. Skoliosis adalah kelainan rangka tubuh
yang berupa abnormalitas bentuk tulang belakang yang melengkung melebihi 10 derajat pada
garis tegak (sagittal plane) (Simanjuntak, 2017). Prevalensi skoliosis di seluruh dunia
mencapai 1% dari populasi (Parera, 2016). Meskipun kasus ini tergolong ringan, namun
harus tetap diwaspadai dan dianjurkan untuk menjalani X-ray yang bertujuan mengetahui
perkembangnya (Bontrager, 2014). Skoliosis dapat dibededakan dengan berdasarkan
penyebabnya, yaitu skoliosis structural dan skoliosis non-structural. Skoliosis structural dapat
6
disebabkan dengan adanya rotasi posisi vertebrae yaitu kelainan yang disebabkan oleh tulang
belakang yang tidak normal sedangkan skoliosis non-structural disebabkan karena terjadi
tanpa adanya rotasi vertebrae yang dapat disebabkan oleh tumor ginjal, tumor pada daerah
lumbal, dan kontraktur daerah lumbal akibat luka bakar (Simanjuntak, 2017). Skoliosis juga
dapat disebabkan oleh kebiasaan dan gaya hidup yang buruk. Remaja dapat mengalami
skoliosis dikarenakan oleh pertumbuhan struktural dari tulang terganggu, terutama pada sikap
duduk terutama sikap duduk remaja yang tidak tepat (Kurniawati, 2017).
7
1. Untuk dapat mengetahui teknik pemeriksaan radiografi Skoliosis dengan proyeksi
Antero Posterior (AP), Lateral, bending kanan dan bending kiri, dan disertakan juga dengan
pengambilan foto pelvis pada remaja diinstalasi radiologi di RSUD Klungkung
1. Bagi Institusi Rumah Sakit Memberikan masukan dan saran-saran yang berguna, dalam
hal ini instalasi radilogi umumnya dan radiographer pada khususnya mengenai
pemeriksaan radiografi dengan kasus Skoliosis pada remaja.
2. Bagi pembaca Memperoleh wawasan dan mengetahui mengenai Teknik pemeriksaan
radiografi dengan kasus Skoliosis pada remaja di Instalasi Radiologi di RSUD
Klungkung.
3. Bagi Penulis Menambah dan memperdalam pengetahuan tentang pemeriksaan
radiografi dengan kasus Skoliosis pada remaja.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
9
e. Empat vertebra kosigeus atau ruas tulang tungging atau ekor yang
membentuk tulang ekor.
Lengkung ruas tulang bagian leher melengkung ke depan, lengkung ruas tulang dada
ke arah belakang, daerah pinggang melengkung ke depan dan pelvis atau kelangkang
lengkungannya kearah belakang.
Columna Vertebralis Berfungsi menyanggah cranium, gelang bahu, ekstremitas
superior dan dinding thorax serta melalui gelang panggul meneruskan berat badan ke
ekstremitas inferior. Didalam rongga terletak medula spinalis, radix nervi spinales,
lapisan penutup meningen yg dilindungi oleh columna vertebralis.
Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil dibandingkan
dengan ruas tulang lainnya, ciri dari ruas tulang punggung adalah semakin ke bawah
semakin membesar dilihat dari segi ukurannya yang memuat persendian untuk tulang iga.
Ruas tulang pinggang adalah yang terbesar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya.
Sakrum atau tulang kelangkang terletak di bagian bawah tulang belakang dengan bentuk
segitiga, dan ruas tulang ekor terdiri dari 4 atau 5 vertebra yang bergabung menjadi satu
dan letaknya berada di bagian paling bawah dari tulang belakang atau spine. Ruas-ruas
tulang belakang diikat oleh serabut yang dinamakan dengan ligament.
Tulang belakang dapat patah akibat dari pukulan keras atau rusak karena faktor
kecelakaan atau faktor usia, selain itu tulang belakang juga dapat mengalami kelainan
seperti lengkungan tulang dada yang berlebihan mengakibatkan bongkok atau kifosis,
lengkung lumbal atau pinggang yang belebihan mengakibatkan lordosis, dan bengkoknya
ruas tulang punggung dan pinggang yang mengarah ke arah samping kiri atau kanan yang
disebut dengan Skoliosis.
2.3 Epidemiologi
Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang sering terjadi. Angka kejadiannya
tergantung pada sudut kelengkungan yang terbentuk. Menurut Kane diperkirakan bahwa
10
skoliosis ≥ 10o terjadi pada 25 per 1.000 penduduk. Penyebab yang paling sering
ditemukan masih idiopatik. Dan skoliosis yang terjadi pada anak-anak lebih berat
dibandingkan dengan dewasa. Hal ini terjadi dikarenakan progresifitas pertumbuhan
kelengkungan tulang belakang pada anak-anak terjadi lebih cepat. Selain itu, insiden
skoliosis juga meningkat pada orang-orang yang memiliki kelainan neuromuskuler atau
faktor predisposisi lainnya.
Berdasarkan pada The National Scoliosis Foundation, di Amerika Serikat didapatkan
skoliosis pada 6.000 orang. Dan 2% hingga 4% adalah idiopatik skoliosis pada dewasa.
Idiopatik skoliosis pada dewasa atau Adolescent Idiopathic scoliosis (AIS) terhitung pada
80% dari kasus idiopatik skolisosis dan sering terjadi berumur antara 10 hingga16 tahun.
