Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Radiasi partikel pada umumnya menyebabkan ionisasi jaringan biologi
secara langsung. Hal ini disebabkan energi kinetik partikel dapat langsung
merusak struktur atom jaringan biologi yang dilewatinya, dan mengakibatkan
kerusakan kimia dan biologi molekular. Lain halnya dengan radiasi partikel,
radiasi elektromagnetik mengionisasi secara tidak langsung dengan cara
membentuk elektron sekunder terlebih dahulu untuk mengakibatkan kerusakan
jaringan.
Radiasi pada jaringan biologik dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase fisika,
kimia dan biologi. Radiasi pengion foton yang mengenai jaringan biologi, pada
awalnya menyebabkan fase fisika dengan metode ionisasi dan eksitasi.
Selanjutnya, terjadi fase kimia dengan terbentuknya radikal bebas. Radikal
bebas yang terbentuk mengakibatkan kerusakan biologi dengan cara merusak
DNA.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja tingkatan respon tubuh terhadap radiasi?


2. Bagaimana respon jaringan terhadap radiasi?
3. Apakah dampak yang dapat ditimbulkan jika jaringan terpapar radiasi?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa saja tingkatan respon tubuh terhadap radiasi.

2. Mengetahui bagaimana respon jaringan terhadap radiasi.

3. Mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan jika jaringan terpapar radiasi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Interaksi Radiasi
Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru dan
lainnya. Setiap organ tubuh tersusun atas jaringan yang merupakan kumpulan
sel yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama. Sel sebagai unit fungsional
terkecil dari tubuh dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan
sempurna seperti pembelahan, pernafasan, pertumbuhan dan lainnya. Sel
terdiri dari dua komponen utama, yaitu sitoplasma dan inti sel (nucleus).
Sitoplasma mengandung sejumlah organel sel yang berfungsi mengatur
berbagai fungsi metabolisme penting sel. Inti sel mengandung struktur biologic
yang sangat kompleks yang disebut kromosom yang mempunyai peranan
penting sebagai tempat penyimpanan semua informasi genetika yang
berhubungan dengan keturunan atau karakteristik dasar manusia. Kromosom
manusia yang berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang merupakan
suatu rantai pendek dari DNA (Deooxyribonucleic acid) yang membawa suatu
kode informasi tertentu dan spesifik.
Radiasi apabila menumbuk suatu materi maka akan terjadi interaksi yang
akan menimbulkan berbagai efek. Efek-efek radiasi ini bergantung pada jenis
radiasi, energi dan juga bergantung pada jenis materi yang ditumbuk. Pada
umumnya radiasi dapat menyebabkan proses ionisasi dan atau proses eksitasi
ketika melewati materi yang ditumbuknya. Ionisasi bisa terjadi pada saat
radiasi berinteraksi dengan atom materi yang dilewatinya. Radiasi yang dapat
menyebabkan terjadinya ionisasi disebut radiasi pengion. Termasuk dalam
katagori radiasi pengion ini adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma,
sinar-X dan neutron. Pada saat menembus materi, radiasi pengion dapat
menumbuk elektron orbit sehingga elektron terlepas dari atom. Akibatnya
timbul pasangan ion positif dan ion negatif.

2
Efek-efek yang timbul akibat radiasi pengion:

1. Efek Genetik
Merupakan efek radiasi yang dirasakan oleh keturunan orang yang
menerima radiasi, karena perubahan kode genetik terjadi pada sel pembawa
keturunan.
2. Efek Somatik
Merupakan efek radiasi yang langsung dirasakan oleh orang yang menerima
radiasi tersebut.
Terdapat 2 macam efek somatik, antara lain:

1. Efek Stokastik
Adalah efek yang timbul karena perubahan pada sel normal akibat radiasi
pengion. Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk
menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul
maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi
mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini
mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha
untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau
transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek
stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa
laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang
terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan
oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah
sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada
turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah
sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama,
ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan
tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi
dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara

3
statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta
terkait dengan paparan individu.