Terbanyak pasien idiopatik skoliosis pada dewasa adalah wanita, tapi insidensi bervariasi,
tergantung pada derajat kelengkungan dan tipe dari skoliosis. Ciri khas pada pasien
skoliosis adalah berpostur tubuh yang tinggi. Wanita dewasa yang skoliosis saat remaja
dengan kelengkungan thoraks ke arah kanan. AIS meliputi antara pria dan wanita, tapi
tidak dengan rasio yang sama. Kelengkungan tulang belakang sering terdapat pada daerah
thorak atau thorakolumbal dan pada banyak kasus seringnya melengkung ke arah kanan.
Perbedaan insiden antara pria dan wanita berhubungan dengan derajat kelengkungan.
Bagaimanapun, pada pasien dengan kelengkungan tulang belakang 25 o atau lebih, sering
terjadi pada wanita.
Infantile idiopathic scoliosis atau idiopatik skoliosis pada bayi sering ditemukan pada
umur 6 bulan dan banyak terjadi pada laki-laki dan keturunan Eropa. Kelengkungannya
sering terjadi pada tulang belakang segmen thoraks dan melengkung ke arah kiri. Pada
banyak kasus, kelengkungan tersebut dapat diobati pada saat umur 3 tahun. Jumlah
skoliosis pada bayi berjumlah hanya 0,5% dari seluruh skoliosis yang idiopatik pada
Amerika Serikat dan 4% hingga 5% pada negara Eropa.
Juvenile idiopathic soliosis atau Skoliosis pada anak-anak hampir sama dengan
dewasa. Perempuan lebih banyak terkena pada tipe ini. Kelengkungan skoliosis pada
anak-anak seringnya ke arah kanan. Karena tingginya rasio progresi kelengkungan dan
perlunya operasi maka skoliosis pada tipe ini disebut dengan malignansi subtipe dari
adolescent idiopatik skoliosis.
2.4 Etiologi
a) Kelainan fisik
11
Ketidak seimbangan pertumbuhan tulang dan otot yang yang mengakibatkan
kecendrungan untuk terjadinya suatu Skoliosis. Ketidak seimbangan otot sekitar
tulang belakang yang mengakibatkan distorsi spinal atau perbedaan otot pada saat
pertumbuhan. Selain itu dapat disebabkan pula oleh gangguan pada tulang kaki,
pinggul atau tulang belakang. Tapi, beberapa orang yang bahunya miring belum tentu
karena Skoliosis, melainkan sekadar kebiasaan saja.
2. Faktor Keturunan
4. Faktor Bawaan
Bentuk tulang belakang yang tidak normal atau bisa juga merupakan
bentuk yang didapat, misalnya karena patah atau bergesernya tulang
belakang.
Kesalahan dalam posisi duduk atau pun dalam posisi tidur secara terus
menerus akan menyebabkan deformasi pada tulang belakang, terutama pada
periode pertumbuhan. Faktor ini pula yang dapat menyebabkan bertambahnya
ukuran kurva pada penderita Skoliosis. Seseorang yang berjalan miring demi
mencegah rasa sakit sebagai akibat kelumpuhan atau luka karena kecelakaan,
juga dapat menyebabkan Skoliosis. Faktor kebiasaan atau kesalahan dalam
suatu posisi, seperti posisi duduk maupun posisi tidur adalah faktor
pembentukan Skoliosis pada seorang anak, karena kebiasaan seperti itu
seringkali tidak disadari.
12
2.5 Klasifikasi
a. Nonstruktural
Skoliosis yang bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk semula), dan
tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Terdiri dari :
a. Skoliosis postural : Disebabkan oleh kebiasaan postur tubuh yang buruk
b. Spasme otot dan rasa nyeri, yang dapat berupa :
Nyeri pada spinal nerve roots : skoliosis skiatik
Nyeri pada tulang punggung : dapat disebabkan oleh inflamasi atau keganasan
Nyeri pada abdomen : dapat disebabkan oleh apendisitis
c. Perbedaan panjang antara tungkai bawah
Actual shortening
Apparent shortening :
1. Kontraktur adduksi pada sisi tungkai yang lebih pendek
2. Kontraktur abduksi pada sisi tungkai yang lebih panjang
b. Sruktural
Skoliosis yang bersifat irreversibel dan dengan rotasi dari tulang punggung.
a. Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) : 80% dari seluruh skoliosis
• Bayi : dari lahir – 3 tahun
• Anak-anak : 4 – 9 tahun
• Remaja : 10 – 19 tahun (akhir masa pertumbuhan)
• Dewasa : > 19 tahun
b. Osteopatik
• Kongenital (didapat sejak lahir)
1. Terlokalisasi :
- Kegagalan pembentukan tulang punggung (hemivertebrae)
- Kegagalan segmentasi tulang punggung (unilateral bony bar)
2. General :
- Osteogenesis imperfecta
- Arachnodactily
• Didapat
1. Fraktur dislokasi dari tulang punggung, trauma
2. Rickets dan osteomalasia
3. Emfisema, thoracoplasty
13
c. Neuropatik
Kongenital
1. Spina bifida
2. Neurofibromatosis
Didapat
1. Poliomielitis
2. Paraplegia
3. Cerebral palsy
4. Friedreich’s ataxia
5. Syringomielia
2.6 Patologi
14
b. Juvenile : terjadi pada usia 4-10 tahun, didomisi oleh
perempuan, dextroskoliosis lebih umum dari pada
levoskoliosis.
c. Adolescent : terjadi pada usia 10-18 tahun didomisi oleh
perempuan, dextroskoliosis lebih umum dari pada levoskoliosis
(Exhibits, 2010).
2.7 Teknik Pemeriksaan Thoracolumbal Skoliosis
B. Proyeksi Lateral
15
CP : Processus xyphoideus
FFD : 100 cm
Posisi pasien : Salah satu kaki pasien bisa duduk /berdiri dengan kedua lengan
disamping, untuk kaki yang kedua letakkan block dibawah kaki (atau hip jika duduk)
pada sisi cekung curva kaki pasien dapat meneggakkan sedikit posisi tanpa assiten.
- Block boleh digunakan dibawah pantat jika pasien duduk atau kaki
jika pasien berdiri
Posisi Obyek :Atur MSP pada CR dan mid line grid dengan kedua lengan disamping
-Tidak ada rotasi tarsal atau pelvis jika memungkinkan
- Batas bawah 3-5 cm dibawah cristailiaka
CR : Vertikal Tegak lurus
CP : Processus xyphoideu
FFD : 100 cm
A B
Gambar: 2.4 (A). Proyeksi PA ferguson (B). Proyeksi PA ferguson (L.Bontrager 2014)
16
D. Proyeksi AP /PA Right Bending and Left Bending
Posisi Pasien : pasien dalam posis erect
Posisi Obyek : -atur MSP pada Pertengahan kaset
-tidak ada rotasi
CR : tegak lurus
CP : pada pertengahan kaset
FFD : 100 cm
A B
Gambar : 2.6 (A). Proyeksi Bending kiri ( B). Proyeksi Bending Kanan (L.Bontrager 2014)
2.8 Proteksi Radiasi
Proteksi Radiasi adalah suatu tindakan yang dilakukan kepada seseorang atau
sekelompok orang untuk mengurangi pengaruh radiasi yang dapat merusak jaringan tubuh
akibat paparan radiasi (BAPETAN 2011).
Untuk mencapai tujuan proteksi radiasi yaitu mewujudkan keselamatan dan kesehatan
bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan maka terdapat 3 asas proteksi radiasi yaitu :
1) Justifikasi : Asas ini menjelaskan bahwa dalam setiap kegiatan yang
mengakibatkan paparan radiasi hanya boleh dilakukan setelah dilaksanakan
pengkajian yan mendalam dan diketahui kemanfaatanya dibandingkan kerugian
yang ditimbulkanya.
2) Optimasi : Asas ini menghendaki agar paparan radiasi ditekan serendah mungkin
sejalan dengan sistem international ALARA (As Low As Reasonably Achievale)
serendah mungkin di pergunakan sesuai kebutuhan.
3) Limitasi : Asas ini menjelaskan bahwa dosis radiasi yang di pergunakan tidak
boleh melebihi nilai batas yang ditetapkan instansi berwenang.
Adapun berbagai jenis alat proteksi radiologi yang dipakai di Instalasi radiologi
yaitu :
17
- Apron
Apron yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb digunakan untuk
penggunaan sinar-X Radiologi Diagnostik, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb
untuk pesawat sinar-X Radiologi Intervensional. Tebal timah hitam harus diberi
tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut.
- Pelindung Tiroid
Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.
18
Gambar 2.9 Pelindung tiroid
- Sarung Tangan
Sarung tangan proteksi yang digunakan untuk fluoroskopi harus memberikan
kesetaraan paling kurang 0,25 mm Pb pada 150 kVp (seratus limapuluh
kilovoltage peak). Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan,
mencakup jari dan pergelangan tangan.
19
a. Proteksi Radiasi Secara Umum
Dalam memanfaatkan teknologi nuklir, faktor keselamatan manusia menjadi prioritas
utama. Program proteksi radiasi bertujuan untuk melindungi para pekerja radiasi serta
masyarakat dari bahaya radiasi. Untuk mencapai tujuan proteksi radiasi tersebut, ada tiga cara
pengendalian paparan radiasi. Berdasarkan BAPETEN, 2011 menjelaskan bahwa ada tiga
cara pengendalian tingkat pemaparan radiasi adalah sebagai berikut:
• Waktu
Akumulasi dosis yang diterima pekerja radiasi yang mempunyai lajus dosis
tertentu sebanding dengan lamanya pekerja radiasi berada di daerah radiasi.
Pemaparan dapat diatur dengan waktu melalui cara :
1. Pembatasan waktu berkas yang diarahkan ke ruang tertentu.
2. Pembatasan ruang yang dipakai.
• Jarak
Paparan radiasi semakin berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber
radiasi.
• Perisai
Banyaknya perisai yang diperlukan tergantung pada tipe radiasi, aktivitas sumber,
dan laju dosis. Perisai ini dibuat dari timbal atau beton. Ada 2 jenis perisai yaitu:
1. Perisai primer yaitu terhadap radiasi primer (sinar guna). Misalnya tempat
tabung sinar-X dan kaca timbal pada tabirfluoroscopy.
2. Perisai sekunder yaitu proteksi terhadap radiasi sekunder (sinar bocor dan
sinar hambur). Misalnya tabir sarat timbale pada tabicalr fluoroscopy dan
perisai yang dapat dipindahkan(apron, kacamata Pb, sarung tangan Pb)
• Proteksi Radiasi Pada Pasien Pemeriksaan Vertebra
Proteksi radiasi yang dapat dilakukan pada saat pemeriksaan vertebra adalah
dengan menggunakan kolimasi sesuai dengan area pemeriksaan, penggunaan faktor
eksposi yang tepat, dan mengurangi bahkan mencegah terjadinya pengulangan. Untuk
mengurangi radiasi hambur pada organ yang memiliki radiosensitivitas yang tinggi
dapat digunakan pelindung berbahan dasar Pb seperti gonad shield untuk alat
reproduksi (testis dan ovarium), lead dan apron.