Ciri – ciri efek stokastik:


i. Tidak mengenal dosis ambang
ii. Timbul setelah masa tenang yang lama
iii. Dosis radiasi tidak mempengaruhi keparahan efek
iv. Tidak ada penyembuhan spontan. Contoh: kanker & penyakit turunan

2. Efek Non-Stokastik (Deterministik)


Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi
yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi
sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek
deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold
dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat
keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih
besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis
lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek
deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang,
peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.

Ciri-ciri Efek Non Stokastik:


i. Punya dosis ambang
ii. Timbul beberapa saat setelah radiasi
iii. Adanya penyembuhan spontan
iv. Dosis radiasi mempengaruhi keparahan efek.
Contoh: luka bakar, sterilitas, dan katarak.
Ketika melewati materi, maka sinar-X akan mengalami interaksi dengan
materi tersebut. Dari interaksi tersebut, akan timbul efek yang melalui 4
tahapan, antara lain:

4
1. Tahap Fisika
Pada proses fisika, terjadi peristiwa absorbsi energi oleh materi sesaat setelah
terkena radiasi. Tahapan fisika diikuti oleh eksitasi dan ionisasi atom atau
molekul.
Berlangsung hanya kira-kira 10-16 detik dimana energi terdeposit di dalam sel
dan menyebabkan ionisasi. Di air reaksinya dapat dinyatakan sebagai:
H2O —> H2O+ + e–
Dimana H2O+ adalah ion positif dan e– adalah ion negative
2. Tahap Kimia – Fisika
Pada proses kimia, terjadi peristiwa perusakan molekul-molekul secara
kimiawi. perubahan ini diakibatkan oleh antara lain:
a. Efek langsung
b. Efek tidak langsung
Berlangsung kira-kira 10-6 detik, dimana ion-ion berinteraksi dengan molekul
air lainnya yang menghasilkan beberapa produk baru. Sebagai contoh, ion
positif terdisosiasi:
H2O+ —> H+ + OH–
Ion negatif, yaitu elektron, terikat pada molekul air netral yang selanjutnya
terdisosiasi
H2O+ + e– —> H2O
H2O– —> H + OH–
Sehingga produk dari reaksinya adalah H+, OH–, H dan OH. Dua ion
pertama, yang ada dalam sebagian besar air, tidak mengambil bagian dalam
reaksi berikutnya. Dua produk lainnya, H dan OH disebut radikal bebas, yaitu
mereka yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan dan secara kimia
sangat reaktif. Hasil reaksi lainnya adalah hidrogen peroksida H2O2, yang
merupakan oksidan yang sangat kuat dan terbentuk dengan reaksi:
OH + OH —> H2O2
3. Tahap kimia
Berlangsung hanya beberapa detik, dimana hasil reaksi berinteraksi dengan
molekul-molekul organik yang penting dari sel. Radikal bebas dan oksidan

5
dapat menyerang molekul komplek yang membentuk koromosom. Misalnya,
sebagai contoh, radikal tersebut dapat mengikatkan dirinya ke molekul atau
menyebabkan ikatan rantai panjang menjadi putus.
4. Tahap Biologi
Dimana waktunya bervariasi dari puluhan menit sampai puluhan tahun
bergantung pada gejala khusus yang muncul. Perubahan kimia yang
didiskusikan diatas dapat mempengaruhi sel individu dalam berbagai cara,
misalnya:
1. Kematian sel lebih awal
2. terhambatnya atau tertundanya pembelahan sel
3. perubahan tetap pada sel turunannya
Interaksi radiasi pengion dengan meteri biologik diawali dengan interaksdi
fisika yaitu, proses ionisasi. Elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi akan
berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila
penyerapan energi langsung terjadi pada molekul organik dalam sel yang
mempunyai arti penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi secara tidak
langsung bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air dalam
sel yang efeknya kemudian akan mengenai molekul organik penting.
Mengingat sekitar 80% dari tubuh manusia terdiri dari air, maka sebagian besar
interaksi radiasi dalam tubuh terjadi secara tidak langsunng.