20
21
BAB III
PEMAPARAN DAN PEMBAHASAN
22
Setelah itu radiografer menjelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilaksanakan
kepada keluarga pasien atau pasiennya.
2. Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan pada saat pemeriksaan
radiologi
thoracolumbal dan pelvis di RSUD Kabupaten Klungkung antara lain:
Pesawat sinax X : General x-ray
Merek : BMI
Model Unit : Optica 20
No Seri Tabung : 19F1619
Tahun : 1 februari 2023
- Pesawat Sinar-x
23
- Control Table
- Monitor
Gambar 3.5 Monitor
- Printer
24
• Posisi objek : atur pertengahan MSP pada pertengahan kaset,kedua
tangan diletakkan disamping.
• Central ray : Verikal tegak lurus kaset
• Central point : Jugular notch/procesus xypoideus
• FFD : 100 cm
• Marker : R/L
• Kolimasi : seluas objek yg diperiksa
• kVp : 72 mA: 200 ms: 63 mAs : 12
25
• kVp :95 mA: 400 ms :80 mAs :32
26
d. Teknik Pemeriksaan Thoracolumbal proyeksi AP bending kanan
• Posisi pasien : pasien diposisikan erect membelakangi bucky stand
• Posisi objek : atur pertengahan MSP pada pertengahan kaset,kedua
tangan direntangkan kesamping dan tubuh dimiringkan ke kanan.
• Central ray : Vertikal tegak lurus kaset
• Central point : Pertengahan kaset
• FFD : 100 cm
• Marker : R/L
• Kolimasi : seluas objek yg diperiksa
• kVp : 72 mA: 200 ms: 63 mAs : 12
27
• kVp :70 mA :200 ms :50 mAs :10
Gambar 3.11 Pemeriksaan Pelvis Proyeksi AP
3.2 Pembahasan
A. Teknik Pemeriksaan Radiografi Skoliosis Seri pada kasus AIS di Instalasi
Radiologi RSUD Klungkung
Teknik pemeriksaan radiografi scoliosis seri dengan kasus AIS di Instalasi
Radiologi RSUD Kabupatem Klungkung, pertama petugas menjelaskan prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga pasien, agar pasien
mengikuti instruksi yang diberikan oleh petugas sehingga tidak terjadi
pengulangan foto dan untuk persiapan pasien, tidak ada persiapan khusus, yang
dilakukan hanya melepas benda logam yang bersifat radiopaque dan dapat
mengganggu hasil gambaran radiograf. Persiapan alat berupa pesawat sinar-x,
kaset berukuran 35x43 cm, computed radiography(CR), dan apron. Proyeksi yang
digunakan adalah proyeksi AP, Lateral, AP bending kiri, dan AP bending kanan.
Secara teori, menurut Merrill (2016) proyeksi yang digunakan pada teknik
radiografi scoliosis seri untuk menegakkan diagnosa AIS adalah proyeksi PA,
Lateral, AP bending kiri, dan AP bending kanan.
28
lurus menuju kaset dengan menggunakan faktor eksposi kVp : 72 mA: 200 ms: 63
mAs : 12.
Proyeksi lateral posisi pasien berdiri didepan backy stand dengan posisi objek
bagian yang sakit pada pasien menempel pada kaset, dan tangan diatas kepala,
dengan mengatur kolimasi seluas objek, dengan menggunakan arah sinar x tegak
lurus terhadap kaset, dan menggunakan kaset 35x43 dengan jarak atau ffd 100 cm
kemudian menggunakan faktor eksposi kVp :95 mA: 400 ms :80 mAs :32.
Proyeksi AP bending kiri dan kanan yaitu posisi pasien pasien berdiri
membelakangi backy stand, posisi objek yaitu tubuh menempel pada buckystand
dengan kedua tangan direntangkan kesamping kemudian tubuh dimiringkan ke
kanan dan ke kiri bergantian, dan menggunakan kaset 35x43, dan Ffd 100 cm,
dengan arah sinar x tegak lurus menuju kaset dengan menggunakan faktor eksposi
kVp : 72 mA: 200 ms: 63 mAs : 12.
Tujuan proyeksi lateral yaitu untuk melihat sudut kelengkungan dari skoliosis
dan manfaat untuk mengukur derajat kelengkungan pada vertebrae thoracolumbal
dengan klinis skoliosis.
Tujuan foto thorakolumbal proyeksi AP erect bending kanan dan kiri yaitu
untuk mengukur sudut skoliosis pada saat di bending serta untuk menentukan
kurva primer dan kurva sekunder selain itu bertujuan untuk menilai jarak
pergerakan columna vertebrae dari permukaan kanan dan kiri.
29
B. Alasan Penggunaan Proyeksi Tambahan Pelvis AP pada Teknik Pemeriksaan
Radiografi Skoliosis Seri dengan Kasus AIS di Instalasi Radiologi RSUD
Klungkung .
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Alasan mengapa
pada prosedur pemeriksaan radiografi ditambahkan proyeksi pemeriksaan Pelvis
karena merupakan Teknik pemeriksaan wajib yang mempunyai tujuan khusus.
Pemeriksaan kasus skoliosis dilakukan penambahan proyeksi pelvis karena
proyeksi pelvis pada kasus skoliosis dapat memberikan informasi penting terkait
postur tulang belakang dan panggul. Radiografi ini membantu menilai sejauh
mana kelengkungan tulang belakang dan posisi panggul, radiografi pelvis juga
membantu dalam mengevaluasi pertumbuhan tulang, mengukur derajat skoliosis,
serta mengevaluasi sudut yang terbentuk pada kedua SIAS akibat skoliosis
sehingga dapat mengetahui kurva pada vertebrae tersebut dengan adanya
penambahan proyeksi ini dapat mempermudah dokter dalam melakukan Tindakan
dan pengobatan.
C. Hasil Bacaan Dokter
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada kasus scoliosis seri dengan klinis AIS di Instalasi Radiologi RSUD
Kabupatem Klungkung menggunakan proyeksi AP, Lateral, AP bending kiri, dan
AP bending kanan serta tambahan proyeksi Pelvis AP.
Alasan mengapa pada prosedur pemeriksaan radiografi ditambahkan proyeksi
pemeriksaan Pelvis karena proyeksi pelvis pada kasus skoliosis dapat memberikan
informasi penting terkait postur tulang belakang dan panggul, dapat membantu
menilai sejauh mana kelengkungan tulang belakang dan posisi panggul,
membantu dalam mengevaluasi pertumbuhan tulang, mengukur derajat skoliosis,
serta mengevaluasi sudut yang terbentuk pada kedua SIAS akibat skoliosis
sehingga dapat mengetahui kurva pada vertebrae sehingga mempermudah dokter
dalam melakukan tindakan dan pengobatan.
Teknik Pemeriksaan Scoliosis seri pada RSUD Klungkung memiliki
perbedaan dengan teori Merrils. Pada teori Merrils (2016) proyeksi yang
digunakan pada teknik radiografi scoliosis seri adalah proyeksi PA, Lateral, AP
bending kiri, dan AP bending kanan. Sedangkan di Instalasi Radiologi RSUD
Kabupatem Klungkung menggunakan proyeksi AP, Lateral, AP bending kiri, dan
AP bending kanan serta tambahan proyeksi Pelvis AP. Perbedaan pada teori
dengan di lapangan di RSUD Klungkung ada pada proyeksi Pelvis AP. Tambahan
Proyeksi Pelvis AP memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing.
Kelebihan dari Proyeksi Pelvis AP yaitu dapat memberikan informasi lebih
lengkap tentang postur tubuh secara keseluruhan, meliputi posisi dan rotasi tulang
panggul. Namun, kekurangannya adalah proyeksi tambahan ini bisa menambah
paparan radiasi, sehingga perlu pertimbangan risiko dan manfaatnya dalam setiap
kasus.
4.2 Saran
Saran yang kelompok kami berikan berdasarkan laporan kasus di atas yaitu :
1. Dalam prosedur pemeriksaan skoliosis ada proyeksi AP erect,Lateral
erect,bending kiri dan bending kanan. kelompok kami menyarankan ada
penambahan proyeksi pemeriksaan pelvis untuk melihat derajat kepinjangan.
31
32
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
34
LAPORAN KASUS TEKNIK PEMERIKSAAN THORAX PADA
KASUS EFUSI PLEURA ET CAUSA TUBERKULOSIS DI
INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT RSUD SANJIWANI
GIANYAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan 1 (PKL I).
Di Susun Oleh
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan sebagai laporan guna
memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan I Program Studi Sarjana Terapan Akademi Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Teknik Pemeriksaan
Radiografi Thorax Pada Kasus Efusi Pleura et causa tuberkulosis di Instalasi Radiologi
RSUD Sanjiwani Gianyar”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi Tugas Laporan
Kerja Lapangan (PKL I) semester III, Prodi Diploma IV Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi bali. Yang bertempat di Instalasi Radiologi RSUD Sanjiwani Gianyar
penyususnan laporan kasus ini tidak akan lepas dari segala bentuk bantuan dan bimbingan dari
pihak.Untuk itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Direktur RSUD Sanjiwani Gianyar
2. Kampus ATRO BALI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan PKL I
3. selaku Kepala Ruangan Instalasi Radiologi RSUD Sanjiwani Gianyar dan selaku
Clinical Instructure (CI) yang telah memberikan banyak masukan, bantuan, bimbingan,
dan penilaian serta saran yang baik kepada kami.
4. Pada seluruh radiografer, dokter spesialis radiologi dan tenanga medis lainnya di
Instalasi Radiologi RSUD Sanjiwani Gianyar yang selalu membantu kami
beproses,memberi banyak bimbingan dan menemani selama kami pelaksanakan
praktek kerja lapangan.
5. Temen-temen sepenempatan PKL di RSUD Sanjiwani Gianyar atas segala bantuan dan
kebersamaanya selama kurang lebih 1 bulan 2 minggu
Dalam penyusunan laporann kasus ini,kami menyadari bahwa laporan kasus ini masih
jauh dari kata sempurna. Sehingga kami sangat pengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca sekalian. Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat untuk
kami dan para pembaca semuanya.
penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................................. i
BAB I ................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 2
BAB II .................................................................................................................................. 5
BAB IV............................................................................................................................... 19
4.2 Saran......................................................................................................................... 19
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat transudasi atau
eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu
penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya cairan yang cukup
2
banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga
menyebabkan pendorongan organ- organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini
mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung
dan sirkulasi darah.