B. Respon Radiasi pada Tingkat Sel


Jaringan normal pada tingkat sel lebih terorganisir dan mempunyai
kemampuan memperbaiki kerusakan dari radiasi, sedang kebanyakan sel
kanker memiliki cacat pada sistem regulasi sel, pada umumnya mengakibatkan
gangguan repair, dan mengakumulasikan kerusakan tersebut. Salah satu target
utama dari radiasi adalah DNA pada inti sel, yang kemungkinan terjadi berupa
single strand brake atau double strand brake. Kerusakan DNA memicu
aktivasi mekanisme tertentu dari siklus sel. Salah satunya adalah aktivasi p-53,
yang kemudian menginduksi mekanisme tertahannya siklus sel atau
mekanisme apoptosis.

6
Secara umum, sel dianggap mati oleh radiasi jika sel kehilangan
kemampuan reproduksinya, bukan karena apakah sel tetap hidup dalam
populasi. Kematian sel dapat berupa apoptosis, nekrosis, mitotic catastrophe,
atau senescence.

Efek radiasi pada tingkat sel ini, menjadi dasar dari pengobatan kanker pada
radioterapi, dengan tujuan akhir mengurangi jumlah sel kanker sampai sekecil
mungkin, dengan mempertahankan jumlah sel normal sebanyak mungkin. Hal
ini dapat dijelaskan dengan kurva survival sel dan probabilitas kontrol tumor.

Gambar 1. Kurva surviving fraction dan Tumor Contro Probability

 Kerusakan DNA

Dengan kemampuannya mengionisasi dan mengeksitasi inti

7
atom sel, radiasi dapat menyebabkan kerusakan sel dan target
utamanya adalah kerusakan DNA. Meskipun relatif kecil,
kerusakan DNA tetap dapat menyebabkan kematian sel.

Ionisasi dan eksitasi akan menyebabkan kerusakan DNA


baik langsung maupun tidak langsung. Kerusakan DNA secara
langsung jika radiasi pengion langsung mengenai DNA. Sepertiga
kerusakan biologi akibat sinar x dan λ disebabkan oleh efek
langsung, dan efek langsung ini lebih dominan pada radiasi LET
tinggi. Kerusakan DNA secara tidak langsung melalui pembentukan
radikal bebas (atom dengan elektron tidak berpasangan) dan
mempunyai efek sangat merusak terhadap DNA.

Gambar 2. Efek langsung dan tidak langsung radiasi terhadap


DNA

Kerusakan DNA bisa berupa terputusnya rantai tunggal


DNA atau single strand breaks (SSB), terputusnya rantai ganda
DNA atau double strand breaks (DSB), crosslink DNA, serta
kehilangan basa DNA. Beberapa kerusakan DNA masih dapat
diperbaiki, tetapi dapat juga mengalami kegagalan, sehingga

8
terjadilah kematian sel. Kerusakan DNA melalui mekanisme DSB
adalah yang paling penting, sebab terjadi pemisahan rantai DNA
sehingga sulit diperbaiki. Sel yang gagal diperbaiki tidak langsung
mengalami kematian, tetapi mengalami beberapa pembelahan sel
(mitosis) terlebih dahulu.

Gambar 3. Tipe kerusakan DNA yang terjadi akibat radiasi


pengion yaitu single strand break, double strand break, cross link
DNA dan kerusakan basa

C. Respon Radiasi pada Tingkat Jaringan


1. Tipe Jaringan Normal

Jaringan adalah sekelompok sel dengan asal embriologi yang sama yang
membawa fungsi khusus tertentu. Sel dalam jaringan memiliki sistem
organisasi spesifik. Berdasarkan klasifikasi Michalowski6, dapat dibedakan
dua tipe jaringan, yakni:

a) Model organisasi hirarki (H-type model)

Model organisasi hirarki merupakan jaringan dengan tingkat


pergantian sel dan proliferasi yang cepat. Karakteristik utama jenis ini
adalah adanya beberapa kompartemen kelompok sel, dimana fungsi
fisiologis jaringan tersebut ditentukan oleh kelompok sel matur yang tidak
berproliferasi.