Menurut Bontrager (2011) dan Soetikno (2011), proyeksi khusus yang digunakan dalam
teknik pemeriksaan radiografi thorax untuk menegakkan diagnosa efusi pleura yaitu dilakukan
dengan menggunakan proyeksi Posterior Anterior (PA) erect, Lateral erect, dan Lateral
decubitus. Pada proyeksi Poterior anterior (PA) pasien diposisikan erect atau berdiri dengan
dada menempel di bucky stand dan tangan pasien diposisikan memeluk bucky stand. Proyeksi
lateral pasien diposisikan erect atau berdiri dengan sebelah sisi tubuh menempel pada kaset
dengan kedua tangan berada diatas kepala. pada proyeksi Lateral decubitus posisi pasien
berbaring miring ke salah satu sisi tubuh dengan kaset diposisikan dibelakang tubuh pasien,
dengan kedua tangan berada diatas kepala.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk membahas dalam laporan
kasus dengan judul“ Teknik Pemeriksaan Radiografi Thorax Pada Kasus Efusi Pleura et causa
tuberkulosis di Instalasi Radiologi RSUD Sanjiwani Gianyar”.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi Thorax AP dengan kasus Efusi Pleura pada orang
dewasa diinstalasi radiologi rumah sakit RSUD Sanjiwani Gianyar ?
1. Untuk dapat mengetahui teknik pemeriksaan radiografi thorax dengan kasus Efusi
Pleura pada orang dewasa diinstalasi radiologi rumah sakit RSUD Sanjiwani Gianyar.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
3
1. Bagi Institusi Rumah Sakit Memberikan masukan dan saran-saran yang berguna, dalam hal
ini instalasi radilogi umumnya dan radiographer pada khususnya mengenai pemeriksaan
radiografi thorax dengan kasus Efusi Pleura pada orang dewasa.
2. Bagi pembaca Memperoleh wawasan dan mengetahui mengenai Teknik pemeriksaan thorax
dengan kasus Efusi Pleura pada orang dewasa di Instalasi Radiologi Rumah Sakit RSUD
Sanjiwani Gianyar.
3. Bagi Penulis Menambah dan memperdalam pengetahuan tentang pemeriksaan radiografi
thorax dengan kasus Efusi Pleura pada orang dewasa.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
Thorax atau rongga dada adalah bagian tubuh yang berbentuk kerucut, terletak diantara
leher dan abdomen. Rangka dingding thorax dinamakan cavea thoracis, di bentuk oleh columna
vertebralis (belakang), costae dan spatium intercostale (samping), sternum dan cartilage
costalis (depan). Bagian atas thorax berhubungan dengan leher dan di bagian bawa dipisahkan
dari abdomen oleh diafrgma. Cavea thoracis melindungi paru dan jantung, merupakan
tempatnya perletakan otot otot thorax, extemitas superior, abdomen dan punggung. Cavatis
thoracis (rongga thorax) dibagi : bagian tengah disebut mediastinum, dan bagian lateral tempat
paru dan pleura. Paru diliputi oleh selapis membrane tipis yang disebut pleura visceralis yang
beralih di halus pulmonalis menjadi pleura parietalis dan menuju ke permukaan dalam dinding
thorax (Merrill, 2016).
B. Trakhea
5
Trakhea atau batang tenggorok mempunyai panjang kira-kira 9cm. trakhea berjalan dari
laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempat ini bercabang
menjadi dua bronchus. Trakhea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak lengkap berupa
cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran di sebelah belakang trakhea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Trakhea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir
(Pearce, 2010).
C. Bronchus
Merupakan lanjutan dari trakhea, terdiri dari 2 bagian : bronkus kanan dan kiri. Bronkus
tersebut berjalan kebawah dan kesamping menuju ke paru-paru. Bronkus kanan lebih
pendek, lebih lebar dan lebih letaknya dari yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri
pulmonalis dan bronkus kanan bercabang menjadi bronkus ke lobus atas sebelum
memasuki hilus dan begitu masuk hilus terbagi menjadi lobus medial dan inferior. Bronkus
kanan dan terbagi menjadi bronkus lobus superior dan inferior (Pearce, 2010).
D. Paru-Paru
Merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada, terlatak di sebelah
kanan dan kiri, di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah mediastrium.
Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apex di atas dan muncul sedikit
lebih tinggi dari klavikula. Pangkal paru-paru terletak di atas rongga thorax, di atau
diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang membuat paru paru, sisi belakang
yang menyentuh berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan
yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat jaringan
otot.
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang abnormal yang disebabkan oleh
karena pembentukan cairan pleura lebih cepat dari proses absorpsinya. Sebagian besar efusi
pleura terjadi karena adanya peningkatan pembentukan cairan pleura dan penurunan kecepatan
absorpsi cairan pleura tersebut. Pada pasien dengan daya absorpsi normal, pembentukan cairan
pleura harus meningkat 30 kali lipat secara terus menerus agar dapat menimbulkan suatu efusi
pleura. Di sisi lain, penurunan daya absorpsi cairan pleura saja tidak akan menghasilkan
penumpukan cairan yang signifikan dalam rongga pleura mengingat tingkat normal
6
pembentukan cairan pleura sangat lambat/(Lee YCG, 2013). Efusi pleura bisa disebabkan oleh
penyakit yang berasal dari paru, pleura ataupun penyakit di luar paru/(Light RW, 2011).
Efusi pleura adalah cairan abnormal dalam rongga pleura, cairan tersebut dapat berupa
air, darah, nanah dan dairan limfe akibat cairan yang berlebihan akan menyebabkan pasien
sesak nafas. Tujuan dilakukannya proyeksi Posterior Anterior yaitu untuk mendeteksi adanya
cairan pleura dengan jumlah volume cairan minimal yaitu ±300ml. Proyeksi lateral tegak
bertujuan untuk mendeteksi adanya cairan pleura dengan jumlah volume cairan minimal yaitu
sekitar ±75ml (Soetikno,2011). Pada radiografi thorax proyeksi Lateral tegak dapat terlihat
organ yang terletak di depan, tengah, maupun dibelakang cavum thorax (Ina, 2016). Proyeksi
lateral decubitus bertujuan untuk mendeteksi adanya cairan pleura dengan jumlah volume
cairan minimal yaitu sekitar ±15-20 ml (mendeteksi efusi pleura yang minimal), menentukan
sifat pegerakan cairan efusi pleura (mengalir secara bebas atau terlokalisasi), dan melihat
bagian paru yang sebelumnya tertutup cairan sehingga kelainan yang sebelumnya terselubung
dapat terlihat (Soetikno,2011).