9
Tiga kompartemen dari tipe jaringan ini adalah:

• Kompartemen sel punca (stem cell). Sel punca memiliki


kemampuan membelah yang tidak terbatas dan juga memperbaiki diri
sendiri. Sel ini tidak memiliki fungsi spesifik dari jaringan. Sebagai
contoh dari kompartemen ini adalah sel- sel kripta pada epitel usus, sel
punca sumsum tulang, dan sel punca pada lapisan basal epidermis.

• Kompartemen diferensiasi (amplification compartement). Pada


kompartemen ini turunan dari sel punca berada dalam proses maturasi.
Proses proliferasi dan diferensiasi terjadi secara aktif dan terbatas. Sel
pada kompartemen ini mulai memiliki fungsi spesifik jaringan pada saat
tingkat proliferasi nya menurun dan beralih menjadi prekursor dari sel
matur. Contoh kompartemen ini adalah sel-sel “antara” pada epidermis
dan eritroblas.

• Kompartemen pasca mitosis atau sel matur fungsional.


Kompartemen ini tersusun dari sel-sel matur yang sudah berdiferensiasi
dan berfungsi secara penuh. Sel-sel disini tidak memiliki kemampuan
membelah diri tetapi menentukan fungsi dari jaringan. Setelah usia biologi
tertentu, sel matur fungsional akan mati. Yang mewakili kompartemen
jenis ini adalah permukaan dari epidermis, sel-sel di puncak vili mukosa
usus, dan sel darah matur yang bersirkulasi.

Contoh jaringan yang termasuk dalam model organisasi hirarki


antara lain: jaringan hematopoetik, mukosa buco-faringeal dan usus,
epitel testis dan epidermis. Jaringan tersebut memiliki tingkat pergantian
sel yang cepat.

b) Model organisasi fleksibel (F-type model)

Model organisasi fleksibel merupakan jaringan dengan tingkat


pergantian sel yang rendah. Tidak memiliki pembagian kelompok sel (satu
kompartemen) dan tidak ada perbedaan tingkat kematangan sel. Setiap sel

10
pada tipe jaringan ini adalah identik, memiliki fungsi spesifik dari jaringan
dan kemampuan untuk memperbarui diri. Sel hepar menjadi salah satu
contoh dari jaringan tipe fleksibel. Setiap sel di hepar berfungsi penuh,
kebanyakan berada pada fase G0 dan memiliki potensi proliferasi.
Berkurangnya jumlah sel oleh sebab apapun pada hepar, contohnya pada
parsial hepatektomi, merangsang sel lain yang tidak mati berproliferasi
lebih cepat (accelerated rate of proliferation).

Pada kenyataannya, beberapa jaringan tubuh memiliki sifat


gabungan dari sebagian ciri kedua tipe jaringan tersebut.

Klasifikasi lain oleh Rubin dan Cassaret, membagi kelompok


populasi sel, berdasarkan karakteristik fungsi dan kemampuan
reproduksinya :

• Vegetatif Intermitotic Cells (VIM), merupakan kelompok sel yang


tidak berdiferensiasi, dengan pembelahan sel yang cepat dan siklus hidup
yang pendek. Sepanjang hidup manusia, sel jenis ini akan terus mengalami
repopulasi. Contohnya eritroblas, sel kripta usus, dan sel basal dari kulit.

• Differentiating Intermitotic Cells (DIM, yaitu kelompok sel yang


mengalami mitosis secara aktif dan kemudian melakukan diferensiasi
dalam beberapa tingkat, contohnya adalah spermatogonia.