7
Posisi pasien untuk proyeksi Poterior anterior pasien berdiri dengan
dada menempel di bucky stand dan tangan pasien diposisikan memeluk bucky
stand. Focus Film Distance (FFD) yang digunakan150 cm. Central Ray (CR)
tegak lurus pada pertengahan kaset dan central point thoracal 7 atau Jugular
notch. Kriteria yang tampak ribs 8 atau 9 posterior di visualisasikan diatas
diafragma. Pada klinis efusi pleura lebih terlihat vaskular pulm
Keterangan :
1. Clavicula
2. Costae
3. Jantung
8
1. Proyeksi Lateral
Posisi pasien diposisikan berdiri dengan sebelah sisi tubuh menempel
pada kaset dengan kedua tangan berada diatas kepala. Focus film, distance (FFD)
yang digunakan 150 cm. Central ray (CR) horizontal tegak lurus ke arah mid thorax
dan central point (CP) Thoracal 7 atau dibawah jugular notch. Kriteria yang tampak
seluruh thorax dari apex hingga sinus costophrenic. Tampak thorax lateral dari
sternum hingga ribs posterior
Keterangan :
1. Thoracic vertebra
2. Posterior ribs
3. Posterior costophrenic
1
4. Posterior costophrenic
5. Body of sternum
3 6. Jantung
7. Diaphragm
9
2. Proyeksi Lateral Decubitus
Posisi pasien Lateral decubitus pasien berbaring miring ke salah satu sisi
tubuh dengan kaset diposisikan dibelakang tubuh pasien, dengan kedua tangan
berada diatas kepala. Focus film distance (FFD) yang digunakan 150 cm. Central
ray (CR) horizontal tegak lurus dan central point (CP) dibawah Jugular notch.
Kriteria yang tampak air fluid level. Tampak pneumo thorax
10
3. Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
disebut Keselamatan Radiasi yaitu tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien,
pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya Radiasi (BAPETEN,
2011).
1. Waktu : Akumulasi dosis yang diterima pekerja radiasi yang mempunyai lajus dosis
tertentu sebanding dengan lamanya pekerja radiasi berada di daerah radiasi.
Pemaparan dapat diatur dengan waktu melalui cara :
2. Jarak : Paparan radiasi semakin berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber
radiasi.
3. Perisai : Banyaknya perisai yang diperlukan tergantung pada tipe radiasi, aktivitas
sumber, dan laju dosis. Perisai ini dibuat dari timbal atau beton. Ada 2 jenis perisai
yaitu:
a. Perisai primer yaitu terhadap radiasi primer (sinar guna). Misalnya tempat tabung
sinar-X dan kaca timbal pada tabirfluoroscopy.
b. Perisai sekunder yaitu proteksi terhadap radiasi sekunder (sinar bocor dan sinar
hambur). Misalnya tabir sarat timbale pada tabir fluoroscopy dan perisai yang
dapat dipindahkan (apron, kacamata Pb, sarung tangan Pb)
3. Proteksi radiasi pada pasien pemeriksaan thorax
Menurut Bontranger (2018), proteksi radiasi yang dapat dilakukan pada saat
pemeriksaan Thorax adalah dengan menggunakan kolimasi sesuai dengan area
pemeriksaan, penggunaan faktor eksposi yang tepat, dan mengurangi bahkan mencegah
terjadinya pengulangan. Untuk mengurangi radiasi hambur pada organ yang memiliki
11
radiosensitivitas yang tinggi dapat digunakan pelindung berbahan dasar Pb seperti gonad
shield untuk alat reproduksi (testis dan ovarium), lead dan apron.
12
BAB III
13
No seri : 214218
Tahun : 2019
Pesawat Sinar- x
Kaset ukuran 35 x 43 cm
14
Apron
2. Persiapan Pasien
Pada dengan tahap ini, pasien dengan kasus efusi pleura tidak memiliki
persiapan khusus. Cukup melepaskan benda-benda yang bersifat logam, yang dapat
menggangu hasil gambaran radiograf tersebut. Setelah itu radiografer menjelaskan
prosedur pemeriksaan yang akan dilaksanakan kepada keluarga pasien atau pasiennya.
3. Teknik pemeriksaan thorax proyeksi AP supine
Posisi pasien : Supine pada bed pasien.
Posisi objek : Atur MSP tubuh pasien di pertengah kaset dan tangan di samping
tubuh pasien.
Central ray : Vertikal tegak lurus dengan kaset.
FFD : 100 cm.
Central point : Setinggi thoracal 7.
Marker : R/L
Kolimasi : Seluas objek yang di periksa.
Faktor eksposi : kV 60 mA 10
Kriteria gambar : Kedua paru terlihat jelas dari ujung apex paru hingga ke ujung
bawah sinus costophrenicus dan terlihat thoracal ke-1 (T1) hingga ke bawah.