• Multipotential Connective Tissue Cells, adalah Kelompok sel yang


membelah diri secara tidak tentu, biasanya sebagai respon dari kebutuhan
jaringan. Relatif memiliki siklus hidup sel yang panjang. Contoh utama
adalah fibroblas.

• Reverting Postmitotic Cells (RPM), yaitu kelompok sel yang secara


normal tidak mengalami pembelahan sel, tetapi dapat berlaku sebaliknya
jika dibutuhkan oleh tubuh untuk mengganti populasi sel yang hilang.
Contohnya adalah sel matur hepar, sel paru dan sel ginjal.

• Fixed Postmitotic Cells (FPM). Kelompok sel ini tidak mengalami


pembelahan dan tidak memiliki kemampuan itu. Secara morfologi dan

11
fungsi, dalam kondisi berdiferensiasi penuh dan khusus. Contohnya
adalah neuron, sel otot dan sel darah merah.

Kelompok VIM adalah yang kelompok sel paling sensitif pada


radiasi, sedangkan kelompok FPM yang paling resisten. Kelompok
lainnya berada dalam rentang keduanya secara berurutan.

2. Target Sel Pada Jaringan

Efek radiasi pada jaringan normal atau kerusakan jaringan normal yang
diinduksi radiasi, terbagi dalam dua fase yang terpisah oleh perbedaan populasi
sel target yang berbeda, yaitu fase akut dan fase lambat. Efek akut, timbul
karena kematian dalam skala cukup besar dari sel-sel berproliferasi yang
terorganisasi secara hirarki, dan efek lambat karena hilangnya jumlah sel yang
cukup banyak dari sel-sel parenkimal yang terorganisasi dalam tipe fleksibel.

Tipe kematian sel terpenting setelah radiasi adalah kematian sel mitosis
sebagai hasil dari kerusakan DNA, interval waktu antara radiasi dan timbulnya
manisfestasi kerusakan (interval latensi) akan sangat tergantung pada
karakteristik sel target dan tipe organisasi jaringan.

Pada jaringan dengan tipe organisasi hirarki, sel-sel yang berada dalam fase
proliferasi, dengan tingkat pergantian sel yang tinggi, akan mengekspresikan
kerusakan akibat radiasi lebih dini dengan kematian pada pembelahan sel
dalam hitungan hari. Sedangkan pada kelompok sel matur, yang tidak lagi
mengalami proliferasi dan menjalani siklus sel, secara relatif tidak terpengaruh
oleh radiasi karena mereka tidak dapat mati pada pembelahan sel. Sel
fungsional matur akan mati sesuai dengan umur biologisnya.

Radiasi pada tipe jaringan hirarki akan mengurangi jumlah sel punca dan
sel progenitor, tetapi tidak berefek langsung pada sel matur. Kerusakan
jaringan dan timbulnya gejala sebagai akibat dari kegagalan selsel yang
berproliferasi untuk dapat menggantikan sel matur yang kemudian mati pada

12
umur biologisnya. Radiasi pada tipe jaringan hirarki akan mengurangi jumlah
sel punca dan sel progenitor, tetapi tidak berefek langsung pada sel matur.
Derajat keparahan gejala yang timbul berkaitan dengan dosis absorbsi dan
jumlah sel punca yang mati, tetapi waktu terjadinya gejala berkolerasi dengan
usia hidup sel matur dengan periode laten yang pendek serta dapat diprediksi.

Tipe jaringan fleksibel, yang tersusun oleh sel matur fungsional dengan
kemampuan proliferasi, dengan tingkat pergantian sel relatif lambat. Ekspresi
dari kerusakan akibat radiasi dapat berupa kematian mitosis dan timbulnya
gejala tergantung dari besarnya dosis, dengan periode laten relatif panjang
yang bervariasi dari bulan sampai tahunan.

3. Efek Radiasi pada Berbagai Jaringan


a. Efek Radiasi pada Kulit
Pada radioterapi, kulit adalah jaringan normal yang akan selalu terpapar
radiasi sebagai tempat masuk dan keluarnya sinar pengion, efek yang terjadi
cukup bervariasi. Tergantung dari perbedaan kompartemen jaringan, kulit
mengalami baik efek akut, predominan pada lapisan epidermis, maupun
efek lambat yang terlihat pada lapisan dermis.
Epidermis adalah epitel berlapis yang tersusun secara hirarki oleh sel
punca, sel progenitor, dan sel matur fungsional yang telah berdiferensiasi.
Terdapat 10-20 lapis sel epitel berkeratin yang fungsi dan keutuhannya
terjaga karena proliferasi sel punca yang berada di lapisan basal. Setelah
radiasi selesai, lama gejala yang timbul dan waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan tergantung dari dosis absorbsi dan luas area radiasi, karena
perbaikan jaringan tergantung dari jumlah sel basal yang tidak mati yang
selanjutnya dibutuhkan untuk repopulasi sel matur diatasnya. Pada
mayoritas reaksi kulit, repopulasi seluruh epidermis membutuhkan waktu 4
minggu. Pada awal reformasi jaringan kulit, dapat terlihat hiperpigmentasi
yang disebabkan oleh stimulasi atau destruksi melanosit akibat paparan
radiasi.

13
Terletak tepat dibawah epidermis adalah lapisan dermis bagian atas, yang
terutama tersusun oleh jaringan ikat dengan fibroblas, sel imunitas, dan
pembuluh darah kapiler yang tersebar didalamnya. Efek radiasi lambat
sebagian besar terjadi karena kerusakan pembuluh darah dan fibroblas pada
lapisan ini. Fibrosis subkutan diakibatkan oleh pembentukan berlebih
jaringan ikat fibrosa, yang biasanya disertai atrofi atau penipisan kulit.
Selanjutnya dapat timbul pelebaran kapiler, yang disebut telangiektasis,
salah satu faktor penyebab yang dipertimbangkan adalah oleh karena
kegagalan pertumbuhan pembuluh darah yang rusak. Nekrosis di presipitasi
oleh cedera pada kulit yang mengalami atrofi, dipikirkan karena terdapat
kegagalan respon vaskuler. Kemampuan penyembuhan luka pasca radiasi
kemudian menjadi salah satu pertimbangan klinis yang penting jika reseksi
bedah diperlukan terutama pada area radiasi.
b. Efek Radiasi pada Jaringan Tumor
Jaringan tumor, khususnya tumor padat, adalah sebuah struktur yang
terdiri dari sel neoplastik, sel stroma dan pembuluh darah. Seluruh
komponen tersebut terikat oleh jaringan ekstraseluler. Tumor tumbuh
karena proliferasi dari sel kanker dan bertambahnya massa stroma serta
pembentukan pembuluh darah baru (oleh angiogenesis). Telah diungkapkan
dari penelitian bahwa sekalipun ukuran tumor itu kecil, tidak semua sel pada
tumor dalam keadaan yang aktif berproliferasi.

14
Volume doubling time digunakan untuk menerangkan waktu yang
diperlukan untuk pertumbuhan ukuran tumor dua kali lipatnya. Jika setiap
sel pada tumor berada dalam siklus Efek Dasar Radiasi pada Jaringan
pembelahan sel dan tidak terjadi kematian sel, maka doubling time tumor
akan mewakili lama siklus sel, dengan rata-rata 2-3 hari. Tidak terdapat
perbedaan yang besar respon tumor antara sel normal dan sel kanker
seandainya tidak terdapat perbedaan dalam regulasi siklus sel, kinetik
populasi sel, dan sruktur organisasi kelompok sel (jaringan). Faktor yang
bertanggungjawab terhadap respon radiasi pada prinsipnya sama dengan
sifat yang membedakan antara keduanya.
Istilah radiosensitif dan radioresistan biasanya digunakan untuk
menjelaskan cepat atau lambatnya pengecilan tumor setelah radiasi. Sel
kanker biasanya mengekspresikan kerusakan DNA akibat radiasi dengan
kematian mitosis, oleh karena itu laju respon tumor tergantung dengan
tingkat proliferasinya. Tumor yang memiliki kumpulan sel berproliferasi
dalam proporsi besar akan menunjukkan respon radiasi lebih dini dan
mengalami pengecilan dengan cepat.