15
4. Gambar Radiograf dan Hasil Bacaan Dokter Spesialis Radiolog
16
3.2 Pembahasan
17
kooperatif. Untuk proyeksi lateral dan lateral decubitus di instalasi radiologi RSUD
Sanjiwani tidak dilakukan secara rutin, hanya dilakukan ketika ada permintaan khusus dari
dokter pengirim dan Ketika pasien non kooperatif. Pemeriksaan thorax PA pada kasus
efusi pleura bertujuan untuk mendeteksi adanya cairan yang mengumpul di antara lapisan
paru-paru dan dinding dada. Hasil radiografi dapat menunjukkan gambaran bayangan
cairan, perubahan volume paru-paru, serta memungkinkan evaluasi terhadap kondisi paru-
paru dan dinding dada secara umum. Ini membantu dokter dalam membuat diagnosis dan
merencanakan pengelolaan lebih lanjut untuk pasien dengan efusi pleura. Pemeriksaan
Thorax AP (anteroposterior) pada kasus efusi pleura dilakukan untuk mengevaluasi
kondisi paru-paru, menentukan adanya cairan yang terakumulasi di rongga pleura, serta
menilai perubahan struktural pada paru-paru dan dinding dada. Meskipun pemeriksaan ini
memberikan gambaran umum, pemeriksaan lain seperti PA (posteroanterior) atau teknik
lainnya mungkin dibutuhkan untuk analisis yang lebih mendalam. Proyeksi RLD
bertujuan sebagai proyeksi tambahan untuk menggambarkan Batasan cairan dan udara
bebas yang ada di paru-paru yang belum cukup tergambarkan pada proyeksi AP.
Pada pemeriksaan radiografi thorax dengan kasus efusi pleura et tuberculosis di
Instalasi Radiologi RSUD Sanjiwani Gianyar hanya menggunakan proyeksi
posteroanterior atau anteroposterior, karena pada proyeksi tersebut sudah dapat
mengevaluasi adanya kelainan dan adanya cairan. Dengan proyeksi posteroanterior atau
anteroposterior sudah mampu menegakkan diagnosa efusi pleura. Selain itu dengan
proyeksi diharapkan dapat mengurangi dosis radiasi pasien.
18
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan Teknik Pemeriksaan Radiografi Thorax dengan kasus Efusi
Pleura ec tuberculosis pada orang dewasa di Instalasi Radiologi RSUD Sanjiwani Gianyar
dapat diambil kesimpulan bahwa :
Teknik pemeriksaan radiografi thorax untuk kasus efusi pleura ec tuberculosis di
Instalasi Radiologi RSUD Sanjiwani menggunakan proyeksi posteroanterior(PA) atau
anteroposterior(AP) sudah cukup untuk menegakkan diagnosa efusi pleura dan
mengevaluasi kelainan serta adanya cairan. Pemilihan penggunaan proyeksi
posteroanterior(PA) atau anteroposterior (AP) menyesuaikan dengan kondisi pasien, untuk
pasien yang kooperatif dipilih proyeksi posteroanterior sedangkan untuk pasien yang noon
kooperatif dengan kondisi sesak dan tidak dapat berdiri dipilih proyeksi
anteroposterior(AP). Penambahan proyeksi lain hanya dilakukan pada permintaan khusus
dokter pengirim atau saat pasien non-kooperatif. Dengan demikian, penggunaan proyeksi
tambahan seperti lateral dan lateral decubitus tidak dilakukan secara rutin.
4.2 Saran
Tetap menjaga pemantauan atas perkembangan teknologi dan praktik terkini dalam
pemeriksaan radiografi thorax, serta mempertimbangkan kebutuhan spesifik pasien dalam
penggunaan proyeksi tambahan sesuai indikasi medis untuk diagnosis yang lebih
mendalam. Selain itu, pendekatan yang mengutamakan minimisasi dosis radiasi tetap perlu
dijunjung tinggi dalam melakukan pemeriksaan radiografi thorax.
19
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi N, Astri H, Puan SI. 2023. Efusi Pleura ec dextra tb paru. Vol 6. Riau : Universitas
Abdurrab.
Neneng A. 2018. Jurnal Keperawatan Floral. Faktor faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Efusi Pleura Pada Pasien yang di Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Adan Malik Medan.
Medan : Stikes Haji.
Nadia Y. 2022. Penatalaksanaan Pemeriksaan Radiografi Thorax pada Klinis Efusi Pleuradi
Instalasi Radiologi RSUD Haji Achmad Provinsi Riau. Riau: Universitas Awal Riau.
20
LAMPIRAN
21
JADWAL JAGA MAHASISWA ATRO BALI PE
RSUD SANJIWANI GIAN
PERIODE 4 DESEMBER - 11 J
BULAN DESEMBER
S S R K J S M S S R K J
NO NAMA
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1. I KADEK ARINATA P P M L S P P M L S P P
2. HASANUDDIN P P S P M L S P M L S P
3. NI LUH ANGGREINI S. GIRI P P P M L S P P P M L S
4. NI WAYAN LOLITA DEWI P P P S P M L S P P M L
5. KETSYA K. TITALOUW P P P P P P M L S P P M
S M S S R K J S M S S R K J S M
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
M L S P P M L S P P M L S P P M
P M L S P P M L S P P M L S P P
P P M L S P P M L S P P M L S P
S P P M L S P P M L S P P M L S
L S P P M L S P P M L S P P M L
22
BULAN JANUARI
S S R K J S M S S R K
NO NAMA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1. I KADEK ARINATA L S P P M L S P P P P
2. HASANUDDIN M L S P P M L S P P P
3. NI LUH ANGGREINI S. GIRI P M L S P P M L P P P
4. NI WAYAN LOLITA DEWI P P M L S P P M L S P
5. KETSYA K. TITALOUW S P P M L S P P M L P
23