15
Walaupun tergolong radioresponsif, tumor kemungkinan tetap memiliki
sel punca yang selamat, yang bertanggungjawab terhadap rekurensinya.
Seperti disebutkan diatas, sel-sel pada tumor tidak memiliki radiosensitifitas
yang seragam. Sensitivitas sel terhadap radiasi dapat juga dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan mikro disekitarnya. Kondisi hipoksia sebagai salah satu
faktor yang telah bisa di jelaskan, namun masih terdapat faktor lain, antara
lain terkait interaksi dengan materi ekstraseluler yang masih belum
terekplorasi sepenuhnya.
D. Sindroma Terhadap Jaringan Tubuh
1. Kulit
Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis.
Pajanan radiasi sekitar 2-3 Gy dapat menimbulkan efek kemerahan
(eritema) sementara yang timbul dalam waktu beberapa jam.
Beberapa minggu kemudian, eritema akan kembali muncul sebagai
akibat dari hilangnya sel-sel basal pada epidermis. Dosis sekitar 3 –
8 Gy menyebabkan terjadinya kerontokan rambut (epilasi) dan
pengelupasan kering (deskuamasi kering) dalam waktu 3 – 6 minggu
setelah pajanan radiasi. Pada dosis yang lebih tinggi, 12 – 20 Gy,
akan mengakibatkan terjadinya pengelupasan kulit disertai dengan
pelepuhan dan bernanah (blister) serta peradangan akibat infeksi
pada lapisan dalam kulit (dermis) sekitar 4 – 6 minggu kemudian.
Kematian jaringan (nekrosis) dalam waktu 10 minggu pemajanan
radiasi dengan dosis lebih besar dari 20 Gy, sebagai akibat dari
kerusakan yang parah pada pembuluh darah. Bila dosis yang di
terima sekitar 50 Gy, nekrosis akan terjadi dalam waktu yang lebih
singkat yaitu sekitar 3 minggu.

16
2. Jaringan Paru
Paru dapat terkena pajanan radiasi secara eksterna dan interna.
Efek deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul
setelah beberapa minggu atau bulan. Efek utama adalah pneumonitis
interstisial yang dapat diikuti dengan terjadinya fibrosis sebagai
akibat dari rusaknya sel sistim vaskularisasi kapiler dan jaringan
ikat, yang dapat berakhir dengan kematian.

17
Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya peradangan akut
paru ini biasanya terjadi pada dosis 5 – 15 Gy. Perkembangan tingkat
kerusakan sangat bergantung pada volume paru yang terkena radiasi
dan laju dosis. Hal ini juga dapat terjadi setelah inhalasi partikel
radioaktif dengan aktivitas tinggi dan waktu paro pendek.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tingkatan respon tubuh terhadap radiasi yaitu ada tingkatan respon radiasi
pada tingkat sel dan respon radiasi pada tingkat jaringan.

2. Ada beberapa respon jaringan terhadap radiasi, yaitu tipe jaringan normal,
target sel pada jaringan, dan efek radiasi pada berbagai jaringan.

3. Jika kita terpapar radiasi akan berdampak pada tubuh kita, yaitu ditandai
dengan adanya sindroma.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adamus-Gorka M. Improved Dose Response Modeling for Normal Tissue


Damage and Therapy Optimization. Stockholm: Departement of
OncologyPathology Stockholm University; 2008.

Hall EJ, Giaccia AJ. Radiobiology for the Radiologist. 7th edition. New York.
Lippincott Williams & Wilkins; 2012.

Stone HB, Coleman CN, Anscher MS, and McBride WH. Reviews: Effects of
radiation on normal tissue: consequences and mechanisms. Lancet Oncol 2003;
4(9):529-36.

20

Anda mungkin juga menyukai